Anda di halaman 1dari 44

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tidak tahu menjadi tahu, ini terjadi
karena seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Peningkatan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penciuman,
penglihatan, pendengaran, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Wawan, 2010, p.11).
Pengetahuan merupakan faktor penting dalam menentukan perilaku
seseorang karena pengetahuan dapat menimbulkan perubahan persepsi dan
kebiasaan masyarakat. Pengetahuan yang meningkat dapat merubah
persepsi masyarakat tentang penyakit. Meningkatnya pengetahuan juga
dapat mengubah perilaku masyarakat dari yang negatif menjadi positif,
selain itu pengetahuan juga membentuk kepercayaan (Wawan, 2010, p.12).
b. Tingkat Pengetahuan
Notoadmodjo (2003, p.122) membagi 6 (enam) tingkat pengetahuan
yang dicapai dalam domain kognitif yaitu :

1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk dalam tingkat pengetahuan ini adalah
mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2) Memahami (comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang suatu obyek yang diketahui dan dimana dapat
menginterprestasikan secara benar
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang sudah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.
4) Analisis (analysis)
Analisis yaitu kemampuan untuk menyatakan atau menjabarkan suatu
materi atau obyek ke dalam keadaan komponen-komponen tetapi
masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih saling berkaitan
satu

sama

lain.

Analisis

merupakan

kemampuan

untuk

mengidentifikasi, memisahkan dan sebagainya.


5) Sintesis (syntesis)
Sintesis adalah kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru, dengan kata lain

sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari


formulasi yang ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap materi atau obyek. Penilaian itu berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang
telah ada.
c. Proses Perilaku TAHU
Perilaku menurut Rogers (1974) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003,
p.121) yaitu semua kegiatan atau aktivitas manusia yang dapat diamati
langsung atau tidak dapat diamati dari pihak luar. Akan terjadi proses yang
berurutan sebelum mengadopsi perilaku yang baru dalam diri seseorang,
yakni :
1) Kesadaran (awareness)
Di mana seseorang telah menyadari dalam arti mengetahui terlebih
dahulu terhadap obyek.
2) Merasa Tertarik (interest)
Di mana seseorang mulai menaruh perhatian dan tertarik pada obyek.
3) Menimbang-nimbang (evaluation)
Seseorang akan mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap
obyek tersebut, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik

4) Mencoba (trial)
Di mana individu mulai mencoba perilaku baru.
5) Adaptation dan sikapnya terhadap obyek.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pengadopsian perilaku
yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran yang positif, maka perilaku
tersebut akan bersifat langgeng, namun sebaliknya jika perilaku tidak
didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku tersebut
bersifat sementara. Perilaku manusia dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu
aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari
berbagai gejolak kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap
dan sebagainya yang ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor
pengalaman keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah :
1) Faktor internal
a) Pendidikan
Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal
yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas
hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip Notoatmodjo (2003),
pendidikan dapat mempengaruhi seseorang juga perilaku seseorang
akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan

serta dalam pembangunan. Pada umumnya makin tinggi pendidikan


seseorang makin mudah menerima informasi (Nursalam, 2003).
b) Pekerjaan
Pekerjaan menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003),
adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang
kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber
kesenangan,

tetapi

merupakan

cara

mencari

nafkah

yang

membosankan, berulang dan banyak tantangan. Bekerja umumnya


yaitu kegiatan yang menyita waktu
c) Umur
Usia yang dikutip Nursalam (2003) menurut Elisabeth Bh yaitu umur
individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.
Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam
berfikir dan bekerja.
Usia reproduksi wanita di golongkan menjadi dua yaitu usia
reproduksi sehat dan usia reproduksi tidak sehat. Usia reproduksi
tidak sehat yaitu mulai dari umur 20 tahun sampai 35 tahun.
Sedangkan usia reproduksi tidak sehat yaitu kurang dari 20 tahun dan
lebih dari 35 tahun (Manuaba, 1998, p.14)

2) Faktor eksternal
a) Lingkungan
Menurut Ann Mariner yang dikutip Nursalam (2003), lingkungan
merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan
pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku
orang atau kelompok.
b) Sosial-budaya
Sistem sosial-budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi
sikap dalam menerima informasi yang didapat.
Menurut Lawrence Green (1991, pp.154-167), faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku khususnya yang berhubungan dengan kesehatan
ada tiga, yaitu:
1) Faktor predisposisi (predisposing factors)
Yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi, termasuk pengetahuan,
sikap, kepercayaan, nilai kebutuhan dan kemampuan yang diyakini,
berkaitan dengan motivasi dari individu atau kelompok untuk bertindak.
Mereka termasuk dalam dimensi kognitif dan afektif dari mengetahui,
merasakan, meyakini, menilai, dan mempunyai kepercayaan diri atau
rasa kemujuran.
a) Pengetahuan

Peningkatan pengetahuan saja tidak selalu menyebabkan


perubahan perilaku, tetapi pergaulan positif diantara perubahanperubahan perilaku juga sangat diperlukan. Suatu tahap awal dari
pengetahuan mungkin memerlukan beberapa tindakan, seperti
mengenali sebuah gejala sebagai keanehan, sebelum seseorang akan
melakukan pemeriksaan kesehatan tetapi setelah tahap pengetahuan
tersebut tercapai, informasi tambahan tidak diperlukan untuk
meningkatkan tambahan perubahan perilaku.
b) Kepercayaan, nilai dan sikap
Kepercayaan, nilai, dan sikap merupakan gagasan bebas, tetapi
perbedaan diantara mereka sering jelas dan kompleks.
(1) Kepercayaan
Merupakan suatu keyakinan bahwa kejadian atau benda adalah
benar atau nyata. Agama, keyakinan, dan kebenaran merupakan
kata-kata

