Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang


ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi
insulin absolut atau relatif. KAD merupakan salah satu komplikasi akut DM akibat defisiensi
(absolut ataupun relatif) hormon insulin. Komplikasi akut pada Diabetes Melitus merupakan
keadaan darurat yang dapat mengancam jiwa bila tidak mendapat perawatan dan pengobatan
yang cepat dan adekuat.
KAD merupakan kegawatan di bidang endokrinologi yang paling sering dihadapi oleh
para dokter dalam praktek sehari-hari Kedua keadaan tersebut dapat terjadi pada Diabetes
Mellitus (DM) tipe 1 dan 2, meskipun KAD lebih sering dijumpai pada DM tipe I. KAD
mungkin merupakan manifestasi awal dari DM tipe 1 atau mungkin merupakan akibat dari
peningkatan kebutuhan insulin pada DM tipe 1 pada keadaan infeksi, trauma, infark miokard,
atau kelainan lainnya.1

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Epidemiologi

Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester, menunjukkan bahwa insiden KAD


sebesar 8/1000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok umur, sedangkan untuk kelompok
umur kurang dari 30 tahun sebesar 13,4/1000 pasien DM per tahun. Sumber lain menyebutkan
insiden KAD sebesar 4,6 8/1000 pasien DM per tahun.4,5 KAD dilaporkan bertanggung jawab
untuk lebih dari 100.000 pasien yang dirawat per tahun di Amerika Serikat.
Walaupun data komunitas di Indonesia belum ada, agaknya insiden KAD di Indonesia
tidak sebanyak di negara barat, mengingat prevalensi DM tipe 1 yang rendah. Laporan insiden
KAD di Indonesia umumnya berasal dari data rumah sakit dan terutama pada pasien DM tipe 2.
Angka kematian pasien dengan KAD di negara maju kurang dari 5% pada banyak senter,
beberapa sumber lain menyebutkan 5 10%, 2 10%5, atau 9 10%1. Sedangkan di klinik
dengan sarana sederhana dan pasien usia lanjut angka kematian dapat mencapai 25 50%.
Angka kematian menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai KAD,
seperti sepsis, syok berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa darah
awal yang tinggi, uremia dan kadar keasaman darah yang rendah. Kematian pada pasien KAD
usia muda umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional
sesuai dengan pato siologinya. Pada pasien kelompok usia lanjut, penyebab kematian lebih
sering dipicu oleh faktor penyakit dasarnya.1

2.2 Manifestasi Klinis

Tujuh puluh sampai sembilan puluh persen pasien KAD telah diketahui menderita DM
sebelumnya. Sesuai dengan patofisiologi KAD, akan dijumpai pasien dalam keadaan
ketoasidosis dengan pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul), dehidrasi (turgor kulit berkurang,
lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok. sebagai kompensasi
2

terhadap asidosis metabolik dan terjadi bila pH < 7,2. Secara neurologis, 20% penderita tanpa
perubahan sensoris, sebagian penderita lain dengan penurunan kesadaran dan 10% penderita
bahkan sampai koma.
Keluhan poliuria dan polidipsia seringkali mendahului KAD, serta didapatkan riwayat
berhenti menyuntik insulin, demam atau infeksi. Muntah-muntah merupakan gejala yang sering
dijumpai. Pada KAD anak, sering dijumpai gejala muntah-muntah masif. Dapat pula dijumpai
nyeri perut yang menonjol dan hal ini dapat berhubungan dengan gastroparesis dilatasi lambung.
Hal ini mirip dengan kegawatan abdomen.
Ketonemia diperkirakan sebagai penyebab dari sebagian besar gejala ini. Beberapa
penderita diabetes bahkan sangat peka dengan adanya keton dan menyebabkan mual dan muntah
yang berlangsung dalam beberapa jam sampai terjadi KAD. Derajat kesadaran pasien bervariasi,
mulai dari kompos mentis sampai koma. Bau aseton dari hawa napas tidak selalu mudah tercium
tapi sangat menguatkan diagnosis.1,2
Glukosa serum biasanya > 250 mg/dl. Kadar glukosa mencerminkan derajat kehilangan
cairan ekstraseluler. Kehilangan cairan yang berat menyebabkan aliran darah ginjal berkurang
dan menurunnya ekskresi glukosa.
Tiga benda keton utama adalah : betahidroksibutirat, asetoasetat, dan aseton. Kadar keton
total umumnya melebihi 3 mM/L dan dapat meningkat sampai 30 mM/L (nilai normal adalah
sampai 0,15 mM/L). Kadar aseton serum meningkat 3-4 kali dari kadar asetoasetat, namun
berbeda dengan keton lainnya aseton tidak berperan dalam terjadinya asidosis.
Betahidroksibutirat dan asetoasetat menumpuk dalam serum dengan perbandingan 3:1
(KAD ringan) sampai 15:1 (KAD berat).Serum atau hidroksibutirat kapiler dapat digunakan
untuk mengikuti respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L
dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis
diabetik (KAD).
Pada pemeriksaan arterial blood gas pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk
mengulang pH measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas
darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena
perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan
untuk melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai
cara untuk menilai asidosis juga.
3

