ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menentukan strategi penyediaan air bersih perdesaan di Kabupaten
Ponorogo ditinjau dari aspek teknis, finansial, kelembagaan, dan aspek peran serta masyarakat. Metode
yang digunakan adalah metode deskriptif. Data dikumpulkan dari data sekunder dan data primer dengan
melakukan penyebaran kuesioner kepada 134 responden. Analisis kondisi wilayah dilakukan upaya
teknis untuk diaplikasikan ditiap-tiap desa. Pada aspek finansial dilakukan analisis terhadap masyarakat
terkait dengan ability to pay (ATP) air bersih setiap m3, analisis willingness to pay (WTP) biaya
sambungan rumah (SR), biaya retribusi, dan rencana anggaran biaya untuk pembangunan infrastruktur air
bersih. Pada aspek kelembagaan dilakukan evaluasi terhadap kinerja lembaga pemerintah dan masyarakat,
kemudian dilakukan analisis untuk menentukan strategi secara keseluruhan terhadap 4 aspek yang ada
dengan menggunakan analisa SWOT. Secara teknis dilakukan pembangunan prasarana air bersih secara
bertahap, sehingga pada tahun 2020 sudah dapat memberikan pelayanan bagi 8 desa dengan 58 HU, 2.711
SR, 6 unit pompa, dan 5 unit broncaptering. Total biaya infrastruktur sebesar Rp. 3.774.229.000,00.
Rata-rata ATP retribusi sebesar Rp. 6.062,50/bulan/KK, WTP biaya sambungan rumah sebesar Rp.
90.688,42/SR, dan retribusi sebesar Rp. 10.100,08/bulan/KK. Perlu peningkatan kapasitas kelembagaan,
dengan meningkatkan pelayanan penyediaan air bersih berupa peningkatan kapasitas terpasang dan
kapasitas produksi.
Kata kunci : desa rawan air, willingness to pay, ability to pay, Analisis SWOT.
1. PENDAHULUAN
Sistem penyediaan air bersih merupakan masalah penting bila dikaitkan dengan
pemenuhan kebutuhan untuk keperluan hidup sehari-hari, mengingat ketergantungan
yang amat besar terhadap air bersih bagi kehidupan manusia. Kondisi ini merupakan
suatu tantangan bagi pemerintah dan masyarakat untuk dapat mencapai sasaran dari
MDGs. Indonesia berkeinginan mewujudkan pembangunan berkelanjutan sebagaimana
direkomendasikan dalam KTT Bumi di Johannesburg 2000 yang salah satu sasarannya
adalah bidang penyediaan air minum dan sanitasi. Sasaran pencapaian tersebut adalah
pada tahun 2015 mengurangi 50% proporsi jumlah penduduk yang kesulitan
memperoleh akses terhadap air minum aman dan sanitasi yang memadai. Sasaran
umum kebijakan dan strategi nasional penyelenggaraan sistem penyediaan air bersih
mengacu kepada sasaran nasional yang ditetapkan RPJMN 2010 2014 yang
menekankan tercapainya 67% penduduk terlayani akses air bersih.
Kabupaten Ponorogo dengan luas wilayah 1.371,78 km2 terbagi dalam 21
kecamatan, 279 desa, 26 kelurahan, 2.272 RW dan 6.842 RT. Penduduk Ponorogo
menurut registrasi tahun 2010 sebanyak 899.328 jiwa. Penduduk yang tinggal di daerah
perkotaan sebanyak 305.771 jiwa (34 %), sedangkan sisanya 593.557 jiwa (66 %)
bertempat tinggal di pedesaan[3]. Wilayah administrasi Kabupaten Ponorogo dapat
dilihat pada Gambar 1.
2. DASAR TEORI
2.1 Sumber Air Baku
Sumber air baku untuk perencanaan sistem penyediaan air bersih berasal dari air
hujan, air tanah (mata air, air tanah dangkal, dan air tanah dalam), dan air permukaan
(sungai, danau, dan waduk). Dasar pemilihan alternatif sumber air yang dipilih adalah
biaya yang terkecil, jarak dari sumber air ke daerah pelayanan terpendek, pengaliran
Strategi Penyediaan Air Bersih di Desa Rawan Air Bersih di Kabupaten Ponorogo
secara gravitasi, kualitas air yang terbaik, kuantitas yang terbesar, dan kontinuitas
sumber air.[6]
2.2 Sistem Penyediaan dan Distribusi Air Bersih
Sistem penyediaan air bersih terdiri dari dua sistem penyediaan air bersih, yaitu
Sistem Penyediaan Air Bersih individual dan komunal. Dengan pertimbangan jumlah
penduduk, distribusi/sebaran penduduk, dan aktifitas dominan yang dilakukan
penduduk, dapat diketahui bahwa perbedaan antara kedua sistem tersebut terletak pada;
penerapan teknologi fisik, tingkat kapasitas pelayanan, tingkat jenis sambungan
pelayanan, dan tingkat institusi pengelolaan sistem.
