Pilihan 1
Pilihan 1
Abstract
The purpose of experiment is to study the effect of temperature on rate reaction and calculate the
activation energy (Ea) by using Arrhenius equation. The Experiment is based on variations in
temperature which we can determine the effect of temperature on rate reaction . The experiment is
done using H2O2 solution and distilled water put into tube 1 and KI, Na2S2O3 and starch put into tube
2, then both of test tube is mixed in glass beaker with temperature observations, to each tube 1 and
tube 2 the same temperature, is the temperature observations 10oC, 15oC, 20oC, 25oC, 30oC and 35oC
(for temperature observation 10oC, 15C and 20C be done with the help of ice cubes). From this
experiment, the value of activation energy is -163885,568 kJ /mol and the value of A is 0.014 and the
value of ln A is -73.09. From this experiment, it can be concluded that at high temperature make the
rate reaction become slower , it marked by the longer reaction time. This is not consistent with the
theory that the reaction rate will be faster when the temperature is higher.
Keywords: Activation Energy; Arrhenius equation ;Rate of reaction
Pendahuluan
Dalam buku literatur yang telah dibaca dijelaskan bahwa semakin tinggi suatu suhu
pada reaksi maka akan mempercepat terjadinya reaksi dan waktu yang diperlukan dinamakan
waktu reaksi. Dalam reaksi tersebut, ada suatu proses untuk mencapai keadaan perubahan
kompleks memerlukan energi yang dikirimkan dari luar sistem (lingkungan). Energi yang
dimaksudkan disebut dengan energi aktivasi (dalam kimia disebut juga sebagai energi
permulaan). Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan agar suatu reaksi kimia
dapat berlangsung . Energi aktivasi memiliki simbol Ea dengan E menotasikan energi dan a
yang ditulis subscribe menotasikan aktivasi.
Svante Arrchenius adalah orang yang pertama kali memperkenalkan istilah energi
aktivasi. Dalam beberapa reaksi kimia, reaksinya membutuhkan energi aktivasi yang besar.
Oleh karena itu, dalam reaksi tersebut dibutuhkan katalis supaya reaksi berlangsung dengan
energi yang lebih rendah. Persamaan Arrhenius mendefisinkan secara kuantitatif hubungan
antara energi aktivasi dengan konstanta laju reaksi, dimana A adalah faktor frekuensi dari
reaksi, R adalah konstanta universal gas, T adalah temperatur dalam Kelvin dan k adalah
konstanta laju reaksi. Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa Ea dipengaruhi oleh
temperatur (Atkins PW. 1999).
Pada tahun 1889 Arrhenius mengusulkan sebuah persamaan empirik yang
menggambarkan pengaruh suhu terhadap konstanta laju reaksi. Persamaan yang diusulkan
adalah :
K = konstanta laju reaksi
A = faktor freakuensi
Ea = energi aktivasi
Persamaan tersebut dalam bentuk logaritma dapat ditulis :
Persamaan tersebut analog dengan persamaaan garis lurus, yang sering disimbolkan
dengan y = mx +c, maka hubungan antara energi aktivasi suhu dan laju reaksi dapat dianalisis
dalam bentuk grafik ln k vs 1/T dengan gradien (Ea/RT) dan intersep ln A. Jika suatu reaksi
memiliki reaktan dengan konsentrasi awal adalah a, dan pada konsentrasi pada waktu t adalah
a-x, maka dapat ditulis dalam persamaan :
Setelah reaksi berlangsung 1/n bagian dari sempurna, x=a/n dan
Beberapa faktor yang mempengaruhi energi aktivasi adalah suhu,faktor frekuensi dan katalis
(Atkins PW. 1999).
Permasalahan pada praktikum ini yaitu mencari pengaruh suhu terhadap laju reaksi,
apakah suhu mempengaruhi jalanya laju reaksi atau tidak serta mencari harga dari energi
aktivasi dari praktikum ini dengan menggunakan persamaan Arrchennius. Adapun dari
permasalahan tersebut, ada tujuan yang akan dicapai antara lain untuk mempelajari pengaruh
suhu terhadap laju reaksi dan menghitung energy aktivasi (Ea) dengan menggunakan
persamaan Arrhenius.
Metode
Pada praktikum ini , hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan
yang diperlukan. Alat yang digunakan antara lain 12 buah tabung reaksi dari Merck, 4 buah
pipet, 2 termometer raksa dengan skala 1000C , 1 buah waskom plastic , 1 buah beaker glass
100 ml dari Merck, 1 buah pipet volume 1 ml dari Merck , 1 buah pipet volume 5 ml dari
Merck , 1 buah pipet volume 10 ml dari Merck , 1 buah stopwatch , 2 buah pengaduk kaca
dan penangas air. Sedangkan bahan yang digunakan adalah larutan Na 2S2O3 0.001 M , larutan
amilum 1% , larutan KI 0.1 M, larutan H2O2 0.04 M, aquadest, garam dan es batu.
