Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak upaya yang dapat dilakukan

untuk memperpanjang waktu simpan atau

mempertahankan ketahanan suatu produk bahan pangan, misalnya pengeringan, penggunaan


suhu dingin, pemanasan, penggunaan bahan tambaham sepeti formalin ataupun borax serta
bahan-bahan kimia sintetik lainnya. Penggunaan bahan kimia sintetik saat ini menjadi kurang
diminati karena menimbulkan efek samping seperti kerusakan sel dan jaringan tubu manusia.
Beras sebagai bahan makanan pokok masyarakat Indonesia harus bisa disimpan dalam
waktu yang cukup lama untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional. Penyimpanan beras
yang lebih dari dua bulan baik yang disimpam di rumah ataupun di dalam gudang, sering
ditemukan berasnya sudah berabu, bulir beras berlubang, banyak yang patah bahkan sudah
berkutu. Jika hal ini tidak ditemukan cara penanggulangan yang tepat maka akan berdampat
pada kualitas dan kandungan gizi dari beras yang dikonsumsi. Hal tersebut sangat penting
untuk diperhatikan karena serangan serangga tersebut

merupakan masalah yang cukup

menonjol atau yang menjadi penyebab kerusakan beras selama penyimpanan. Permasalahan
tersebut tidak berdampak langsung pada ketersediaan beras yang ada tetapi berdampak pada
nilai jual dan kandungan gizinya yang menurun. Serangan serangga tersebut harus bisa
dilakukan pencegahan dengan cara memberikan suatu zat yang bersifat racun terhadap kutu
beras tersebut. Zat yang bersifat sebagai racun serangga disebut insektisidal, dan secara
umum dikenal dengan nama pestisida.
Kutu beras (Calandra oryzae) merupakan serangga perusak bahan pangan biji-bijian
seperti beras, jagung dan gandum. Kutu beras berkembang biak sangat cepat. Serangga
tersebut tidak hanya menyerang beras, jagung dan gandum, tetapi juga merusak bahan pangan
lainnya seperti sorgum, ketela, kedelai, kacang hijau, biji semangka dan biji bunga matahari.
Dari hasil penelitian dikatakan bahwa seekor kutu beras dapat bertelur 2 - 6 butir setiap hari
dan mampu menghasilkan 400 butir selama hidupnya. Dapat dibayangkan kerusakan beras
yang dapat ditimbulkan jika satu ekor kutu betas saja, menghasilkan sejumlah pupa yang
begitu besar kemudian bermetamorfosis menjadi kutu beras (Shawol, 2012). Kutu beras
adalah serangga yang tidak bersayap, berukuran kecil, dan gemar menggeregoti biji beras.
Akibat yang ditimbulkan dari serangan kutu beras adalah butir beras menjadi berlubang kecilkecil sehingga akan menyebabkan butiran beras menjadi mudah pecah dan remuk seperti
tepung. Kualitas beras akan menurun akibat serangan hama yang satu ini.
1

Beberapa jenis pestisida yang kerap ditemui di pasaran saat ini adalah pestisida yang
dibuat dengan proses sintetik suatu zat kimia yang disebut pestisida kimia. Pestisida kimia
dapat menyebabkan resistensi hama dan bahkan meninggalkan residu pestisida pada beras
yang bisa berbahaya apabila dikonsumsi manusia dan bisa menimbulkan keracunan bahkan
penyakit yang berbahaya di kemudian hari (Mary Louise Flint dan ***, 1990). Serangan kutu
beras dapat menurunkan kualitas beras yang dikonsumsi sehingga harus ditemukan cara
pencegahan dan penanggulangannya yang tepat. Semakin majunya ilmu pengetahuan dan
teknologi disegala bidang termasuk bidang pertanian serta adanya kesadaran tentang bahaya
pemggunaan pestisida sntetik maka banyak peneliti yang kembali mencari bahan pestisida
dari bahan alam (back to nature). Saat ini terus dicari bahan pestisida yang rama lingkungan
dan tidak merusak sel dan jaringan tubu manusia.
Daun tumbuhan ,,,,, dapat digunakan sebagai obat keputihan, batuk darah, prnyakit
kulit; bisul, bengkak, gatal-gatal, diabetes melitus, cacingan, dan rematik. Dari informasi
tersebut mengindikasikan bahwa daun tumbuhan .... mengandung zat kimia yang berkhasiat
atau disebut dengan zat bioaktif. Zat bioaktif dari tumbuhan dikenal sebagai kandungan
metabolit sekunder yang dapat bersifat insektisidal dan bisa juga tidak. Kandungan kimia
berkhasiat dapat dikeluarkan dari bagian tumbuhan dengan cara ekstraksi. Ekstraksi dilakukan
pada jaringan tumbuhan seperti daun, akar, kulit batang ataupun buahnya tergantung pada
bagian mana kandungan yang berkhasiat itu dapat diperoleh. Pendekatan yang digunakan
kimia yang disebut pestisida kimia. Pestisida kimia dapat menyebabkan resistensi hama dan
bahkan dalam mengetahui bagian mana yang mengadung bahan yang berkhasiatsiat sebagai
bahan isektisidal, dapat diketahui dari pengalaman budaya masyarakat