Kadar natrium serum dapat rendah, normal, atau tinggi. Hiperglikemia menyebabkan
masuknya cairan intraseluler ke ruang ekstraseluler. Hal ini menyebabkan hiponatremia
walaupun terjadi dehidrasi dan hiperosmolaritas. Hipertrigliseridemia dapat juga menyebabkan
menurunnya kadar natrium serum.
Kadar kalium serum juga dapat rendah, normal, dan tinggi. Kadar kalium mencerminkan
perpindahan kalium dari sel akibat asidosis dan derajat kontraksi intravaskuler. Karena hal di
atas dan hal lain, kadar kalium yang normal atau tinggi tidak mencerminkan defisit kalium tubuh
total sesungguhnya yang terjadi sekunder akibat diuresis osmotik yang terus menerus. Kadar
kalium yang rendah pada awal pemeriksaan harus dikelola dengan cepat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0-15 mEq/L dan pH yang rendah (6,8-7,3).
Tingkat pCO2 yang rendah (10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan
kussmaul) terhadap asidosis metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis)
dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam
hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.
Kadar fosfat serum dapat normal pada saat masuk rumah sakit. Seperti halnya kadar
kalium kadar fosfat tidak mencerminkan defisit tubuh yang sesungguhnya, walaupun terjadi
perpindahan fosfat intraseluler ke ruang ekstraseluler, sebagai bagian dari keadaan katabolik.
Fosfat kemudian hilang melalui urin akibat diuresis osmotic.
Kadar nitrogen ureum darah (BUN) biasanya sekitar 20-30 mg/dl menandakan anion gap
yang lebih tinggi dari biasanya. Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb
juga dapat terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan
BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.
Osmolalitas diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg /
dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma biasanya
memiliki osmolalitas > 330 mOsm / kg H2O. Lekosit sering meningkat setinggi 15.00020.000/ml pada KAD, maka dari itu tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya bukti adanya
infeksi. Amilase serum dapat meningkat. Penyebabnya tidak diketahui, mungkin berasal dari
pankreas (namun tidak terbukti ada pankreatitis) atau kelenjar ludah. Transaminase juga
meningkat. Pada urinalisis terdapat glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk
mendeteksi infeksi saluran kencing yang mendasari.1-3

2.3 Faktor Pencetus

Terdapat sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertamakalinya. Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali
adanya faktor pencetus, sementara 20% lainnya tidak diketahui faktor pencetusnya. KAD
biasanya dicetuskan oleh suatu faktor yang mempengaruhi fungsi insulin. Mengatasi pengaruh
faktor ini penting dalam pengobatan dan pencegahan KAD selanjutnya.
Faktor pencetus tersering dari KAD adalah infeksi, dan diperkirakan sebagai pencetus
lebih dari 50% kasus KAD. Pada infeksi akan terjadi peningkatan sekresi kortisol dan glukagon
sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah yang bermakna. Faktor lainnya adalah
cerebrovascular

