Anda di halaman 1dari 20

PERMASALAHAN DAN KEBIJAKAN DI BIDANG PERTANIAN

A.

KEBIJAKAN PERTANIAN
Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah,

sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan


tertentu.

Adapun

tujuan

umum

kebijakan

pertanian

kita

adalah

memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi lebih


produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya tingkat
penghidupan dan kesejahteraan petani meningkat. Untuk mencapai
tujuan-tujuan
mengeluarkan

ini,

pemerintah

baik

peraturan-peraturan

Undang-undang,

Peraturan-peraturan

di

pusat

tertentu;

maupun
ada

Pemerintah,

di

yang
Kepres,

daerah

berbentuk
Kepmen,

keputusan Gubernur dan lain-lain. Peraturan ini dapat dibagi menjadi


dua kebijakan-kebijakan yang bersifat pengatur (regulating policies) dan
pembagian pendapatan yang lebih adil merata (distributive policies).
Kebijakan yang bersifat pengaturan misalnya peraturan rayoneering
dalam perdagangan/distribusi pupuk sedangkan contoh peraturan yang
sifatnya mengatur pembagian pendapatan adalah penentuan harga
kopra minimum yang berlaku sejak tahun 1969 di daerah-daerah kopra
di Sulawesi.
Persoalan yang selalu tidak mudah diatasi adalah persoalan
keadilan. Hampir setiap kebijakan jarang akan disambut dengan baik
oleh semua pihak. Selau ada saja pihak yang memperoleh manfaat lebih
besar dari pihak lainnya dan bahkan ada yang dirugikan. Itulah
sebabnya masalah kebijakan pertanian bukanlah terletak pada banyak
sedikitnya campur tangan pemerintah, tetapi pada berhasil tidaknya
kebijakan itu mencapai sasarannya dengan sekaligus mencari keadilan
bagi

pihak-pihak

yang

bersangkutan.

Oleh

karena

itu

kebijakan

pertanian yang lebih baik adalah yang dapat mencapai tujuan nasional

untuk menaikkan produksi secara optimal dengan perlakuan yang adil


pada pihak-pihak yang bersangkutan itu.
1. Kebijakan Harga
Kebijakan ini merupakan salah satu kebijakan yang terpenting di
banyak negara dan biasanya digabung dengan kebijakan pendapatan
sehingga disebut kebijakan harga dan pendapatan (price and economic
policy). Segi harga dari kebijakan itu bertujuan untuk mengadakan
stabilitas

harga,

sedangkan

segi

pendapatannya

bertujuan

agar

pendapatan petani tidak terlalu berfluktuasi dari musim ke musim dan


dari tahun ke tahun. Kebijakan harga dapat mengandung pemberian
penyangga (support) atas harga-harga hasil pertanian supaya tidak
terlalu merugikan petani atau langsung mengandung sejumlah subsidi
tertentu bagi petani. Di banyak negara seperti; Amerika Serikat, Jepang,
dan Australia banyak sekali hasil pertanian seperti gandum, kapas, padi,
dan gula yang mendapat perlindungan pemerintah berupa harga
penyangga dan atau subsidi. Indonesia baru mulai mempraktekkan
kebijakan harga untuk beberapa hasil pertanian sejak tahun 1969.
Secara teoritis kebijakan harga yang dapat dipakai untuk mencapai tiga
tujuan yaitu:
1. stabilitas harga hasil-hasil pertanian terutama pada tingkat petani
2. meningkatkan pendapatan petani melalui pebaikan dasar tukar
(term of trade)
3. memberikan arah dan petunjuk pada jumlah produksi.
Kebijakan harga di Indonesia terutama ditekankan pada tujuan
pertama yaitu Stabilitas harga hasil-hasil pertanian dalam keadaan
harga-harga

umum

yang

stabil

berarti

pula

terjadi

kestabilan

pendapatan. Tujuan yang kedua banyak sekali dilaksanakan pada hasil-

hasil pertanian di negara-negara yang sudah maju dengan alasan pokok


pendapatan rata-rata sektor pertanian terlau rendah dibandingkan
dengan penghasilan di luar sektor pertanian.
Tujuan yang kedua ini sulit untuk dilaksanakan di negara-negara
yang jumlah petaninya berjuta-juta dan terlalu kecil-kecil seperti di
Indonesia karena persoalan administrasinya sangat kompleks. Pada
prinsipnya kebijakan harga

yang demikian ini merupakan usaha

memindahkan pendapatan dari golongan bukan pertanian ke golongan


pertanian, sehingga hal ini bisa dilaksanakan dengan mudah di negaranegara yang sudah maju dan kaya, dimana golongan penduduk di luar
pertanian jumlahnya jauh lebih besar dengan pendapatan lebih tinggi
dibanding golongan penduduk pertanian. Di negara-negara ini penduduk
sektor pertanian rata-rata di bawah 10 persen dari seluruh penduduk,
sedangkan di negara kita masih antara 60 persen-70 persen.
Tujuan kebijakan yang ketiga dalam praktek sering dilaksanakan
oleh negara-negara yang sudah maju bersamaan dengan tujuan kedua
yaitu dalam bentuk pembatasan jumlah produksi dengan pembayaran
kompensasi.

