Anda di halaman 1dari 17

BAB II

KONSULTASI DAN KONSELING

2.1. Pengertian Konsultasi dan Konseling


Secara umum konsultasi adalah pertukaran pikiran untuk mendapatkan solusi atau
kesimpulan yang berupa nasehat atau saran yang sebaik- baiknya. Konsultasi dalam artian
medis adalah perundingan antara pemberi dan penerima layanan kesehatan yang bertujuan
mencari penyebab terjadinya atau timbulnya penyakit dan menentukan cara pengobatannya.
Salah satu definisi konsultasi seperti yang dikemukakan oleh Zins (1993), bahwa
konsultasi ialah suatu proses yang biasanya didasarkan pada karakteristik hubungan yang
sama yang ditandai dengan saling mempercayai dan komunikasi yang terbuka, bekerja sama
dalam mengidentifikasikan masalah, menyatukan sumber-sumber pribadi untuk mengenal
dan memilih strategi yang mempunyai kemungkinan dapat memecahkan masalah yang telah
diidentifikasi, dan pembagian tanggung jawab dalam pelaksanaan dan evaluasi program atau
strategi yang telah direncanakan.
Contoh konsultasi dapat dimisalkan dalam bimbingan di sekolah- sekolah yang
mengandung maksud memberikan bantuan teknis kepada guru-guru, orang tua, dan pihakpihak lain dalam rangka membantu mengidentifikasi masalah yang menghambat
perkembangan siswa dalam mencapai tujuan pendidikan. Mengkaitkan pemberian bantuan
bagi anak-anak bermasalah dan konteks sosial-budaya di mana perilaku bermasalah itu
timbul, khususnya masalah hubungan interpersonal orang tua-anak, diduga penyelesaian
lebih akurat apabila melibatkan peran orang tua (Watson 1996).
Konseling adalah bantuan kepada orang lain dalam bentuk wawancara oleh seorang
ahli yang profesional kepada kliennya yang menuntut adanya komunikasi, interaksi yang
mendalam dan usaha bersama antara konselor dengan konseli( klien ) untuk mencapai
tujuan konseling yang dapat berupa pemecahan masalah, pemenuhan kebutuhan ataupun
perubahan tingkah laku atau sikap agar individu tersebut berkembang potensinya secara
optimal dan mampu mengatasi masalahnnya.

Layanan konsultasi berbeda dengan layanan konseling, meskipun kedua layanan ini
mempunyai unsur kesamaan seperti sama-sama memerlukan kondisi yang kondusif. Model
hubungan pada layanan konsultasi lebih bersifat segitiga yaitu konselor, orang ketiga dan
konseli (triadic model). Sedangkan model konseling adalah hubungan yang bersifat
komunikasi dua arah yaitu konselor dengan konseli (dyadic model).
KONSULTASI VS KONSELING
KONSULTASI

KONSELING

Konsultasi lebih banyak berhubungan dengan

Konseling adalah suatu bantuan yang

usaha pemberian informasi dan kegiatan

dilakukan oleh konselor dalam pertemuan tatap

pengumpulan data tentang siswa dan lebih

muka dengan seorang klien.

menekankan pada fungsi pencegahan.


Dari segi tenaga bimbingan dapat dilakukan

Konseling hanya dapat dilakukan oleh tenaga-

oleh semua orang dewasa (orang tua, guru,

tenaga yang telah terlatih dan terdidik karena

wali kelas, kepala sekolah) kepada individu

sifat dan kegiatannya sangat khas sehingga

(siswa) yang memerlukannya.

tidak sembarang orang bisa melakukannya.

Dari segi tujuan konsultasi merupakan suatu

Konseling

pelayanan khusus yang terorganisir untuk

bantuan baik secara perorangan maupun

menunjang perkembangan klien secara

kelompok.

merupakan

usaha

pemberian

optimal.

2.2. Model Layanan Konsultasi


Shetzer (1985) mengemukakan bahwa pelaksanaan teknik konsultasi, dapat
menggunakan model-model konsultasi, antara lain:
1. Model Caplanian. Pelopor teori ini adalah Gerald A.Caplan. Dalam model ini,
konsultan mengassesmen, mendiskusukan, dan memberikan saran tentang kasus
tertentu. Model ini identik dengan tugas seorang dokter dan menunjukkan adanya
aktivitas pemberdayaan bagi konsultee. Proses dari model ini meliputi tahap-tahap
sebagai berikut:

a. Konsultan membuat Diagnosis.


b. Konsultan membuat rekomendasi dari hasil diagnosis.
c. Konsultan menyampaikan hasil rekomendasi kepada konsultee.
d. Konsultee melaksanakan rekomendasi.
e. Konsultan sekali-kali bertemu dengan klien dengan tujuan untuk croos check/
memeriksa apakah konsultee telah menjelankan rekomendasi yang telah
diberikan.