yang sering

menggunakannya.
Keuntungan pestisida nabati ketimbang pestisida sintetik adalah mudah terdegradasi
oleh mikroorganisme dan tidak menimbulkan efek samping karena biasanya

hanya

mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen dan kadang-kadang nitrogen sehingga


tidak menimbulkan kerusakan lingkungan (Sutarmo, et al., 1994). Jenis pestisida yang
kerap ditemui di pasaran saat ini adalah pestisida yang dibuat dengan proses sintetik suatu zat
meninggalkan residu pestisida pada beras yang bisa berbahaya apabila dikonsumsi manusia
2

dan bisa menimbulkan keracunan bahkan penyakit yang berbahaya di kemudian hari (Mary
Louise Flint dan ***, 1990)
Sifat insektisidal suatu zat dapat diperoleh dari jaringan tumbuhan seperti daun, akar,
kulit batang ataupun buahnya tergantung pada bagian mana kandungannya dapat diperoleh.
Pendekatan yang kami gunakan dalam menentukan bagian tumbuahan yang akan digunakan
adalah pengalaman budaya dari masyarakat suku(Muna,). Daun tubuhan ini digunakan oleh
masyarakat sebagai obat cacing dan penyakit kulit. Itu artinya zat kimia yang terdapat dalan
daun dapat menyebabkan kematian cacing ataupun bakteri. Dari kenyataan tersebut maka
peneliti menduga kandungan kimia daun .... dapat juga digunakan untuk mengendlikan
serangga yaitu kutu beras yang dapat merusak kualitas beras selama penyimpanan.
Mengingat daun tumbuham ..... dapat digunakan untuk mengobati berbagai
penyakit dan hasilnya telah terbukti dapat menyembuhkan, hal ini mengindikasikan
bahwa di dalam daun ...... tersebut mengandung zat kimia yang pada prinsipnya dapat
mencegah bahkan menghilangkan gangguan terhadap organ-organ tubuh yang
mengalami kelainan metabolit. Adapun dugaan mengenai keberadaan senyawa kimia
dimaksud harus dilakukan pembuktian secara kimiawi. Percobaan seperti ini hanyalah
dijadikan sebagai suatu retorika untuk melakukan sebuah proses pembuktian (verifikasi).
Kami berhipotesa bahwa daun .... yang telah diekstrak juga bisa mengendalikan bahkan
menyebabkan kematian serangga pemakan beras yaitu kutu beras.
Penurunan tigkat kerusakan beras dapat ditekan jika kita dapat mengendalikan kutu
beras dengan memberikan ekstrak daum ..... yang dicampurkan pada tepung beras. Jika kutu
beras yang makan tepung yang dicampukan dengan ekstrak mati, hal tersebut menunjukkan
bahwa ekstrak yang digunakan bersifat racun (toksik). Pengujian kematian kutu beras akan
berdampak pada umur simpan dan kualitas beras. Cara pengujian menggunakan bioindikator
kutu beras dapat dilakukan secara sederhana, mudah, cepat dan hasil yang diperoleh dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Hasil yang diperoleh dapat dijadikan acuan atau
informasi awal untuk melakukan penelitian lanjutan.
Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mencari
alternatif untuk mendapatkan insektisida nabati yang dapat menyebakn kematian kutu beras.
Dengan begitu masyarakat dapat mengetahui bahwa daun .... yang selama ini digunakan
dalam pengobatan juga mempunyai manfaat lain yang diduga dapat memperpanjang waktu
3

simpan bahan pangan terutama beras. Hal yang penting

untuk diketahui bahwa pada

percobaan ini tidak menimbulkan efek yang merugikan, tidak meracuni beras sehingga tetap
aman dikonsumsi. Adapun judul

