Tujuan
Latar Belakang
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi obatobat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat yang
signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama. Interaksi obat dan
efek samping obat perlu mendapat perhatian. Sebuah studi di Amerika menunjukkan bahwa
setiap tahun hampir 100.000 orang harus masuk rumah sakit atau harus tinggal di rumah sakit
lebih lama dari pada seharusnya, bahkan hingga terjadi kasus kematian karena interaksi
dan/atau efek samping obat. Pasien yang dirawat di rumah sakit sering mendapat terapi
dengan polifarmasi (6-10 macam obat) karena sebagai subjek untuk lebih dari satu dokter,
sehingga sangat mungkin terjadi interaksi obat terutama yang dipengaruhi tingkat keparahan
penyakit atau usia. Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas
dan/atau pengurangan efektivitas obat. Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa
digunakan bersama-sama.
Sistem syaraf simpatis merupakan suatu pengaturan penting terhadap aktivitas organ-organ
seperti jantung dan pembuluh darah perifer, terutam dalam responnya terhadap keadaan stres.
Efek pokok dari perangsangan simpatis diperantarai oleh pelepasan noreprinefrin dari ujung
syaraf yang akan memacu adrenoseptor pada bagian pascasinaptik. Juga, dalam bereaksi
terhadap stress, kelenjar adrenal akan melepas epinefrin dari ujung syaraf yang diedarkan
dalam sirkulasi menuju jaringan sasaran. Obat-obat yang meniru kerja epineprin dan
nonepineprin ini disebut obat simpatomimetik yang diperkirakan akan memberi efek yang
luas pada tubuh. Memahami farmakologi obat golongan ini merupakan pengembangan logis
dari apa yang diketahui dalam aturan fisiologis ketekolamin. Di samping itu perlu diketahui
bagaimana mekanisme obat yang sifatnya antagonis terhadap obat simpatomimetik ini.
Landasan Teori
Interaksi obat adalah situasi di mana suatu zat memengaruhi aktivitas obat, yaitu
meningkatkan atau menurunkan efeknya, atau menghasilkan efek baru yang tidak diinginkan
atau direncanakan. Interaksi dapat terjadi antar-obat atau antara obat dengan makanan serta
obat-obatan herbal. Interaksi diklasifikasikan berdasarkan keterlibatan dalam proses
farmakokinetik maupun farmakodinamik. Interaksi farmakokinetik ditandai dengan
perubahan kadar plasma obat, area di bawah kurva (AUC), onset aksi, waktu paro dsb.
Interaksi farmakokinetik diakibatkan oleh perubahan laju atau tingkat absorpsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi. Interaksi farmakodinamik biasanya dihubungkan dengan
kemampuan suatu obat untuk mengubah efek obat lain tanpa mengubah sifat-sifat
farmakokinetiknya.
Dalam interaksi obat dengan reseptor umumna terdapat 2 tipe yaitu Agonis dan Antagonis.
1). Agonis
Agonis merupakan Interaksi obat dengan reseptor yang dapat berinteraksi dan
menghasilkan suatu stimulus yang kemudian menghasilkan respon fisiologi. Agonis
mempunyai harga = 1 karena mampu berikatan dengan reseptor dan menghasilkan efek
secara maksimum. Dalam menghasilkan respon fisiologi berlangsung melalui 2 cara :
a. Agonisme langsung,,
Dalam agonisme langsung intinya dalam menghasilkan efek atau respon fisiologi, obat
berikatan dengan reseptor yang kemudian mengakibatkan perubahan kondisi yang kemudian
menghasilkan perubahan di dalam sel yang kemudian menghasilkan respon fisiologi.
b. Agonisme Tidak langsung,,
Dalam agonisme tidak langsung ini diperantarai oleh senyawa Endogen tertentu. Senyawa
endogen merupakan suatu senyawa yang berasal dari dalam tubuh dan mempunyai fungsi
normal tertentu dalam tubuh, sebagai contoh Neurotransmitter.
2). Antagonis
Antagonis merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan pengurangan atau
penghapusan suatu respon fisiologi tertentu. Senyawa antagonis juga dapat berinteraksi
dengan reseptor tetapi tidak dapat menghasilkan efek, maka senyawa antagonis mempunyai
afinitas tetapi mempunyai harga = 0 karena tidak menghasilkan efek.
A. Atropin
Atropin (hiosiamin) ditemukan dalam tumbuhan Atropa Belladonna, atau Tirai Malam
Pembunuh, dan dalam Datura Stramonium, atau dikenal sebagai biji jimson ( biji Jamestown)
atau apel berduri. Anggota tersier kelas atropine sering dimanfaatkan efeknya untuk mata dan
system syaraf pusat.
FARMAKOKINETIK
1. a.
diserap dengan baik dari usus dan dapat menembus membrane konjuktiva.
Reabsobsinya diusus cepat dan lengkap, seperti alkaloida alamiah lainnya, begitu pula
dari mukosa. Reabsorbsinya melalui kulit dan mata tidak mudah.