2. Model Cunsulcube (model kubus). Pelopor dari model ini adalah Blake dan Mouton,
memberikan ciri konsultan sebagai campur tangan yang bertujuan untuk mengubah
siklus tingkah laku alamiah manusia.
Model ini memberikan kerangka dasar intervensi yang dilakukan konsultan
sebagai berikut:
a. Penerimaan, yaitu untuk memberikan perasaan aman kepada diri konseli agar mampu
mengekpresikan masalahnya tanpa ada rasa takut.
b. Catalytic, yaitu membantu konseli mengumpulkan data untuk diinterpretasikan
kembali kepada suatu masalah.
c. Konfrontasi, yaitu dirancang untuk membantu konseli agar menguji nilai yang ada
dalam anggapannya.
d. Preskripsi, yaitu konsultan meyampaikan pada konseli apa yang harus dikerjakannya.
e. Teori-teori dua prinsip, yaitu konsultan memberikan teori kepada konseli agar mereka
meninjau situasi yang menjadi sebab-akibat hubungan dan mengadakan diagnosis
serta perencanaan situasi yang ideal.

2.3. Proses Layanan Konsultasi


Menurut Kurpius (dalam Shetzer,1985), ada sembilan tahap pelaksanaan proses
konsultasi. Tahap-tahap tersebut diuraikan sebagi berikut :
1. Pre Entry (sebelum masuk). Konsultan menjelaskan nilai-nilai, kebutuhan,
anggapan, dan tujuan tentang individu, kelompok, organisasi serta menilai
kemampuan dan keterampilan konsultan sendiri.

2. Entry (masuk). Pernyataan masalah diungkapkan, dihubungkan, dirumuskan dan


menetapkan langkah-langkah yang perlu diikuti.
3. Gathering Information (pengumpulan informasi). Untuk menjelaskan masalah
dengan cara mendengarkan, mengamati, memberi pernyataan, pencatatan yang
baku, interview dan pertemuan kelompok.
4. Defining Problem (merumuskan masalah). Penilaian informasi digunakan dalam
menentukan tujuan untuk perubahan. Laporan masalah diterjemahkan kedalam
suatu laporan dan disetujui oleh konsultan dan konsulti.
5. Determining Problem Solution (menentukan solusi masalah). Informasi di
analisis dan di sintesis untuk menemukan pemecahaan masalah yang paling
efektif terhadap masalah yang dihadapi konsulti. Karakteristik dari tahap ini
adalah pencurahan pikiran, memilih, dan menentukan prioritas.
6. Tahap Stating Objectives (menetapkan sasaran). Hasil yang dicapai diukur dalam
suatu periode waktu, kondisi tertentu, dan mendeskripsikan pemecahan masalah
dan didukung oleh faktor-faktor lain untuk tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan.
7. Implementing

The

Plan

(mengimplementasikan

rencana).

Intervensi

diimplementasikan dengan mengikuti garis pedoman / langkah, dengan cara


memberitahukan semua bagian yang harus dilakukan, kapan, bagaimana, siapa
yang bertanggung jawab dan hasil-hasil yang diharapkan.
8. Evalution (evaluasi). Aktivitas-aktivitas yang sedang berjalan dimonitor, proses,
penaksiran hasil yang diperlukan untuk mengevaluasi aktivitas konsultan.
9. Termination (pemberhentian). Kontak langsung dengan konsultan berhenti,
tetapi pengaruh proses diharapkan berlanjut. Putusan dibuat untuk menunda
perbuatan,

perancangan

kembali,

dan

melaksanakan

kembali,

serta

mengakhirinya dengan sempurna.

2.4. Sikap Konselor Terhadap Klien


Kebanyakan referensi mengenai konseling akan memasukkan pandangan mengenai
manusia dengan satu sudut pandang yang positif. Oleh karena itu, mau tidak mau akan

tampak suatu penekanan untuk melihat klien sebagai pribadi yang memiliki kehormatan,
martabat, harga diri, dan keunikan. Ciri- ciri kepribadian mendasar dalam diri seseorang ini,
harus dikenali agar kita dapat masuk dalam relasi atau kerjasama dengannya( klien ) guna
memberikan pertolongan padanya. Dalam A Helping Hand, klien atau orang yang
mempunyai kebutuhan digambarkan sebagai pribadi yang memiliki kehormatan, keunikan,
pribadi yang unik, dan bertanggung jawab.

