PENDAHULUAN
Sungai Musi dengan panjang lebih kurang 700 km merupakan sungai terbesar di
Sumatera Bagian Selatan yang melewati dua propinsi. Sungai ini berasal dari pegunungan Bukit
Barisan, Propinsi Bengkulu, mengalir menuju muara ke Selat Bangka, Propinsi Sumatera
Selatan, setelah melewati daerah Kabupaten Lahat, Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Musi
Banyuasin, Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Kotamadya Palembang. Oleh karenanya Sungai
Musi banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk keperluan rumah tangga, transportasi, irigasi
dan perikanan. Bahkan banyak perusahaan perusahaan besar yang melakukan kegiatan industri
di sekitar Sungai Musi. Akibat adanya aktivitas tersebut banyak limbah yang dibuang ke badan
perairan, sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas perairannya. Hal ini juga
dapat menyebabkan perubahan faktor lingkungan sehingga akan berakibat buruk bagi kehidupan
organisme air. Menurut Suriawira (1999) dalam Simamora (2009), berubahnya kualitas suatu
perairan sangat mempengaruhi kehidupan biota yang hidup di dasar perairan.
Salah satu biota air yang sebagian besar atau seluruh hidupnya berada di dasar perairan,
hidup secara sesil, merayap atau menggali lubang adalah makrozoobenthos (Payne, 1996 dalam
Simamora, 2009). Makrozoobenthos pada umumnya tidak dapat bergerak dengan cepat,
ukurannya besar sehingga mudah untuk diidentifikasi dan habitatnya di dalam dan di dasar
perairan (Odun, 1994 dalam Simamora, 2009). Dengan sifat demikian, perubahan kualitas air
substrat hidupnya sangatlah mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman makrozoobenthos.
Kelimpahan dan keanekaragaman ini sangat bergantung pada toleransi dan aktivitas dan
sensitivitas terhadap perubahan lingkungan. Kisaran toleransi dari makrozoobenthos terhadap
lingkungan adalah berbeda beda (Wilhm, 1975 dalam Simamora, 2009). Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas makrozoobenthos di hilir Sungai Musi, untuk
mengetahui pengaruh parameter fisika kimia pada kehidupan makrozoobenthos, dan untuk
mengetahui kondisi perairan di hilir Sungai Musi khususnya sekitar perairan PT. Pertamina dan
PT. SAP.
METODE PENELITIAN
Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 17 April sampai 15 Juni 2014. Lokasi pengambilan
sampel dilakukan di hilir Sungai Musi sekitar perairan PT. Pertamina dan PT. SAP, kecamatan
Mariana, kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan dan analisis dilakukan di laboratorium Balai
Penelitian Perikanan Perairan Umum, Kota Palembang, Sumatera Selatan.
Penentuan titik stasiun
Pengambilan titik stasiun ditentukan secara purposive berdasarkan perbedaan kondisi
sekitar yang bisa dianggap mewakili kondisi perairan di sekitar PT. Pertamina dan PT. SAP.
Pengambilan sampel dilakukan dua kali yaitu :
1.Bulan April 2014, saat perairan sedang pasang
2.Bulan Mei 2014, saat perairan sedang surut
Sampling dilakukan pada 6 stasiun yaitu :
1. Stasiun 1 : Koordinat 02059. 403S, 104049. 161E, 500 m sebelum PT. Pertamina
dengan kondisi di sekitar stasiun 1 terdapat banyak rumah penduduk.
2. Stasiun 2 : Koordinat 02059.546S, 104050.212E, stasiun 2 terletak di tempat
pembuangan limbah pabrik PT. Pertamina tepatnya di muara sungai ogan.
3 .Stasiun 3 : Koordinat 02058.830S, 10409.452E, 800 m setelah PT. Pertamina
dengan kondisi di sekitar stasiun 3 dekat dengan sawah yang dimiliki oleh warga
sekitar.
4. Stasiun 4 : Koordinat 02058.492S, 104051.850E, 600 m sebelum PT. SAP dengan
kondisi di sekitar stasiun 4 dekat dengan rumah sakit dan banyak pemukiman
penduduk.
5. Stasiun 5 : Koordinat 02057.435S, 104052.822E, stasiun 5 terletak di depan pabrik
PT. SAP.
6. Stasiun 6 : Koordinat 02057.299S, 104052.956E, 400m setelah PT. SAP dengan
kondisi di sekitar stasiun 6 terdapat pemukiman penduduk.
10. 000 x a
Rumus :
K=
bxn
= Jumlah ulangan
H = - pi ln pi
Keterangan : H = Indeks keanekaragaman
Pi = ni/N
ni = Jumlah masing masing individu dalam jenis ke i
N = Jumlah total individu dalam stasiun ke i
rumus :
C = (ni/N)2
Keterangan : C
= Indeks dominansi
ni
= Jumlah individu ke i
Bila nilai C mendekati 0, ini berarti dalam suatu komunitas tidak ada salah satu
spesies yang mendominansi, hal ini mencerminkan bahwa komunitas tersebut
adalah stabil yang berarti pula ekosistemnya adalah stabil.
2.
E = H/ln s
Keterangan : E
= Indeks keseragaman
H = Indeks keanekaragaman
s
= Jumlah spesies
Taksa
Filum
Annelida
Class
Family
Oligochaeta Tubifidae
Bivalvia
Gastropoda
Arthropoda Crustacea
Tubifex sp.
Limnodrilus sp.
Lumbriculidae Lumbriculus sp.
Naididae
Dero sp.
Nephtydae
Nephty sp.
Nereidae
Nereis sp.
Namalycastis sp.
Corbiculidae
Corbicula sp.
Neritidae
Clithon sp.
Palaemonidae Metapenaeus sp.
Stasiun 1
Stasiun 3
Polychaeta
2
3
Genus
Mollusca
80
60
40
20
0
Stasiun 2
Stasiun 4
Stasiun 5
Tubifex sp.
Limnodrilus sp.
Lumbriculus sp.
Dero sp.
Nephty sp.
Nereis sp.
Namalycastis sp.
Corbicula sp.
Clithon sp.
Metapenaeus sp.
Stasiun 6
80
60
40
20
0
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 4
Stasiun 5
Tubifex sp.
Limnodrilus sp.
Lumbriculus sp.
Dero sp.
Nephty sp.
Nereis sp.
Namalycastis sp.
Corbicula sp.
Clithon sp.
Metapenaeus sp.
Stasiun 6
makrozoobenthos di daerah hilir Sungai Musi didominasi oleh jenis Tubifex sp. dari kelas
Oligochaeta.
Tabel 1. Kepadatan makrozoobenthos masing masing stasiun pada bulan April 2014.
Kepadatan (Ind/m2)
Jenis
S. 1
S. 2
S.3
S.4
S.5
S.6
Tubifex sp.
67
2400
733
122
1411
1644
Limnodrilus sp.
378
1233
700
167
511
644
Lumbriculus sp.
22
Dero sp.
11
Nephty sp.
189
22
Nereis sp.
44
Namalycastis sp.
22
11
Corbicula sp.
33
22
11
22
33
Clithon sp.
Metapenaeus sp.
Total
689
3633
1456
322
1978
2378
Tabel 2. Kepadatan makrozoobenthos masing masing stasiun pada bulan Mei 2014
Kepadatan (Ind/m2)
Jenis
S. 1
S. 2
S.3
S.4
S.5
S.6
Tubifex sp.
111
2100
2100
122
1033
1344
Limnodrilus sp.
300
1033
1033
56
600
400
Lumbriculus sp.
44
Dero sp.
11
111
Nephty sp.
56
67
22
Nereis sp.
56
44
Namalycastis sp.
44
89
11
Corbicula sp.
22
33
22
Clithon sp.
11
Metapenaeus sp.
11
11
Total
544
3133
3133
300
1833
1956
Secara keseluruhan kepadatan jenis makrozoobenthos berkisar antara 300 ind/m2 3633
ind/m2, selama 2 kali pengambilan sampel pada bulan April dan Mei 2014 kepadatan jenis
makrozoobenthos tertinggi terdapat pada stasiun 2, 5, dan 6. Stasiun 2 mewakili pabrik industri
minyak bumi PT. Pertamina, stasiun 5 mewakili pabrik industri minyak kelapa sawit PT. SAP
dan stasiun 6 mewakili pemukiman padat penduduk. Dengan adanya hubungan dengan kondisi
lingkungan di stasiun yang mendapat pengaruh antropogenik berupa masukan limbah dan
bahan organik maka akan menimbulkan kondisi lingkungan yang tercemar kemudian diikuti
tingginya jumlah makrozoobenthos yang toleran terhadap bahan pencemar (Setiawan, 2008).
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa jenis Tubifex sp. dan Limnodrilus sp. yang
mendominasi di semua stasiun, sebagaimana diketahui bahwa kelas Oligochaeta seperti Tubifex
sp., Limnodrilus sp., Aulodrilus sp. merupakan jenis yang mempunyai tingkat toleran yang
tinggi terhadap pencemar terutama bahan organik yang tinggi dan tahan pada kandungan
oksigen yang rendah, hal ini menggambarkan bahwa adanya pencemaran bahan organik yang
ada di daerah tersebut walaupun kadar oksigen terlarutnya masih mendukung kehidupan
makrozoobenthos, sehingga kepadatannya cukup tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya.
Indeks Komunitas Ekologi
Tabel 3. Nilai indeks komunitas ekologi pada bulan April dan Mei 2014
Stasiun
1
2
3
4
5
6
Indeks
Keanekaragaman
April
Mei
1,2
1,0
0,6
0,6
0,9
0,7
1,0
1,4
0,7
1,1
0,8
1,0
Indek Keseragaman
April
Mei
0,7
0,6
0,9
0,9
0,6
0,5
0,7
0,9
0,4
0,6
0,5
0,5
Indeks Dominansi
April
Mei
0,4
0,4
0,6
0,6
0,6
0,5
0,4
0,3
0,6
0,4
0,6
0,5
Secara keseluruhan dari hasil pengamatan yang dilakukan pada bulan April 2014 Mei
2014 dapat dilihat dari indeks keanekaragamannya cenderung rendah yakni berkisar antara 0,6
sampai 1,4. pengamatan pertama Indeks keanekaragaman terendah ada pada stasiun 2 yakni
sebesar 0,6. Rendahnya indeks keanekaragaman ini disebabkan melimpahnya jumlah dari
genus Tubifex sp., Sehingga menyebabkan penyebaran jumlah dari individu spesies lain tidak
merata. Odum (1994) dalam Simamora (2009), menyatakan keanekaragaman jenis dipengaruhi
oleh pembagian atau penyebaran individu dalam tiap jenisnya, karena suatu komunitas
walaupun banyak jenisnya tetapi bila penyebaran individunya tidak merata maka
keanekaragaman jenis dinilai rendah. Brower et. al (1990) dalam Simamora (2009) menyatakan
bahwa suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila
terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing masing spesies relatif merata.
Nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H) bisa digunakan sebagai sebagai
indikator untuk mengetahui pencemaran disuatu perairan. Menurut Lee, dkk. (1975) dalam
Fachrul (2007) menyatakan tingkat pencemaran berdasarkan indeks keanekaragaman ShannonWiener sebagai berikut :
Tabel 4. Tingkat pencemaran berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H)
No.
Indeks Keanekaragaman
Tingkat Pencemaran
1.
> 2,0
Tidak tercemar
2.
2,0 1,5
Tercemar ringan
3.
1,5 1,0
Tercemar Sedang
4.
< 1,0
Tercemar berat
Berdasarkan tabel diatas, maka dapat diperoleh bahwa pada pengamatan 1 stasiun 2, 3, 5,
dan 6 termasuk dalam kategori tercemar berat sedangkan pada stasiun 1 dan 4 termasuk dalam
kategori tercemar sedang. Sedangkan pada pengamatan yang ke 2 stasiun 1, 4, 5, dan 6
termasuk dalam kategori tercemar sedang dan stasiun 2 dan 3 termasuk dalam kategori
tercemar berat. Walaupun begitu jika dilihat dari hasil pengamatan parameter fisika kimia di
perairan sekitar PT. Pertamina dan PT. SAP, dapat dikatakan bahwa perairan tersebut masih
dapat mendukung kehidupan makrozoobenthos meskipun hanya jenis jenis yang toleran dan
fakultatif saja yang mampu hidup di perairan tersebut.
Namun baik buruknya kondisi suatu perairan tidak dapat hanya dilihat dari
faktor
biologisnya tetapi bisa juga dipengaruhi faktor lain. Menurut Odum (1971) dalam Setiawan
(2008), mengatakan bahwa penilaian tercemar tidaknya suatu ekosistem tidak sedemikian
mudah terdeteksi dari hubungan antara keanekaragaman dan kestabilan komunitasnya. Sistem
yang stabil dalam pengertian tahan terhadap gangguan atau bahan pencemar dapat saja
memiliki keanekaragaman yang rendah atau tinggi, hal ini tergantung dari fungsi aliran energi
yang terdapat pada perairan tersebut.
Paramater lingkungan perairan
Tabel 5. Parameter fisika kimia pada bulan April Mei 2014
Stasiun
Parameter
April
Mei
April
Mei
April
Mei
April
Mei
April
Mei
April
Mei
Suhu (0C)
30,3
29,4
29,8
31,2
31
29,9
30,6
31.2
30,4
29,9
31,7
30,4
Kecerahan (cm)
30
20,5
26
33,5
40
70
21,3
17
22,2
22
22
14
Kedalam (m)
2,2
1,3
3,2
2,2
1,7
0,7
1,4
1,1
1,5
0,8
0,8
0,5
Arus (m/s)
0,1
0,1
0,2
0,3
0,1
0,1
0,1
0,1
0,2
0,1
0,2
0,1
pH
5,5
DO (mg/l)
4,77
4,02
4,58
2,04
3,41
1,57
4,11
3,03
4,25
3,42
4,21
2,8
BOD (mg/l)
3,87
3,86
3,53
1,56
2,89
1,52
3,56
2,68
3,53
2,71
3,55
1,51
Nitrat (mg/l)
0,065
0,24
0,061 0,20
Phosp (mg/l)at
0,032
0,073 0,026 0,044 0,015 0,027 0,024 0,072 0,029 0,064 0,042 0,075
0,045 0,18
0,096 0,23
0,092 0,23
0,051 0,24
Hasil pengamatan parameter fisika kimia diperoleh bahwa suhu di bagian hilir Sungai
Musi sekitar perairan PT. Pertamina dan PT. SAP pada bulan April dan Mei 2014 berkisar antara
29 31,70C, nilai suhu tersebut menunjukkan keadaan yang tidak berfluktuasi. Hal ini karena
pengamatan dilakukan pada saat siang hari dan cuaca di lokasi sedang cerah. Menurut Welch
(1980) dalam Retnowati (2003) suhu yang berbahaya bagi makrozoobenthos adalah suhu yang
berkisar antara 35 - 400 C. Dengan demikian dari hasil pengamatan bulan April Mei 2014
kisaran suhu selama pengamatan tidak terlalu membahayakan bagi kehidupan makrozoobenthos.
Sedangkan untuk kecerahan yang diukur pada bulan April dan Mei 2014 berkisar antara
14 70. Perbedaan kecerahan di masing masing stasiun dipengaruhi oleh banyak factor seperti
: cahaya, adanya sedimentasi, arus, kedalaman, dan warna air. Kecerahan selama pengamatan
cenderung rendah, hal ini diakibatkan karena pada perairan sekitar area industri sungai musi
telah mengalami sedimentasi yang cukup tinggi. Sehingga dasar perairan menjadi kaya akan
sedimen lumpur dan banyak kapal yang melintas di perairan tersebut yang mengakibatkan
kekeruhan pada perairan cukup tinggi. Selain itu adanya lapisan minyak di permukaan perairan
menyebabkan penyerapan cahaya ke dalam air menjadi terganggu. Hal ini tentunya dapat
mempengaruhi kondisi lingkungan perairan tersebut.
Kedalaman air di daerah litoral sungai musi pada bulan April dan Mei 2014 termasuk
dalam kategori dangkal berkisar antara 0,5 2,2 meter. Kedalaman sangat dipengaruhi oleh
fenomena pasang surut perairan. Kedalaman dapat mempengaruhi kondisi lingkungan di suatu
perairan seperti : suhu, kekeruhan, kecerahan dan lain lain, sehingga akan mempengaruhi
penyebaran dan komposisi makrozoobenthos di perairan tersebut.
Kecepatan arus di bagian hilir Sungai Musi sekitar perairan PT. Pertamina dan PT. SAP
pada bulan April dan Mei 2014 tergolong sangat lambat yakni berkisar antara 0,1 0,3 m/s.
Kecepatan arus ditentukan oleh kemiringan, kekasaran, kedalaman, dan kelebaran dasarnya
(Odum, 1993 dalam Hutapea, 2007). kecepatan arus dapat mempengaruhi substrat dasar pada
sungai. Perbedaan substrat dasar dapat mempengaruhi komposisi jenis dan penyebaran spesies
dari makrozoobenthos pada perairan tersebut.
Nilai pH pada bulan April dan Mei 2014 berkisar antara 4 6. Perbedaan pH pada
masing masing stasiun dipengaruhi oleh aktifitas yang ada pada stasiun tersebut. Nilai pH
dipengaruhi oleh beberapa parameter antara lain, aktivitas biologi, suhu, kandungan oksigen, dan
adanya ion ion. Nilai pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Secara
keseluruhan pH yang diamati di perairan hilir Sungai Musi sekitar PT. Pertamina dan PT. SAP,
masih dapat mendukung kehidupan makrozoobenthos.
Kadar oksigen terlarut (DO) yang ada di setiap stasiun pada bulan April dan Mei 2014
berkisar antara 1 4,77 mg/l. Kadar DO di dalam perairan dipengaruhi oleh banyak faktor
seperti : suhu, difusi oksigen udara melalui permukaan air, aliran air, air hujan dan hasil
fotosintesis tumbuhan air pada siang hari. Kadar DO pada perairan dapat menunjukkan kondisi
di suatu perairan.
Nilai Biochemical Oxygen Demand (BOD) pada bulan April dan Mei 2014 berkisar
antara 2,6 3,86 mg/l. Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya,
tetapi hanya menunjukkan secara relatif oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan
bahan buangan (Fardiaz, 1992 dalam Setiawan, 2008). Oleh karenanya nilai BOD pada suatu
perairan dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi lingkungan pada suatu perairan. Nilai
BOD dengan nilai DO sangat berhubungan erat, hal ini dikarenakan dengan meningkatnya bahan
organik akan mengakibatkan bertambahnya permintaan oksigen dari perairan untuk menguraikan
bahan organik tersebut sehingga akan mempengaruhi kadar oksigen terlarut di perairan tersebut.
Menurut Effendi (2000), BOD berpengaruh terhadap kondisi zoobenthos pada perairan, hal ini
dimungkinkan karena adanya bahan organik yang diuraikan oleh mikroba aerob yang
memerlukan oksigen dan mikroba tersebut merupakan makanan alami dari makrozoobenthos.
Kadar nitrat pada Bulan April dan Mei 2014 berkisar antara 0,045 0,24 mg/l. kadar
nitrat pada bulan Mei 2014 cenderung lebih tinggi daripada bulan April 2014, hal ini disebabkan
oleh surutnya air pada saat pengamatan kedua. Pada saat air surut massa air akan menjadi
berkurang sehingga partikel partikel yang tersuspensi menjadi meningkat. Selain itu,
Pencemaran dari pemupukan, kotoran hewan dan manusia merupakan penyebab tingginya kadar
nitrat.
Kadar nitrat pada Bulan April dan Mei 2014 berkisar antara 0,015 0,075 mg/l. .
Kandungan fosfat dapat berubah tergantung akumulasi unsur hara yang masuk ke perairan
terutama dari kegiatan pertanian. Kadar orto-fosfat di perairan dapat digunakan untuk
memperkirakan kesuburan di perairan tersebut.
Apabila di tinjau dari segi parameter fisika kimia dapat dikatakan bahwa Karakteristik
perairan di hilir sungai musi di sekitar perairan PT. Pertamina dan PT. SAP adalah kecepatan
arusnya relatif lambat, kadar oksigen rendah, BOD tinggi, Kecerahannya rendah dan memiliki
kandungan bahan organik yang cukup tinggi. Berdasarkan parameter parameter yang diamati
perairan hilir Sungai Musi di sekitar PT. Pertamina dan PT. SAP termasuk dalam kriteria
perairan
yang
baik
untuk
mendukung
kehidupan
organisme
akuatik
khususnya
tergolong rendah.