accident,

alcohol

abuse,

pankreatitis,

infark

jantung,

trauma,

pheochromocytoma, obat, DM tipe 1 yang baru diketahui dan diskontinuitas (kepatuhan) atau
terapi insulin inadekuat. Kepatuhan akan pemakaian insulin dipengaruhi oleh umur, etnis dan
faktor komorbid penderita.
Faktor lain yang juga diketahui sebagai pencetus KAD adalah trauma, kehamilan,
pembedahan, dan stres psikologis. Infeksi yang diketahui paling sering mencetuskan KAD
adalah infeksi saluran kemih dan pneumonia. Pneumonia atau penyakit paru lainnya dapat
mempengaruhi oksigenasi dan mencetuskan gagal napas, sehingga harus selalu diperhatikan
sebagai keadaan yang serius dan akan menurunkan kompensasi respiratorik dari asidosis
metabolik.
Infeksi lain dapat berupa infeksi ringan skin lesion atau infeksi tenggorokan. Obat-obatan
yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat seperti kortikosteroid, thiazid, pentamidine, dan
obat simpatomimetik (seperti dobutamin dan terbutalin), dapat mencetuskan KAD. Obat-obat
lain yang diketahui dapat mencetuskan KAD diantaranya beta bloker, obat antipsikotik, dan
fenitoin, Pada pasien usia muda dengan DM tipe 1, masalah psikologis yang disertai kelainan
makan memberikan kontribusi pada 20% KAD berulang. Faktor yang memunculkan kelalaian
penggunaan insulin pada pasien muda diantaranya ketakutan untuk peningkatan berat badan
dengan perbaikan kontrol metabolik, ketakutan terjadinya hipoglikemia, dan stres akibat
penyakit kronik.1,2,4
Banyak obat diketahui mengurangi sekresi insulin atau menambah resistensi insulin.
Obat-obatan yang sering digunakan dan harus dipertimbangkan perlu tidaknya pada pasien
5

diabetes antara lain: hidroklortiazid, -blocker, Ca-channel blocker, dilantin, dan kortisol.
Alkohol mungkin menghambat sekresi insulin karena dapat menyebabkan pankreatitis subklinis
dan mempengaruhi sel.5,6
Namun demikian, seringkali faktor pencetus KAD tidak ditemukan dan ini dapat
mencapai 20 30% dari semua kasus KAD, akan tetapi hal ini tidak mengurangi dampak yang
ditimbulkan akibat KAD itu sendiri.1

2.4 Patofisiologi

Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin
absolut dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon
pertumbuhan), sehingga semua keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat
dan utililisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemi.
Akibat dari defisiensi insulin absolut, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria
berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas
disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton
dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion
hidrogen dan asidosis metabolik.
Glukosuria dan ketonuria akan menyebabkan diuresis osmotik yang menimbulkan
kehilangan air dan elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida.
Akibat dari kehilangan air yang banyak (poliuria) akan menimbulkan uremia prarenal dan syok
hipovolemi. Asidosis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh tubuh dengan
peningkatan pelepasan CO2 ke luar tubuh melalui peningkatan ventilasi yang dalam (pernafasan
kussmaul).
Akibat dari asidosis metabolik dan penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan
mengalami koma sampai meninggal. Muntah biasanya sering terjadi akibat dari asidosis
metabolik dengan perangsangan pusat muntah di otak sehingga akan mempercepat kehilangan
air dan elektrolit.1,2

Gambar 1. Patofisiologi pada KAD.6

2.5 Diagnosis

Langkah pertama yang harus diambil pada pasien KAD terdiri dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti terutama memperhatikan patensi jalan napas, status
mental, status ginjal dan kardiovaskular, dan status hidrasi. Langkah-langkah ini harus dapat
menentukan jenis pemeriksaan laboratorium yang harus segera dilakukan, sehingga
penatalaksanaan dapat segera dimulai tanpa adanya penundaan.1
Meskipun gejala DM yang tidak terkontrol mungkin tampak dalam beberapa hari,
perubahan metabolik yang khas untuk KAD biasanya tampak dalam jangka waktu pendek (< 24
jam). Umumnya penampakan seluruh gejala dapat tampak atauberkembang lebih akut dan pasien
dapat tampak menjadi KAD tanpa gejala atau tanda KAD sebelumnya.
7