Berdasarkan

ramalan

harga,

perencanaan produksi dan petani mendapat

pemerintah

membuat

pembayaran kompensasi

untuk setiap kegiatan produksi yang diistirahatkan. Di negara kita,


dimana

hasil-hasil

kebutuhan, maka

pertanian

pada

umumnya

belum

kebijakan yang demikian tidak

mencukupi

relevan. Selain

kebijakan harga yang menyangkut hasil-hasil pertanian, peningkatan


pendapatan petani dapat dicapai dengan pemberian subsidi pada harga
sarana-sarana produksi seperti pupuk/insektisida. Subsidi ini mempunyai
pengaruh untuk menurunkan biaya produksi yang dalam teori ekonomi
berarti menggeser kurva penawaran ke atas.

2. Kebijakan Pemasaran
Di samping kebijakan

harga untuk melindungi petani produsen,

pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan-kebijakan

khusus dalam

kelembagaan perdagangan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan


tekanan pada perubahan mata rantai pemasaran dari produsen ke
konsumen, dengan tujuan utama untuk memperkuat daya saing petani.
Di negara-negara Afrika seperti Nigeria dan Kenya apa yang dikenal
dengan nama Badan Pemasaran Pusat (Central Marketing Board)
berusaha untuk mengurangi pengaruh fluktuasi harga pasar dunia atas
penghasilan petani. Badan pemasaran ini sangat berhasil di Inggris yang
dimulai sesudah depresi besar tahun 1930 untuk industri bulu domba,
susu, telor dan kentang. Di Indonesia Badan Pengurusan Kopra, Badan
Pemasaran Lada pada prinsipnya mempunyai

tujuan

yang sama

dengan Badan pemasaran Pusat di Afrika dan Inggris.


Masalah yang dihadapi di Indoensia adalah kurangnya kegairahan
berproduksi pada tingkat petani, tidak ada keinginan untuk mengadakan
penanaman baru dan usaha-usaha lain untuk menaikkan

produksi

karena persentase harga yang diterima oleh petani relatif kecil


dibandingkan dengan bagian yang diterima golongan-golongan lain.
Selain kebijakan pemasaran hasil-hasil tanaman perdagangan
untuk ekspor, kebijakan ini meliputi pula pengaturan distribusi saranasarana

produksi

bagi

petani.

Pemerintah

berusaha

menciptakan

persaingan yang sehat di antara para pedagang dengan melayani


kebutuhan petani seperti pupuk, insektisida, pestisida dan lain-lain
sehingga petani akan dapat membeli sarana-sarana produksi tersebut
dengan harga yang relatif tidak terlalu tinggi. Jadi disini jelas bahwa
kebijakan

pemasaran merupakan usaha campur tangan pemerintah

dalam bekerjanya kekuatan-kekuatan pasar. Di satu pihak pemerintah


dapat mengurangi pengaruh kekuatan-kekuatan pasar supaya tidak
terlalu merugikan pedagang dan petani, tetapi di pihak lain persaingan
dapat didorong untuk mencapai efisiensi ekonomi yang tinggi. Dalam
praktek kebijakan pemasaran dilaksanakan secara bersamaan dengan
kebijakan harga.
3. Kebijakan Struktural
Kebijakan
memperbaiki

struktural

strukutur

dalam

produksi

pertanian
misalnya

dimaksudkan

luas

pemilikan

untuk
tanah,

pengenalan dan pengusahaan alat-alat pertanian yang baru dan


perbaikan prasarana pertanian pada umumnya baik prasarana fisik
maupun sosial ekonomi.
Kebijakan struktural ini hanya dapat terlaksana dengan kerjasama
yang erat dari beberapa lembaga pemerintah. Perubahan struktur yang
dimaksud

disini

tidak

mudah

untuk

mencapainya

dan

biasanya

memakan waktu lama. Hal ini disebabkan sifat usahatani yang tidak saja
merupakan unit usaha ekonomi tetapi juga merupakan bagian dari
kehidupan petani dengan segala aspeknya. Oleh karena itu tindakan
ekonomi saja tidak akan mampu mendorong perubahan struktural dalam
sektor pertanian sebagaimana dapat dilaksanakan dengan lebih mudah
pada sektor industri. Pengenalan baru dengan penyuluhan-penyuluhan
yang intensif merupakan satu contoh dari kebijakan ini. Kebijakan
pemasaran yang telah disebutkan di atas sebenarnya dimaksudkan pula
untuk mempercepat proses perubahan struktural di sektor pertanian
dalam komoditi-komoditi pertanian. Pada bidang produksi dan tataniaga
kopra,

lada,

karet,

cengkeh

dan

lain-lain.

Dalam

kenyataannya

pelaksanaan kebijakan harga, pemasaran dan struktural tidak dapat


dipisahkan, dan ketiganya saling melengkapi.

4. Kebijakan Pertanian dan Industri


Ciri-ciri pokok perbedaan antara pertanian dan industri adalah:
1. Produksi pertanian kurang pasti dan risikonya besar karena
tergantung pada alam yang kebanyakannya di luar kekuasaan
manusia untuk mengontrolnya, sedangkan industri tidak demikian.
2. Pertanian memproduksi bahan-bahan makanan pokok dan bahanbahan mentah yang dengan kemajuan ekonomi dan kenaikan
tingkat hidup manusia permintaannya tidak akan naik seperti pada
permintaan atas barang-barang industri
3. Pertanian adalah bidang usaha dimana tidak hanya faktor-faktor
ekonomi saja yang menentukan tetapi juga faktor-faktor sosiologi,
kebiasaan dan lain-lain memegang peranan penting. Industri lebih
bersifat lugas (zakelijk).
Ketiga ciri khusus pertanian ini nampak dalam teori ekonomi
sebagai perbedaan dalam respons permintaan dan penawaran atas
perubahan-perubahan harga.
Elatisitas harga atas permintaan dan penawaran hasil-hasil pertanian
jauh lebih kecil daripada hasil-hasil industri. Misalnya elastisitas harga
atas permintaan radio, buku-buku, mobil dan lain-lain, jauh lebih tinggi
daripada elatisitas harga atas permintaan beras dan bahan pakaian. Hal
ini disebabkan pendapatan sektor industri pada umumnya lebih tinggi
daripada pendapatan sektor pertanian maka elastisitas pendapatan atas
permintaan barang-barang hasil industri lebih besar daripada atas bahan
makanan pokok.
5. Pendapatan Penduduk Desa dan Kota

Perbedaan kebijakan antar sektor pertanian dan industri dapat


dilihat pula dalam keperluan akan kebijakan yang berbeda antara
penduduk kota dan penduduk desa. Perbedaan pendapatan antara
penduduk kota dan penduduk pedesaan adalah sedemikian rupa
sehingga mempunyai akibat dalam pola pengeluaran

konsumsi dan

perilaku ekonomi lain-lainnya.


Ada tiga hal yang meyebabkan rata-rata pendapatan penduduk kota
lebih tinggi dibanding penduduk desa yaitu:
1. kestabilan dan kemantapan pendapatan penduduk kota lebih
besar dibanding pendapatan penduduk desa
2. lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan yang dapat mendorong
kegiatan ekonomi di kota lebih banyak dibandingkan di desa
3. lebih banyaknya fasilitas pendidikan dan kesehatan di kota yang
memungkinkan rata-rata produktivitas tenaga kerja di kota lebih
tinggi.
Salah satu upaya untuk mengurangi

perbedaan pendapatan ini

adalah dengan menambah persediaan modal di desa serta mengurangi


jumlah tenaga kerja di pedesaan dan diserap bagi lapangan industri di
kota-kota. Dengan lebih banyaknya investasi di desa misalnya dalam
alat-alat pertanian yang lebih modern, huller , traktor dan juga dalam
pembangunan-pembangunan prasarana fisik seperti jembatan-jembatan
baru, bendungan irigasi dan lain-lain maka timbul adanya keperluan
akan peningkatan keterampilan tenaga kerja. Seorang petani yang
mengerjakan sawah dengan bajak atau traktor dalam waktu yang sama
akan mampu menyelesaikan luas sawah yang lebih besar daripada
petani lain yang hanya menggunakan cangkul. Beberapa faktor yang
menjadi penyebabnya adalah:
1. Adanya tambahan modal yang berupa pajak dan ternak serta
mesin traktor pada petani pertama

