Pembahasan
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil buah tropis yang memiliki
keragaman dan keunggulan cita rasa yang cukup baik. Cita rasa dan beragamnya jenis
buah-buahan di Indonesia menyebabkan buah-buahan lokal dapat bersaing dengan
buah-buahan impor. Selain itu, buah-buahan lokal memiliki harga yang lebih
terjangkau bila dibandingkan dengan buah-buahan impor. Tingginya kebutuhan
terhadap buah-buahan lokal membuat pengembangan tanaman buah-buahan di
Indonesia mengalami peningkatan. Namun, dalam pengembangannya eksport buahbuahan lokal mengalami kendala penyediaan benih bermutu, budidaya sampai
penanganan panen. Salah satu kendala dalam budidaya tanaman buah-buahan adalah
adanya serangan hama lalat buah.
Lalat buah merupakan hama yang menjadi perhatian dunia di dalam kegiatan
ekspor import buah-buahan yang dilakukan oleh suatu Negara. Perhatian itu diberikan
karena kegiatan ekspor import komoditas buah segar yang dilakukan oleh masingmasing Negara membawa resiko terhadap masuknya lalat buat dari satu Negara ke
Negara lain. Indonesia pernah mengalami masalah adanya komoditas buah-buahan
yang menunjukkan gejala serangan lalat buah (Suputa et al., 2006). Permasalahan
klasik tersebut sering dihadapi Indonesia karena menyangkut standar mutu (kualitas)
produk. Kerusakan yang diakibatkan lalat buah menyebabkan munculnya gejala
tusukan lalat buah berupa titik hitam pada buah serta gugurnya buah sebelum
mencapai kematangan yang diinginkan, sehingga produksi baik kualitas maupun
kuantitas menurun. Berbagai upaya pengendalian lalat buah telah dilakukan, baik
secara tradisional maupun dengan menggunakan insektisida kimia
Lalat buah betina menyerang buah dengan memasukkan telur melalui
ovipositornya ke dalam buah (Agarwal, 1984). Pemasukan ovipositor ke dalam buah
menyebabkan adanya gejala tusukan pada buah belimbing pada Gambar 2.8
wsterlihat spot berwarna gelap cokelat kehitaman.
Telur kemudian menetas menjadi larva yang hidup, makan dan berkembang di
dalam buah sehingga buah menjadi busuk berisi larva atau dikenal dengan belatung
(Kalshoven, 1981). Sesudah telur menetas, larva membuat lubang di dalam buah
sehingga mempermudah masuknya bakteri dan cendawan (Siwi et al., 2006). Lalat
buah hidup secara simbiosis mutualisme dengan bakteri, sehingga ketika lalat buah
meletakkan telur pada buah, bakteri akan terbawa dengan diikuti cendawan yang
akhirnya menyebabkan busuk. Sesudah telur menetas, larva mengorek daging buah
sambil mengeluarkan enzim perusak atau pencerna yang berfungsi melunakkan
daging buah sehingga mudah diisap dan dicerna. Enzim tersebut diketahui yang
mempercepat pembusukan, selain bakteri pembusuk yang mempercepat aktivitas
pembusukan buah. Bakteri tersebut hidup pada dinding ovari, tembolok, dan ileum
lalat (Hill 1983; Ria, 1994). Buah yang terserang lalat buah dan busuk, akhirnya jatuh
ke tanah.
Pengendalian hama pada umumnya dilakukan dengan insektisida sintetik.
Penggunaan insektisida tersebut berupa penurunaan populasi hama sehingga
meluasnya serangan dapat dicegah dan kehilangan hasil panen dapat dikurangi.
Alkaloida
fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus serta kerja terhadap serangga (Robinson,
1995).
3. Saponin
Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang menyerupai sabun
(bahasa latin sapo berarti sabun). Saponin tersebar luas diantara tanaman tinggi.