Gambaran klinis klasik termasuk riwayat poliuria, polidipsia, dan polifagia, penurunan
berat badan, muntah, sakit perut, dehidrasi, lemah, clouding of sensoria, dan akhirnya koma.
Pemeriksaan klinis termasuk turgor kulit yang menurun, respirasi Kussmaul, takikardia,
hipotensi, perubahan status mental, syok, dan koma. Lebih dari 25% pasien KAD menjadi
muntah-muntah yang tampak seperti kopi.
Perhatian lebih harus diberikan untuk pasien dengan hipotermia karena menunjukkan
prognosis yang lebih buruk. Demikian pula pasien dengan abdominal pain, karena gejala ini
dapat merupakan akibat atau sebuah indikasi dari pencetusnya, khususnya pada pasien muda.
Evaluasi lebih lanjut diperlukan jika gejala ini tidak membaik dengan koreksi dehidrasi dan
asidosis metabolik.1,4
Tabel 1. Kriteria Diagnosis KAD.3

2.7 Diagnosis Banding

Dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas maka KAD dapat di diagnosis banding
dengan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik. KHNK adalah suatu sindrom yang
8

ditandai dengan hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis disertai
dengan penurunan kesadaran.
KHNK adalah suatu komplikasi akut dari diabetes melitus di mana penderita akan
mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan
suatu keadaan yang disebut koma. Ini terjadi pada penderita diabetes tipe II.
KHNK adalah sindrom berkaitan dengan kekurangan insulin secara relative, paling sering
terjadi pada panderita NIDDM. Secara klinik diperlihatkan dengan hiperglikemia berat yang
mengakibatkan hiperosmolar dan dehidrasi, tidak ada ketosis/ada tapi ringan dan gangguan
neurologis.1,8

Tabel 2. Perbandingan KAD dan KHNK.2


Ketoasidosis Diabetikum
(KAD)
Umur
Gula darah
Na serum
K serum
Bikarbonat
Ureum
Osmolalitas
Keton Plasma
pH arteri
pCO2 arteri
Anion Gap

< 40 th
250-600 mg/dl
125-135 mEq
/N
S<15 meq/L
tapi < 60 mg/dl
300-320 mOsm/kg
++++
6,8-7,3
20-30 mmHg

Koma Hiperosmolar
Hiperglikemik Nonketotik
(KHNK)
>40 th
600-1200 mg/dl
135-145 mEq
N
N sedikit menurun
> 60 mg/dl
330-380 mOsm/kg
+/>7,3
N
N sedikit meningkat

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan KAD bersifat multifaktorial sehingga memerlukan pendekatan


terstruktur oleh dokter danparamedis yang bertugas. Terdapat banyak sekali pedoman
penatalaksanaan KAD tetapi harus disesuaikan dengan kondisi penderita.
Keberhasilan penatalaksanaan KAD membutuhkan koreksi dehidrasi, hiperglikemia,
asidosis dan kelainan elektrolit, identifikasi faktor presipitasi komorbid, dan yang terpenting

adalah pemantauan pasien terus menerus.6 Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan pada
penatalaksanaan KAD.
1. Terapi cairan
Prioritas utama pada penatalaksanaan KAD adalah terapi cairan. Terapi insulin hanya
efektif jika cairan diberikan pada tahap awal terapi dan hanya dengan terapi cairan saja akan
membuat kadar gula darah menjadi lebih rendah. Hal penting pertama yang harus dipahami
adalah penentuan defisit cairan yang terjadi. Beratnya kekurangan cairan yang terjadi
dipengaruhi oleh durasi hiperglikemia yang terjadi, fungsi ginjal, dan intake cairan penderita.1
Penentuan derajat dehidrasi dengan gejala klinis seringkali sukar dikerjakan, namun
demikian beberapa gejala klinis yang dapat menolong untuk menentukan derajat dehidrasi
adalah:
- 5% : penurunan turgor kulit, membran mukosa kering, takikardia
- 10% : capillary re ll time 3 detik, mata cowong
- > 10% : pulsus arteri perifer lemah, hipotensi, syok, oliguria
Resusitasi cairan hendaknya dilakukan secara agresif. Targetnya adalah penggantian
cairan sebesar 50% dari kekurangan cairan dalam 8 12 jam pertama dan sisanya dalam 12 16
jam berikutnya. Menurut perkiraan banyak ahli, total kekurangan cairan pada pasien KAD
sebesar 100 ml/kgBB, atau sebesar 5 8 liter. Pada pasien dewasa, terapi cairan awal langsung
diberikan untuk ekspansi volume cairan intravaskular dan ekstravaskular dan menjaga perfusi
ginjal.6
Terdapat beberapa kontroversi tentang jenis cairan yang dipergunakan. Tidak ada uji
klinik yang membuktikan kelebihan pemakaian salah satu jenis cairan. Kebanyakan ahli
menyarankan pemakaian cairan fisiologis (NaCl 0,9%) sebagai terapi awal untuk resusitasi
cairan. Cairan fisiologis (NaCl 0,9%) diberikan dengan kecepatan 15 20 ml/kgBB/jam atau
lebih selama jam pertama ( 1 1,5 liter).
Petunjuk praktis pemberian cairan sebagai berikut: 1 liter pada jam pertama, 1 liter dalam
2 jam berikutnya, kemudian 1 liter setiap 4 jamsampai pasien terehidrasi. Sumber lain
menyarankan 1 1,5 lt pada jam pertama, selanjutnya 250 500 ml/jam pada jam berikutnya.2
Pilihan cairan selanjutnya tergantung dari status hidrasi, kadar elektrolit serum, dan
pengeluaran urine. Pada umumnya, cairan NaCl 0,45% diberikan jika kadar natrium serum tinggi
(> 150 mEq/l), dan diberikan untuk mengkoreksi peningkatan kadar Na+ serum (corrected serum
10

