EUTHANASIA
WRAP UP
KELOMPOK :
A2
ANGGOTA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
2011
Skenario 2 ...
Ny Indah , seorang wanita berumur 50 tahun menderita penyakit kanker payudara stadium lanjut
dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemotrapi dan radiasi. Wanita tersebut
mengalami nyeri tulang yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian
analgesic biasa. Dr. Umar spesialis bedah onkologi yang merawatnya secara beneficence kemudian
memberikan morphin intravena untuk mengurangi rasa sakitnya. Walaupun Ny. Indah tampak bisa
tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesic derivate morphin untuk mengurangi rasa
sakitnya, dan keluarganya pun meminta untuk dilakukan penambahan dosis pemberian obat
tersebut. Selama tiga minggu terakhir ini, kesehatan Ny. Indah semakin memburuk, ia sudah tidak
bisa berkomunikasi serta kesadarannya menurun. Dr. Umar mengusulkan kepada keluarga untuk
merawat Ny. Indah di ICU. Setelah dirawat beberapa lama di ICU, kondisi Ny. Indah tidak mengalami
kemajuan. Akhirnya keluarga tawakkal dan memutuskan untuk membawa Ny. Indah pulang sambil
mendoakannya. Untuk menghormati keputusan keluarga berdasarkan prinsip bioetik autonomi
maka dr. Umar mencabut alat ventilator yang selama ini mendukung fungsi kehidupan Ny. Indah
(euthania pasif)
1.2 Memahami dan Menjelaskan kaidah dasar bioetik beneficence, autonomy, nonmaleficience dan justice
Prinsip-prinsip dasar etika adalah suatu aksioma yang mempermudah penalaran etik. Prinsipprinsip itu harus dibersamakan dengan prinsip-prinsip lainnya atau yang disebut spesifik.
Tetapi pada beberapa kasus, kerana kondisi berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting dan
sah untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip yang lain.
Keadaan terakhir disebut dengan Prima Facie. Konsil Kedokteran Indonesia, dengan
mengadopsi prinsip etika kedokteran barat, menetapkan bahwa, praktik kedokteran Indonesia
mengacu kepada kepada 4 kaidah dasar moral yang sering juga disebut kaidah dasar etika
kedokteran atau bioetika, antara lain:
Beneficence
Non-malficence
Justice
Autonomy
1. Beneficence
Dalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat manusia,
dokter tersebut juga harus mengusahakan agar pasiennya dirawat dalam keadaan kesehatan.
Dalam suatu prinsip ini dikatakan bahwa perlunya perlakuan yang terbaik bagi pasien.
Beneficence membawa arti menyediakan kemudahan dan kesenangan kepada pasien
mengambil langkah positif untuk memaksimalisasi akibat baik daripada hal yang buruk. Ciriciri prinsip ini, yaitu;
Mengutamakan Alturisme
Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya
menguntungkan seorang dokter
Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan
suatu keburukannya
Menjamin kehidupan baik-minimal manusia
Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan
Meenerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti yang
orang lain inginkan
Memberi suatu resep
2. Non-malficence
Non-malficence adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan perbuatan
yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil resikonya bagi pasien
sendiri. Pernyataan kuno Fist, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti. Non-malficence
mempunyai ciri-ciri:
3. Justice
Keadilan (Justice) adalah suatu prinsip dimana seorang dokter memperlakukan sama rata dan
adil terhadap untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan tingkat
ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial, kebangsaan,
dan kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Justice
mempunyai ciri-ciri :
4. Autonomy
Dalam prinsip ini seorang dokter menghormati martabat manusia. Setiap individu harus
diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak menentukan nasib diri sendiri. Dalam
hal ini pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan membuat keputusan sendiri.