penelitian yang dirumuskan oleh tim kami adalah

Pemanfaatan Ekstrak Daun ........ (....) Sebagai Pestidida Nabati Menggunakan Bioindikator
Kutu Beras (Calandra orizae) dalam Upaya Meningkatkan Umur Simpan dan Kualitas
Beras.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
sebagai berikut :
1. Bagaimana cara memperoleh ekstrak yang konsentrasinya berbeda dari kandungan kimia
yang terdapat dalam daun ..... (...). ?
2. Apakah ekstrak daun .... dapat menyebabkan kematian kutu beras (Calandra orizae)
dan agaimana tingkat keracunan ekstrak tersebut (jumlah kutu beras yang mati) pada
setiap konsentrasi yang diujikan ?
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui cara memperoleh ekstrak yang konsentrasinya berbeda dari
kandungan kimia yang terdapat dalam daun ..... (...).
b. Untuk menentukan sejauh mana ekstrak daun .... dapat menyebabkan kematian
kutu beras (Calandra orizae) dan agaimana tingkat keracunan ekstrak tersebut
(jumlah kutu beras yang mati) pada setiap konsentrasi yang diuji.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Memberikan bahan informasi kepada masyarakat bahwa tumbuhan yang selama ini
digunakan sebagai obat, zat berkhasiatnya dapat juga digunakan untuk meracuni kutu
beras.
2. Memberikan informasi kepada masyarakat dan

pemerintah daerah bahwa ekstak air

daun .... dapat digunakan untuk pengendalian serangga pemakan beras sehingga dapat
memperpanjang waktu penyimpanan beras.
3. Sebagai bahan rujukan untuk penelitian lebih lanjut.
4

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1.Deskripsi tumbuhan ....dulu (manfaatnya u apa)
2. kutu beras.
3.Proses penympanan beras
2.1 Kutu Beras
Kutu beras merupakan salah satu hama yang kerap kali menyerang beras. Hama ini
bersifat kosmopolit atau tersebar luas di berbagai tempat di dunia. Kutu beras bisa ditemukan
di berbagai negara di belahan dunia terutama yang beriklim panas. Betina sebelum
meletakkan telur terlebih dahulu membuat lubang dalam butiran beras maupun biji-bijian
kemudian lubang ditutup dengan cairan pekat (gelatinoum). Kerusakan yang ditimbulkan oleh
hama ini termasuk berat, bahkan sering dianggap sebagai hama paling merugikan produk
pepadian (http://ardybabahrot.blogspot.com/2013/06/laporan-lab-benih.html).
Hama kutu beras bersifat polifag, selain merusak butiran beras, juga merusak simpanan
jagung, padi, kacang tanah, gaplek, kopra, dan butiran lainnya. Akibat dari serangan hama ini,
butir beras menjadi berlubang kecil-kecil, tetapi karena ada beberapa lubang pada satu butir,
akan menjadikan butiran beras yang terserang menjadi mudah pecah dan remuk seperti
tepung. Kualitas beras akan rusak sama sekali akibat serangan hama ini yang bercampur
dengan air liur kutu beras.
Kutu beras memiliki stadium telur yang berlangsung sekitar 7 hari, telur berwarna
putih dan panjangnya kira kira 0,5 mm. Larva hidup dalam biji beras dengan memakan isi
biji. Fase larva merupakan fase yang merusak biji. Larva mengalami 3-4 instar selama 18 hari,
berwarna putih dan panjang tubuh berkisar 4-5 mm. Larva instar akhir biasanya akan
membentuk kokon dan tetap berada dalam bahan makanan atau butiran beras Pupa dapat
berubah warna tergantung pada umur pupa, dari cokelat kemerah-merahan menjadi kehitaman
dan bagian kepala berwarna hitam. Panjang pupa biasanya 2,5 mm dan masa pupa
berlangsung 6 hari (Kalshoven, 1981). Setelah menjadi pupa, kutu beras muda keluar dari
beras. Kutu beras dewasa memakan beras di bagian luar sehingga terlihat berlubang-lubang.
Imago dapat bertelur 300-400 butir telur selama hidupnya berkisar 5 bulan. Ukuran tubuh 3,3
mm, berwarna gelap kecokelatan dengan moncong panjang dari bagian kepala. Untuk
mengadakan perkawinan imago betina bergerak di sekitar bahan makanan dengan
membebaskan seks feromon untuk menarik perhatian imago jantan. Imago jantan memiliki
5