2. b.
tubuh setelah penyerapan kadar tertentu dalam susunan saraf pusat (SSP) dicapai
dalam 30 menit sampai 1 jam, dan mungkin membatasi toleransi dosis bila obat
digunakan untuk memperoleh efek perifernya. Didistribusikan keseluruh tubuh
dengan baik.
3. c.
diberikan dengan massa paruh sekitar 2 jam kira-kira 60% dari dosis diekskresikan
kedalam urine dalam bentuk utuh. Sisanya dalam urine kebanyakan sebahagian
metabolit hidrolisa dan konjugasi. Efeknya pada fungsi parasimpatis pada semua
organ cepat menghilang kecuali pada mata. Efek pada iris dan otot siliaris dapat
bertahan sampai 72 jam atau lebih. Ekskresinya melalui ginjal, yang separuhnya
dalam keadaan utuh. Plasma t1/2 nya 2-4 jam.
FARMAKODINAMIKA
Mekanisme Kerja.
Atropine memblok aksi kolinomimetik pada reseptor muskarinik secara reversible
(tergantung jumlahnya) yaitu, hambatan oleh atropine dalam dosis kecil dapat diatasi oleh
asetilkolin atau agonis muskarinik yang setara dalam dosis besar. Hal ini menunjukan adanya
kompetisi untuk memperebutkan tempat ikatan. Hasil ikatan pada reseptor muskarinik adalah
mencegah aksi seperti pelepasan IP3 dan hambatan adenilil siklase yang di akibatkan oleh
asetilkolin atau antagonis muskarinik lainnya. Efektifitas obat muskarinik bervariasi dan
bergantung pada jaringan yang di observasi. Jaringan yang memiliki kesensitifan tinggi
terhadap atropine adalah kelenjar ludah , bronkial dan kelenjar keringat. Atropine sangat
selektif terhadap reseptor muskarinik. Penggunaan Atropine terhadap mata dapat
menimbulkan efek pelebaran pupil dan berkurangnya akomodasi (2,3)
Termoregulasi keringat di tekan pula oleh atropine. Reseptor muskarinik pada kelenjar
keringat ekrin dipersarafi oleh serabut kolinergik simpatetik dan dapat dipengaruhi oleh obat
antimuskarinik. Hanya pada dosis tinggi efek antimuskarinik pada orang dewasa akan
menimbulkan peninggian suhu tubuh. Sedangkan pada bayi dan anak-anak maka dalam dosis
biasapun sudah menimbulkan demam atropine (atropine fever).
B. ADRENALIN
Adrenalin adalah sebuah hormon yang memicu reaksi terhadap tekanan dan kecepatan gerak
tubuh kita. Tidak hanya gerak, hormon ini pun memicu reaksi terhadap efek lingkungan
seperti suara derau tinggi atau cahaya yang terang. Reaksi yang kita sering rasakan adalah
frekuensi detak jantung meningkat, keringat dingin dan keterkejutan.(6)
Adrenalin (epinefrin) yang merupakan zat adrenergikini dengan efek alfa + beta adalah
Bronkchodilata terkuat dengan kerja cepat tetapi singkat yang digunakan untuk serangan
asma yang hebat. Seringkali senyawa ini dikombinasikan dengan tranguillizer peroral guna
melawan rasa takut dan cemas yang menyertai serangan. Secara oral, adrenalin tidak aktif.(1,6)
Mekanisme Adrenalin
Adrenalin selalu akan dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah arteriel dan
memicu denyut dan kontraksi jantung sehingga menimbulkan tekanan darah naik seketika
dan berakhir dalam waktu pendek. Betabloker akan selalu juga menghambat frekuensi dan
konduksi jantung pada dosis terapi dan morfin juga selalu akan mengurangi rasa sakit dan
menghambat pernapasan dalam dosis lebih besar. Semua reaksi ini merupakan dosedependent reactions yang nyata. Dengan demikian banyak obat lain bisa kita golongkan
kedalamnya seperti kontaseptif oral, insulin, dsb. Obat sejenis ini termasuk daftar Obat
Esensial.(3)
Efek samping
Efek samping berupa efek sentral (gelisah, tremor, nyeri kepala) dan terhadap jantung
(palpasi,aritmia), terutama pada dosis lebih tinggi. Timbul hiperglikemia, karena efek anti
diabetika oral diperlemah.(2,3,5)
1. Pembuluh darah
Tonus otot polos vascular diatur oleh adrenoreseptor; oleh karena itu, katelokamin menjadi
penting dalam mengatur tahanan vaskuler perifer dan kapasitas vena.. pembuluh darah kulit
dan daerah splanknikus didominasi oleh reseptor alfa dan akan berkontraksi bila ada
adrenalin.
1. Jantung
Efek langsung pada jantung ditentukan terutama oleh reseptor beta. Reseptor beta
meningkatkan kalsium kedalam sel otot jantung, dengan segala akibat perubahan listrik dan
mekaniknya.