Pribadi yang Memiliki Kehormatan


Sebagai pribadi yang memiliki kehormatan, klien harus diperlakukan penuh hormat dan
layak sesuai dengan martabatnya. Bersikap sopan merupakan salah satu cara terbaik untuk
melihatkan penghargaan kita.
Pribadi yang Unik
Memandang seseorang dengan pribadi yang unik berarti sungguh- sungguh mengatakan
padanya, Saya melihat Anda sebagai pribadi yang berbeda dan saya akan berusaha
menolong Anda dengan cara yang istimewa. Setiap orang harus diperlakukan sebagai
pribadi istimewa yang dengan caranya sendiri mengatasi masalah- masalah hidup. Untuk
alasan inilah Milton Erickson seringkali mengatakan bahwa setiap orang yang berbeda harus
ditangani dengan pendekatan yang berbeda pula.
Pribadi yang Dinamis
Memperlakukan seseorang sebagai pribadi yang dinamis berarti berkata kepadanya bahwa ia
menjadi seperti ini bukan karena ditentukan secara mutlak oleh masa lampaunya, peristiwaperistiwa hidup, pengalaman- pengalaman masa kecil, lingkungan sekitar, ataupun faktorfaktor bawaan.
Pribadi yang Bertanggung Jawab
Melihat seseorang yang memiliki pribadi yang bertanggung jawab berarti memiliki 3
implikasi lain, yang salah satunya kita memperlakukan mereka sebagai pribadi- pribadi yang
mempunyai pengendalian atas hidup mereka, situasi, dan lingkungan sekitar mereka.

2.5. Sasaran Konselor


Dalam konteks ini, sasaran konseling seharusnya adalah membantu klien dalam
mewujudkan satu perubahan dalam cara pandangnya dan mendapatkan kemampuan untuk
menguasai situasi- situasi problemalitas dalam hidup. Ini tidak berarti bahwa masalahmasalah akan terpecahkan dengan sendirinya, tetapi bahwa klien dapat membuat suatu
keputusan- keputusan tentang apa yang mereka ingin lakukan sendirinya.
Konselor akan lebih terbantu mendorong klien atau keluarga agar terus menjalani
konseling, untuk menemukan seberapa besar kekuatan klien dan dapat mengubah sebutan
kelemahan menjadi keberanian. Suatu keluarga yang menjalani konseling ataupun
konsultasi, wajar apabila merasa kehilangan muka dan akan merasa terbebani dengan cap
sebagai keluarga lemah atau keluarga yang bermasalah yang tidak dapat menyelesaikan
masalahnya. Yang dibutuhkan oleh keluarga itu adalah bahwa mereka dianggap sebagai
keluarga yang berani dan memiliki cukup kekuatan untuk menghadapi masalah mereka.

BAB III
GANGGUAN KEPRIBADIAN ( ABNORMAL )

3.1. Pengertian Abnormal


Menurut Kartini Kartono (2000: 25), psikologi abnormal adalah salah satu cabang
psikologi yang menyelidiki segala bentuk gangguan mental dan abnormalitas jiwa.
Singgih Dirgagunarsa (1999: 140) mendefinisikan psikologi abnormal atau
psikopatologi sebagai lapangan psikologi yang

berhubungan dengan kelainan atau

hambatan kepribadian, yang menyangkut proses dan isi kejiwaan.


Berkenaan dengan definisi psikologi abnormal, pada Ensiklopedia Bebas Wikipedia
(2009), dinyatakan Abnormal psychology is an academic and applied subfield of
psychology involving the scientific study of abnormal experience and behavior (as in
neuroses, psychoses and mental retardation) or with certain incompletely understood states
(as

dreams and hypnosis) in order to understand and change abnormal patterns of

functioning.
Definisi psikologi abnormal juga dapat dijumpai di
(2009). Pada kamus online tersebut dinyatakan :