2. Adanya keahlian dan keterampilan khusus yang diperlukan oleh


petani yang menjalankan bajak atau traktor itu.
Kedua unsur inilah yang menimbulkan perbedaan

produktivitas

tenaga kerja.
B. Permasalahan Pertanian
1. Jarak Waktu yang Lebar Antara Pengeluaran dan Penerimaan
Pendapatan dalam Pertanian
Banyak

persoalan

yang

dihadapi

oleh

petani

baik

yang

berhubungan langsung dengan produksi dan pemasaran hasil-hasil


pertaniannya maupun yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Selain merupakan usaha, bagi si petani pertanian juga merupakan
bagian dari hidupnya, bahkan suatu cara hidup (way of live), sehingga
tidak

hanya

aspek

ekonomi

saja

tetapi

aspek-aspek

sosial

dan

kebudayaan, aspek kepercayaan dan keagamaan serta aspek-aspek


tradisi semuanya memegang peranan penting dalam tindakan-tindakan
petani. Namun demikian dari segi ekonomi pertanian, berhasil tidaknya
produksi petani dan tingkat harga yang diterima oleh petani untuk hasil
produksinya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perilaku dan
kehidupan petani.
Perbedaan

yang

jelas

antara

persoalan-persoalan

ekonomi

pertanian dan persoalan ekonomi di luar bidang ekonomi pertanian


adalah jarak waktu (gap) antara pengeluaran yang harus dilakukan para
pengusaha pertanian dengan penerimaan hasil penjualan. Jarak waktu
ini sering pula disebut gestation period, yang dalam bidang pertanian
jauh lebih besar daripada dalam bidang industri. Di dalam bidang
industri, sekali produksi telah berjalan maka penerimaan dari penjualan
akan mengalir setiap hari sebagaimana mengalirnya hasil produksi.
Dalam bidang pertanian tidak demikian kecuali bagi para nelayan

penangkap ikan yang dapat menerima hasil setiap hari sehabis ia


menjual ikannya. Jadi ciri khas kehidupan petani adalah perbedaan pola
penerimaan pendapatan dan pengeluarannya. Pendapatan petani hanya
diterima setiap musim panen, sedangkan pengeluaran harus diadakan
setiap hari, setiap minggu atau kadang-kadang dalam waktu yang
sangat mendesak sebelum panen tiba.
2. Tekanan Penduduk dan Pertanian
Persoalan lain yang sifatnya lebih jelas lagi
pertanian

adalah

persoalan

yang

menyangkut

dalam ekonomi
hubungan

antara

pembangunan pertanian dan jumlah penduduk. Malthus dalam tahun


1888 menerbitkan buku yang terkenal mengenai persoalan-persoalan
penduduk dan masalah pemenuhan kebutuhan manusia akan bahan
makanan. Penduduk bertambah lebih cepat daripada pertambahan
produksi bahan makanan. Penduduk bertambah menurut deret ukur,
sedangkan produksi bahan makanan hanya bertambah menurut deret
hitung.

Persoalan

penduduk

di

Indonesia

tidak

hanya

dalam

kepadatannya tetapi juga pembagian antardaerah tidak seimbang.


Komposisinya
pemusatan

menunjukkan

penduduk

di

suatu

penduduk

kota-kota

besar.

yang
Tingkat

muda

dengan

pertambahan

penduduk tinggi, karena angka kelahiran tinggi, sedangkan angka


kematian menurun. Menurunnya angka kematian disebabkan oleh
kemajuan kesehatan dan sanitasi.
Ditinjau dari sudut ekonomi pertanian maka adanya persoalan penduduk
dapat dilihat dari tanda-tanda berikut:
1. persediaan tanah pertanian yang makin kecil
2. produksi bahan makanan per jiwa yang terus menurun
3. bertambahnya pengangguran

4. memburuknya

hubungan-hubungan

pemilik

tanah

dan

bertambahnya hutang-hutang pertanian.


3. Pertanian Subsisten
Perkataan subsisten ini banyak sekali dipakai dalam berbagai
karangan

mengenai

ekonomi

pertanian

sebagai

terjemahan

dari

perkataan subsistence dari kata subsist yang berarti hidup. Pertanian


yang subsisten diartikan sebagai suatu sistem bertani dimana tujuan
utama dari si petani adalah untuk memenuhi keperluan hidupnya
beserta

keluarganya.

Namun

dalam

menggunakan

definisi

yang

demikian sejak semula harus diingat bahwa tidak ada petani susbsisten
yang begitu homogen, yang begitu sama sifat-sifatnya satu dari yang
lain. Dalam kenyataannya petani subsisten ini sangat berbeda-beda
dalam hal luas dan kesuburan tanah yang dimilikinya dan dalam kondisikondisi sosial ekonomi lingkungan hidupnya.
Apa

yang

memandang

sama

pertanian

di

antara

sebagai

mereka
sarana

adalah

pokok

bahwa

untuk

mereka

memenuhi

kebutuhan keluarga yaitu melalui hasil produksi pertanian itu. Dengan


definisi tersebut sama sekali tidak berarti bahwa petani susbsisten tidak
berfikir dalam pengertian biaya dan penerimaan. Mereka juga berpikir
dalam pengertian itu, tetapi tidak dalam bentuk pengeluaran biaya
tunai, melainkan dalam kerja, kesempatan beristirahat dan partisipasi
dalam kegiatan-kegiatan upacara adat dan lain-lain.
C. Mekanisasi, Pemecahan Masalah Efisiensi Kerja Petani
Dewasa

ini

strategi

pembangunan

nasional

khususnya

pembangunan sektor pertanian dipusatkan pada upaya mendorong


percepatan perubahan struktural, meliputi proses perubahan dari sistem
pertanian tradisional ke sistem pertanian yang maju dan modern, dari

10

sistem pertanian subsistem ke sistem pertanian yang berorientasi pasar


dan dari kedudukan ketergantungan kepada kedudukan kemandirian.
Perubahan struktural tersebut merupakan langkah dasar yang
meliputi pengalokasian sumber daya (baik alam, manusia maupun
mekanik), penguatan kelembagaan dan pemberdayaan manusia. Dalam
pelaksanaannya

harus

meliputi

langkah-langkah

nyata

untuk

meningkatkan akses kepada aset produktif berupa teknologi harus dapat


dimanfaatkan dan dikembangkan untuk tujuan-tujuan yang lebih maju
dan

lebih

bermanfaat

termasuk

antara

lain

pengolahan

tanah,

pemberian air pemilihan bibit unggul, pemupukan, pengendlaian hama


dan penyakit, dan pemanenan secara bijaksana.
Pembangunan pertanian harus diarahkan pada terciptanya tenaga
petani yang terampil dalam mengelola usaha taninya. Juga terbentuknya
masyarakat petani yang maju, bersemangat profesional sehingga
mampu menghadapi tantangan dan permasalahan dalam melaksanakan
usaha taninya.
Di Indonesia dapat dicatat adanya berbagai tantangan dan
permasalahan dalam pengelolaan usaha tani yang masing-masing
mempunyai kekhususan yang berbeda-beda seperti kenaikan produksi,
peningkatan di bidang pemasaran dan sistem kredit, serta efisiensi. Dari
berbagai ragam tantangan dan permasalahan tersebut yang sering kali
terlupakan oleh pengamat adalah efisiensi dalam pengelolaan usaha
tani terutama yang berhubungan dengan kerja petani.
Perlunya Efisiensi
Menurut Clifford Geertz dalam Involusi Pertanian, pemakaian
tenaga kerja di sektor pertanian di Indonesia tergolong sangat besar
dibanding negara lain. Di Amerika Serikat kurang lebih 0,002 Kw/ha,
Jepang 0,014 Kw/ha, sedang Indonesia 0,127 Kw/ha. Tetapi tenaga kerja

11

manusia di Jepang dan Amerika Serikat lebih intensif dibanding di


Indonesia. Terlihat adanya perbedaan nyata antara petani Indonesia
dengan petani Jepang.
Langkah

yang

menyebabkan

pertanian

di

Jepang

jauh

meninggalkan Indonesia dalam jangka waktu yang sama adalah


produktivitas pekerja. Yang utama dalam produktivitas pekerja (petani)
Jepang adalah terjadinya perbaikan yang esensial dalam praktik
pertanian Jepang sesuai dengan produksi kecil yang efisien. Selain itu di
Jepang produktivitas pekerja (petani) bukan hanya diperhitungkan per ha
sawah, tetapi penggunaan tenaga kerja dimanfaatkan se efisien
mungkin dengan menggunakan perhitungan yang baik.
Di Indonesia, efisiensi yang diartikan sebagai kedayagunaan suatu
sumber tenaga dapat menangani suatu bahan, masih belum mendapat
perhatian secara serius. Padahal fungsi perbaikan pertanian adalah
menaikkan pendapatan, kesejahteraan, taraf hidup dan daya beli petani.
Sangat kecilnya efisiensi petani merupakan hambatan bagi faktor-faktor
lain yang merupakan penetrasi pembangunan pertanian.
Perbaikan taraf hidup petani memang tidak dilakukan dengan
hanya memberi landreform (Redistribusi Tanah Pertanian) atau credit
reform (Pemberian Kredit Usaha Tani), tetapi perlu juga diperhatikan
situasi kerja petani. Situasi kerja yang monoton dengan hasil yang
rendah menyebabkan petani mengalami kejenuhan. Ditilik lebih jauh,
perlu diakui bahwa kejenuhan petani ini terus berlangsung. Hal ini
disebabkan oleh miskinnya inovasi dan tiadanya gebrakan-gebrakan
baru yang menggairahkan petani.
Hambatan pembangunan dalam sektor pertanian di Indonesia
adalah

lambatnya

kemajuan

teknologi.

