TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Irigasi
Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang
pertanian, yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi bawah tanah,
irigasi pompa, dan irigasi tambak. Daerah Irigasi adalah kesatuan wilayah yang
mendapat air dari satu jaringan irigasi. Jaringan irigasi adalah saluran,
bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan dan
diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan,
pembagian, pemberian, pembinaan, dan pembuangannya. (PP No. 20/2006
tentang Irigasi).
Jaringan utama adalah jaringan irigasi yang berada dalam satu sistem
irigasi, mulai dari bangunan utama, saluran induk/primer, saluran sekunder, dan
bangunan sadap serta pelengkapnya. Jaringan tersier adalah jaringan irigasi
yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air di dalam petak tersier yang
terdiri dari saluran pembawa yang disebut saluran tersier, saluran pembagi yang
disebut kuarter dan saluran pembuang berikut saluran bangunan turutan serta
pelengkapnya termasuk jaringan irigasi pompa yang luas areal pelayanannya
disamakan dengan areal tersier (PP No. 20/2006 tentang Irigasi).
Menurut (Nurrochmad, 2007) prasarana jaringan (bangunan sadap /
bagi / pemberi, saluran, bangunan pengatur dan pengukur air irigasi) harus siap
dioperasikan sesuai dengan standar operasi berdasarkan pola dan tata tanam.
Prasarana jaringan irigasi yang ada di Indonesia setelah mengalami rahabilitasi
tahun tujuh puluhan rancang bangun ditentukan oleh kebutuhan pasar (rice
based system). Pengelolaan yang baik telah mengakibatkan keberadaan
prasarana tersebut masih dapat berfungsi sampai dengan saat ini. Sistem
jaringan irigasi dibangun untuk memenuhi kebutuhan air irigasi dan merubah
sawah tadah hujan menjadi
sawah beririgasi teknis. Pada era otonomi dan sesuai dengan Undang-undang
No. 7 tahun 2004 tentang sumberdaya air, pengelolaan jaringan irigasi dengan
luas layanan kurang dari 1000 ha ditangani oleh pemerintah kabupaten/kota.
dari
bangunan
sadap
utama
(bendung),
saluran,
bangunan
fasilitas, jaringan irigasi dapat dibedakan dalam tiga tingkatan yaitu : sederhana,
semiteknis, dan teknis. Ketiga tingkatan tersebut diperlihatkan pada tabel dan
gambar berikut.
Bangunan
Utama
Kemampuan
bangunan
dalam
mengukur
dan mengatur
debit
Baik
Jaringan
saluran
Saluran irigasi
dan pembuang
terpisah
Petak tersier
Efisiensi
secara
keseluruhan
Ukuran
Jalan Usaha
Tani
Kondisi O & P
Sedang
Jelek
Saluran irigasi
dan pembuang
tidak
sepenuhnya
terpisah
Belum
dikembangkan
atau densitas
bangunan
tersier jarang
Sedang
40 50%
(Ancar-ancar)
Sampai 2.000
ha
Hanya sebagian
areal
Dikembangkan
sepenuhnya
Tinggi
50 60 %
(Ancar-ancar)
Tak ada
batasan
Ada ke seluruh
areal
- Ada instansi
yang
menangani
- Dilaksanakan
teratur
Belum teratur
Saluran irigasi
dan pembuang
jadi satu
Belum ada
jaringan
terpisah yang
dikembangkan
Kurang
< 40%
(Ancar-ancar
Tak lebih dari
500 ha
Cenderung
tidak ada
Tidak ada
O&P
(headworks) di
mana
air
diambil
dari
petak-
petak tersier,
3. petak-petak
tersier
dengan
sistem
pembagian
air
dan
sistem
4.
sistem
pembuang
berupa
saluran
dan
bangunan
bertujuan
untuk
yang
serius.
Pertama - tama,
ada
pemborosan air dan, karena pada umumnya jaringan ini terletak di daerah yang
tinggi, air yang terbuang itu tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang
lebih subur. Kedua, terdapat banyak penyadapan yang memerlukan lebih banyak
biaya lagi dari penduduk karena setiap desa membuat
jaringan
dan
itu
biayanya
ditanggung
oleh
lebih
banyak
daerah
layanan.
saluran
fungsinya
irigasi
maupun
masing-masing, dari
pembuang
pangkal
tetap
hingga
bekerja
sesuai dengan
ujung.
Saluran irigasi
setingkat
P3A/GP3A
untuk
melaksanakan
tugasnya
dalam
para
petani.
Jaringan
saluran
tersier
dan
kuarter
irigasi
persediaan
teknis
air
serta
memungkinkan
kebutuhan-kebutuhan
dilakukannya
pertanian.
pengukuran
aliran,
pembagian air irigasi dan pembuangan air lebih secara efisien. Jika petak
tersier
hanya
memperoleh
air
pada
satu
tempat
saja
dari jaringan
lebih
lebih
murah
dibandingkan
dengan
apabila
di
tidak
dalam
akan mempengaruhi
dan
biaya
pemanfaatan
air
yang
lebih
10
pembawa dapat dibuat lebih pendek dengan kapasitas yang lebih kecil.