sodium) dengan kecepatan 4 14 ml/kgBB/jam serta agar perpindahan cairan antara intra dan
ekstraselular terjadi secara gradual.
Pemberian cairan harus dapat mengganti perkiraan kekurangan cairan dalam jangka
waktu 24 jam pertama. Perubahan osmolalitas serum tidak melebihi 3 mOsm/kgH2O/jam. Pada
pasien dengan kelainan ginjal, jantung atau hati terutama orang tua, harus dilakukan pemantauan
osmolalitas

serum

dan

penilaian

fungsi

jantung,

ginjal,

dan

status

mental

yang

berkesinambungan selama resusitasi cairan untuk menghindari overload cairan iatrogenik.7


2. Terapi Insulin.
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan rehidrasi yang
memadai. Pemakaian insulin akan menurunkan kadar hormon glukagon, sehingga menekan
produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam
amino dari jaringan otot dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan.5
Protokol pengelolaan KAD dengan drip insulin intravena dosis rendah mulai digunakan
dan menjadi popular. Cara ini dianjurkan karena lebih mudah mengontrol dosis insulin,
menurunkan kadar glukosa darah lebih lambat, efek insulin cepat menghilang, masuknya kalium
ke intrasel lebih lambat, komplikasi hipoglikemia dan hipokalemia lebih sedikit.
Pemberian insulin dengan infus intravena dosis rendah adalah terapi pilihan pada KAD
yagn disebutkan oleh beberapa literatur, sedangkan ADA menganjurkan insulin intravena tidak
diberikan pada KAD derajat ringan. Jika tidak terdapat hipokalemia (K < 3,3 mEq/l), dapat
diberikan insulin regular 0,15 u/kg BB, diikuti dengan infus kontinu 0,1 u/kgBB/jam (5 7
u/jam).
Jika kadar kalium < 3,3 mEq/l, maka harus dikoreksi dahulu untuk mencegah perburukan
hipokalemia yang akan dapat mengakibatkan aritmia jantung. Insulin dosis rendah biasanya
menurunkan gula darah dengan kecepatan 50 75 mg/dl/jam, sama seperti pemberian insulin
dosis lebih tinggi.
Jika gula darah tidak menurun sebesar 50 mg/dl dari nilai awal pada jam pertama, periksa
status hidrasi pasien. Jika status hidrasi mencukupi, infus insulin dapat dinaikkan 2 kali lipat
setiap jam sampai tercapai penurunan gula darah konstan antara 50 75 mg/dl/jam. Ketika kadar
gula darah mencapai 250 mg/dl, turunkan infus insulin menjadi 0,05 0,1 u/kgBB/jam (3 6
u/jam), dan tambahkan infus dextrose 5 10%.7