yang

digunakan

untuk

mengungkapkan

atau

menyatakan kepercayaan.
(2) Nilai
Merupakan

pandangan

budaya,

antargenerasi

dalam

hal

mencerminkan nilai yang dipegang seseorang. Nilai-nilai

cenderung dikelompokkan dalam kelompok suku bangsa dan


antargenerasi oleh orang-orang yang mempunyai persamaan
sejarah dan ciri-ciri geografi. Menurut mantan Menteri
Kesehatan dan Kesejahteraan Nasional Kanada, Sebagian besar
orang Kanada jauh lebih memilih sehat dari pada sakit, dan
panjang umur dari pada pendek umur tetapi, sementara orangorang siap mengorbankan sejumlah kesenangan sesaat tertentu
untuk tetap sehat, mereka tidak siap untuk tak lagi melakukan
semua kesenangan pribadi ataupun untuk sabar menghadapi
semua ketidaknyamanan di dalam kepentingan pencegahan
penyakit.
Nurwijaya (2010, pp.61-62) menyatakan sebuah penelitian
dilakukan untuk melihat sejauh mana budaya dan pengaruh
lainya memberikan kontribusi kanker serviks pada kelompok
masyarakat yang berbeda dalam praktek sunat. Penelitian yang
dilakukan di India dan Pakistan, seks sebelum nikah jarang
terjadi di berbagai kelompok agama di kedua negara ini dan
sekitarnya, umat islam disunat pada umumnya dan Hindu tidak
disunat. Dan hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian
kanker serviks sangat rendah terjadi pada wanita muslim, jika

dibandingkan dengan Hindu dan Kristen yang menderita sangat


banyak, dan tidak terlihat sama sekali pada laki-laki Muslim.
(3) Sikap
Sesuatu yang paling tidak jelas tetapi merupakan kata-kata yang
paling sering digunakan dan disalahgunakan dalam istilah ilmu
pengetahuan sosial yaitu sikap. Mucchielli menggambarkan
sikap sebagai suatu kecenderungan dari pikiran atau perasaan
yang relatif tetap pada kategori tertentu dari benda, orang
ataupun situasi. Kirscht memandang sikap sebagai suatu
kumpulan dari kepercayaan yang selalu meliputi suatu aspek
evaluasi yaitu sikap dapat selalu dinilai dalam hal positif dan
negatif. Mereka berbeda dari nilai dalam kaitan dengan benda,
orang dan situasi tertentu dan menjadi dasar dari satu atau lebih
dari suatu nilai.
2) Faktor pendukung (enabling factors)
Faktor pendukung atau faktor kemungkinan, sering disebut
kondisi lingkungan yang memudahkan perbuatan dari individu atau
organisasi, termasuk ketersediaan, aksesibilitas, dan kemampuan dari
perlindungan kesehatan dan penghasilan masyarakat. Termasuk juga
kondisi kehidupan yang berperan sebagai penghambat tindakan, seperti

ketersediaan transportasi atau perlindungan anak untuk melepas seorang


ibu dari tanggung jawab cukup panjang untuk ikut dalam program
kesehatan. Faktor kemungkinan juga termasuk keterampilan baru yang
diperlukan seseorang, organisasi atau masyarakat untuk mengadakan
perubahan perilaku ataupun lingkungan.
Faktor kemungkinan akan menjadi target terdekat dari organisasi
masyarakat dan peran latihan pada program anda. Mereka terdiri atas
kemampuan dan kebutuhan keterampilan baru untuk menunjukkan
tindakan kesehatan dan tindakan organisasi yang dibutuhkan untuk
mengubah

lingkungan.

Kemampuan

termasuk

organisasi

dan

aksesibilitas dari fasilitas perlindungan kesehatan, petugas, sekolah,


klinik kesehatan atau kemampuan serupa apapun. Keterampilan
kesehatan pribadi, seperti didiskusikan dalam literatur perawatan pribadi
dan pendidikan kesehatan sekolah, dapat memungkinkan tindakan
kesehatan tertentu. Keterampilan dalam mempengaruhi masyarakat,
seperti melalui kegiatan sosial ataupun perubahan organisasi, dapat
memicu kegiatan yang ditujukan untuk mempengaruhi lingkungan fisik
ataupun perlindungan kesehatan.
Untuk merencanakan campur tangan yang ditujukan pada
perubahan faktor kemungkinan, perencana peningkatan kesehatan
menilai kehadiran atau ketidakhadiran dari faktor kemungkinan dalam

masyarakat yang berkepentingan. Hal ini disebut dengan diagnosa


organisasi dari kemampuan dan diagnosa pendidikan dari ketrampilan
yang dibutuhkan.
3) Faktor pendorong (reinforcing factors)
Faktor pendorong atau faktor penguat merupakan tindakan yang
menentukan apakah pelaku menerima pengaruh positif (atau negatif)
dan didukung masyarakat. Faktor penguat termasuk dorongan sosial,
pengaruh kelompok dan nasehat, serta timbal balik dari penyedia
perlindungan kesehatan. Faktor penguat juga termasuk konsekuensi fisik
dari perilaku, yang mungkin dipisahkan dari konteks sosial.
Keuntungan sosial (seperti pengenalan), keuntungan fisik (seperti
kesenangan,

kenyamanan, pengurangan kegelisahan atau sakit),

penghargaan nyata (seperti keuntungan ekonomi atau penghindaran


biaya, dan penghargaan imajinasi atau tiruan (seperti peningkatan
penampilan, kehormatan diri, atau hubungan dengan orang yang
dikagumi yang melakukannya) semua menguatkan perilaku. Faktor
penguat juga termasuk konsekuensi yang berlawanan dari perlaku, atau
hukuman yang dapat menuju pada penghilangan perilaku positif.
Penguatan negatif merupakan penghargaan pilihan, perilaku salah.
Untuk perorangan, hal ini mungkin termasuk tinggi yang diterima

peminum, keringanan tensi yang dialami perokok, atau pelindung emosi


yang menuju pada dorongan makan. Untuk organisasi, hal ini mungkin
termasuk keuntungan yang bertambah dari peningkatan produk
berbahaya yang bertambah dari penggunaan bahan sisa proses produksi.
Sumber dari penguatan, secara pasti beragam tergantung pada
tujuan dan jenis program, dan juga pada keadaan. Pada program
peningkatan kesehatan kerja, sebagai contoh, penguatan bisa diberikan
oleh rekan kerja, pengawas, pemimpin kerja, dan anggota keluarga.
Pada situasi pendidikan pasien,

penguatan dapat berasal dari para

perawat, dokter, kerabat pasien, dan juga anggota keluarga.