moncong yang pendek, dengan gerakan lebih lambat daripada betina. Setelah dewasa, kutu
beras mengebor ke dalam biji berkulit beras dengan moncongnya yang panjang untuk
meletakkan telur-telur ke dalam biji tersebut. Waktu yang diperlukan dari telur sampai dewasa
pada kondisi yang optimum adalah 30-40 hari.
Kutu beras muda dan dewasa berwarna cokelat agak kemerahan, setelah tua warnanya
berubah menjadi hitam. Terdapat 4 bercak berwarna kuning agak kemerahan pada sayap
bagian depan, 2 bercak pada sayap sebelah kiri, dan 2 bercak pada sayap sebelah kanan.
Panjang tubuh kutu beras dewasa 3,5-5 mm, tergantung dari tempat hidup larvanya. Apabila
kutu beras hidup pada jagung, ukuran rata-rata 4,5 mm, sedang pada beras hanya 3,5 mm.
larva kutu beras tidak berkaki, berwarna putih atau jernih dan ketika bergerak akan
membentuk dirinya dalam keadaan agak membulat. Pupa kutu beras ini tampak seperti kutu
beras dewasa.
Kutu beras betina dapat mencapai umur 3-5 bulan dan dapat menghasilkan telur sampai
300-400 butir. telur diletakkan pada tiap butir beras yang telah dilubangi terlebih dahulu.
Lubang gerekan biasanya dibuat sedalam 1 mm dan telur yang dimasukkan ke dalam lubang
tersebut dengan bantuan moncongnya adalah telur yang berbentuk lonjong. Stadia telur
berlangsung selama 7 hari. Larva yang telah menetas akan langsung menggerek butiran
beras yang menjadi tempat hidupnya. Selama beberapa waktu, larva akan tetap berada di
lubang gerekan, demikian pula imagonya juga akan berada di dalam lubang selama 5 hari.
Siklus hidup hama ini sekitar 28-90 hari, tetapi umumnya selama 31 hari. Panjang
pendeknya siklus hidup hama ini tergantung pada temperatur ruang simpan, kelembapan di
ruang simpan, dan jenis produk yang diserang.
Kutu beras dewasa akan berwarna cokelat tua, dengan bentuk tubuh yang langsing
dan agak pipih. Pada bagian pronotumnya terdapat enam pasang gerigi yang menyerupai gigi
gergaji. Bentuk kepala menyerupai segitiga. Pada sayap depannya terdapat garis-garis
membujur yang jelas. Terdapat 4 bercak berwarna kuning agak kemerahan pada sayap bagian
depan, 2 bercak pada sayap sebelah kiri, dan 2 bercak pada sayap sebelah kanan. Panjang
tubuh kutu beras dewasa 3,5-5 mm, tergantung dari tempat hidup larvanya. Larva kutu beras
tidak berkaki, berwarna putih atau jernih dan ketika bergerak akan membentuk dirinya dalam
keadaan agak membulat. Pupa kutu beras ini tampak seperti kutu beras dewasa.
2.2 Spesifikasi Kutu Beras
2.2.1 Nama latin
2.2.2 Nama umum
2.2.3 Taksonomi
Kingdom

: Sitophilus oryzae
: Kutu beras
:
: Animalia
6

2.2.4

Filum
Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
Ciri-ciri spesimen

: Arthropoda
: Insect
: Coleopteran
: Cureulionidae
: Sitophilus
: Sitophilus oryzae
: Memiliki moncong, terdapat elytra diatas abdomen,

2.2.5
2.2.6

panjang tubuh dewasa 3,15-5 mm, dewasa berwarna cokelat dan tua menjadi hitam.
Komoditas yang diserang
: Beras
Gejala yang ditimbulkan
: Biji menjadi berlubang dan terdapat serabut setelah
terjadi gigitan hama tersebut, biji menjadi terpotong-potong.

2.3 Efek dari Serangan Kutu Beras


Ciri khas gejala serangan yang ditimbulkan kutu beras adalah liang gerekannya sempit
dan bercabang-cabang. Kutu beras betina meletakkan telur pada celah-celah atau di antara
butiran-butiran bahan secara tersebar atau terpisah-pisah. Beberapa hari kemudian telur
menetas dan larva segera merusak butiran atau bahan di sekitarnya. Sering larva membuat
semacam kokon yang tidak sempurna di sudut-sudut tempat simpanan atau bahan yang
diserang. Selanjutnya, butiran beras yang terserang menjadi mudah pecah dan remuk seperti
tepung. Kualitas beras akan rusak sama sekali akibat serangan hama ini karena telah
bercampur dengan air liur hama. Alhasil beras menjadi tak layak konsumsi.
2.4 Bioindikator
Bioindikator adalah organisme yang memberi petunjuk tentang lokasi (lokasi geografis
suatu tempat), status (petunjuk keadaan suatu saat), dan kualitas lingkungan.
2.5 Mahoni
Tanaman mahoni (Swietemia mahagoni Jacq) yang berasal dari marga Swietenia,
merupakan tanaman tropis dan banyak ditemukan tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat
lain yang dekat dengan pantai. Tanaman ini dapat tumbuh dengan subur di pasir payau dekat
pantai. Mahoni menyukai tempat yang cukup sinar matahari langsung (tidak ternaungi).
Tanaman ini termasuk jenis tanaman yang dapat hidup di tanah gersang. Walaupun tidak
disirami selama berbulan-bulan, mahoni masih mampu untuk bertahan hidup. Perbanyakan
tanaman dapat dilakukan dengan biji, bisa juga dengan cangkok atau okulasi. Untuk tanaman
mahoni yang akan digunakan sebagai tanaman obat, maka tidak boleh diberi pupuk kimia
(anorganik) maupun pestisida
Keberadaan mahoni sebagai tanaman pelindung membawa manfaat melebihi dari yang
diporsikan untuknya. Selain batangnya yang tumbuh dengan cepat menjulang tinggi ke
7

angkasa, juga menghasilkan daun yang rimbun sehingga dapat dijadikan tempat berteduh oleh
pejalan kaki ketika sinar matahari memancarkan sinarnya yang menyengat permukaan kulit.
Manfaat lain seperti halnya tumbuhan lainnya secara umum dimiliki semua tumbuhan
berbatang besar dan berdaun rimbun adalah kemampuan akarnya merimbak konstruksi tanah
terutama pada lapisan permukaan tanah. Keadaan seperti ini tentu saja pada akhirnya dapat
menyuburkan tanah di sekitarnya atau dengan kata lain mencegah kegersangan tanah yang
telah gundul (Mercado, 1979).
Di lihat dari sisi reproduksinya, mahoni termasuk dalam subdivisi Angiospermae,
sehingga bijinya diproduksi dalam bakal buah (Khaeruddin, 1994). Biji mahoni terdiri dari
bagian luar yang berupa pelindung biji, keras dan kuat dan biasanya terbelah dengan
sendirinya menjadi tiga bagian setelah tua. Setiap belahan buah memiliki satu kelompok biji
bagian dalam yang terdiri dari empat sampai enam biji, tersusun secara memanjang setiap
pada setiap. Bijinya pipih dan memiliki warna hitam ataupun cokelat. Mahoni memiliki bunga
yang termasuk jenis majemuk karena tersusun dalam karangan yang keluar dari ketiak daun.
Ibu tangkai bunganya silindris dan berwarna cokelat muda. Kelopak bunga lepas satu sama
lain menyerupai bentuk sendok dan berwarna hijau. Mahkota bunga berbentuk silindris,
berwarna kuning kecokelatan, benang sari melekat pada mahkota, dan memiliki kepala sari
putih atau kuning kecokelatan. Bunga terdapat pada ujung tangkai dan berwarna hijau
kekuning-kuningan (Tjitrosoepomo, 1983). Mahoni baru berbunga setelah berumur 7 tahun.
Buahnya berbentuk kotak atau bulat telur, berlekuk lima dan warnanya cokelat.
Mahoni merupakan tumbuhan tahunan dengan tinggi pohon mencapai 40 meter dan
diameter batang lebih dari 100 cm. Mempunyai akar tunggang yang menyebabkan tanaman
mahoni tersebut dapat tumbuh dengan kokoh dan mampu bertahan hidup dalam jangka waktu
yang lama pada musin kemarau panjang. Kayunya (inti kayu) keras berwarna merah hingga
cokelat tua, sedangkan kayu gubal (kayu lunak antara kulit luar dan inti kayu) berwarna
merah muda. Kayunya biasa digunakan untuk keperluan perabot rumah tangga serta barang
ukiran.
2.6 Spesifikasi Mahoni
2.6.1 Nama latin
2.6.2 Nama umum
2.6.3 Taksonomi
Kingdom
Divisi
Kelas
Ordo
Family

: Swietenia mahagoni Jacq.


: Mahoni
:
: Plantae
: Magnoliophyta
: Magnoliopsida
: Sapindales
: Meliaceae
8

2.6.4

Genus
Spesies
Ciri-ciri spesimen

: Swietenia
: Swietenia mahagoni Jacq.
: Memiliki moncong, terdapat elytra diatas abdomen,

2.6.5
2.6.6

panjang tubuh dewasa 3,15-5 mm, dewasa berwarna cokelat dan tua menjadi hitam.
Komoditas yang diserang
: Beras
Gejala yang ditimbulkan
: Biji menjadi berlubang dan terdapat serabut setelah
terjadi gigitan hama tersebut, biji menjadi terpotong-potong.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 2014 yang bertempat di Laboratorium
Biologi SMA Negeri 1 Kendari, Kotamadya Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.
3.2 Jenis penelitian
9

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode eksperimen


(Musfiqon, 60 : 2012). Dimana kegiatan penelitian dilakukan secara langsung dengan
memberikan ekstrak biji mahoni (Swietemia mahagoni Jacq) kepada bioindikator kutu
beras (Calandra orizae) yang masih berhinggap di beras.
3.3 Sumber Data
Ada 2 sumber data dalam penelitian ini yaitu :
a.