Autonomy bermaksud menghendaki, menyetujui, membenarkan, membela, dan membiarkan
pasien demi dirinya sendiri. Autonomy mempunyai ciri-ciri:
1.3 Memahami dan Menjelaskan hubungan etik kedokteran dengan hukum kedokteran
Etik : mengatur manusia dalam membuat keputusan dan dalam berperilaku (profesi),
dengan menggunakan dialog antar beberapa kiadah moral, dengan hasil yang tidak
selalu seragam
Hukum : mengatur perilaku manusia dalam kaitannya dengan ketertiban hubungan
antar manusia, dengan aturan yang tertentu dan baku
Dari data diatas telah diuraikan pengertian etik dan hukum. Persamaan dan perbedaan
antara keduanya adalah sebagai berikut :
Persamaan etik dan hukum :
1. Sama-sama merupakan alat untuk mengatur tertibnya hidup bermasyarakat
2. Sebagai objeknya adalah tingkah laku manusia
3. Mengandung hak dan kewajiban anggota masyarakat agar tidak saling
merugikan
4. Menggugak kesadaran untuk bersikap manusiawi
Perbedaan etik dan hukum :
1. Etik berlaku untuk lingkungan profesi, hukum berlaku untuk umum
2. Etik disusun berdasarkan kesepakatan anggota profesi, hukum disusun
berdasarkan badan pemerintah
3. Etik tidak seluruhnya tulis, hukum tercantum secara rinci dalam kitab undangundang dan lembaran/berita negara
4. Sanksi terhadap pelanggaran etik berupa tuntutan, sanksi terhadap pelanggaran
hukum berupa tuntutan
5. Pelanggaran etik disesuaikan oleh majelis kehormatan disiplin kedokteran
indonesia (MKDKI) yang dibentuk oleh konsil kedokteran indonesia dan oleh
majelis kehormatan etika kedokteran (MKEK), yang dibentuk oleh ikatan
dokter indonesia (IDI), pelanggaran hukum diselesaikan oleh pengadilan
6. Penyelesain pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik, penyelesain
pelanggaran hukum memerlukan bukti fisik
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa etik merupakan seperangkat perilaku
yang benar dan baik dalam suatu profesi
2.2 Memahami dan Menjelaskan hidup dan mati dalam terminologi islam
A. TERMINOLOGI HIDUP
Alam semesta hanya memiliki makna dalam kaitannya dengan manusia. Padahal
manusianya sendiri telah kehilangan makna. Claude Levi-Strauss
Adu domba, sudah ada sejak dulu, sejak manusia pertama yang melahirkan generasi
pertama anak manusia berikutnya, keluarga nabi Adam A.S. Generasi awal umat
manusia itu Ia jadikan pelajaran bagi generasi manusia selanjutnya dalam rentang
masa yang sangat panjang, tanpa pernah ada kepastian kapan dan seperti apa akhir
dunia terjadi. Masa yang buta, semua manusia tidak pernah tahu rahasia langit tempat
sang Pencipta memainkan skenario hidup kita dengan tanpa ada cerita yang
terlewatkan bahkan sekedipan mata.
Hingga hari ini, zaman modern yang kita lalui, adu domba dan perang antar manusia
semakin sulit dibedakan dengan kepentingan baik. Semua dapat disembunyikan dan
akan banyak sekali pilihan untuk bertindak. Tidak harus frontal, tapi selalu saja
membutakan. Maka, mengetahui sesuatu, tidak harus selalu berujung pada
perlawanan. karena perlawanan berpotensi membutakan. dan karena buta, perlawanan
menjadi reaksioner yang hanya akan menghasilkan kesia-siaan.
Perang antar manusia dipastikan akan selalu terjadi, dan kita sedang khawatir hari ini,
akan seperti apakah perang yang terjadi pada manusia modern nanti. Sangat
menakutkan. Tapi kita jangan terperangkap. Seakan memandang hidup adalah
perjalanan menunda kemenangan jasad (fisik) manusia adalah satu-satunya jalan
pilihan dalam kehidupan.
Memandang dunia penuh dengan kepentingan yang harus berujung pada peperangan,
penghabisan etnis lain, dan kemenangan golongan sendiri adalah satu dari banyak
cara kita memandang hidup, bukan pandangan final setiap manusia yang hidup.
Memang, perang yang tejadi jutaan kali sejak manusia diturunkan di bumi dapat kita
jadikan penguat pendapat, bahwa manusia tidak akan bisa lepas dari jeratan
permusuhan, dan hanya akan ada satu golongan yang berkuasa, mengkahiri dunia
dengan kemenangannya. Tapi jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan, bahwa
peperangan, bukanlah milik semua manusia. Dalam setiap peperangan, selalu ada
sebagian dari mereka yang menangis bukan berteriak lantang, lebih memilih untuk
mengubur nafsunya bukan justru saling membunuh dengan penuh nafsu di arena
pertarungan yang liar, dan selalu ada yang menentang bukan justru memperjuangkan
pecahnya peperangan yang dapat memecah persaudaraan sebagai sesama umat
manusia.
Perbedaan cara memandang hidup tersebut akhirnya melahirkan kelompok manusia
sendiri-sendiri. Selanjurnya, setiap kelompok akan cenderung memperkuat dirinya
sendiri di atas kelompok lain. Secara eksplisit pertarungan tersebut berujung pada
kontestasi identitas dan eksistensi. Padahal dalam kondisi tersebut, satu kelompok
belum tentu dirinya lebih baik, karena menentukan siapa yang terbaik bukanlah
kehendak manusia. Pada akhirnya, setiap dari kita berbeda, dan inilah yang
menjadikan dunia berbatas tembok, tanpa jembatan yang menghubungkan nilai-nilai
universal.
Bertahan hidup
Memenangkan hidup
Mengalahkan hidup
Menikmati hidup
Memaknai hidup
Padahal, urusan apa bagi kita berpikir bahwa kehidupan dunia harus dimenangkan
oleh siapa dan darimana diri kita? Kehidupan di dunia akan menjadi mulia jika setiap
dari kita melihat setiap kemenangan hidup sebagai sebuah bentuk yang substantif,
tidak harus otentik. Sebaliknya, ternyata selama ini kita kalah bukan karena jumlah
kita yang sedikit, tapi kita kalah karena banyak melanggar ajaran-Nya yang suci.
Dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan, agar kamu
jangan merusak keseimbangan itu. Dan tegakanlah keseimbangan itu dengan adil
dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu (QS. Ar-Rahman : 7-9)
B. TERMINOLOGI MATI