Air Bersih Domestik
Kebutuhan domestik ditentukan oleh adanya konsumen domestik, yang berasal
dari data penduduk, pola kebiasaan dan tingkat hidup yang didukung adanya
perkembangan sosial ekonomi yang memberikan kecenderungan peningkatan
kebutuhan air bersih. Fasilitas penyediaan air bersih yang sering dikenal, yaitu;
- Fasilitas perpipaan, yaitu: sambungan rumah, sambungan halaman, sambungan
umum.
- Fasilitas non perpipaan, berupa; sumur, mobil air, mata air.
Kebutuhan air bersih suatu kawasan dipengaruhi oleh jumlah penduduk kawasan
tersebut. Jumlah penduduk suatu kawasan sangat mempengaruhi jumlah air bersih yang
dibutuhkan kawasan tersebut.[5]
Air Bersih Non Domestik
Kebutuhan air non domestik ditentukan oleh adanya konsumen non domestik,
yang memanfaatkan fasilitas - fasilitas antara lain[5]:
1. Perkantoran, tempat ibadah.
2. Prasarana pendidikan, prasarana kesehatan.
3. Komersial (pasar, pertokoan, penginapan, bioskop, rumah makan dll).
4. Industri.
2.3 Sistem Distribusi Air Bersih
Dalam pendistribusian air bersih terdapat tiga sistem pengaliran yang pemilihan
sistemnya disesuaikan dengan kondisi di lapangan[1]. yaitu;
1. Sistem Pengaliran Gravitasi
2. Sistem Pemompaan
3. Sistem Kombinasi
Perencanaan sistem distribusi air bersih didasarkan dua faktor utama yaitu:
a. Kebutuhan air (water demand).
b. Tekanan air serta ditunjang dengan faktor kontinuitas dan keamanan (safety).
Fungsi pokok jaringan distribusi adalah menghantarkan air bersih ke seluruh pelanggan
dengan tetap memperhatikan faktor kualitas, kuantitas, kontinuitas dengan tekanan dan
kecepatan air yang memenuhi standar. Kondisi yang diinginkan pelanggan adalah kapan
saja mereka membuka kran, air selalu tersedia.
Dalam hal pengaliran, terdapat tiga pilihan sistem pengaliran distribusi air
[1]
bersih , yang penggunaannya disesuaikan dengan kondisi eksisting sumber air baku
dan wilayah pengguna/konsumen, yaitu:
1. Sistem Pengaliran Gravitasi
2. Sistem Pemompaan
3. Sistem Kombinasi
Strategi Penyediaan Air Bersih di Desa Rawan Air Bersih di Kabupaten Ponorogo
LATAR BELAKANG
RUMUSAN MASALAH
DATA PRIMER
Real Demand Survey (RDS)
Kualitas air
Kontinuitas
Sarana dan prasarana
Potensi ekonomi dan peranserta masyarakat
Topografi sumber air
DATA SEKUNDER
Data kependudukan, RTRW
Sumber air baku, Cakupan pelayanan
Pelanggan/konsumen,
Pembiayaan
Sosial ekonomi
Pengelola PSAB
Data dari instansi terkait
Pengolahan Data
Evaluasi RDS
Analisis ATP dan WTP
Analisis kelembagaan
Analisis Peranserta masyarakat
publik. Saat ini cakupan pelayanan air bersih bagi masyarakat di 3 kecamatan ini
sebesar 39,98% dari 25.065 jiwa penduduk ketiga kecamatan, 10.022 jiwa terlayani
pelayanan air bersih dari HIPPAM dan non perpipaan, penduduk yang belum terlayani
sistem yang ada sebanyak 15.043 jiwa. Selanjutnya membandingkan jumlah kebutuhan
air bersih dengan ketersedian air bersih yang ada (eksisting). Pada Tabel 1 disajikan
kapasitas sumber air yang ada di tiap desa.
Tabel 1: Kapasitas Sumber Air Baku
No.
1
Kecamatan
Slahung
Senepo
2
3
4
5
6
7
8
Desa
Wates
Balong
Ngendut
Sedarat
Tatung
Muneng
Ngadisanan
Gajah
Sambit
Jumlah
Kapasitas Sumber
(l/dt)
2
1
1
2
2
2
3
13
Kebutuhan air pada akhir tahun perencanaan (tahun 2020), yaitu dengan total (Q
Total) air bersih untuk semua wilayah sebesar 46,04 l/dtk untuk 19.368 jiwa penduduk
ketiga kecamatan. Kebutuhan domestik dan non domestik sebesar 27,90 l/dtk, dengan
tingkat kebocoran 30% dan kebutuhan air untuk hidran kebakaran sebesar 10%.