Kelemahan-kelemahannya antara lain adalah bahwa jaringan semacam ini lebih
sulit diatur dan dioperasikan sering banjir, lebih cepat rusak dan menampakkan
pembagian air
jaringan tersebut akan memiliki sifat-sifat seperti bendung dan relatif mahal.
Sebagai contoh jaringan irigasi teknik seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3
sebagi berikut.
11
pemberdayaan
perkumpulan
petani
pemakai
air
secara
sebesar-besarnya
kepada
masyarakat
petani,
pengelolaan
irigasi
12
No.
Komponen
1 Bangunan utama
Bobot (%)
35
Saluran pembawa
25
25
Saluran pembuang
10
Jumlah
100
13
14
15
Free Intake
Bendungan
Pompa
Pintu Intake
25%
Regime Sungai
Bocoran
10%
Pintu Intake
9%
Pintu Penguras
2%
Pelimpah/
Spilway
8%
Endapan
3%
Tanggul
Banjir
5%
Bangunan
pelengkap
3%
35%
30%
Mekanis
25%
Bangunan
Sipil
10%
35%
16
kondisi
jaringan
irigasi
keseluruhan
dilakukan
dengan
dengan
metode
sebagai
berikut
(Departemen
Pekerjaan
Umum,1991)
a). Perhitungan kondisi jaringan secara keseluruhan :
K = Kms + Kto + Kcc + Kdc + Ksd ..(2.1)
Dimana :
K
Kms
Kto
Kcc
Kdc
Ksd
..(2.2)
Dimana :
Kms
N1
Kms2
N3
.(2.3)
Dimana :
Kto
N1
17
N2
(2.4)
Dimana :
Kcc
N1
(2.5)
Dimana :
Kdc
N1
(2.6)
Dimana :
Ksd
N1
18
menunjukkan
kemerataan
distribusi
air
di
lahan
Cu = 1 -
x 100%
Keterangan :
Cu = Keseragaman pemberian air
M = Selisih antara debit yang dibutuhkan per petak tersier dengan debit
keseluruhan dibagi jumlah petak tersier yang ada
= Debit rata-rata keseluruhan petak tersier.
Nilai M dicari menggunakan rumus sebagai berikut.
M=
Keterangan :
= Debit rata-rata keseluruhan petak tersier
Q = Debit yang dibutuhkan per petak tersier salama satu tahun.
19
x=
Keterangan :
Q = Debit terbesar selama satu tahun ( Hasil perhitungan LPR/FPR pola
tata tanam.
A = Luas baku sawah
2.6.2 Analisa Kecukupan Pemberian Air
Kecukupan adalah banyaknya bagian lahan yang menerima air cukup
untuk mempertahankan kuantitas dan kualitas produksi tanaman pada tingkatan
menguntungkan. Kecukupan pemberian air dinyatakan dengan rumus
AD =
x 100 %
Keterangan :
AD
nQterpenuhi
E=
x 100 %
Keterangan :
Qx
20
tahun
dengan
besarnya
resiko
kegagalan
tertentu
Menurut
fluktuasi debit maksimum dan debit minimum relatif besar dari tahun ke tahun,
kebutuhan relatif tidak konstan sepanjang tahun, dan data yang tersedia
cukup panjang. Keandalan berdasar kondisi debit dibedakan :
a. Debit air musim kering, yaitu debit yang dilampaui debit-debit sebanyak 355
hari dalam 1 tahun, keandalan : 97,3 %
b. Debit air rendah, yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 275
hari dalam 1 tahun, keandalan : 75,3 %
c. Debit air normal, yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 185
hari dalam 1 tahun, keandalan : 50,7 %
d. Debit air cukup, yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 95
21
R80
22
LPR
Air Memadai/lebih
0,36
0,23
0,12
Tidak
Pada dasarnya nilai LPR adalah perbandingan kebutuhan air antara jenis
tanaman satu dengan jenis tanaman lainnya. Tanaman pembanding yang
digunakan adalah palawija yang mempunyai nilai satu. Semua kebutuhan
tanaman yang akan dicari terlebih dahulu dikonversikan dengan kebutuhan air
palawija yang akhirnya didapatkan angka sebagai faktor konversi tanaman.
Berikut ini adalah kriteria LPR tanaman yang dijadikan pedoman untuk
mencari nilai kebutuhan air, dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini.
Tabel 2.4 Kriteria LPR Tanaman
Jenis Tanaman
Faktor K
Palawijaya
1
Padi Rendeng
a. Pembibitan, penggarapan lahan dari
tanaman.
20
b. Padi, penggarapan lahannya.
6
c. Untuk padi dan tanamannya
4
Padi Gadu Ijin
Sama dengan Padi Rendeng
Padi Gadu Tak Ijin untuk Taraf apapun
1
Tebu
a. Bibit
1,5
b. Muda
1,5
c. Tua
0
Tembakau dan Rosella
1
Sumber : DPU Dinas Tingkat 1 Jawa Timur, 1977
23