Saponin merupakan senyawa berasa pahit, menusuk, menyebabkan bersin dan
mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir. Saponin adalah senyawa aktif
permukaan yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok.Dalam larutan yang
sangat encer saponin sangat beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung
saponin
telah
digunakan
sebagai
racun
ikan
selama
beratus-ratus
tahun
5. Glikosida
Glikosida adalah senyawa yang terdiri atas gabungan gula dan bukan gula. Bagian
gula biasa disebut glikon sementara bagian bukan gula disebut aglikon atau genin
(Gunawan, et al, 2002).Klasifikasi (penggolongan) glikosida sangat sukar. Bila
ditinjau dari gulanya, akan dijumpai gula yang strukturnya belum jelas. Sedangkan
bila ditinjau dari aglikonnya akan dijumpai hampir semua golongan konstituen
tumbuhan, misalnya tanin, sterol, terpenoid, dan flavonoid. Hampir semua glikosida
dapat dihidrolisis dengan pendidihan dengan asam mineral. Hidrolisis dalam
tumbuhan juga terjadi karena enzim yang terdapat dalam tumbuhan tersebut. Nama
enzimnya secara umum adalah beta glukosidase, sedangkan untuk ramnosa nama
enzimnya adalah ramnase.
6. Glikosida Antrakuinon
Golongan kuinon alam terbesar terdiri atas antrakuinon. Beberapa antrakuinon
merupakan zat warna penting dan sebagai pencahar. Keluarga tumbuhan yang kaya
akan senyawa jenis ini adalah Rubiaceae, Rhamnaceae, Polygonaceae.Antrakuinon
biasanya berupa senyawa kristal bertitik leleh tinggi, larut dalam pelarut organik
biasa, senyawa ini biasanya berwarna merah, tetapi yang lainnya berwarna kuning
sampai coklat, larut dalam larutan basa dengan membentuk warna violet merah
(Robinson, 1995).
7. Steroid/Triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan
isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu
skualen. Triterpenoid adalah senyawa tanpa warna, berbentuk kristal, sering kali
bertitik leleh tinggi dan aktif optik. Uji yang banyak digunakan ialah reaksi
Liebermann Burchard (asam asetat anhidrida H2SO4 pekat) yang kebanyakan
triterpena dan sterol memberikan warna hijau biru. Steroida adalah triterpena yang
kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenantren (Harborne, 1987).
Dahulu steroida dianggap sebagai senyawa satwa tetapi sekarang ini makin banyak
senyawa steroida yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan (fitosterol). Fitosterol
merupakan senyawa steroida yang berasal dari tumbuhan. Senyawa fitosterol yang
biasa terdapat pada tumbuhan tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol
(Harborne, 1987)
Beberapa peneliti melakukan kajian tumbuhan ini sebagai biopestisida. Buah yang
mentah, biji, daun dan akarnya mengandung senyawa kimia annonain. Bijinya
mengandung minyak 42 45 %, merupakan racun kontak dan racun perut.
Bermanfaat sebagai insektisida, repellent (penolak), dan antifeedant.
Dari tanaman sirsak telah berhasil diisolasi beberapa senyawa acetogenin antara lain
akan bersifat asimisin, bulatacin dan squamosin. Pada konsentrasi tinggi, senyawa
acetogenin anti feedant bagi serangga, sehingga menyebabkan serangga tidak mau
makan. Pada konsentrasi rendah bersifat racun perut dan dapat menyebabkan
kematian. Senyawa acetogenin bersifat sitotoksik sehingga menyebabkan kematian
sel. Bulatacin diketahui menghambat kerja enzin NADH ubiquinone reduktase yang
diperlukan dalam reaksi respirasi di mitokondria.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
2.
B. Saran
Petani agaknya supaya jangan terlalu tergantung pada pestisida sintetik, karena
juga dapat merugikan hewan lain. Petani supaya memanfaatkan tanaman-tanaman
disekitar mereka yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati.