Anda di halaman 1dari 10

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM

MUSKULOSKELETAL AMPUTASI & DISLOKASI

BAB I
KONSEP MEDIK

A. PENGERTIAN
Amputasi berasal dari kata amputare yang kurang lebih diartikan pancung.
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau
seluruh bagian ekstremitas.
Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir
manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat
diperbaiki dengan menggunakan tekhnik lain atau manakala kondisi organ dapat
membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang
lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.

B. ETIOLOGI / FAKTOR PREDISPOSISI


Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :
1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki
2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki
3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat
4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya
5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif
6. Deformitas organ
7. Trauma

C. TIPE AMPUTASI
1. Amputasi Terbuka
Dilakukan pada kondisi yang berat dimana pemotongan pada tulang dan otot pada
tingkat yang sama. Yang memerlukan tekhnik aseptik ketat dan revisi lanjut.
2. Amputasi Tertutup
Dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skait kulit untuk
menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5cm di bawah potongan otot
dan tulang.
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
o Amputasi selektif / rencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat
penanganan yang baik serta terpantau secra terus-menerus. Amputasi dilakukan
sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.
o Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan.
Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki
kondisi umum klien.
o Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan
tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang
multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan tergantung pada kondisi dasar perlunya amputasi dan digunakan untuk
menentukan tingkat yang tepat untuk amputasi.
Foto ronsen : mengidentifikasi abnormalitas tulang
CT Skan : mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis, pembentukan hematoma.

Angiografi dan pemeriksaan aliran darah : mengevaluasi perubahan sirkulasi/perfusi


jaringan dan membantu memperkirakan potensial penyembuhan jaringan setelah
amputasi.

Ultrasound Doppler, flowmetri doppller laser : dilakukan untuk mengkaji dan mengukur
aliran darah.
Tekanan O2 transkutaneus : memberi peta area perfusi paling besar dan paling kecil
dalam keterlibatab ekstremitas.

Termografi : mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik pada dua sisi dari
jaringan kutaneus ke tengah tulang. Perbedaan yang rendah antara dua pembacaan,
makin besar kesempatan untuk sembuh.

Pletismografi : mengukur TD segmental bawah terhadap ekstremitas bawah


mengevaluasi aliran darah arterial.

LED : peninggian mengindikasikan respon inflamasi


Kultur luka : mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab.
Biopsi : mengkonfirmasi diagnosa massa benigna/maligna.
Hitung darah lengkap/diferensial : peninggian dan perpindahan ke kiri diduga proses
infeksi.

E. PENATALAKSANAAN
Tingkat Amputasi
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai penyembuhan
dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasar dua faktor : peredaran darah pada
bagian itu dan kegunaan fungsional.
Tujuan pembedahan adalah mempertahankan sebanyak mungkin panjang ekstremitas
konsisten dengan pembasmian proses penyakit. Mempertahankan lutut dan siku adalah
pilihan yang diinginkan. Hampir pada semua tingkat amputasi dapat dipasangi protesis.
Sisa Tungkai

Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi, menghasilkan


sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat untuk
penggunaan protesis.

Balutan Rigid Tertutup. Balutan Rigid Tertutup sering digunakan untuk mendapatkan
kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak, mengontrol nyeri, dan mencegah
kontraktur.

Balutan lunak. Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila
diperlukan inspeksi berkala puntung sesuai kebutuhan. Bidal imobilisasi dapat
dibalutkan dengan balutan. Hematoma (luka) puntung dikontrol dengan alat drainase
luka untuk meminimalkan infeksi.

Amputasi Bertahap. Amputasi bertahap bisa dilakukan bila ada gangren atau infeksi.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi, dan kerusakan kulit. Karena ada
pembuluh darah besar yang dipotong, dapat terjadi perdarahan masif. Infeksi
merupakan infeksi pada semua pembedahan; dengan peredaran darah buruk atau
kontaminasi luka setelah amputasi traumatika, risiko infeksi meningkat. Penyembuhan
luka yang buruk dan iritasi akibat protesis dapat menyebabkan kerusakan kulit.

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Aktivitas/Istirahat
Gejala : Keterbatasan aktual/antisipasi yang dimungkinkan oleh kondisi/amputasi
Integritas Ego
Gejala : Masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situasi finansial, reaksi orang
lain. Perasaan putus asa, tidak berdaya.
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka, marah, ketakutan, menarik diri, keceriaan semu.
Seksualitas
Gejala : Masalah tentang keintiman hubungan
Interaksi sosial
Gejala : Masalah sehubungan dengan penyakit/kondisi. Masalah tentang peran fungsi,
reaksi orang lain

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b/d amputasi
2. Gangguan mobilisasi b/d amputasi
3. Gangguan citra diri b/d kehilangan bagian tubuh
4. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d ketidakadekiuatan jaringan primer
5. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi

C. RENCANA KEPERAWATAN

NDX 1
Tindakan :
1. Catat lokasi dan intensitas nyeri. Selidiki perubahan karakteristik nyeri, contoh kebas,
kesemutan.
R/ : Perubahan dapat mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
2. Tinggikan bagian yang sakit dengan dengan meninggikan kaki tempat tidur.
R/ : Menurunkan kelelahan otot dan tekanan kulit/karingan.
3. Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi sering, pijatan punggung).
R/ : Meningkatkan relaksasi.
4. Terima kenyataan sensasi fantom yang biasanya hilang dengan sendirinya.
R/ : Mengetahui tentang sensasi ini memungkinkan pasien memahami fenomena normal
yang dapat terjadi segera atau beberapa minggu setelah operasi.
5. Beri analgesik.
R/ : Klien sering bingung membedakan nyeri insisi dengan nyeri panthom.

NDX 2
Tindakan :
1. Bantu latihan rentang gerak khusus untuk area yang sakit dan yang tak sakit mulai
secara dini.
R/ : Mencegah kontraktur, perubahan bentuk, yang dapat terjadi dengan cepat dan dapat
memperlambat penggunaan protesis.
2. Dorong latihan aktif untuk paha atas dan lengan atas.
R/ : Meningkatakan kekuatan otot untuk pemindahan.
3. Bantu tekhnik pemindahan dan penggunaan alat mobilitas.
R/ : Membantu perawatan diri dan kemandirian pasien.
4. Bantu dengan ambulasi.
R/ : Menurunkan potensial untuk cedera.

NDX 3
1. Kaji/pertimbangan persiapan pasien dan pandangan terhadap amputasi.

R/ : Pasien yang memandang amputasi sebagai pemotongan hidup atau rekonstruksi akan
menerima diri yang baru lebih cepat.
2. Dorong ekspresi ketakutan, perasaan negatif, dan kehilangan bagian tubuh.
R/ : Ekspresi emosi membantu pasien mulai menerima kenyataan dan realitas hidup tanpa
tungkai.
3. Diskusikan persepsi pasien tentang diri dan hubungannya dengan perubahan dan
bagaimana pasien melihat dirinya dalam pola/peran fungsi yang biasanya.
R/ : Membantu pemecahan masalah sehubungan dengan pola hidup sebelumnya.
4. Dorong partisipasi dalam aktivitas sehari-hari.
R/ : Meningkatkan kemandirian dan meningkatkan harga diri.
5. Berikan kunjungan oleh orang yang telah diamputasi, khusunya seseorang yang
berhasil dalam rehabilitasi.
R/ : Dapat membagi pengalaman.

NDX 4
Tindakan :
1. Awasi tanda vital.
R/ : Peningkatan suhu dapat menunjukkan terjadinya sepsis.
1. Pertahankan tekhnik antiseptik bila mengganti balutan/merawat luka.
R/ : Meminimalkan kesempatan introduksi mikroorganisme.
2. Inspeksi balutan dan luka, pethatikan karakteristik drainase.
R/ : Deteksi dini terjadinya infeksi dan mencegah komplikasi lebih serius .
3. Tutup balutan dengan plastik bila menggunakan pispot.
R/ : Mencegah kontaminasi pada tungkai bawah.
4. Berikan antibiotik sesuai indikasi.
R/ : Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaksis.

NDX 5
1. Intruksikan perawatan balutan/luka.
R/ : Meningkatkan perawatn diri kompeten

2. Diskusikan perawatan puntung umum.


R/ : memahami dan mampu melakukan.
3. Dorong kesinambungan program latihan pasca operasi.
R/ : Meningkatkan sirkulasi/penyembuhan dan fungsi bagian yang sakit.
4. Tekankan pentingnya diet seimbang dan pemasukan cairan adekuat.
R/ : Memenuhi kebutuhan nutrien untuk regenerasi jaringan penyembuhan.

BAB I
KONSEP MEDIK

A. PENGERTIAN
Dislokasi terjadi saat ligament memberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang
berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi.
o Dislokasi sendi adalah suatu keadaan di mana permukaan sendi tulang yang
membentuk sendi tak lagi dalam hubungan anatomis. Secara kasar tulang lepas dari
sendi.
o Sublikasi adalah dislokasi parsial permukaan persendian.
o Dislokasi traumatik adalah kedaruratan ortopedi, karena struktur sendi yang terlibat,
pasokan darah, dan saraf rusak susunannya dan mengalami stress berat, bila tidak
dislokasi ditangani segera, dapat terjadi nekrosis avakuler dan paralisis saraf.

B. ETIOLOGI
1. Kongenital (terjadi sejak lahir, akibat kesalahan pertumbuhan, paling sering terlihat pada
pinggul)
2. Spontan atau patologik, akibat penyakit struktur sendi dan jaringan sendi, atau
3. Trauma, akibat cedera di mana sendi mengalami kerusakan akibat kekerasan

C. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala dislokasi traumatik adalah :

Nyeri

Perubahan kontur sendi

Perubahan panjang ekstremitas

Kehilangan mobilitas abnormal

Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan

sinar-X

akan

menegakkan

diagnosis

dan

memperlihatkan

kemungkinan adanya fraktur yang terjadi.

E. PENATALAKSANAAN
Sendi yang terkena harus diimobilisasi saat pasien dipindahkan. Dislokasi direduksi
(mis. Bagian yang bergeser dikembalikan ke tempat semula), biasanya di bawah
anestesi. Kaput tulang yang mengalami dislokasi harus dimanipulasi dikembalikan ke
rongga sendi. Sendi kemudian diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips, atau traksi
dan dijaga tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi,
gerakan aktif lembut tiga atau empat kali sehari dapat mengembalikan kisaran gerak
sendi. Sendi harus tetap disangga di antara dua saat latihan.

Anda mungkin juga menyukai