NAMA
: DiaDian Makunimau
NIM
: PO.530320110139
MATA AJARAN
: KMB III
PEMBIMBING
: 1. Pius Selasa,S.Kep.Ns.M.Sc
2. GadurBlasius,S.Kep.Ns.M.Si
BAB I
2
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis yang
ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata
disertai gejala umum berat. Sinonimnya antara lain : sindrom de Friessinger-Rendu,
eritema eksudativum multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom mukokutaneo-okular, dermatostomatitis, dll.
Etiologi SSJ sulit ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya berbagai faktor,
walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat.
Beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya : infeksi (virus, jamur, bakteri,
parasit), obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis,
kontraseptif), makanan (coklat), fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X), lainlain (penyakit polagen, keganasan, kehamilan). Patogenesis SSJ sampai saat ini
belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III
(reaksi kompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau
metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat
(delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh
limfosit T yang spesifik.
Syndrom Stevens-Johnson (SSJ) dan Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) sejak
dahulu dianggap sebagai bentuk eritem multiformis yang berat. Baru-baru ini
diajukan bahwa eritema multiformis mayor berbeda dari SSJ dan TEN pada dasar
penentuan kriteria klinis. Konsep yang diajukan tersebut adalah untuk memisahkan
spectrum eritem multiformis dari spectrum SSJ/TEN. Eritem multiformis, ditandai
oleh lesi target yang umum, terjadi pasca infeksi, sering rekuren namun
morbiditasnya rendah. Sedangkan SSJ/TEN ditandai oleh blister yang luas dan
makulopapular, biasanya terjadi karena reaksi yang diinduksi oleh obat dengan
angka morbiditas yang tinggi dan prognosisnya buruk. Dalam konsep ini, SJS dan
TEN kemungkinan sama-sama merupakan proses yang diinduksi obat yang berbeda
dalam derajat keparahannya. Terdapat 3 derajat klasifikasi yang diajukan :
1. Derajat 1 : erosi mukosa SSJ dan pelepasan epidermis kurang dari 10%
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
PENGERTIAN
Sindrom Stevens Jhonson ( SSJ ) Merupakan sindrom yang mengenai kulit,
Selaput lender di orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan
sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura.
( Djuanda dan Hamzah, 2005 hal 163 ).
Sindrom Steven Jhonson ( SSJ ) adalah Penyakit kulit akut dan berat, terdiri dari erupsi
kulit,kelainan mukosa dan lesi pada mata ( Siregar, 1991 hal 163 ).
Sindrom steven Jhonson adalah Sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula,
dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lender orifisium,dan mata dengan
keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk. ( Mansjoer, 2000 hal 136 )
2.2
ETIOLOGI
Penyebab Sindrom Steven Jhonson yang pasti belum diketahui,ada beberapa factor
pencetus : ( Siregar 1991, hal 163 )
1. Alergi Obat : Penisilin,sulfonamide,fenolftrain, barbiturate
2. Infeksi
Kelainan kulit
5
Kelainan kulit
memecah sehingga terjasi erosi yang luas.Disamping itu dapat juga terjadi purpura.Pada
bentuk yang berat kelainannya generalisasi
katalis.
Selain
itu
juga
perdarahan,simblefaron,ulkus kornea.
6
dapat
berupa
konjungtivitis
purulen,
Disamping kelainan tersebut terdapat pula kelainan lain , misalnya : nefritis dan
onikolitis.
PATOFISIOLOGI
degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya
reaksi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel
yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal
ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000: 72).
Reaksi Hipersensitif Tipe IV
Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau
sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan.
Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14
jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.