Kontras

teknologi

selalu

dipersoalkan. Tingkat teknologi yang rendah menyebabkan petani sulit


memperoleh hasil dalam proses produksi yang maksimal. Kehilangan

12

hasil dalam proses produksi sangat besar, sementara biaya yang


diperlukan sangat tinggi. Contoh paling sederhana adalah dalam
memanen padi. Untuk 9 kg gabah harus dibayar 1 kg gabah. Jika total
hasil panen padi (dalam satu musim tanam) dalam 1 ha adalah 9 ton
gabah, maka biaya pemanenan yang dikeluarkan sebesar 1 ton gabah.
Efisiensi teknologi yang memperkecil tingkat kejerihan kerja
dengan

produktivitas

memperkenalkan
pembengkakan

tinggi

teknologi

masih

yang

pengangguran

dicemburui.

efisien

terutama

selalu
di

Harapan

dihantui

wilayah

oleh

perdesaan.

Akibatnya jumlah tenaga pengangguran semu dalam sektor pertanian di


Indonesia sangat besar. Tidak jelas lahirnya tenaga kerja semu ini karena
efektivitas kerja rendah yang menyerap banyak tenaga manusia atau
memang karena distribusi kerja yang tidak merata.
Tuntutan Inovasi
Dalam arah kebijakan pembangunan nasional, pembangunan
sektor

pertanian

diarahkan

untuk

meningkatkan

pendapatan

kesejahteraan, daya beli, taraf hidup, kapasitas dan kemandirian serta


akses masyarakat pertanian dalam proses pembangunan melalui
peningkatan kualitas dan kuantitas produksi serta distribusi dan
keanekaragaman hasil pertanian. Pembangunan pertanian diarahkan
pada

pengembangan

berbudaya

industri,

sistem

pertanian

maju

dan

yang

efisien

berkelanjutan

ditingkatkan

yang

dengan

memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.


Pembangunan

pertanian

memang

sudah

saatnya

menganut

pendekatan industri bukan lagi agraris, artinya menangani pertanian


secara industri bukan lagi tergantung sepenuhnya kepada faktor alam.
Pengertian industri dalam hal ini bukan semata-mata mendirikan pabrik,
tetapi yang lebih mendasar adalah mentransformasikan budaya (pola

13

pikir, sikap mental dan perilaku) masyarakat industri di kalangan para


petani.
Kebudayaan industri tersebut antara lain mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut, pertama pengetahuan merupakan landasan utama
dalam

menentukan

langkah

atau

tindakan

dalam

pengambilan

keputusan (bukan berdasarkan kebiasaan semata). Kedua, perekayasan


harus

menggantikan

ketergantungan

pada

faktor

alam.

Ketiga,

kemajuan teknologi merupakan sarana utama dalam pemanfaatan


sumber daya. Keempat, efisiensi dan produktivitas sebagai dasar utama
dalam alokasi sumber daya agar penggunaan sumber daya tersebut
hemat. Kelima, mekanisme pasar merupakan media utama transaksi
barang dan jasa. Keenam, profesionalisme merupakan karakter yang
menonjol.
Untuk memenuhi tuntutan di atas, alternatif inovasi yang sampai
sekarang tampaknya relevan walaupun tidak terlalu baru adalah
penerapan

mekanisasi

pertanian

(penggunaan

alat

dan

mesin

pertanian). Sudah saatnya dimulai penerapan mekanisasi pertanian


dalam sistem pertanian nasional meskipun tetap dilakukan secara
selektif.
Upaya menuju pertanian industri antara lain dapat dikembangkan
dengan peningkatan penggunaan alat dan mesin pertanian dalam
pengolahan tanah dan penanganan pasca panen. Salah satu keuntungan
yang diperoleh adalah terjadinya peningkatan efisiensi dan produktivitas
pemanfaatan sumber daya alam.

Mekanisasi Dan Distribusi Kerja

14

Penggunaan alat dan mesin pertanian saat ini memang sudah


merupakan suatu kebutuhan. Efisiensi tinggi saat ini harus mulai
diperkenalkan kepada petani. Hal ini tentu beralasan karena tenaga
kerja yang digunakan saat ini tidak mempunyai kesinambungan
(kontinuitas). Seorang buruh tani hanya akan dibutuhkan pada saat
pengolahan tanah dan panen. Pada
dibutuhkan,

akhirnya

terjadi

proses lain mereka

pengangguran

yang

tidak

kurang
kentara

(disguised unemployment). Pembuangan waktu yang lama dan sia-sia ini


menyebabkan efisiensi menjadi lebih rendah.
Berdasarkan data dalam Involusi Pertanian, pada saat pengolahan
tanah, traktorisasi di Indonesia sangat rendah dibanding negara lain.
Pada

hakikatnya

Indonesia

masih

sangat

ketinggalan

pada

pengembangan traktor. Pemakaian traktor di Indonesia hanya 0,005


Kw/ha. Amerika Serikat 1,7 Kw/ha, Belanda 3,6 Kw/ha dan Jepang 5,6
Kw/ha. Rendahnya pemakaian traktor ini disebabkan oleh rendahnya
perkembangan mekanisasi di Indonesia.
Akibatnya, untuk menggarap tanah seluas 1 ha diperlukan waktu
berhari-hari dan melibatkan banyak tenaga manusia. Tenaga manusia
akhirnya tidak mendapat harga yang layak sehingga produktivitas juga
semakin

rendah.

Tenaga

manusia

adalah

tenaga

riskan,

hanya

digunakan paling cepat 4 bulan sekali menjadi buruh tani.


D.

Strategi

dan Kebijakan Pokok Pembangunan Pengolahan

dan Pemasaran Hasil Pertanian


Dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan
pengolahan dan pemasaran hasil pertanian,

maka

strategi kebijakan

yang ditempuh harus mencerminkan visinya, yaitu: tangguh, berdaya


saing, dan berkelanjutan. Dalam hubungan tersebut maka strategi pokok
pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian adalah:

15

1.

Meningkatkan Kapasitas dan Memberdayakan SDM serta


Kelembagaan Usaha di Bidang Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Pertanian.
Salah satu permasalahan yang mendasar dalam memajukan usaha

pertanian di tanah air adalah masih lemahnya kemampuan sumber daya


manusia dan kelembagaan usaha dalam hal penanganan pasca panen,
pengolahan dan pemasaran hasil. Hal tersebut disebabkan oleh karena
pembinaan SDM pertanian selama ini lebih difokuskan kepada upaya
peningkatan produksi (budidaya) pertanian, sedangkan produktivitas
dan daya saing usaha agribisnis sangat ditentukan oleh kemampuan
pelaku usaha yang bersangkutan dalam mengelola produk yang
dihasilkan (pasca panen dan pengolahan hasil) serta pemasarannya.
Adapun beberapa kebijakan operasional terkait dengan strategi tersebut
adalah:
1. Meningkatkan penyuluhan, pendampingan, pendidikan dan pelatihan
di bidang pasca panen, pengolahan serta pemasaran hasil pertanian;
2. Mengembangkan

kelembagaan

usaha

pelayanan

pascapanen,

pengolahan dan pemasaran hasil pertanian yang langsung dikelola


oleh petani/kelompok tani.
2.

Meningkatkan Inovasi Dan Diseminasi Teknologi Pasca


Panen Dan Pengolahan.
Salah satu dampak yang signifikan dari kebijakan yang menitik

beratkan kepada usaha produksi (budidaya) selama ini adalah kurang


memadainya

upaya-upaya

inovasi

teknologi

pasca

panen

dan

pengolahan serta diseminasinya. Hal tersebut mengakibatkan lemahnya


daya saing dan kecilnya nilai tambah yang dapat dinikmati oleh petani,
sehingga kesejahteraan tidak meningkat dari tahun ke tahun. Untuk
meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian maka perlu

16

ditingkatkan

upaya-upaya

inovasi

teknologi

pasca

panen

dan

pengolahan hasil pertanian serta diseminasinya. Dalam hubungan


tersebut, beberapa kebijakan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Melakukan kerjasama dan koordinasi dengan sumber-sumber inovasi
teknologi
bengkel

seperti lembaga riset, Perguruan Tinggi dan bengkelswasta

dalam

rangka

pengembangan

dan

diseminasi

teknologi tepat guna.


2. Mengembangkan bengkel alsin pascapanen dan pengolahan hasil
3. Mengembangkan sistem sertifikasi dan apresiasi (penghargaan)
terhadap inovasi teknologi yang dilakukan oleh masyarakat.
4. Mengembangkan pilot proyek dan percontohan penerapan teknologi
pasca panen dan pengolahan hasil pertanian.
5. Memberikan penghargaan dengan kriteria mutu, rasa, skala usaha,
tampilan terhadap produk olahan yang dihasilkan oleh para pelaku
usaha.
3.

Meningkatkan Efisiensi Usaha Pasca Panen, Pengolahan


Dan Pemasaran Hasil
Kunci terpenting dalam rangka meningkatkan daya saing produk

pertanian baik produk segar maupun olahan hasil pertanian adalah mutu
produk yang baik dan efisiensi dalam proses produksi maupun pada
tahap pemasarannya. Mutu produk dan efisiensi akan berpengaruh
langsung terhadap harga dari setiap produk bersangkutan. Kebijakan
dalam rangka meningkatkan mutu dan efisiensi produksi dan pemasaran
hasil pertanian di antaranya adalah:
1. Revitalisasi teknologi dan sarana/ prasarana usaha pasca panen
pengolahan dan pemasaran hasil pertanian;
2. Mengembangkan produksi sesuai potensi pasar;

17

3. Menerapkan sistem jaminan mutu, termasuk penerapan GAP, GHP


dan GMP;
4. Mengembangkan

kelembagaan

pemasaran

yang

dikelola

oleh

kelompok tani di sentra produksi;


5. Mengupayakan sistem dan proses distribusi yang efisien.
6. Memfasilitasi pengembangan kewirausahaan dan kemitraan usaha
pada bidang pemasaran hasil pertanian
4.

Meningkatkan

Pangsa

Pasar

Baik

Di

Pasar

Domestik

Maupun Internasional.
Pasar merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha
agribisnis; oleh karena itu maka pengembangan pemasaran harus selalu
dilakukan sejalan dengan pengembangan usaha produksi. Seperti usaha
industri pada umumnya, sistem usaha produksi pertanian atau agribisnis
dimulai dengan salah satu kegiatan pemasaran yaitu Riset Pasar. Dari
kegiatan riset pasar dihasilkan informasi pasar yaitu antara lain berupa
potensi pasar dan harga. Sub sistem selanjutnya adalah perencanaan
produksi, termasuk penentuan desain produk, volume dan waktu. Dalam
sistem budidaya pertanian, perencanaan tersebut lazim disebut sebagai
penentuan pola tanam atau penentuan luas tanam untuk tanaman
semusim. Hal tersebut perlu dilakukan dalam rangka menjaga stabilitas
harga produk yang bersangkutan tetap berada pada tingkat harga yang
wajar berdasarkan keseimbangan kebutuhan dan pasokan atas produk
yang bersangkutan. Sub sistem selanjutnya adalah kegiatan pemasaran
yang meliputi: promosi, penjualan dan diakhiri dengan distribusi
(delivery). Dalam hubungan tersebut maka beberapa kebijakan dalam
pengembangan pasar ialah:
1.

Mengembangkan kegiatan riset pasar

2.

Meningkatkan pelayanan informasi pasar;

3.

Meningkatkan promosi dan diplomasi pertanian;

18

4.

Mengembangkan infrastruktur dan sistem pemasaran yang efektif


dan adil.

5.

Rasionalisasi impor produk pertanian.

6.

Memfasilitasi

pengembangan

investasi

dalam

pengembangan

infrastruktur pemasaran.

5.

Pendekatan

Pengembangan

Industri

Melalui

Konsep

Cluster Dalam Konteks Membangun Daya Saing Industri


Yang Berkelanjutan
Pokok-pokok rencana aksi, dalam jangka menengah ditujukan
untuk memperkuat rantai nilai (value chain) melalui penguatan struktur,
diversifikasi,
perluasan

peningkatan

penguasaan

nilai

pasar.

tambah,

peningkatan

Sedangkan

untuk

mutu,

jangka

serta

panjang

difokuskan pada upaya pembangunan industri pertanian yang mandiri


dan berdaya saing tinggi. Adapun prioritas cluster industri pertanian
yang akan dikembangkan dalam jangka menengah meliputi :
1. Pengembangan Industri yang memiliki daya saing (Competitive
Industry)
a. Industri Pengolahan kakao dan cokelat,
b. Industri Pengolahan Buah,
c. Industri Pengolahan Kelapa,
d. Industri Pengolahan Kopi,
e. Industri Pengolahan Tembakau,
f. Industri Kelapa Sawit, dan
g. Industri Karet dan Barang Karet
h. Industri Pasca Panen Produk Segar

19

2. Pengembangan Industri Strategis


a. Industri Perberasan
a. Industri Kedele
b. Industri Jagung
c. Industri Gula
d. Industri Daging dan Susu
3. Pengembangan Industri Rumah Tangga
- Industri pangan lokal, camilan dan pengolahan produk samping

20

Anda mungkin juga menyukai