1. Tekanan darah
Efek obat simpatomimetik terhadap tekanan darah dapat diuraikan berdasarkan efeknya
terhadap jantung, tahanan vaskuler perifer, dan aliran balik vena.
1. Mata
Otot dilator pupil radialis iris mengandung reseptor alfa; oleh karena itu aktivitas dengan obat
seperti adrenalin akan menyebabkan meridiasis.Sementara antagonis Beta menurunkan
produksi cairan bola mata, efek ini sangat penting dalam pengelolaan glaukoma (penyebab
utama kebutaan). Pacu alfa dan beta berefek penting pada tekanan dalam bola mata.
Hipotesis
Interaksi antara adrenalin dengan atropine akan memberikan efek yang negative terhadap
kerja sistem saraf karena bersifat antagonis.
Bahan:
Larutan Atropin
Larutan Adrenalin
Kelinci (Rabbit)
Cara Kerja
1. Dilakukan observasi terhadap kelinci pada Occuli dextra maupun sinistra, yaitu:
a. Diameter pupil (dalam mm) jarak horizontal kedua pinggir paling lateral pupil
b. Besar bola mata : normal , menonjol keluar (exophathalamus), menonjol
kedalam (enaphalimus)
c. Reflex ancaman (refleks cornea) menggunakan kapas atau tissue
d. Reflex cahaya (direct maupun indirect)
e. Sekresi kelenjar air mata
f. Konsistensi bola mata :keras/ lunak
g. Kelainan Gerakan bola mata (misal Seperti nystagmus )
h. Kelainan Palpebra (misalnya ptosis atau jatuhnya palperba)
2. Ditetesi larutan adrenalin pada mata kiri dan kanan pada menit ke 10
3. Efek yang ditimbulkan diobservasi
4. Dalam interval 10 menit (menit ke 20) larutan adrenalin diteteskan di mata kanan
sementara larutan atropine di mata kiri
5. Efek yang ditimbulkan diobservasi
Hasil Pengamatan
(tergantung)
PEMBAHASAN
Parasimpatomimetik
Parasimpatikolitik
Obat yang digunakan untuk melawan efek dari perangsangan saraf
parasimpatik,
dan
merupakan
antagonis
dari
obat-obat
parasimpatomimetik, juga disebut antikolinergik.
Simpatolitik
Obat yang menekan (mengerem) aktivitas saraf simpatis atau melawan
kerja simpatomimetik, juga disebut sebagai adrenolitik.
Simpatomimetik
Obat golongan ini disebut obat adrenergik karena efek yang ditimbulkan
mirip perangsangan saraf adrenergik,atau mirip efek neurotransmitor
norepinefrin dan epinefrin dari susunan saraf simpatis
Atropin
Atropin, memiliki aktivitas kuat terhadap reseptor muskarinik, dimana obat ini
terikat secara kompetitif sehingga mencegah asetilkolin terikat pada tempatnya di
reseptor muskarinik. Atropin menyekat reseptor muskarinik baik di sentral maupun
di saraf tepi. Kerja obat ini secara umum berlangsung sekitar 4 jam kecuali bila
diteteskan ke dalam mata maka kerjanya akan berhari-hari. Kerja : Atropin
menyekat semua aktivitas kolinergik pada mata sehingga menimbulkan midriasis
(dilatasi pupil), mata menjadi bereaksi terhadap cahaya dan sikloplegia
(ketidakmapuan memfokus untuk penglihatan dekat).
Atropin+Adrenalin
Penambahan adrenalin pada atropine akan memperpanjang masa kerja obat
serta meningkatkan penyebaran molekul yang masuk ke SSP.
Dalam hal ini kelinci sebagai sampel memiliki enzim khusus satropin esterase
yang membuat proteksi lengkap terhadap efek toksik atropine dengan
mempercepat metabolisme obat. Efek obat antimuskarinik pada mata
lainnya adalah mengurangi sekresi air mata. Selain itu kombinasi atropin
dengan adrenalin menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan untung
mengakomodasi sehingga mata tidak dapat memfokus untuk melihat dekat.
Di samping itu terjadi eksoftalmus pada kelinci (tolong lanjutkan)
Adrenalin
Adrenalin adalah suatu katekolamin(merupakan simpatomimetik amin),
dengan aksi farmakologi: pada mata menimbulkan midriasis(pelebaran pupil)
Adrenalin+Adrenalin
Penambahan adrenalin akan memperpanjang waktu paruh obat sehingga
midriasis pada mata berlangsung lebih lama.
Dari uraian tersebut didapati beberapa hasil yang kurang tepat bila diacukan
pada literature. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil
yang diperoleh pada percobaan dengan yang ada pada literatur yaitu sebagai
berikut :
1. Praktikan tidak terlalu memperhatikan efek farmakodinamik yang
terjadi pada hewan uji.
2. Praktikan kurang teliti dalam memerhatikan perubahan yang terjadi
pada kelinci
3. Keadaan kelinci yang sakit atau mengalami kelainan genetis.