PATWAY
FANTOR PENCETUS : Alergi Obat, makanan,
Infeksi, faktor fisik , penyakit kolagen vascular,
Neoplasma
Reaksi hipersensitif
Reaksi Hipersensitif
tipe III
tipe IV
Terbentuknya kompleks
antigen dan antibodi
Mengaktifkan sel T
Terperangkap dalam
jaringan kapiler
Melepaskan Limfosit
Mengaktifkan komplemen
dan degranulasi sel mast
dan sitotoksin
Kerusakan jaringan
kapiler/ organ
kerusakan organ
Kelainan selaput lender
orifisium( kesulitan
menelan,lemah )
Kelainan mata
(konjungtivitis mata
kabur )
Diagnosa Keperawatan :
1. Kerusakan integritas kulit b.d Inflamasi dermal dan epidermal
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan menelan
3. Nyeri akut,demam b.d inflamasi pada kulit
Intoleransi aktivitas
b.d kelemahan fisik
2.5 4.PEMERIKSAAN
PENUNJANG
5. Gangguan persepsi sensori : kurang penglihatan b.d konjungtivitis
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium :
-
Hasil
pemeriksaan
laboratorium
tidak
khas.
Bila
terdapat
eosinofilia
KOMPLIKASI
Bronkopneumonia ( 16 % )
Sepsis
Syok
2.7
PENATALAKSANAAN
( Siregar, 1991, hal 164 )
2.7.1
-
Umum
2.7.2
Khusus
a. Sistemik :
-
b. Topikal :
-
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
11
3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian Pada pasien dengan Sindrom Steven Jhonson meliputi :
3.1.1 Identitas pasien
- Nama;
- Jenis kelamin
- Umur
- Status perkawinan
- Pekerjaan
- Agama
-
Pendidikan terakhir
- Alamat.
3.1.2 Riwayat Kesehatan lalu :
- Alergi obat dan makanan
- Infeksi,
- Sering terpapar sinar X
3.1.3 Riwayat kesehatan sekarang
3.1.4 Riwayat kesehatan keluarga
3.1.5 Riwayat pengobatan
3.1.7 Aktifitas sehari-hari
3.1.8 Pemeriksaan Fisik
- Kulit
- Selaput lender
- Mata
3.1.9 Keadaan umum
- Tanda-tanda Vital : suhu tubuh, tekanan darah, nadi, pernafasan.
- GCS
Untuk
mendukung
penyembuhan
jaringan
dan
mencegah
15
3.4 IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang ada.
3.5 EVALUASI
Hasil yang diharapkan :
Diagnosa
1. Kulit pasien menjadi utuh dan tidak terjadi kerusakan integritas kulit
2. Nutrisi pasien terpenuhi.
3. Pasien menunjukkan nyeri berkurang sampai hilang
4. Pasien dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
5. Pasien melakukan aktifitas fisik dengan dengan aman dan tidak terjadi cedera.
BAB IV
PENUTUP
17
4.1 KESIMPULAN
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di
orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan
pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula dapat disertai purpura ( Djuanda dan
Hamzah, 2005 hal 163 ).
Sindrom Steven Johnson merupakan hipersensitifitas yang disebabkan oleh
pembentukan sirkulasi kompleks imun yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus,
dan keganasan. Pada lebih dari setengah kasus, tidak didapatkan adanya penyebab yang
spesifik.
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah karena imunitas belum begitu
berkembang.Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat.pada yang berat
kesadarannya menurun, pasien dapat soporous sampai koma.Mulainya penyakit akut
dapat disertai gejala prodormal berupa demam tinggi,malese,nyeri kepala,batuk,pilek
dan nyeri tenggorokan.
Pada Sindrom Steven Jhonson ini terlihat trias kelainan berupa : Kelainan kulit,
kelainan selaput lender di orifisium, dan kelainan mata.
Hasil
pemeriksaan
laboratorium
tidak
khas.
Bila
terdapat
eosinofilia
keseimbangan
elektrolit,Syok,Kebutaan
karena
gangguan
lakrimasi
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda dan Hamzah , 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4
18
Siregar, 1991. Sari Pati Penyakit Kulit Penerbit buku Kedokteran EGC
Jakarta
19