Setelah menyiapkan alat dan bahan, selanjutnya membuat larutan sistem 1 dan larutan
sistem 2. Larutan sistem 1 dibuat dengan mencampurkan 5 ml H 2O2 0.04 M dengan 5 ml
aquadest. Sedangkan larutan sistem 2 dibuat dengan mencampurkan 10 ml KI 0.1 M , 1 ml
amilum 1% dan 1 ml Na2S2O3 0.001 M. Praktikum ini menggunakan 6 variasi suhu yaitu 10
o
C ,15 oC, 20oC, 25oC, 30oC dan 35oC , sehingga pada praktikum ini dibuat masing-masing 6
15
20
25
30
35
15
20
25
30
35
20
22
25
26.1
26
40
45
110
155
220
Pada Tabel 1 terlihat bahwa reaksi pada suhu rendah yaitu suhu 10C,15 C dan 20C
memiliki waktu reaksi yang berurutan yaitu 50 detik, 40 detik dan 50 detik. Sedangkan reaksi
pada suhu tinggi yaitu pada suhu 25C, 30C, 35C memiliki waktu reaksi yang lebih lama
daripada reaksi pada suhu rendah yaitu 110 detik, 155 detik , dan 220 detik. Suhu rata-rata
dari reaksi yang terjadi berurutan dari reaksi pada suhu paling rendah sampai reaksi pada
suhu paling tinggi yaitu 17C, 20C, 22C, 25C, 26.1C dan 26C.
Suhu Awal (C)
Tabung 1
Tabung 2
10
10
15
15
20
20
25
25
30
30
35
35
ln K
1/T
-6,2146
-5,9915
-6,1193
-7,0032
-7.3463
-7.6974
3,45 . 10-3
3,41 . 10-3
3,39 . 10-3
3.35 . 10-3
3.343 . 10-3
3.344 . 10-3
Tabel 2 menyatakan hasil perhitungan K,ln K dan 1/T. Yang pertama yaitu mencari
nilai dari k. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai k yaitu mmolek dari H 2O2awal dibagi
dengan mmolek H2O2 yang bereaksi dikalikan dengan lamanya waktu reaksi berlangsungnya reaksi
tersebut. Dari praktikum yang dilakukan pada suhu paling rendah sampai suhu paling tinggi
memiliki nilai k yang naik turun , urut dari suhu 10C, 15C, 20C, 25C, 30C dan 35C
dengan nilai k yang berurutan yaitu 2 . 10-3, 2,5 . 10-3, 2,22 . 10-3, 9,09 . 10-4, 6,45 . 10-4, dan
4,54 . 10-4. Dari nilai k dapat dicari nilai ln k dari masing-masing reaksi , setelah dihitung
nilai ln k menunjukkan angka minus di semua reaksi yang dilakukan. Nilai ln k dari
praktikum ini yaitu sebagai berikut -6.2146, -5.9915, -6.1193, -7.0032, -7.3463, dan -7.6974.
Nilai ln k juga menunjukkan hasil yang naik turun sama seperti nilai k. Yang terakhir yaitu
menghitung nilai dari 1/T. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai 1/T yaitu membagi
angka 1 dengan waktu rata-rata pada reaksi suhu tertentu (suhu rata-rata reaksi menggunakan
satuan Kelvin). Setelah melakukan perhitungan didapattkan nilai dari dari 1/T secara
berurutan yaitu 3,45 . 10-3, 3,41 . 10-3, 3,39 . 10-3, 3.35 . 10-3, 3.343 . 10-3, dan 3.344 . 10-3.
Tujuan dari percobaan ini untuk mengetahui pengaruh dari suhu terhadap laju reaksi
dalam suatu reaksi kimia serta untuk menghitung energi aktivasi dengan menggunakan
persamaan Arrhenius. Dalam buku literatur yang telah dibaca dijelaskan bahwa semakin
tinggi suatu suhu pada reaksi maka akan mempercepat terjadinya reaksi dan waktu yang
diperlukan dinamakan waktu reaksi. Dari hasil praktium, didapatkan bahwa semakin tinggi
suhu reaksi, maka reaksi berjalan lebih lambat. Hal ini bisa dilihat dari kenaikan waktu reaksi
tiap pertambahan suhu. Pada reaksi yang dilakukan dengan suhu rendah , yaitu diawali dari
suhu 10C memiliki waktu reaksi 50 detik, suhu 15C memiliki waktu reaksi 40 detik dan
pada suhu 20C memiliki waktu reaksi 45 detik. Sedangkan pada reaksi yang dilakukan
dengan suhu tinggi diawali dengan suhu 25C membutuhkan waktu reaksi sebanyak 110
detik, pada suhu 30C membutuhkan waktu reaksi sebanyak 155 detik dan ketika dilakukan
pada suhu tertinggi dari praktikum ini yaitu pada suhu 35C membutuhkan waktu reaksi yang
paling lama yaitu 220 detik.
Hasil dari praktikum ini bertentangan dengan dasar teori yang ada. Dimana semakin
tinggi suhu suatu reaksi maka energy kinetic reaktan akan bertambah cepat sehingga memicu
kecepatan partikel atau reaktan semakin cepat dan membuat frekuensi tumbukan antar
partikel semakin sering terjadi sehigga laju reaksinya akan semakin cepat pula. Dari hasil
praktikum ini menunjukkan hasil yang sebaliknya. (Castellan,1982)
Reaktan yang digunakan dalam praktikum ini adalah H 2O2 dan aquadest pada tabung
1 yang kemudian akan direaksikan dengan tabung 2 yang berisi larutan KI, Na 2S2O3 dan
amilum. Reaksi yang paling utama pada praktikum ini adalah reaksi antara
hidrogen
peroksida dengan ion iodida. H2O2 berfungsi sebagai oksidator, yaitu mengubah I- menjadi I2.
I- kemudian berikatan dengan Na2S2O3 yang berfungsi sebagai reduktor, I2 berubah kembali
menjadi I- yang selanjutnya berikatan dengan larutan kanji. Mekanisme reaksi yang terjadi
yaitu Ion iodida dan hidrogen peroksida akan bereaksi membentuk gas I2, gas tersebut akan
bereaksi kembali dengan ion tiosulfat membentuk kembali ion iodida. Namun, dalam reaksi
ini, tidak akan ada yodium yang dibebaskan sampai semua ion tiosulfat habis bereaksi.
Dengan tambahan amilum, ion iodida yang terbentuk kembali akan bereaksi dengan amilum
dan menghasilkan warna biru pada larutan. (Vogel,1994).
Berikut reaksi yang terjadi :
2H2O2 +2I-
2H2O + O2 + I2 + 2e
I2 + 2S2O32I2 + I -
2I- + S4O62I3-
I3- + amilum
warna biru
Dari proses praktium ini telah disebutkan bahwa hasil praktikum tidak sesuai dengan
teori yang digunakan. Ketidaksesuaian ini bisa terjadi dikarenakan beberapa faktor. Dan
kemungkinan besar ketidaksesuaian hasil ini disebabkan oleh factor kesalahan metode yang
dilakukan praktikan dan juga bahan yang digunakan pada praktikum. Kesalahan metode yang
digunakan yaitu metode dalam membuat larutan yang akan digunakan. Seharusnya larutan
KI, H2O2 dan amilum dibuat dalam keadaan fresh atau baru. Akan tetapi praktikan hanya
membuat larutan H2O2 dan amilum saja yang dalam keadaan fresh atau baru , sedangkan
pembuatan larutan KI dibuat beberapa hari sebelum praktikum dimulai. Sehingga hal ini
menyebabkan larutan KI menjadi tidak fresh dan baru lagi. Walaupun larutan KI yang dibuat
oleh praktikan tidak mengalami kerusakan atau tercemar dengan zat lain, tetapi ke-fresh-an
larutan KI sangat berpengaruh terhadap reaksi yang terjadi pada praktikum ini karena KI
menghasilkan ion I- dimana I- akan bereaksi dengan ion S2O32- menghasilkan I- + S4O62- .
Kesalahan metode yang praktikan lakukan selain dalam pembuatan larutan adalah
prosedur setelah mencampurkan kedua sistem larutan. Larutan sistem 1 (H 2O2 dan aquadest)
dan larutan sistem 2 (KI,Na2S2O3,amilum) setelah kedua larutan ini disamakan suhunya,
maka kedua larutan ini dicampurkan. Pada praktikum ini, setelah praktikan mencampurkan
kedua larutan, praktikan mencampurkan kedua larutan ini diluar lingkungan yang harus
dijaga. Seharusnya setelah mencampurkan kedua larutan, suhu dari campuran tersebut harus
dijaga sehingga reaksi yang terjadi sesuai dengan yang direncanakan. Ketika merekasikan
kedua larutan pada suhu 10C, maka suhu dari campuran kedua larutan tersebut harus dijaga
pada suhu 10C sampai larutan berubah warna dari tidak berwarna menjadi warna biru, dan
perlakuan ini juga harus diterapkan untuk suhu lainya (15C,20C,25C,30C dan 35C).
Dalam prosedur ini, praktikan tidak menjaga suhu campuran setelah dicampurkan sehingga
hal ini mempengaruhi hasil dari praktikum ini.
Kesalahan selanjutnya terdapat pada bahan yang digunakan untuk praktikum.