Data primer bersumber atau diperoleh dari penelitian langsung terhadap kutu beras yang

telah diberikan ekstrak biji mahoni.


b. Data sekunder bersumber diperoleh melalui literatur berupa buku dan situs dari sumber
lainnya yang relevan.
3.4 Populasi dan Sampel
a. Populasi penelitian
Populasi dalam penelitian ini yaitu kutu beras yang diambil dari beras yang sudah
tersimpan lama oleh pedagang beras di pasar Lawata, Kotamadya Kendari Provinsi
Sulawesi Tenggara.
b.

Sampel penelitian
Pengambilan sampel

dilakukan

secara

purposif

sampling

yaitu

tanpa

membandingkannya dengan tumbuhan serupa dari daerah lain (Musfiqon, 96 :2012).


Sampel diambil
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Ada 4 teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian yaitu:
a. Observasi langsung adalah mengamati perubahan jumlah populasi kutu beras (Calandra
orizae) yang telah diberikan ekstrak biji mahoni
b. Pencatatan
c. Kuisioner dilakukan dengan memberikan daftar pertanyaan yang berhubungan dengan
penderita kutil.
d. Dokumentasidilakukan pada saat pemberian getah rotan Seuti (Calamus ornathus BI.)
sebagai dokumen penelitian ini.
3.6 TahapanPelaksanaanPenelitian
Ada dua langkah prosedur tahapan pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
3.6.1 Prosedur tahapan Pelaksanaan Penelitian
a. Survei lapangan
Untuk mengetahui seberapa banyak jumlah penderita yang terkena penyakit kutil
biasa di sekitar wilayah Anduonohu.
10

b. Surat pengantar mengadakan penelitian dari sekolah ke pihak kantor kelurahan


3.6.2 Prosedur TahapPerlakuan (Eksperimen)
A. Bahan dan cara kerja
1. Alat dan bahan
Alat
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Kompor/ tungku
2. Sendok
3. Tasi
4. Mistar
Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang/stick rotan Seuti
(Calamus ornathus BI.)
2. Cara kerja
Ada 3 tahap dalam pelaksanaan penelitian yaitu:
a. Stick/batang rotan di potong dengan panjang 30 cm
b. Nyalahkan kompor/tungku hingga api merata
c. Bakar batang rotan Seuti(Calamus ornatus BI.) hingga keluar getah tersebut dari
ujungnya.
B. Tahapan Perlakuan
1. Tetesan getah rotan Seuti (Calamus ornathus BI.) yang telah keluar dari ujung
rotan tersebut dikumpul kedalam sendok makan.
2. Getah rotan tersebut diberikan kepada penderitakutil dengan konsentrasi sesuai
ukuran besar kecil kutil tangan (Verruca vulgaris)
3. Pemberian getah rotan Seuti (Calamus ornathus BI.) pada sampel 1-20 dengan
pemberian perlakuan 3 kali sehari
4. Pemberian Perlakuan dilakukan secara rutin yaitu pagi, siang, dan malam.
Kemudian proses tersebut dihentikan dengan pertimbangan adanya penderita
kutil tangan (Verruca vulgaris)yang telah sembuh.
3.7Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif,
yaitu menghitung : Rata-rata penurunan diamter kutil tangan (Verruca vulagaris) dengan
pemberian getah rotan Seuti (Calamus ornathus BI.) di Kelurahan Anduonohu Kota
Kendari Sulawesi Tenggara.Dalam mengukur ukuran kutil dari hari pertama dan sampai
hari keempat penulis menggunakan ukuran Soedarto (2010) adalah sebagai berikut:

11

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Hasil ekstraksi dari 12 perlakuan terhadap masing-masing 10 gram biji mahoni dengan
menggunakan air pada berbagai variasi volum yang digunakan secara berturut-turut
diperoleh 9,5 mL, 49 mL, 94 mL, 196 mL, 295 mL, 398 mL, 498 mL, 594 mL, 697 mL,
796 mL, 897 mL, dan 996 mL. Filtrat yang diperoleh tidak dapat maksimum sesuai
volume air yang digunakan karena sebagian telah terikat dengan serbuk biji mahoni.
Filtrat yang diperoleh dari hasil ekstraksi, dilakukan uji toksisitas menggunakan
kutu beras (C. orizae) sebagai bioindikator serangga untuk mencapai sasaran uji.
Pengujian dilakukan pada filtrat yang diperoleh dari masing-masing perlakuan 10 mL,
50 mL, 100 mL, 200 mL, 300 mL, 400 mL, 500 mL, 600 mL, 700 mL, 800 mL, 900
mL, dan 1.000mL. Pemilihan rentang volume ini dimaksudkan untuk mengetahui
filtrat yang dapat mematikan 100% serangga atau kutu beras, dan filtrat yang hanya
mematikan kurang dari 10% atau bahkan tidak lagi mematikan sama sekali kutu beras
yang dijadikan sasaran penelitian. Data hasil pengamatan terhadap kematian kutu
beras sesuai variasi volume pelarut yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 1.
Selanjutnya data akumulutif kematian untuk kutu beras ditunjukkan pada (Tabel 2).
Tabel 1. Data hasil pengamatan kematian kutu beras
10 gram sampel

Mati (ekor)

Hidup (ekor)

30

Ratio kematian

dalam
10.mL

12

30/30

50 mL

28

28/30

25

25/30

200 mL

20

10

20/30

300 mL

19

11

19/30

400 mL

16

14

16/30

500 mL

11

19

11/30

600 mL

21

9/30

700 mL

24

6/30

800 mL

26

4/30

900 mL

29

1/30

30

Tm =169

Th =191

100 mL

1000

0/30

mL

Keterangan : Tm = Total mati dan Th = Total hidup


Tabel 2. Nilai akumulatif data kematian
Aqudes yang

Mati

Hidup

Ratio
kematian

ditambahkan(mL)
10.mL

169

50 mL

139

100 mL

111

200 mL

86

300 mL

66

400 mL

47

500 mL

31

13

Persentase (%)

600 mL

20

700 mL

11

800 mL
5
900 mL
1000

1
0

mL

Berdasarkan akumulasi kutu beras yang mati sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2
yang dihitung dari Tabel 1, terlihat bahwa pada penambahan 10 mL aquades mematikan
semua kutu beras sebesar yang dijadikan sasaran uji atau mematikan 100%. Peristiwa yang
mematikan semua kutu beras ini mengindikasikan bahwa senyawa yang terkandung dalam
fraksi etilasetat dari biji mahoni sesuai konsentrasi tersebut mempunyai keaktifan 100%. Pada
penambahan 50 mL dan 100 mL aquades mematikan masing-masing sebanyak 28 dan 25
ekor dengan akumlatif kutu beras yang mati adalah 139 dan 111 ekor. Ini mengindikasikan
bahwa senyawa yang terkandung dalam fraksi etilasetat dari biji mahoni sesuai konsentrasi
tersebut mempunyai keaktifan sebesar keaktifan 98 dan 94% dari sasaran uji. Pada
penambahan 200 mL dan 300 mL aquades mematikan masing-masing sebanyak 20 dan 19
ekor dengan akumlatif kutu beras yang mati adalah 86 dan 66 ekor. Ini mengindikasikan
bahwa senyawa yang terkandung dalam fraksi etilasetat dari biji mahoni sesuai konsentrasi
tersebut mempunyai keaktifan sebesar keaktifan 83.50 dan 70.21% dari sasaran uji. Pada
penambahan 600 mL, 700 mL, dan 800 mL aquades mematikan masing-masing sebanyak 9,
6, dan 4 ekor dengan akumlatif kutu beras yang mati adalah 31, 20, dan 11 ekor. Ketiga
volume penambahan ini mengindikasikan bahwa senyawa yang terkandung dalam filtrat
dari biji mahoni sesuai penambahan tersebut mempunyai keaktifan di bawah 50%,
sedangkan pada penambahan 900 mL dan 1000 mL aquades dianggap tidak mematikan
lagi kutu beras.
Khusus pada penambahan 400 mL dan 500 mL aquades masing-masing mematikan
sebanyak 16 dan 11 ekor. Kematian sebanyak 16 dan 11 ekor kutu beras dengan akumlatif
kutu beras yang mati adalah 47 dan 31 ekor, mengindikasikan bahwa senyawa yang
terkandung dalam ekstrak biji mahoni mempunyai keaktifan sebesar 52.81 dan 33.70% dari
sasaran uji. Berdasarkan data ini, dapat diduga bahwa LC 50 berada pada rentang
14

penambahan tersebut. Untuk membuktikan kebenaran dugaan bahwa LC 50 terdapat pada