11

Pada kondisi klinik pemberian insulin intravena tidak dapat diberikan, maka insulin
diberikan dengan dosis 0,3 iu (0,4 0,6 iu)/kgBB yang terbagi menjadi setengah dosis secara
intravena dan setengahnya lagi secara subkutan atau intramuskular, selanjutnya diberikan insulin
secara intramuskular atau subkutan 0,1 iu/kgBB/jam, selanjutnya protokol penatalaksanaannya
sama seperti pemberian drip intravena.
Perbaikan ketonemia memerlukan waktu lebih lama daripada hiperglikemia. Pengukuran
langsung -OHB (beta hidroksi butirat) pada darah merupakan metoda yang lebih disukai untuk
pemantauan KAD. Selama terapi -OHB berubah menjadi asam asetoasetat, yang menandakan
bahwa ketosis memburuk. Selama terapi KAD harus diperiksa kadar elektrolit, glukosa, BUN,
serumkreatinin, osmolalitas, dan derajat keasaman vena setiap 2 4 jam, sumber lain
menyebutkan bahwa kadar glukosa kapiler diperiksa tiap 1 2 jam.5
Kriteria resolusi KAD diantaranya adalah kadar gula darah < 200 mg/dl, serum
bikarbonat 18 mEq/l, pH vena > 7,3, dan anion gap 12 mEq/l. Pada pasien dewasa dapat
diberikan 5 iu insulin tambahan setiap kenaikan gula darah 50 mg/dl pada gula darah di atas 150
mg/dl dan dapat ditingkatkan 20 iu untuk gula darah 300 mg/dl. Ketika pasien dapat makan,
jadwal dosis multipel harus dimulai dengan memakai kombinasi dosis short atau rapidacting
insulin dan intermediate atau long acting insulin sesuai kebutuhan untuk mengontrol glukosa
darah.7
3. Natrium
Penderita dengan KAD kadang-kadang mempunyai kadar natrium serum yang rendah,
oleh karena level gula darah yang tinggi. Untuk tiap peningkatan gula darah 100 mg/dl di atas
100 mg/dl maka kadar natrium diasumsikan lebih tinggi 1,6 mEq/l daripada kadar yang diukur.
Hiponatremia memerlukan koreksi jika level natrium masih rendah setelah penyesuaian efek ini.
Kadar natrium dapat meningkat setelah dilakukan resusitasi cairan dengan normal saline
oleh karena normal saline memiliki kadar natrium lebih tinggi dari kadar natrium ekstraselular
saat itu disamping oleh karena air tanpa natrium akan berpindah ke intraselular sehingga akan
meningkatkan kadar natrium. Serum natrium yang lebih tinggi daripada 150 mEq/l memerlukan
koreksi dengan NaCl 0,45%.5,7
4. Kalium
Meskipun terdapat kekurangan kalium secara total dalam tubuh (sampai 3 5
mEq/kgBB), hiperkalemia ringan sampai sedang seringkali terjadi akibat shift kalium dari
12

intrasel ke ekstrasel akibat asidosis sehingga terapi insulin akan menurunkan kadar kalium
serum. Pada kasus tersebut, penggantian kalium harus dimulai dengan terapi KCl 40 mEq/l, dan
terapi insulin harus ditunda hingga kadar kalium > 3,3 mEq/l untuk menghindari aritmia atau
gagal jantung dan kelemahan otot pernapasan. Terapi kalium dimulai saat terapi cairan sudah
dimulai, dan tidak dilakukan jika tidak ada produksi urine, terdapat kelainan ginjal, atau kadar
kalium > 6 mEq/l.16.7
5. Bikarbonat
Pemakaian bikarbonat pada KAD masih kontroversial. Pada pH > 7,0, pengembalian
aktifitas insulin memblok lipolisis dan memperbaiki ketoasidosis tanpa pemberian bikarbonat.
Pasien dewasa dengan pH < 6,9, 100 mmol natrium bikarbonat ditambahkan ke dalam 400 ml
cairan fisiologis dan diberikan dengan kecepatan 200 ml/jam. Pada pasien dengan pH 6,9 7,0,
50 mmol natrium bikarbonat dicampur dalam 200 ml cairan fisiologis dan diberikan dengan
kecepatan 200 ml/jam. Natrium bikarbonat tidak diperlukan jika pH > 7,0.
Sebagaimana natrium bikarbonat, insulin menurunkan kadar kalium serum, oleh karena
itu pemberian kalium harus terus diberikan secara intravena dan dimonitor secara berkala.
Setelah itu pH darah vena diperiksa setiap 2 jam sampai pH menjadi 7,0, dan terapi harus
diulangi setiap 2 jam jika perlu.7
6. Magnesium
Gejala kekurangan magnesium sangat sulit dinilai dan sering tumpang tindih dengan
gejala akibat kekurangan kalsium, kalium atau natrium. Gejala yang sering dilaporkan adalah
parestesia, tremor, spame karpopedal, agitasi, kejang, dan aritmia jantung. Pasien biasanya
menunjukkan gejala pada kadar 1,2 mg/dl. Jika kadarnya di bawah normal disertai gejala,
maka pemberian magnesium dapat dipertimbangkan.
7. Penatalaksaan terhadap Infeksi yang Menyertai
Antibiotika diberikan sesuai dengan indikasi, terutama terhadap faktor pencetus
terjadinya KAD.Jika faktor pencetus infeksi belum dapat ditemukan, maka antibiotika yang
dipilih adalah antibiotika spektrum luas.5
8. Monitoring Terapi
Semua pasien KAD harus mendapatkan evaluasi laboratorium yang komprehensif
termasuk pemeriksaandarah lengkap dengan profil kimia termasuk pemeriksaan elektrolit dan
analisis gas darah. Pemberian cairan dan pengeluaran urine harus dimonitor secara hati-hati dan
13