Merriem-Webster OnLine

Abnornal psychology: a branch of

psychology concerned with mental and emotional disorders (as neuroses, psychoses, and
mental retardation) and with certain incompletely understood normal phenomena (as dreams
and hypnosis).
3.2. Bentuk- Bentuk Kepribadian Abnormal
Berikut ini merupakan bentuk- bentuk dari kepribadian abnormal yang sering kita
jumpai pada kehidupan sosial.
1. Neurosis
J.P. Chaplin (1972), menjelaskan bahwa neurosis adalah: a benign mental disorder
characterized by a) incomplete in sight into the nature of the difficulty, b) conflict, c)
anxiety reactions, d) partial impairment of personality, e) offen, but not necessarily, the
presence of phobias, digestive disturbances, and obsessive- compulsive behavior
Pola- pola gangguan neurosis anatara lain:

a. Gangguan Kecemasam
Seringkali orang yang mengatakan bahwa mereka cemas adalah sebuah rasa
ketakutan, dan sebaliknya orang yang ketakutan menganggap bahwa mereka cemas.
Dalam artian kecemasan adalah ketakutan yang tidak nyata, suatu perasaan terancam
sebagai tanggapan terhadap sesuatu yang sebernanya tidak mengancam. Sedangkan
ketakutan adalah sesuatu yang memang nyata akan sesuatu yang benar- bnar
menakutkan.
b. Gangguan Fobia
James Drever ( 1988 ) mengartikan fobia sebagai ketakutan pada suatu objek atau
keadaan yang tidak dapat dikendalikan, yang biasanya disertai dengan rasa sakit yang
perlu diobati.
Contoh- contoh dari fobia:
1. Akrofobia, takut berada ketinggian.
2. Agoraphobia, takut berada di tempat yang terbuka.
3. Klaustrofobia, takut berada di tempat yang tertutup.
4. Hematofobia, takut melihat darah.
5. Monophobia, takut berada sendirian di tempat yang terbuka.
6. Niktofobia, takut pada kegelapan.
7. Pirofobia, takut melihat api.
8. Zoophobia, takut melihat binatang tertentu.
c. Gangguan Kompulsif- Obsesif
Suatu gangguan yang membuat penderita berulang- ulang memikirkan pemikiran
yang mengganggu atau merasa terpaksa berulang- ulang melakukan beberapa
tindakan yang tidak penting, dorongan kompulsif, atau keduanya.

2. Gangguan Psikosis
Gangguan ini merupakan suatau gejala terjadinya denial of major aspects of reality
denagn gejala dan pola- pola sebagai berikut ( Soedjono, 1983: 97 ):
a. Reaksi Schizophernic, yang menyangkut proses emosional dan intelektual. Gejalanya
adalah sama sekali tidak mengacuhkan apa yang terjadi di sekitarnya atau peran
pribadi yang berbelah dua.

b. Reaksi Paranoid, seseorang yang selalu dibayang- bayangi oleh sesuatu hal yang
dianggap mengancam hidupnya.
c. Reaksi Afektif dan Involutional, seseorang yang merasakan depresi yang sangat kuat.

3. Bunuh Diri
Kelompok yang berisiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri adalah
mahasiswa, penderita depresi, para lansia, pecandu alcohol, orang- orang yang berpisah
atau bercerai dengan pasangan hidupnya, orang- orang yang hidup sebatang kara, kaum
pendatang, para penghuni daerah kumuh dan miskin, kelompok professional tertentu,
seperti dokter, pengacara, dan psikolog.
Pada umumnya, kasus bunuh diri dilakukan karena stress yang ditimbulkan oleh berbagai
sebab, antara lain :
a. Depresi. Ada indikasi bahwa sebagian besar yang berhasil melakukan bunuh diri
karena dilanda depresi pada saat tindakan tersebut dilakukan.
b. Krisis dalam Hubungan Interpersonal. Konflik dan pemutusan hubungan, seperti
konflik dalam perkawinan, perpisahan, perceraian, kehilangan orang- orang terkasih
akibat kematian dapat menimbulkan sters berat yang mendorong dilakukannya
tindakan bunuh diri.
c. Kegagalan dan Devaluasi Diri. Merasa kalau ia telah gagal dalam melakukan sesuatu
hal yang penting, biasanya menyangkut pekerjaan dan bisa menyebabkan devaluasi
diri untuk melakukan tindakan bunuh diri.
d. Konflik Batin. Stres ini bersumber dari konflik batin atau pertentangan di dalam
pikiran orang yang bersangkutan.
e. Kehilangan Makna dan Harapan Hidup. Perasaaan yang semacam ini timbul pada
orang- orang yang mengalami penyakit kronik atau penyakit terminal.