Kepadatan total spesies masing masing stasiun bulan April 2014 hingga Mei 2014
bervariasi yakni berkisar antara 300 Ind/m2 3633 Ind/m2. Hal ini disebabkan karena
adanya perbedaan kondisi lingkungan dimasing masing stasiun.
2. Apabila di tinjau dari segi parameter fisika kimia dapat dikatakan bahwa Karakteristik
perairan di hilir sungai musi di sekitar perairan PT. Pertamina dan PT. SAP adalah
kecepatan arusnya relatif lambat, kadar oksigen rendah, BOD tinggi, Kecerahannya
rendah dan memiliki kandungan bahan organik yang cukup tinggi. Namun masih termasuk
dalam kriteria perairan yang baik untuk mendukung kehidupan organisme akuatik
khususnya makrozoobenthos. Walaupun sebenarnya tergolong perairan yang tercemar
karena banyak limbah limbah industri seperti minyak dan limbah limbah rumah
tangga seperti sampah
keanekaragaman (H) perairan di bagian hilir Sungai Musi sekitar PT. Pertamina dan PT.
SAP tergolong dalam kategori perairan tercemar berat dan tercemar sedang.
Saran
Saran yang dapat disampaikan penulis supaya kondisi perairan Sungai Musi dapat tetap
terjaga :
1. Agar perusahaan perusahaan yang ada di sekitar Sungai Musi harus memiliki instalasi
pengelolaan air limbah (IPAL), sehingga melalui pengelolaan limbah yang baik dan benar,
limbah limbah industri yang akan mereka buang di perairan Sungai Musi dapat
dikurangi.
2. Perlu
dilakukan
penelitian
lebih
lanjut
untuk
mengetahui
struktur
komunitas
makrozoobenthos yang ada di perairan Sungai Musi mulai dari hulu hingga muaranya.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Indonesia. 2005. Air dan Air Limbah Bagian 31 : Cara Uji Kadar
Fosfat Dengan Spektrofotometer Secara Asam Askorbat.
Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air : bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan
perairan. Yogyakarta : KANISIUS.
Fachrul, M. F. 2006. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta : Bumi Aksara.
Fauchald K. 1977. The Polychaete Worms Definitions and Keys to the Order, Families
and Genera. Los Angeles : Natural History Museum of Los Angeles County.
Honatta, L. 2010. Struktur Komunitas Makrozoobentos di Danau Lido, Bogor, Jawa
Barat. Bogor : IPB.
Hutapea, Daud D. M. P. 2007. Struktur Komunitas Makrozoobenthos Dan Parameter
Fisika & Kimia Untuk Menduga Kualitas Perairan Di Sungai Cihideung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bogor : IPB.
Hafshah, Ghina Ilmia, Hensen Suherman, dan Yaniar Mulyani. 2012. Hubungan Limbah
Organik Dengan Struktur Komunitas Makrozoobenthos Di Sungai Musi Bagian
Hilir. Bandung : Universitas Padjajaran.
Kusnoto. 1956. Treubia : A Journal Of zoology, Hydrobiology And Oceanography Of
The Indo-Australian Archipelago. Bogor : IPB.
Nybakken J. W. 1992. Biologi Laut (penerjemah : Eidman M., Koesoebiono, & Bengen
D. G.). Jakarta : PT. Gramedia.
Milligan R. M. 1997. Identification Manual For The Aquatic Oligochaeta Of Florida
Volume I Freshwater Oligochaetes. Florida : Florida Departement of
Environmental Protection.
Odum, E. P. 1993. Dasar Dasar Ekologi (penerjemah Samingan T.). Edisi ke-3.
Yogyakarta : UGM.
Retnowati, D. N. 2003. Struktur Komunitas Makrozoobentos dan Beberapa Parameter
Fisika Kimia Perairan Situ Rawa Besar, Depok Jawa Barat. Bogor : IPB.
Samuel dan Susilo A. 2008. Zonasi, Karakteristik Fisika-Kimia Ai Dan Jenis-Jenis Ikan
Yang Tertangkap di Sungai Musi, Sumatera Selatan. Sumatera Selatan : Balai
Riset Perikanan Perairan Umum Palembang.