Bab 1 2 Mini Riset
Bab 1 2 Mini Riset
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebuah penyakit mental atau gangguan mental adalah penyakit diagnosa yang
secara signifikan mempengaruhi kemampuan individu kognitif, emosional atau sosial.
Masalah kesehatan jiwa terjadi ketika sesuatu mengganggu atau tantangan kesehatan
mental kita. Hal ini dapat berdampak negatif pada pikiran, perasaan dan interaksi
sosial, tetapi mungkin tidak memenuhi kriteria untuk penyakit. Sebagai contoh,
masalah duka cita atau pribadi yang mungkin membuat kita merasa 'tertekan' untuk
sementara waktu, namun perasaan ini memecahkan dan ini berbeda dari memiliki
penyakit depresi. Penyakit didefinisikan oleh kehadiran sejumlah gejala, dari
keparahan tertentu, selama waktu yang ditentukan. Masalah kesehatan mental
biasanya lebih mudah sembuh dari penyakit mental, ketika keadaan memperbaiki atau
kita menemukan cara yang konstruktif untuk mengatasinya. Ada berbagai jenis
gangguan, yang terjadi pada berbagai tingkat keparahan. Contoh penyakit mental
termasuk depresi, gangguan panik, penyalahgunaan zat, gangguan bipolar dan
skizofrenia.
Gangguan mental atau penyakit mental adalah psikologis atau perilaku pola
umumnya terkait dengan subjektif distress atau cacat yang terjadi pada individu, dan
yang bukan merupakan bagian dari normal pembangunan atau budaya yang dapat
mempengaruhi gangguan mental dalam tiga cara termasuk efek pada bentuk identitas
individu dan kolektif, pelebaran ketimpangan ekonomi dan pembentukan dan
penyebaran pengetahuan kejiwaan
memiliki implikasi pada asal dan manajemen gangguan kesehatan mental. Ada
kesenjangan antara sosial, status, kekayaan prestise dan kekuasaan. status sosial
ekonomi yang rendah dikaitkan dengan tingkat tinggi morbiditas psikiatri.
Hal ini dapat dibuktikan dengan jumlah Penderita kelainan jiwa di Kota
Semarang melonjak tajam selama tahun 2011. Data di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Amino
Gondohutomo Pedurungan mencatat kenaikan hingga 100 persen dalam 3 bulan
terakhir. Faktor dominanyang menyebabkan adalah, tak kuat menghadapi sulit nya
ekonomi saat ini. pasien penderita kelainan jiwa menyebabkan over kapasitas tempat
tidur rumah sakit. Lonjakan Pasien Penderita kelainan jiwa menyebabkan lebih dari
kapasitas rumah sakit Tempat Tidur. Di RSJ Amino Gondohutomo, tercatat ada 285
tempat tidur pasien. Bed Tingkat Hunian (BOR) pada Januari tercatat 85,4 persen.
Sementara pada Februari BOR 86,19 persen. Pada Maret, BOR melonjak mencapai
101 persen. BOR salah satu indikator tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat
tidur rumah sakit merupakan persentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan
waktu tertentu. Pasien rawat inap di RSJ Amino Gondohutomo pada Januari tercatat
ada 359 pasien, pada Februari melonjak jumlahnya yaitu ada 365 pasien. Sedangkan
pada Maret melonjak tajam, ada sebanyak 401 pasien.
Pada orang dengan gangguan jiwa biasanya akan terjadi masalah-masalah
dalam pemenuhan kebutuhan diri, diantaranya adalah kurangnya kebutuhan merawat
diri atau deficit perawatan diri. Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar
manusia
dalam
memenuhi
kebutuhannya
guna
mempertahankan
hidupnya,
dari 62 pasien yang dirawat di ruang 6 sebanyak 31 pasien dan ruang 7 sebanyak 31
pasien RSJ Amino Gondoutomo, 10 pasien (30%) mengalami deficit perawatan diri,
dan 13 pasien (40%) mengalami penyakit kulit panu di ruang 6. Sedangkan di ruang
7, 13 pasien (40%) mengalami deficit perawatan diri, 12 pasien (39%) diantaranya
terkena penyakit kulit panu. Hal ini membuat penulis sangat tertarik untuk
mengadakan mini riset untuk mengetahui adakah hubungan antara deficit perawatan
diri dengan kejadian panu di ruang 6 dan ruang 7 RSJ Amino Gondoutomo.
B.
Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang diajukan dalam penelitian ini
adalah: Adakah hubungan antara deficit perawatan diri dengan kejadian penyakit panu
di ruang 6 dan 7 RSJ Amino Gondoutomo Semarang.
A. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan adakah hubungan antara deficit perawatan diri
dengan kejadian penyakit panu di ruang 6 dan 7 RSJ Amino Gondoutomo Semarang.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh deficit perawatan terhadap
merebaknya penyakit panu di ruang 6 dan 7 RSJ Amino Gondoutomo Semarang.
b. Untuk mengetahui seberapa besar fenomena kejadian penyakit panu pada pasien
gangguan jiwa dengan masalah deficit perawatan diri.
B. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Mengetahui dengan lebih jelas fenomena kejadian penyakit panu pada pasien
gangguan jiwa dengan masalah deficit perawatan diri
2. Bagi perawat
Agar perawat mampu menerapkan metode dan langkah-langkah pencegahan,
pengendalian, dan pemulihan penyakit panu pada pasien gangguan jiwa dengan
masalah deficit perawatan diri dengan benar.
3. Bagi Pasien.
Memotivasi agar terjadi perbaikan dalam perawatan diri dan tidak terjadi
masalah yang akibatkan oleh defisit pearawatan diri misal nya panu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Skizofrenia
1. Pengertian Skizofrenia
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab dan
perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 2000 : 46).
Skizofrenia merupakan suatu gangguan psikotik yangg kronik, sering mereda, namun
hilang timbul dengan manifestasi klinis yang amat luas variasinya (Kaplan 2000 :
407). Menurut Eugen Bleuler (Maramis, 1998 : 217), Skizofrenia adalah suatu
gambaran jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses
pikir, perasaan dan perbuatan. Dari ketiga pengertian diatas, penulis menyimpulkan
bahwa skizofrenia merupakan suatu gambaran sindrom dengan berbagai macam
penyebab dan perjalanan yang banyak dan beragam, dimana terjadi keretakan jiwa
atau ketidak harmonisan dan ketidaksesuaian antara proses pikir, perasaan dan
perbuatan serta hilang timbul dengan manisfestasi klinis yang beragam.
2. Etiologi
Dengan beragamnya presentasi gejala dan prognostik, maka tidak ada faktor etiologi
yang dianggap kausatif. Oleh karena itu terdapat berbagai penyebab, antara lain :
a. Model Diatesis Stress
Merupakan model yang sering di gunakan. Model ini mengemukakan bahwa
seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatesis). Apabila hal
tersebut dipengaruhi oleh stressor baik biologis, genetik, psikososial, dan
lingkungan akan menimbulkan perkembangan gejala skizofrenia.
b. Faktor Biologis
Area otak utama yang terlibat dalam skizofrenia adalah sistem limbik, ganglia
basalis, lobus frontalis. Sistem limbik berfungsi mengendalikan emosi. Pada
skizofrenia
terjadi
penurunan
daerah
amigdala,
hipokampus
dan
girus
kromosom ini mengalami kelainan yaitu saat mengkode dapat terjadi kekacauan
seprti translokasi.
d. Faktor Psikososial
1) Teori Psikoanalitik
Teori psikoanalitik mengemukakan bahwa gejala skizofrenia mempunyai arti
simbolik bagi pasien individual. Misalnya, fantasi tentang dunia akan berakhir
mungkin menyatakan suatu perasaan bahwa dunia internal seseorang telah
mengalami kerusakan. Perasaan kebesaran dapat mencerminkan narsisme yang
direaktivasi dimana orang percaya bahw amereka adalah maha kuasa.
2) Teori Psikodinamik
Dasar dari teori dinamia adalah untuk mengerti dinamika pasien dan untuk
mengerti makna simbolik dari gejala. Teori ini menganggap bahwa
hipersensitivitas terhadap stimuli persepsi yang didasarkansecara kontitusional
sebagai suatu defisit. Pendekatan psikodinamika berdasar bahwa gejala
psikotik punya arti pada skizofrenia.
3. Tanda dan Gejala Skizofrenia
Tanda dan gejala skizofrenia menurut Maslim (2000 : 46)
a. Though echo : isi pikiran dirinya yang berulang atau berguna dalam kepalanya dan
isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama namun kualitasnya berbeda. Though
isertion atau withdrawl : isi pikiran asing dari luar masuk ke dalam pikirannya oelh
sesuatu dari luar dirinya. Thought broadcasting : isi pikirnya keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya.
b. Waham dikendalikan (delusion of control), waham dipengaruhi (delsion of
influence), waham ketidakberdayaan (delision of passivity), persepsi terhadap
mistik (delusional perception).
c. Waham menetap jenis lainnya , yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau
kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa.
d. Arus pikir yang terputus atau yang mengalami sisipan, ayng berakibat inkoherensi
atau pembicaraan yang tidak relevan.
e. Perilaku katatonik.
f. Gejala-gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respon emosional
yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari
pergaulan sosial.
g. Adanya suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam suatu keseluruhan
dari beberapa aspek perilaku pribadi, bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
hidup tak bertujuan, sikap malas, sikap larut dalam diri sendiri, dan penarikan diri
secara sosial.
Menurut Bleurer, gejala skizofrenia dibagi dua, yaitu :
a. Gejala primer
1) Gangguan proses pikir (bentuk, langkah, dan isi pikir)
2) Gangguan afek dan emosi
3) Gangguan memori
4) Gejala psiomotor / gejala katatonik gangguan perbuatan
b. Gejala sekunder
1) Waham
2) Halusinasi
4. Tipe-tipe Skizofrenia
Dalam PPDGJ III skizofrenia terbagi menjadi :
c. Skizofrenia Paranoid
d. Skizofrenia Hebefrenik
e. Skizofrenia Katatonik
f. Skizofrenia tak terinci
g. Defrresi pasca skizofrenia
h. Skizofrenia Residual
i. Skizofrenia Simplek
j. Skizofrenia lainnya
k. Skizofrenia tak tergolongkan
Dari sekian banyak tipe skizofrenia, ada studi kasus ini akan dibahas
lebih lanjut mengenai Skizofrenia Hebefrenik.
1. Pengertian
Skizofrenia Hebefrenik adalah permulaannya perlahan-lahan atau subakut,
sering timbul pada masa remaja (antara 15-25), gejala yang dominan
adalah ganguan proses pikir, gangguan kemauan, adanya defersonalisasi,
gangguan psikomotor, neologisme, atau perilaku kekanak-kanakan,
waham dan halusinasi.
jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit perawatan diri
adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi,
berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004). Menurut Poter Perry (2005), Personal
hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang
untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana
seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan
Wartonah 2000 ).
2. JenisJenis Perawatan Diri
a. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan, kurang perawatan diri (mandi) adalah
gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
b. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias, kurang perawatan diri
(mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan
aktivitas berdandan sendiri.
c. Kurang perawatan diri : Makan, kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan
kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan.
d. Kurang perawatan diri : Toileting, kurang perawatan diri (toileting) adalah
gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting
sendiri (Nurjannah : 2004, 79 ).
3.
Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah
sebagai berikut:
a. Kelelahan fisik
b. Penurunan kesadaran
Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah:
Faktor predisposisi
1. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
2. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
Kemampuan realitas turun.Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan
realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
3. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
4. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan
diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
1. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli
dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik Sosial
Pada anak anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat
gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes
mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri
seperti penggunaan sabun, sampo dan lain lain.
7. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan
perlu bantuan untuk melakukannya.