Hasil perhitungan penyediaan air bersih terhadap kebutuhan air bersih yang ada
menunjukkan bahwa, kapasitas dari sumber air belum dapat mencukupi kebutuhan
penduduk sampai pada akhir tahun perencanaan, yang di dapat dari hasil analisis secara
teknis bahwa kebutuhan air bersih wilayah penelitian sebesar 46,04 l/dtk dan kapasitas
debit sumber air yang ada sebesar 13 l/dtk yang dapat dimanfaatkan secara maksimal
untuk 75% tingkat pelayanan dengan tetap mempertimbangkan kelestarian lingkungan
sekitar sumber mata air.
Rasio standar jenis pelayanan air bersih antara sambungan rumah (SR) dan
hidran umum HU) untuk wilayah penelitian adalah 70:30, dengan konsumsi air bersih
sebesar 100 liter/orang/hari bagi sistem penyediaan SR dan 30 liter/orang/hari bagi
sistem penyediaan HU. Dari hasil analisis diperoleh kebutuhan SR sebanyak 2.711 dan
58 HU sampai akhir masa proyeksi (tahun 2020) dengan kebutuhan debit air bersih
sebesar 46,04 liter/detik. Rasio jenis pelayanan/penyediaan air bersih tersebut
dirumuskan berdasarkan tingkat kebutuhan air bersih dan tingkat kemampuan
membayar masyarakat. Pengembangan cakupan pelayanan hingga akhir masa proyeksi
mencapai 75% terhadap jumlah penduduk di 3 kecamatan wilayah studi[4].
Dari hasil perhitungan ATP dan WTP diketahui bahwa besarnya tingkat
kemampuan membayar masyarakat (ATP) lebih kecil dari pada tingkat kemauan
Strategi Penyediaan Air Bersih di Desa Rawan Air Bersih di Kabupaten Ponorogo
5. KESIMPULAN
1. Dari analisa diperoleh bahwa ketersediaan air bersih lebih kecil dari kebutuhan air
yang ada untuk wilayah Kecamatan Slahung, Balong, dan Sambit. Penduduk dengan
jumlah pelayanan terkecil terhadap ketersediaan air bersih yakni Kecamatan Banggai
Selatan dimana ketersediaan air bersih belum mencukupi dengan kebutuhan
penduduk secara keseluruhan. Pembangunan dan pengelolaan sarana prasarana
penyediaan air bersih dilakukan masih berdasarkan penetapan kebutuhan dari
pemerintah pusat (supply driven).
2. Jenis pelayanan air bersih yang diberikan berupa 58 HU, dan 2.711 SR hingga tahun
2020.
3. Diketahui bahwa total biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur air
bersih adalah Rp 3.774.229.000, dengan skema pembiayaan oleh pemerintah pusat
(90%) Rp. 3.396.806.000,00 dan pemerintah daerah sebesar (10%) Rp.
377.423.000,00 sedangkan besarnya rata-rata kemampuan masyarakat (ATP) adalah
Rp. 6.062,50/bulan, besarnya kemauan(WTP) membayar penyambungan rumah
sebesar Rp. 90.688,42/SR dan pembayaran retribusi sebesar Rp. 10.100,08/bulan.
6. DAFTAR REFERENSI
1. Al-Layla, M.A., Ahmad, S dan Middlebrooks, E.J., (1978), Water Supply
Engineering Design, Ann Arbor Science Publishers, Michigan, USA.
2. Badan Perencanaan Pembangunan Kab. Ponorogo (2008), Laporan Akhir
Penyusunan Master Plan Air Bersih Perdesaan Wilayah SWP III Kabupaten
Ponorogo , Bappeda Kab. Ponorogo, Ponorogo
3. Badan Pusat Statistik Kab. Ponorogo (2010), Ponorogo Dalam Angka, Badan Pusat
Statistik Kabupaten Ponorogo
4. Departemen Kimpraswil, (2001), Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana
Wilayah Nomor: 534/KPTS/M/2001 tanggal 18 Desember 2001 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman, dan
Pekerjaan Umum, Departemen Kimpraswil, Jakarta
5. Ditjen. Cipta Karya, (1998), Petunjuk Teknis Perencanaan, Pelaksanaan,
Pengawasan,Pembangunan dan Pengelolaan Sistem Penyediaan Air Bersih
Perdesaan, Departemen PU, Jakarta.
6. Dirjen Cipta Karya (2009), Pedoman Pengelolaan Program Pamsimas, Departemen
PU, Jakarta
7. Rangkuti, Freddy (2006), Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis;
Reorientasi Konsep Perencanaan Strategi untuk Menghadapi Abad 21, PT.
Gramedia, Jakarta.