BAB IV
KONSULTASI ATAU KONSELING DAN TERAPI PENYEMBUHAN
TERHADAP KLIEN GANGGUAN KEPRIBADIAN

Klien yang akan dihadapi seorang konsultan, psikiater, psikolog, atau perawat sekalipun
pasti memiliki segudang persoalan yang menyangkut diri mereka. Baik masalah itu mengganggu
mereka secara fisik, kognitif, maupun sikap ataupun mental. Pada bab ini kami sebagai
kelompok penyaji akan berusaha membahas bagaimana bentuk konsultasi ataupun konseling
pada klien yang mengalami gangguan kepribadian abnormal. Dalam melakukan konsultasi atau
konseling, seorang ahli yang professional melakukan serangkaian metode- metode assesment
dalam psikologis klinis untuk memberikan data atau informasi yang lengkap apa yang menjadi
masalah klien dan sangat menganggu kehidupan baik secara fisik ataupun mental.

4.1. Assesment Dalam Psikologi Klinis


Assessment dalam psikologis adalah pengumpulan informasi untuk digunakan
sebagai dasar bagi keputusan yang akan disampaikan oleh penilai ( Bernstein & Nietzel,
1980, hlm. 99 ). Personality Assesment ialah seperangkat proses yang digunakan oleh
seseorang untuk membentuk citra, membuat keputusan, mengecek hipotesis tentang pola
karakteristik orang lain, yang menentukan perilakunya dalam interaksi dengan lingkungan
( Sundberg, dalam Phares, 1992 ).
Berikut ini adalah metode- metode assessment yang akan mempermudah dalam
melakukan konsultasi serta mengumpulkan data atau riwayat pasien.
4.1.1. Wawancara Klinis
Wawancara klinis adalah sarana atau suatu bentuk layanan yang paling banyak
digunakan. Wawancara ini biasanya merupakan kontak tatap muka pertama antara klien
dengan klinisi ( psikiater ). Awalnya klinisi selalu meminta kepada klien untuk
mengutarakan atau menyampaikan, serta menguraikan keluhan dengan kata- kata mereka
sendiri. Contoh pertanyaan, Dapakah Anda menceritakan kepada saya permasalahan yang
Anda hadapi belakangan ini ? ( terapis atau psikiater, berusaha untuk tidak menanyakan,
apa yang membawa Anda kesini? untuk menghindari jawaban, mobil, bus, atau
pekerja sosial saya.) lalu pertanyaan mulai mendalam seputar, aspek- aspek keluhan

seperti abnormalitas perilaku dan perasaan tidak nyaman, peristiwa di sekitar munculnya
masalah, riwayat peristiwa lampau, dan bagaimana masalah tersebut mempengaruhi
kehidupan fungsional klien sehari- hari.
Apa gunanya seorang klien menguraikan masalahnya dengan kata- kata sendiri? Agar
klinisi tahu dan memahami masalah klien dari sudut pandang mereka sendiri bukan
teori.
Format proses wawancara lainnya meliputi topik sebagai berikut:
1. Data Identifikasi, informasi mengenai karakteristik sosio - demografi klien: alamat dan
nomor telefon, status perkawinan, umur, jenis kelamin, karakteristik ras/ etnik, agama,
pekerjaan, susunan keluarga dan seterusnya.
2. Deskripsi Permasalahan yang Ada, bagaimana klien mempresepsikan masalah? Perilaku,
perasaan, atau pikiran yang mengganggu? Bagaimana hal tersebut mempengaruhi klien?
Kapan hal itu dimulai?
3. Riwayat Psikososial, informasi tentang riwayat perkembangan klien: bidang pendidikan,
sosial, dan riwayat pekerjaan; hubungan keluarga pada masa kanak- kanak.
4. Riwayat Medis/ Psikiater Serta Hopitalisasi: apakah permasalahan saat ini adalah suatu
episod terulang dari masalah sebelumnya? Bagaimana ditangani pada masa lalu? Apakah
pengobatan berhasil? Mengapa ya, mengapa tidak?
5. Problem- Problem Medis atau Pengobatan, deskripsi tentang problem medis yang ada
sekarang, termasuk obat- obatnya. Klinisi waspada tentang kemungkinan pengaruh
masalah medis terhadap masalah psikologis sekarang. Contoh, obat untuk kondisi medis
tertentu dapat mempengaruhi mood dan level umum dari keterangsangan seseorang.
Bentuk- Bentuk Wawancara
Dalam melakukan konsultasi ataupun konseling kebanyakan menggunakan sistem
wawancara. Wawancara ini pula memiliki bentuk- bentuk yang berbeda pula. Adapun
bentuk- bentuk tersebut adalah sebagai berikut :
1. Wawancara Tidak Terstruktur ( Unstructured Interview ). Klinisi mengadopsi gaya
bertanya sendiri, tidak mengikuti bentuk standar.