Dukungan sosial keluarga khususnya suami merupakan salah satu
faktor pendorong (reinforcing factors) yang dapat mempengaruhi
perilaku istri dalam berperilaku. Dukungan suami dalam upaya
pencegahan kanker serviks, merupakan bentuk dukungan nyata dari
kepedulian dan tanggung jawab para anggota keluarga.
2. Kanker Leher Rahim
a. Pengertian
Menurut

Ghofar

(2009,

p.11),

kanker

adalah

terjadinya

pembelahan sel yang tidak terkendali. Sel-sel tersebut kemudian


menyerang dan merusak jaringan biologis lainnya, baik dengan

pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan


migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis).
Sukaca (2009, p.24) menyatakan bahwa kanker leher rahim adalah
suatu proses keganasan yang terjadi pada serviks, sehingga jaringan
disekitarnya tidak dapat melaksanakan fungsi sebagaimana mestinya.
Keadaan tersebut biasanya disertai dengan adanya perdarahan dan
pengeluaran cairan vagina yang abnormal, penyakit ini dapat terjadi
berulang-ulang. Kanker serviks merupakan sebuah tumor ganas yang
tumbuh di dalam leher rahim/serviks. Yaitu bagian terendah dari rahim
yang menempel pada puncak vagina. Kanker serviks ini dapat muncul
pada perempuan usia 35 sampai 55 tahun. Salah satu penularan utama
(75%) adalah hubungan seksual. Sebab kanker ini ditularkan melalui
HPV atau (Human Pappiloma Virus). HPV ini menyerang mulai adanya
kematangan seksual, mulai anak umur 9 tahun hingga lansia umur 70
tahun. Dengan begitu maka begitu ada kontak seksual, sangat mungkin
selama hidup seorang wanita masih berada dalam ancaman HPV.
b. Stadium Kanker Leher Rahim
International Federation of Gynecologists and Obstetricians
Staging System for Cervical Cancer (FIGO) pada tahun 2000 menetapkan
suatu sistem stadium kanker sebagai berikut:

Tabel 1.2 Stadium Kanker Serviks menurut Andrijono (2009, p.93)


Stadium

Keterangan

Lesi belum menembus membran basalis

Lesi tumor masih terbatas diserviks

IA1

Lesi telah menembus membran basalis kurang dari 3 mm dengan


diameter permukaan tumor < 7 mm

IA2

Lesi telah menembus membrane basalis >3 mm tetapi < 5 mm


dengan diameter permukaan tumor < 7 mm

IB1

Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer < 4 cm

IB2

Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer > 4 cm

II

Lesi telah keluar dari serviks (meluas keparametrium dan sepertiga


proksimal vagina)

IIA

Lesi telah meluas ke sepertiga vagina proksimal

IIB

Lesi telah meluas ke parametrium tetapi tidak mencapai dinding


panggul

III

Lesi telah keluar dari serviks (menyebar keparametrium dan atau


sepertiga vagina distal)

IIIA

Lesi menyebar ke sepertiga vagina distal / bawah

IIIB

Lesi menyebar ke parametrium sampai dinding panggul

IV

Lesi menyebar keluar dari organ genitalia

IVA

Lesi meluas keluar rongga panggul, dan atau menyebar ke mukosa


vesika urinaria

IVB

Lesi meluas ke mukosa rektum, dan atau meluas keorgan jauh

c. Faktor-faktor Penyebab dan Risiko Kanker Serviks


1) Faktor Penyebab
Maharani (2009, p.78) menyatakan kanker serviks terjadi pada
wanita. Penyakit ini disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV)

yaitu kelompok virus yang dapat menginfeksi leher rahim. Infeksi


HPV adalah faktor resiko yang paling utama untuk kanker serviks. Di
antara 150 jenis HPV terdapat jenis HPV yang menyebabkan kanker
serviks yaitu jenis HPV-16 dan HPV-18.
Sukaca (2009, pp.56-57) menyatakan virus HPV dapat ditularkan
melalui berbagai jalur, yaitu:
a) Melalui jalur seksual
Jalur seksual dapat dilakukan dengan beberapa hal yaitu
hubungan

intim,

kelamin-kelamin,

mulut-kelamin,

tangan-

kelamin. Kebanyakan pria dan wanita yang telah berhubungan


intim berisiko terinfeksi HPV, apalagi yang sering berganti
pasangan dan kehidupan seksualnya tidak bersih, maka lebih dari
75% pernah terinfeksi HPV.
b) Melalui jalur non seksual
Penularan jalur non seksual adalah dengan cara penularan
langsung. Misalnya yaitu dari ibu ke bayinya pada saat persalinan.
Tentu saja ini pada ibu yang telah tertular virus HPV.

c) Tidak melalui kelamin

Penularan tidak melalui kelamin misalnya pakaian dalam,


alat-alat kedokteran yang tidak steril (tapi ini sangat kecil
kemungkinannya).
Dari ketiga jalur penularan HPV diatas, virus HPV 95%
menular melalui jalur seksual dan 5% melalui jalur non seksual
menurut Nurwijaya, dkk. (2010, p.59).
2) Faktor resiko
Menurut Nurwijaya (2010, p.34), faktor risiko kanker serviks
adalah faktor yang memudahkan terjadinya infeksi virus HPV dan
faktor lain yang memudahkan terjadinya kanker serviks atau
meningkatkan risiko menderita kanker serviks. Hasil penelitian para
ahli, disamping infeksi HPV, ditemukan faktor-faktor pendukung
lainnya yang dapat menimbulkan kanker serviks.
a) Perilaku seks
Faktor faktor risiko kanker serviks berhubungan erat dengan
perilaku (terutama gaya hidup seks), meliputi:
(1) Pasangan seksual lebih dari satu (Multi partner sex)
(2) Berhubungan seks dengan laki-laki yang tidak disunat
(Nurwijaya, 2010, p.35).