rentang volume 400 mL dan 500 mL dapat dilakukan perhitungan secara matematik
menggunakan rumus yang telah ditunjuk sebelumnya. Hasil dari perhitungan matematik
menunjukkan bahwa ekstrak biji mahoni mempunyai LC 50 = 414.70 mL. Atau dengan kata
lain bahwa 10 g ekstrak yang dilarutkan ke dalam 414.70 mL mematikan kutu beras sebesar
50% dari keseluruhan bioindikator.
4.2 Pembahasan
Mahoni termasuk tumbuhan tropis dari famili Meliaceae yang berasal dari Hindia
Barat. Tumbuhan ini dapat ditemukan tumbuh liar di hutan jati, pinggir pantai, dan di jalanjalan. Keberadaan mahoni membawa manfaat melebihi dari yang diporsikan untuknya. Selain
berfungsi sebagai pohon peneduh dan bahan dasar pembuatan furniture kayu, mahoni juga
bisa menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi), kencing manis (diabetes mellitus), kurang
nafsu makan, rematik, demam, masuk angin, dan eksim (Hariana, 2007). Bagian tubuh
mahoni yang sering diolah untuk menyembuhkan berbagai penyakit adalah bijinya.
Dari beberapa khasiat tersebut maka peneliti tertarik untuk mengetahui khasiat ekstrak
biji mahoni (Calamus ornathus BI.) dalam membasmi hama kutu beras. Kemudian dilakukan
eksperimen untuk menguji kebenaran hipotesa tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian ekstrak biji
mahoni terhadap jumlah hama kutu beras. Hal ini ditemukan dengan pemberian 2mL ekstrak
biji mahoni terhadap 3 cawan petri yang masing-masing diisi 2 gram tepung beras dan
dimasukkan 10 ekor serangga atau kutu beras.
Setelah diadakan perlakuan dengan pemberian ekstrak biji mahoni terhadap kutu beras
yaitu (***********)
Peristiwa menurunnya bahkan musnahnya kutu beras ini mengindikasikan bahwa ada
senyawa yang terkandung dalam fraksi etilasetat dari biji mahoni sesuai konsentrasi tersebut
mempunyai keaktifan 100%. Biji mahoni mengandung senyawa flavonoid, saponin, alkaloid,
steroid, dan terpenoid. Kelompok flavonoid yang bersifat insektisida alam yang kuat adalah
isoflavon. Isoflavon memiliki efek pada reproduksi, yaitu antifertilitas. Senyawa flavonoid
yang lain bekerja sebagai insektisida ialah rotenon. Rotenoid merupakan racun penghambat
metabolisme dan sistem saraf yang bekerja perlahan. Serangga yang mati diakibatkan karena
kelaparan akibat kelumpuhan pada alat mulutnya. Saponin menunjukkan aksi sebagai racun
yang dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah. Pada biji mahoni juga terdapat senyawa
sweitenin yang termasuk senyawa limonoid yang bersifat sebagai antifeedant dan penghambat
pertumbuhan. Sehingga dengan kandungan yang terdapat di dalam biji mahoni ini tidak
meragukan bahwa zat biji mahoni dengan percobaan selama 3 hari memungkinkan hama kutu
beras mati.
Dari hasil pemberian ekstrak biji mahoni telah ditemukan bahwa ekstrak biji mahoni
dapat dijadikan sebagai bahan pestisida nabati dalam pembasmian bioindikator kutu beras
15

yang tersedia dan terjangkau bagi semua kalangan. Tumbuhan mahoni ini belum diketahui
secara umum manfaat ekstrak bijinya terhadap pembasmian bioindikator kutu beras.
Berdasaran hasil uraian pembahasan diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa
ekstrak biji mahoni dapat dijadikan sebagai pestisida nabati dalam pembasmian hama kutu
beras.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil deskriptif dan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Biji mahoni mengandung senyawa toksik bioaktif
2. Senyawa bioaktif mahoni dapat diekstrak dengan aquades
3. Senyawa bioaktif mahoni dapat mematikan bioindikator kutu beras.
4.

Senyawa kimia yang berperan penting dalam mematikan bioindikator kutu beras adalah
zat flavonoid.

5.2 Saran
1. Kepada masyarakat umum, khususnya petani padi dapat menggunakan ekstrak biji mahoni
dalam memberantas hama kutu beras.
2. Bagi pihak pemerintah, khususnya Dinas Pertanian agar mengembangkan lebih lanjut
produk ekstrak biji mahoni dan mensosialisasikan produk ini secara merata.
3. Bagi Peneliti berikutnya, agar dapat melakukan penelitian lanjutan dengan menganalisis
kandungan kimia yang terdalam dalam biji mahoni, serta melakukan penelitian dengan
mengukur konsentrasi biji mahoni yang lebih baik.

16

17

Anda mungkin juga menyukai