Praktikum ini menggunakan larutan H2O2. Larutan H2O2 bersifat tidak stabil secara
termodinamik, mudah terdisproporsionasi. Pada suhu tinggi H2O2 akan mengalami reaksi
disproporsionasi yaitu reaksi yang mengalami oksidasi dan juga reduksi pada pereaksinya.
Reaksi yang terjadi yaitu :
H2O2(l) H2O(l) + O2(g)
Sehingga , pada percobaan yang dilakukan pada suhu tinggi, pembentukan warna biru
pada larutan sangat sulit dikarenakan H2O2 sudah mengalami disproporsionasi atau terurai
menjadi H2O dan O2. Oleh sebab itu, percobaan yang dilakukan pada suhu tinggi
membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan percobaan pada suhu rendah. Sehingga
untuk praktikum selanjutnya, bisa menggunakan bahan kimia lain selain larutan H 2O2 karena
H2O2 tidak cocok digunakan untuk percobaan pada suhu tinggi.
Dan kesalahan yang terakhir yaitu kesalahan yang dilakukan oleh praktikan dalam
membaca skala thermometer dan melihat jalannya waktu reaksi pada stopwatch. Kesalahan
ini kerap kali dilakukan oleh praktikan karena keterbatasan mata manusia untuk melihat skala
yang kecil. Ketika melakukan praktikum ini, ada banyak sekali aspek yang harus diamati oleh
praktikan yaitu, suhu pada skala termometer, perubahan warna dalam larutan, waktu reaksi
yang dihitung dengan stopwatch dan mencatat hasil praktikum pada data pengamatan.
Praktikan sangat kesulitan untuk melakukan banyak aktivitas dalam satu waktu, sehingga
konsentrasi praktikan menjadi berkurang dalam membaca suhu di skala thermometer, melihat
waktu reaksi pada stopwatch dan melihat perubahan warna pada larutan.
Dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh praktikan diatas maka berpengaruh
besar terhadap hasil praktikum yang tidak sesuai dengan dasar teori yang ada. Teori
menyebutkan perubahan warna yang terjadi akan semakin cepat apabila reaksi berlangsung
pada temperatur yang lebih tinggi. Pada temperatur yang lebih tinggi, ion-ion pereaksi akan
memiliki energi kinetik yang lebih besar sehingga kecepatan dari ion-ion pereaksi semakin
cepat dan menyebabkan frekuensi tumbukan menjadi sering terjadi dan hal tersebut memicu
laju reaksi yang semakin cepat. (Purba,M.2007).
Pada praktikum ini, penambahan energi kinetik partikel yang dilakukan dengan
menaikkan temperatur reaksi, inilah energi yang diberikan dari luar sistem untuk mencapai
kondisi transisi seperti yang dijelaskan teori. Energi tersebut akan diukur besarnya. Selain
menetukan pengaruh suhu terhadap laju reaksi percobaan ini juga dilakukan untuk
menentukan energi aktivasi (Ea) yang dibutuhkan untuk reaksi dengan persamaan Arrhenius.
Pada percobaan yang dilakukan, didapatkan nila Ea sebesar -163885.568 kJ/mol dan nilai ln
A yaitu -4.292 dimana kita dapat mengetahui nilai A = 0.014.
Grafik yang terbentuk dari perhitungan nilai k, ln k dan 1/T menunjukkan hasil grafik
yang menyimpang. Karena grafik yang benar adalah ketika nilai 1/T semakin besar, maka
nilai ln k juga semakin kecil atau bisa disebut 1/T berbanding terbalik terhadap ln k. Akan
tetapi grafik yang diperoleh pada praktikum kali ini menunjukkan bahwa semakin besar nilai
dari 1/T maka nilai ln k semakin besar atau bisa disebut nilai 1/T berbanding lurus terhadap
ln k.
Kesimpulan
Dari praktikum ini didapatkan harga energi aktivasi sebesar -163885,568 kJ/mol dan
nilai ln A yaitu 0.014 sehingga diperoleh nilai A sebesar -73.09. Pada praktikum ini, dapat
disimpulkan bahwa pada suhu tinggi laju reaksinya semakin lambat hal ini ditandai dengan
waktu reaksi yang semakin lama. Hal ini tidak sesuai dengan teori bahwa laju reaksi akan
semakin cepat ketika suhu semakin tinggi.
Daftar Pustaka
Atkins PW. 1999. Kimia Fisika. Ed ke-2 Kartahadiprodjo Irma I, penerjemah;Indarto
Castellan GW. 1982. Physical Chemistry. Third Edition. New York : General Graphic Services.
Team Lecturer of Physical Chemistry. 2014.Practicum Guide of Physical Chemistry. Semarang :
Jurusan Kimia FMIPA UNNES
Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Purba,Michael.2007.Kimia untuk SMA Kelas XI.Jakarta:Erlangga