b) Gangguan Sistem kekebalan


Sukaca (2009, p. 38) menyatakan, wanita yang terkena
gangguan kekebalan tubuh atau mengalami kondisi penurunan
kekebalan tubuh dapat terjadi peningkatan terjadinya kanker leher
rahim. Pada wanita yang mengalami penurunan kekebalan tubuh
(imunokompromise) seperti transplantasi ginjal dan HIV, dapat
mempercepat pertumbuhan sel kanker dari noninvasif menjadi
invasive (tidak ganas menjadi ganas). Menurut Nurwijaya (2010,
p.38) kekurangan gizi merupakan salah satu penyebab sistem
kekebalan tubuh menjadi lemah dan tidak dapat melawan virus.
c) Paritas
Sukaca (2009, p.46) menyatakan, paritas merupakan
keadaan dimana seorang wanita pernah melahirkan bayi yang
dapat hidup. Paritas yang berbahaya adalah dengan memiliki
jumlah anak lebih dari 2 orang atau jarak persalinan terlampau
dekat. Sebab dapat menyebabkan timbulnya perubahan sel-sel
abnormal pada mulut rahim.

d) Pemakaian Kontrasepsi
Sukaca (2009, p.38) menyatakan penggunaan kontrasepsi
pil dalam jangka waktu lama (5 tahun atau lebih) meningkatkan
risiko kanker leher rahim sebanyak 2 kali. Sebab tugas pil KB
adalah mencegah kehamilan dengan cara menghentikan ovulasi
dan menjaga kekentalan lendir serviks sehingga tidak dilalui
sperma. Guven et al (2009) dalam Nurwijaya, dkk. (2010, p.36)
menyatakan bahwa kekentalan lendir pada serviks akibat
penggunaan pil KB menyokong terjadinya kanker serviks. Hal ini
karena dengan kekentalan lendir ini akan memperlama keberadaan
suatu agen karsinogenik (penyebab kanker) di serviks yang
terbawa melalui hubungan seksual, termasuk adanya virus HPV.
e) Golongan ekonomi lemah
Nurwijaya (2010, p.37) menyatakan, karena tingkat
pengetahuan secara langsung berhubungan dengan standar hidup,
para wanita berpendapatan rendah hampir 5 kali lebih tinggi
berisiko terkena kanker serviks dari pada kelompok wanita yang
berpendapatan lebih tinggi. Kemiskinan yang mengakibatkan
ketidakmampuan mereka untuk mendapat pelayanan kesehatan
yang baik dan tidak dapat membayar biaya-biaya tes kesehatan

yang cukup mahal. Sukaca (2009, p.41) menambahkan wanita


golongan ekonomi lemah tidak mampu melakukan pemeriksaan
Pap Smear secara rutin. Pengetahuan mereka mengenai resiko
kanker leher rahim juga sangat rendah. Oleh sebab itu mereka
banyak yang terjangkit penyakit ini.

f) Merokok
Menurut Nurwijaya (2010, p.36 37), wanita yang
merokok memiliki risiko dua kali lebih besar terhadap kanker
serviks dari pada wanita yang tidak merokok. Bahan-bahan kimia
yang ditemukan dalam rokok setelah terhisap melalui paru-paru
dapat terdistribusi luas ke seluruh tubuh melalui aliran darah.
Beberapa senyawa tersebut dapat dijumpai pada lendir serviks
wanita yang merokok. Peneliti meyakini bahwa bahan-bahan
kimia tersebut dapat merusak DNA pada sel-sel serviks dan
berkontribusi terhadap berkembangnya kanker serviks.
g) Usia

Maharani

(2009,

p.81)

dan

Sukaca

(2009,

p.25)

menyatakan, kanker serviks paling sering terjadi pada perempuan


yang berumur lebih dari 40 tahun. Namun, dapat pula muncul
pada perempuan usia 35 sampai 55 tahun. Nurwijaya (2010, p.36)
menambahkan, kanker serviks banyak menyerang perempuan
manula, yang mungkin karena alasan sederhana bahwa setelah
mengalami menopause banyak dari mereka berfikir bahwa tidak
perlu lagi untuk melakukan pemeriksaan Pap Smear.
h) Pencucian vagina
Kebiasaan mencuci vagina bisa menimbulkan kanker
serviks, baik obat cuci vagina antiseptik maupun deodoran.
Douching atau cuci vagina menyebabkan iritasi di serviks. Iritasi
berlebihan dan terlalu sering akan merangsang terjadinya
perubahan sel, yang akhirnya jadi kanker, menurut Faizah (2010,
p.43).
i) Polusi Udara Menyebabkan Kanker Leher Rahim
Menurut Sukaca (2009, pp.40 41), polusi udara ternyata
dapat juga memicu penyakit kanker leher rahim. Sumber dari
polusi udara ini disebabkan oleh dioksin. Zat dioksin ini tentu
merugikan tubuh kita. Sumber dioksin berasal dari beberapa faktor

antara lain pembakaran limbah padat dan cair, pembakaran


sampah, asap kendaraan bermotor, asap hasil industri kimia,
kebakaran hutan dan asap rokok.
d. Pencegahan Kanker Leher Rahim
Faizah (2010, pp.34-39) menyatakan pencegahan kanker serviks
dapat dilakukan dengan tiga strategi, antara lain adalah:
1) Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah sebuah pencegahan awal kanker
yang utama. Hal ini untuk menghindari faktor resiko yang dapat
dikontrol (Sukaca, 2009, p.111). Pencegahan primer diperlukan pada
semua populasi yang memiliki risiko terkena kanker mulut rahim.
Cara-cara pencegahan primer adalah sebagai berikut (Faizah, 2010,
p.34):
a) Penyuluhan tentang kanker serviks
b) Menurunkan faktor risiko.
c) Nutrisi
Faizah (2010, p.35) menyatakan, gizi yang bagus lebih
mudah mencegah serangan penyakit kanker serviks, karena

kekurangan gizi dapat menyebabkan sistem kekebalan tubuh


menjadi lemah dan tidak dapat melawan virus.
Sukaca (2009, p.37 38) menyatakan, kekurangan asam
folat dapat meningkatkan resiko terjadinya displasia ringan dan
sedang. Makanan yang juga menurunkan risiko terjadinya kanker
serviks pada wanita adalah makanan yang mengandung: Vitamin
A, Vitamin C, Vitamin E dan makanan yang mengandung bahanbahan antioksidan seperti: advokat, brokoli, kol, wortel, jeruk,
anggur, bawang, bayam, tomat.
d) Vaksinasi
Nurwijaya (2010, p.73) menyatakan, vaksin HPV adalah
obat yang berisi protein HPV (Cangkang HPV) yang dapat
merangsang

pembentukan

antibodi

dan

dapat

mematikan

kuman/virus penyebab penyakit yang mengandung DNA-HPV.


Faizah (2010, p.36) menambahkan, vaksin terbagi menjadi dua
antara lain: vaksin pencegahan yaitu vaksin yang diberikan pada
orang sehat dan bertujuan untuk membentuk antibodi. Dan vaksin
pengobatan yaitu vaksin yang diberikan pada orang yang sudah
terinfeksi HPV.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan,


vaksin sebaiknya diberikan pertama kali dalam lima tahun setelah
aktif berhubungan seksual atau usia 25 tahun sampai usia 65
tahun. Frekuensi vaksinasi dilakukan 2 3 tahun sekali dengan
catatan dua kali berturut-turut hasil negatif.
2) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu termasuk skrining atau deteksi dini
untuk menemukan

kasus-kasus dini kanker

serviks sehingga

kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Skrining atau deteksi


dini dapat dilakukan dengan mengenali tanda gejala kanker serviks,
melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA)
dan Pap Smear.
a) Gejala kanker leher rahim
Bustan (2007, p.177) dan ghofar (2009, p.102) menyatakan
gejala dini yang dapat ditunjukkan oleh adanya kanker serviks
adalah

keputihan,

contact

bleeding

(perdarahan

sewaktu

bersenggama), sakit waktu berhubungan seks, telah terjadi


perdarahan walaupun telah memasuki masa menopause. Dan
gejala yang paling umum adalah adanya menstruasi yang tidak

normal. Gejala ini menunjukkan bahwa kanker telah mengalami


penyebaran ke jaringan sekitarnya.
Menurut Nurwijaya, dkk. (2010, p.44), keputihan yang
dianggap sebagai tanda kanker serviks adalah keputihan yang
berulang sekalipun telah mendapat terapi. Kadang keputihan
berwarna merah jambu, merah dan cokelat serta berbau busuk.
Namun tidak semua keputihan yang abnormal dianggap sebagai
tanda kanker serviks. Setiap perubahan warna atau jumlah cairan
mungkin merupakan tanda infeksi vagina. Tanda-tanda infeksi
vagina meliputi keputihan yang disertai gatal, ruam dan nyeri,
peningkatan jumlah keputihan yang terus-menerus, perih selama
buang air kecil, keputihan berwarna kekuningan seperti keju, abuabu atau putih kekuningan, hijau bercampur bau busuk. Tidak
semua keputihan disebabkan karena kanker serviks, tetapi salah
satu gejala kanker serviks adalah keputihan.
Gejala penderita kanker serviks menurut Sukaca (2009,
pp.71-75) di klasifikasikan menjadi dua, yaitu gejala pra kanker
serviks dan gejala kanker serviks.
(1) Gejala Pra Kanker Serviks

Pada fase sebelum terjangkitnya kanker servik sering


penderita tidak mengalami gejala atau tanda yang khas. Namun
sering ditemukan gejala-gejala sebagai berikut:
(a) Keluar cairan encer dari vagina (keputihan).
(b) Pendarahan setelah senggama yang kemudian dapat
berlanjut menjadi pendarahan yang abnormal.
(c) Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.
(d) Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuningkuningan, berbau dan dapat bercampur dengan darah.
(e) Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
(f) Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah
bila ada radang panggul.
(g) Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena
kurang gizi, terbentuknya fistel vesikovaginal atau
rektovaginal.
(2) Gejala Kanker Serviks
Namun bila sel-sel tidak normal ini berkembang menjadi
kanker serviks, maka muncul gejala-gejala sebagai berikut :

(a) Pendarahan pada vagina yang tidak normal. Hal ini dapat
ditandai dengan pendarahan di antara periode menstruasi
yang regular, periode menstruasi yang lebih lama dan lebih
banyak dari biasanya, pendarahan setelah hubungan
seksual atau pemeriksaan panggul.

(b) Rasa sakit saat berhubungan seksual.


(c) Jika kanker berkembang makin lanjut maka dapat timbul
gejala-gejala seperti berkurangnya nafsu makan, penurunan
berat badan, kelelahan, nyeri panggul, punggung dan
tungkai, keluar air kemih dan tinja dari vagina, patah
tulang.
b) IVA ( Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
IVA adalah pemeriksaan leher rahim atau serviks dengan cara
melihat langsung dengan mata telanjang setelah memulas leher
rahim dengan larutan asam asetat 3 5 %. Pemerikaan ini
merupakan cara sederhana untuk mendeteksi kanker leher rahim
sedini

mungkin.

Alat

ini

begitu

sederhana

sebab

saat

pemeriksaannya tidak perlu ke laboratorium (Sukaca, 2009, p.99).

IVA harus dilakukan pada (Sukaca, 2009, p.101):


(1) Setiap wanita yang sudah/pernah menikah
(2) Wanita yang beresiko tinggi terkena kanker serviks, seperti
wanita perokok, menikah muda, sering berganti pasangan
(3) Memiliki banyak anak
(4) Mengidap penyakit infeksi menular seksual
Jika

hasil

pemeriksaan

IVA

adalah

positif

maka

pemeriksaan sebaiknya dilanjutkan dengan Pap Smear di


laboratorium oleh dokter ahli kandungan

c) Pap Smear
Pap smear adalah suatu metode di mana dilakukan pengambilan
sel dari mulut rahim kemudian di periksa di bawah mikroskop.
Pada pemeriksaan biasanya dapat ditentukan apakah sel yang ada
di mulut rahim masih normal, berubah menuju kanker, atau telah
berubah menjadi sel kanker. Metode ini juga disebut Pap Test atau
Papanicolaou Smear ( Bustan, 2007, p.179).
Pap Smear harus dilakukan pada (Sukaca, 2009, p.112):

(1) Semua wanita telah melakukan hubungan seksual


(2) Bila telah tiga kali Pap Smear dan hasilnya normal maka
pemeriksaan akan lebih jarang
(3) Wanita yang telah dilakukan pengangkatan rahim
(4) Wanita yang telah menopause masih dibutuhkan pemeriksaan
uji pap.
Bila pada hasil Pap Smear ditemukan gambaran sel yang
tidak normal maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi
yaitu

pengambilan

sedikit

jaringan

mulut

rahim

untuk

pemeriksaan mikroskop lebih lanjut, karena pemeriksaan biopsi


berguna untuk menginformasi hasil pemeriksaan Pap Smear
(Sukaca, 2009, p.89).

3) Pencegahan Tersier
Pencegahan

tersier

yaitu

pengobatan

untuk

mencegah

komplikasi klinik dan kematian awal. Cara pengobatan kanker serviks


meliputi (Sukaca, 2009, p.135 150):
a) Dengan Vaksin HPV dan Screening

Kombinasi

vaksinasi

HPV

dan

screening

dapat

memberikan manfaat yang besar dalam pencegahan penyakit


kanker serviks. Vaksin HPV dapat berguna dalam pengobatan
sedangkan screening untuk mengurangi kejadian kanker serviks.
Kedua kombinasi ini juga bisa mengobati kondisi pra-kanker
serviks pada kasus yang ringan.
b) Vaksin menggunakan AS04
Banyak sekali jenis vaksin yang sekarang digunakan untuk
pengobatan kanker serviks. Ada sistem terbaru dari vaksin yang
dapat merangsang tubuh menjadi kuat dan stabil. Sistem ajuvan
Nomor 4 (AS04) dapat merespon tubuh dibandingkan dengan
sistem vaksin yang lain. Dengan menggunakan AS04 maka dapat
menyebabkan:
(1) Antibodi yang tinggi terhadap HPV tipe 16 dan 18
(2) Perlindungan 100% selama 5,5 tahun terhadap HPV tipe 16
dan 18 yang berhubungan dengan lesi prakanker yang
mengarah pada kanker serviks.
c) Cervarix

Vaksin ini ditujukan baik bagi remaja putri maupun


perempuan dewasa (usia 10 tahun s/d 55 tahun) untuk pencegahan
kanker serviks. Cervarix adalah vaksin yang diproduksi oleh
GlaxoSmith-Klines. vaksin ini bermanfaat untuk para penderita
kanker, karena vaksin ini dapat membasmi virus HPV tipe 16 dan
18.
d) Gardasilr
Gardasilr dapat mencegah infeksi dua tipe HPV yang
menyebabkan kanker serviks, yaitu tipe 16 dan 18. Vaksin ini
diberikan melalui injeksi intramuscular 0,5 mL sebanyak tiga kali
selama enam bulan dan dosis kedua diberikan dua bulan setelah
vaksin pertama dan dosis ketiga diberikan dua bulan setelah dosis
kedua.
e)

Terapi Radiasi
Terapi radiasi atau sering disebut dengan radioterapi dapat
digunakan untuk mengobati kanker serviks. Pengobatan ini
menggunakan sinar pegion. Namun bisa juga menggunakan
gelombang panas (hyperthermia).

f) Biopsi

Pengobatan dengan biopsi adalah pengobatan dengan cara


operasi. Dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis
karsinomanya. Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul
tampak suatu pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika Pap
Smear menunjukkan suatu ketidaknormalan atau kanker.
g) Konisasi
Konisasi adalah sebuah cara mengangkat jaringan yang
mengandung selaput lendir serviks dan epitel gepeng serta
kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan
pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas.
h) Histerektomi
Histerektomi merupakan sebuah operasi pengangkatan
kandungan (rahim/uterus) seorang wanita. Operasi ini sangatlah
berbahaya dan merupakan pilihan berat bagi seorang wanita.
Sebab tindakan medis ini menyebabkan kemandulan. Dengan
begitu jika tidak ada pilihan lain maka histerektomi baru akan
dilakukan.
i) Kemoterapi

Sel yang aktif membelah dapat diperkecil dengan obatobatan sitostatika. Obat-obatan sitostatika bekerja pada salah satu
atau beberapa fase dari siklus sel. Dengan begitu maka
memerlukan pengobatan yang berulang.

j) Terapi biologis
Terapi biologis adalah pengobatan dengan menggunakan
zat-zat untuk memperbaiki kekebalan tubuh dalam melawan
penyakit. Pengobatan ini dilakukan pada kanker yang telah
menyebar ke tubuh lain. Pengobatan ini bisa dikombinasikan
dengan kemoterapi.
3. Dukungan Suami
a. Pengertian
Partisipasi suami dalam upaya pencegahan kanker serviks
dapat diwujudkan melalui berbagai tindakan misalnya melalui
dukungan sosial suami terhadap kunjungan deteksi dini kanker leher
rahim (Pap Smear/IVA test). Dukungan sosial berfokus pada sifat
interaksi

yang

berlangsung

dalam

berbagai

hubungan

sosial

sebagaimana yang dievaluasikan oleh individu. Dukungan sosial


keluarga adalah suatu proses hubungan antara keluarga dengan
lingkungan sosialnya, dimana proses ini terjadi sepanjang masa
kehidupan. Dukungan sosial keluarga terutama dukungan suami
mengacu pada dukungan-dukungan sosial yang dipandang oleh suami
sebagai suatu yang dapat diakses/diadakan untuk keluarga, dukungan
sosial bisa atau tidak digunakan tapi anggota keluarga memandang
bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan
pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Friedman, 1998, p.196)
Menurut cohen dan syme (1996) dalam Setiadi (2007, p.21),
dukungan sosial adalah suatu yang bermanfaat untuk individu yang
diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang
akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan
mencintainya.
b. Sumber-sumber Dukungan Sosial
Nursalam, dkk. (2009, p. 28) menyatakan individu yang
termasuk dalam memberikan dukungan sosial meliputi pasangan
(suami/istri), orang tua, anak, sanak keluarga, teman, tim kesehatan,
atasan, dan konselor. Dukungan sosial keluarga dapat berupa
dukungan internal dan eksternal. Dukungan sosial keluarga internal

seperti dari suami/ayah, istri/ibu, atau dukungan saudara kandung.


Dukungan sosial keluarga eksternal adalah dukungan sosial eksternal
bagi keluarga inti (dalam jaringan kerja sosial keluarga). (Friedman,
1998, p.196).
c. Jenis Dukungan Sosial Keluarga
Setiap orang yang tinggal dalam sebuah keluarga perlu untuk
saling menolong dan mendukung satu sama lain agar dapat menjalani
kehidupan keluarga yang harmonis.
Menurut Caplan (1976) dalam Friedman (1998, p.197)

ada 4

dukungan sosial keluarga yaitu :

1) Dukungan emosional
Dukungan emosional dari suami akan membuat istri
merasa berharga, nyaman, aman, terjamin dan disayangi. Sumber
utama dukungan pria adalah pasangannya. Dukungan ini harus di
modifikasi, sehingga memungkinkan untuk mengasuh bayi dan
memenuhi kebutuhan istrinya. Keluarga sebagai tempat yang aman
dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu
penguasaan

terhadap

emosi.

Aspek-aspek

dari

dukungan

emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk


afeksi, adanya kepercayaan, perhatian,

mendengarkan dan

didengarkan.
Dukungan

emosional

adalah

tingkah

laku

yang

berhubungan dengan rasa tenang, senang, rasa memiliki, kasih


sayang pada anggota keluarga, baik pada anak maupun orang tua.
Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan
perhatian terhadap orang yang bersangkutan, menurut Depkes
(2002) dalam Nursalam (2009, p.29)
Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari
anggota keluarga yang lain, teman, waktu dan uang merupakan
faktor-faktor penting dalam kepatuhan terhadap program-program
medis. Contoh yang sederhana, tidak memiliki pengasuh bayi,
transportasi tidak ada, dan ada anggota keluarga yang sakit, dapat
mengurangi kepatuhan pasien. Keluarga dan teman dapat
membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit
tertentu, mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidaktaatan,
dan mereka seringkali dapat menjadi kelompok pendukung untuk
mencapai kepatuhan ( Niven, 2002, p.197 ).
2) Dukungan informasional

Keluarga
diseminator

berfungsi

(penyebar)

sebagai

informasi

sebuah
tentang

kolektor
dunia.

dan

Keluarga

menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang


dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari
dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor
karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi
sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan
ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian
informasi.
Dukungan informasional adalah

tingkah laku

yang

berhubungan dengan pemberian informasi dan nasehat. Dukungan


informasi yaitu memberikan penjelasan tentang situasi dan gejala
sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi
oleh individu. Dukungan ini mencakup: pemberian nasihat, saran,
pengetahuan, dan informasi serta petunjuk, menurut Depkes
(2002) dalam Nursalam (2009, p.29).
3) Dukungan Instrumental
Adalah dukungan yang bersifat nyata dan dalam bentuk
materi dan waktu yang bertujuan untuk meringankan beban bagi
individu yang membutuhkan orang lain untuk memenuhinya.

Suami harus mengetahui jika istri dapat bergantung padanya jika


istri memerlukan bantuan. Keluarga merupakan sebuah sumber
pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya: kesehatan penderita
dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya
penderita dari kelelahan.
Depkes (2002) dalam Nursalam (2009, p.29) menyatakan,
dukungan instrumental adalah bantuan yang diberikan secara
langsung, misalnya: menyediakan fasilitas yang dibutuhkan,
memberi pinjaman uang kepada orang yang membutuhkan,
menolong dengan memberi pekerjaan pada orang yang tidak punya
pekerjaan, serta bantuan yang lain. Dukungan instrumental adalah
tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
yang sifatnya materi atau tenaga.
4) Dukungan Penghargaan (Penilaian)
Adalah dukungan yang terjadi lewat ungkapan hormat/
penghargaan positif untuk orang lain, contohnya : pujian,
persetujuan orang lain. Keluarga bertindak sebagai sebuah
bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan
masalah, sebagai sumber dan validator indentitas anggota keluarga
diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian.

Menurut Depkes (2002) dalam Nursalam (2009, p.29),


dukungan penghargaan yaitu dukungan yang terjadi lewat
ungkapan hormat atau penghargaan positif untuk orang lain,
dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan
seseorang, dan perbandingan positif antara orang tersebut dengan
orang lain yang bertujuan meningkatkan penghargaan diri orang
tersebut.
Dukungan dari profesional kesehatan merupakan faktor
lain yang dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan. Dukungan
mereka terutama berguna saat pasien menghadapi bahwa perilaku
sehat yang baru tersebut merupakan hal penting. Begitu juga
mereka dapat mempengaruhi perilaku pasien dengan cara
menyampaikan antusias mereka terhadap tindakan tertentu dari
pasien, dan secara terus menerus memberikan penghargaan yang
positif bagi pasien yang telah mampu beradaptasi dengan program
pengobatannya ( Niven, 2002, p.198)
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga.
Menurut

Cholil

et

all

dalam

Bobak

(2004,

p.988)

menyimpulkan beberapa faktor yang mempengaruhi dukungan

keluarga khususnya suami dalam perlindungan kesehatan reproduksi


istri (ibu), antara lain adalah:
1) Budaya
Diberbagai wilayah di Indonesia terutama di dalam
masyarakat yang masih tradisional (patrilineal) menganggap istri
adalah konco wingking, yang artinya bahwa kaum wanita tidak
sederajat dengan kaum pria, dan wanita hanyalah bertugas untuk
melayani kebutuhan dan keinginan suami saja. Anggapan seperti
ini mempengaruhi perlakuan suami terhadap kesehatan reproduksi
istri, misal: kualitas dan kuantitas makanan yang lebih baik
dibanding istri maupun anak karena menganggap suamilah yang
mencari nafkah dan sebagai kepala rumah tangga sehingga asupan
zat gizi mikro untuk istri kurang.
Beberapa cara merubah budaya di atas antara lain :
a) Persepsi mengenai kesetaraan gender perlu diberikan dan
disosialisasikan sejak dini melalui kegiatan formal (sekolah)
maupun non formal (kelompok masyarakat), dan diaplikasikan
ke dalam praktek kehidupan sehari-hari.

b) Penyuluhan pada sarana maupun tempat dimana pria sering


berkumpul dan berinteraksi (misalnya tempat kerja, club,
tukang cukur dan lain)
c) Berikan informasi sesering mungkin dengan stimulus yang
menarik perhatian.
d) Masyarakat Indonesia pada umumnya masih mempunyai
perasaan malu dan sungkan kepada lingkungan sekitar, oleh
karena itu dalam pelaksanaan GSI (Gerakan Sayang Ibu) perlu
dipikirkan sesuatu aturan atau kegiatan yang dapat memotivasi
kepala keluarga untuk segera merealisasikan kepedulian pada
istrinya.
2) Pendapatan
Pada masyarakat kebanyakan, 75%-100% penghasilannya
dipergunakan untuk membiayai keperluan hidupnya bahkan
banyak keluarga yang setiap bulan bersaldo rendah. Sehingga pada
akhirnya ibu tidak diperiksakan Pap Smear kepelayanan kesehatan
karena tidak mempunyai kemampuan untuk membayar. Atas dasar
faktor tersebut di atas maka prioritas kegiatan Gerakan Sayang Ibu
(GSI) ditingkat keluarga dalam pemberdayaan suami tidak hanya
terbatas pada kegiatan yang bersifat anjuran (advocacy) saja

seperti yang selama ini. Akan tetapi lebih bersifat holistic. Secara
konkrit dapat dikemukakan bahwa pemberdayaan suami perlu
dikaitkan dengan pemberdayaan ekonomi keluarga sehingga
kepala

keluarga

tidak

mempunyai

alasan

untuk

tidak

memperhatikan kesehatan istrinya karena permasalahan keuangan.


3) Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi wawasan dan
pengetahuan suami sebagai kepala rumah tangga. Semakin rendah
pengetahuan suami maka akses terhadap informasi kesehatan
istrinya akan berkurang sehingga suami akan kesulitan untuk
mengambil keputusan secara efektif. Akhirnya, pandangan baru
yang perlu diperkenalkan dan lebih disosialisasikan kembali untuk
memberdayakan kaum suami mendasarkan pada pengertian
bahwa:
a) Suami memainkan peranan yang sangat penting, terutama
dalam pengambilan keputusan berkenaan dengan kesehatan
reproduksi pasangannya.
b) Suami sangat berkepentingan terhadap kesehatan reproduksi
pasangannya.

c) Saling pengertian serta kesetimbangan peranan antara kedua


pasangan dapat membantu meningkatkan perilaku yang
kondusif terhadap peningkatan kesehatan reproduksi.
d) Pasangan yang selalu berkomunikasi tentang planning keluarga
maupun kesehatan reproduksi antara satu dengan yang lainnya
akan mendapatkan keputusan yang lebih efektif dan lebih baik.

B. Kerangka Teori
Berdasarkan uraian teori di atas, maka kerangka teori penelitian ini adalah
sebagai berikut :

Faktor Predisposisi :
Predisposing Factors :
a.

Pengetahuan

b.

Sikap

c.

Kepercayaan

Promosi
Kesehatan
Pendidikan
Kesehatan

Faktor Pemungkin :
Enabling Factors :
a.

Ketersediaan sumber/
fasilitas kesehatan

b.

Akses terhadap pelayanan


kesehatan

c.

Kebijakan pemerintah di
bidang kesehatan

Perilaku
kesehatan
dan Gaya
hidup

Kebijakan
Pemerintah

Kualitas
Hidup

Faktor Penguat :
Reinforcing Factors :
Dukungan
a.

Keluarga ( Suami )

b.

Tokoh masyarakat

c.

Pengambil keputusan

Lingkungan

Sumber : Green, W. 1991. Health Promotion Planning An Education and


Environmental Approach. Second Edition. Columbia: Mayfield Publishing
Company.
C. Kerangka Konsep
Variabel Independen

Dukungan Suami

D. Hipotesis

Variabel Dependen

Pengetahuan tentang
Pencegahan kanker leher rahim

Ada hubungan dukungan suami dengan pengetahuan tentang pencegahan kanker


leher rahim.

Anda mungkin juga menyukai