2. Wawancara Semi- Terstruktur ( Semi- Structured Interview ). Mengikuti bentuk standar


yang menjadi garis besar untuk mengumpulkan data atau informasi, tetapi bebas untuk
bertanya dengan cara sendiri dan urutan pertanyaan apa saja dan pindah ke arah lain
dalam rangka mengikuti informasi secara klinis.
3. Wawancara Terstruktur ( Structured Interview ). Wawancara yang mengikuti serangkaian
prtanyaan yang di tetapkan lebih dulu dengan urutan tertentu.
4.1.2. Pemberian Tes dalam Pemeriksaan
Untuk pemeriksaan klinis sebaiknya klien diberikan tes khusus sesuai dengan
masalah klien. Tes ini digunakan sebagai alat bantu utama untuk dapat lebih mengerti
keadaan klien selain wawancara klinis yang dilakukan. Tes baru bisa terlaksana jika sudah
ada kontak atau sudah ada hubungan baik yang terjalin antara klien dan klinisi ( psikolog
atau psikiater ), lalu cukup adanya informasi yang terkumpul dari anamnesis, dan adanya
ketersediaan klien untuk dites.
Tes intelegensi adalah tes yang diberikan untuk mengetahui kecerdasan klien saat
sekarang untuk membandingkan dengan keadaan sebelum sakit. Misal tes Weschler
Bellevue ( WB ) dapat dihitung deterioration rate untuk melihat ada tidaknya kemunduran
intelegensi. Tapi ada juga tes memori yang perlu dilakukan pada klien yang sering
mempunyai keluhan lupa, sukar konsentrasi, sakit kepala, dan lain- lain, dengan tujuan
untuk melihat kestabilan perhatian, ketelitian, dan ketepatan kerja.
Tes proyeksi adalah tes yang penting sekali untuk dilakukan pemeriksaan klinis
dengan tujuan mengungkapkan hal- hal yang kurang atau tidak disadari. tes ini
menggunsksn sistem scoring yang berasal dari tes Rorschach sehingga dapat diperoleh
gambaran struktur kepribadian. Pada tes proyeksi ini dapat juga menggunakan tes
proyeksi Thematic Apperception Test yang dapat mengungkapkan gambaran hubungan
antara klien dengan orang- orang dalam lingkungan sosisal, konflik, fantasi, dan lain- lain.
Tes grafis merupakan tes yang sangat digemari oleh psikolog di Indonesia karena
tidak perlu menggunakn sistem skoringkuantitatif, lalu waktunya relatif singkat dan
kebanyakan menggunakan analisis kuantitatif. Kelemahan dari tes ini adalah psikolog
sering terkecoh dengan keindahan gambar atau keterampilan menggambar klien tanpa

memperhatikan segi segi formal gambar seperti: ukuran gambar, jenis garis yang
digunakan, tekanan garis, penempatan gambar, dan sebagainya. Segi formal gambar
digunakan sebagai dasar interpretasi yang belum atau tidak banyak dipengaruhi
keterampilan menggambar. Sehingga data wawancara atau anamnesis sering kali dapat
membantu. Jika isi tes proyeksi agak unik, amaka interpretasi dilakukan atas dasar contant
analysis, yang biasanya dilakukan dengan pendekatan fenomenologis.
4.2. Terapi Terapi Penanganan Klien Abnormal
Terapi atau psikoterapi dapat digunakan dalam menangani pasien yang mengalami
gangguan kepribadian abnormal. Karena psikoterapi adalah suatu interaksi sistematis antara
klien dengan terapis yang menyertakan prinsip-prinsip psikologis untuk melakukan
perubahan pada perilaku, pikiran, dan perasaan klien, dengan tujuan untuk membantu klien
mengatasi perilaku abnormal, memecahkan masalah dalam kehidupan, atau perkembangan
sebagai individu.
Ciri-ciri psikoterapi adalah sebagai berikut :
1.

Interaksi yang sistematis.

2.

Prinsip psikologis.

3.

Perilaku, pemikiran, dan perasaan.

4.

Perilaku abnormal, pemecahan masalah, dan pertumbuhan pribadi.


Ada beberapa macam terapi terapi yang digunakan dalam menangani klien- klien

yang mengalami gangguan kepribadian. Terapi terapi tersebut diantaranya:


A. Terapi Psikodinamika

Sigmund Freud merupakan perumus teori pertama yang mengembangkan model


psikologis dari perilaku abnormal. Beliau juga pertama kali mengembangkan model
psikoterapi yang disebutnya psikoanalisis, untuk membantu oang-orang yang menderita
akibat gangguan psikolois. Psikoanalisis merupakan teori psikodinamika yang pertama.
Terapi psikodinamika membantu idividu untuk memperoleh insight mengenai
masalahnya, dan mengatasi konflik bawah sadar yang dipercaya merupakan akar dari
perilaku abnormal. Freud merangkum tujuan dari psikoanalisis dengan mengatakan
dimana ada id, seharusnya disitu juga ada ego.

Tujuannya lebih pada menggantikan perilaku defensive dengan perilaku adaptif.


Dengan demikian, klien dapat menemukan kepuasan tanpa memperoleh hukuman sosial
atau menghukum diri sendiri.
Metode utama yang digunakan Freud untuk mencapai tujuan ini adalah analisis
bebas, analisis mimpi, dan analisis hubungan transference.
1. Analisis Bebas
Analisis bebas merupakan proses pengungkapan tanpa sensor dari pikiran-pikiran
terlebih dahulu setelah pikiran masuk kebenak kita. Analisis bebas dipercaya secara
bertahap akan menghancurkan pertahanan yang menghambat kesadaran tentang
proses bawah sadar. Klien diminta untuk tidak menyaring atau menyensor pikiran,
tetapi membiarkan pikiran mereka mengembara secara bebas. Psikoanalisis tidak
meyakini bahwa proses analisis bebas benar-benar bebas. Meski analisis bebas
dimulai dengan pembicaraan ringan, kompuls untuk mengungkapkan akhirnya
mengarahkan klien untuk menyinkap materi yang lebih berarti.
2. Analisis Mimpi
Selama tidur, pertahanan ego melemah dan impuls yang tidak dapat diterima
menemukan ekspresinya dalam mimpi. Karena pertahanan tidak seluruhnya
dihapuskan, impuls mengambil bentuk yang disamarkan atau disimbolisasikan.
Meskipun mimpi memiliki arti psikologis, seperti yang diyakini oleh Freud, masih
belum ada acara independen untuk menentukan arti dari mimpi.
3. Transference
Proses analisis dan penanganan hubungan transference dianggap komponen penting
dalam psikoanaliss. Freud percaya bahwa hubungan transference memberikan alat
untuk menghidupkan kembali konflik - konflik dengan orang tua pada masa kanakkanak. Freud menyebut proses ini sebagai neurosis transference. Neurosis ini harus
dianalisis dan ditangani dengan berhasil agar klien dapat berhasil dalam psikoanalisis.

Pendekatan Psikodinamika Modern


Meski psikoanalis terus mempraktikkan psikoanalsis tradisonal, bentuk yang lebih
singkat dan kurang intensif telah muncul. Pendekatan yang lebih baru ini sering
disebut Psikoterapi Psikoanalitik , terapi yang berorientasi psikoanalitik atau
terapi psikodinamika, mereka dapat menjangkau klien-klien yang mencari bentuk
penanganan yang lebih singkat dan lebih murah.
Sejumlah terapi psikodinamika modern lebih berfokus pada peran ego dan bukan
pada peran id. Terapis yang mengadopsi pandangan ini percaya bahwa Freud terlalu
menekankan pada impuls seksual dan agresif dan kurang menekankan pentingnya
ego.
B. Terapi Perilaku

Terapi perilaku merupakan aplkasi sistematis dari prinsip-prinsip belajar untuk


menangani gangguan psikologis. Karena fokusnya pada perubahan perilaku, bukan
perubahan kepribadian atau menggali masa lalu secara mendalam, terapi perilaku relative
singkat, berlangsung umumnya dari beberapa minggu sampai bulan. Terapi perilaku
seperti terapi lainnya, mencoba mengembangkan hubungan terapeutik yang hangat
dengan klien, tetapi mereka percaya bahwa kemampuan khusus dari terapi perilaku
berasal dari teknik-teknik yang berbasis pembelajaran, bukan dari sifat hubungan
terapeutik.
Terapi perilaku juga menggunakan teknik - teknik yang didasarkan pada
penggunaan hadiah atau hukuman secara sistematis, untuk membentuk perilaku yang
diharapkan. Teknik lain dari terapi perilaku mencakup aversive conditioning, pelatihan
keterampilan sosial, dan teknik self-control.
C. Terapi Humanistik

Terapi humanistik berfokus pada pengalaman klien yang subjektif dan disadari.
Seperti terapi perilaku, terapi humanistik juga lebih berfokus pada apa yang dialami klien
pada saat ini, disini dan sekarang, daripada masa lalu. Tapi ada juga persamaan antara
terapi psikodinamika dan terapi humanistik, keduanya mengasumsikan bahwa masa lalu

mempengaruhi perilaku dan perasaan pada masa kini dan keduanya mencoba untuk
memperluas self-insight klien. Bentuk utama dari terapi humanistik adalah terapi terpusat
pada individu yang dikembangkan oleh psikolog Carl Rogers.
Terapi Terpusat Individu
Terapi terpusat individu bersifat tidak mengarahkan. Klien yang memimpin dan
mengarahkan jalannya terapi. Terapi menggunakan refleksi, pengulangan atau perumusan
kembali dari perasaan-perasaan yang diekspresikan klien tanpa memberi penilaian. Cara
ini mendorong klien untuk mengeksplorasi lebih jauh perasaannya dan berhubungan
dengan perasaan yang lebih dalam dan bagian dari diri yang tidak diakui karena kritikal
sosial.
Rogers menekankan pentingnya menciptakan hubungan terapeutik yang hangat
yang akan mendorong klien melakukan self-exploration dan self-expsression. Terapi yang
efektif seharusnya memiliki empat kualitas dasar, yaitu : penerimaan positif tanpa syarat,
empati, ketulusan, dan kongruen.
D. Terapi Kognitif

Terapi

kognitif

berfokus

untuk

membantu

klien

mengidentifikasi

dan

memperbaiki keyakinan maladaptif, jenis berpikir otomatis dan sikap self-defeating yang
menghasilkan atau menambah masalah emosional. Mereka percaya bahwa emosi-emosi
negatif seperti kecemasan dan depresi disebabkan oleh interpretasi kita terhadap hal-hal
yang mengganggu, bukan pada peristiwa itu sendiri.
Terapi Perilaku Rasional-Emotif
Albert Ellis percaya bahwa adapsi dari keyakinan irasional dan self-defeating akan
meningkatkan masalah psikologis dan perasaan negatif. Ellis mengenali bahwa keyakinan
irasional dapat terbentuk berdasarkan pengalaman masa kecil. Untuk mengubahnya perlu
ditemukan alternatif yang rasional untuk saat ini. Terapi perilaku rasional-emotif juga
membantu klien untuk mengganti perilaku menyerang diri sendiri atau maladaptif dengan
perilaku interpersonal yang lebih efektif. Ellis sering memberikan tugas-tugas atau

pekerjaan rumah bagi klien. Ia membantu mereka untuk berlatih atau mempraktikkan
perilaku adaptif.
Terapi Kognitif Beck
Terapi kognitif mendorong klien untuk mengenali dan mengubah kesalahan dalam
berpikir, yang mempengaruhi mood dan menyebabkan hendaya perilaku, seperti
kecenderungan untuk membesar-besarkan kejadian negatif dan mengecilkan pencapaian
pribadi.
Terapis kognitif meminta klien untuk merekam pikiran-pikiran yang muncul akibat
kejadian mengecewakan yang mereka alami dan memperhatikan hubungan antara pikiran
dengan respons emosional mereka. Hal itu kemudian akan membantu mereka membantah
pikiran yang terdistorsi dan menggantikannya dengan alternatif yang rasional.
E. Terapi Kognitif-Behavioral

Terapi ini berusaha untuk mengintegrasikan teknik-teknik terapeutik yang


berfokus untuk membantu individu melakukan perubahan, tidak hanya pada perilaku
nyata tetapi juga dalam pikiran, keyakinan, dan sikap yang mendasarinya. Tetapi kognitif
behavioral memiliki asumsi bahwa pola berpikir dan keyakinan mempengaruhi perilaku,
dan perubahan pada kognisi ini dapat menghasilkan perubahan perilaku yang diharapkan.
F. Terapi Eklektis

Eklektik teknik, pendekatan pragmatis yang mengambil teknik-teknik dari aliran


terapi berbeda tanpa merasa perlu menggunakan posisi teoretis yang diwakili aliran
aliran ini, dan eklektif integratif, suatu pendekatan yang mencoba mempersatukan dan
mengintegrasikan pendekatan teoretis berbeda dalam suatu model terapi integratif.

Anda mungkin juga menyukai