dicatat tiap jam. Pemeriksaan EKG harus dikerjakan kepada setiap pasien, khususnya mereka
dengan risiko kardiovaskular.6
Terdapat bermacam pendapat tentang frekuensi pemeriksaan pada beberapa parameter
yang ada. ADA merekomendasikan pemeriksaan glukosa, elektrolit, BUN, kreatinin, osmolalitas
dan derajat keasaman vena tiap 2 4 jam sampai keadaan stabil tercapai. Pemeriksaan kadar gula
darah yang sering adalah penting untuk menilai efikasi pemberian insulin dan mengubah dosis
insulin ketika hasilnya tidak memuaskan. Ketika kadar gula darah 250 mg/dl, monitor kadar gula
darah dapat lebih jarang (tiap 4 jam). Kadar elektrolit serum diperiksa dalam interval 2 jam
sampai 6 8 jam terapi. Jumlah pemberian kalium sesuai kadar kalium, terapi fosfat sesuai
indikasi.7

2.9 Komplikasi

Pada pengobatan KAD diperlukan pengawasan yang ketat, karena pengobatan KAD
sendiri dapat menyebabkan beberapa komplikasi yang membahayakan diantaranya dapat timbul
keadaan hipoksemia dan sindrom gawat napas dewasa (adult respiratory distress syndrom,
ARDS), edema paru, infark miokard akut dan hipertrigliseridemia. Patogenesis terjadinya hal ini
belum jelas. Kemungkinan akibat rehidrasi yang berlebih, gagal jantung kiri, atau perubahan
permeabilitas kapiler paru.1
Selain itu masih ada komplikasi iatrogenik, seperti hipoglikemia, hipokalemia,
hiperkloremia, edema serebral, dan hipokalsemia yang dapat dihindari dengan pemantauan yang
ketat dengan menggunakan lembar evaluasi penatalaksanaan ketoasidosis yang baku.3
Komplikasi yang paling sering dari KAD adalah hipoglikemia oleh karena penanganan
yang berlebihan dengan insulin, hipokalemia yang disebabkan oleh pemberian insulin dan terapi
asidosis dengan bikarbonat, dan hiperglikemia sekunder akibat pemberian insulin yang tidak
kontinu setelah perbaikan tanpa diberikan insulin subkutan.
Edema serebri umumnya terjadi pada anak-anak, jarang pada dewasa. Tidak didapatkan
data yang pasti morbiditas pasien KAD oleh karena edema serebri pada orang dewasa. Gejala
yang tampak berupa penurunan kesadaran, letargi, penurunan arousal, dan sakit kepala. Kelainan

14

neurologis dapat terjadi cepat, dengan kejang, inkontinensia, perubahan pupil, bradikardia, dan
kegagalan respirasi.
Meskipun mekanisme edema serebri belum diketahui, tampaknya hal ini merupakan
akibat dari masuknya cairan ke susunan saraf pusat lewat mekanisme osmosis, ketika osmolaritas
plasma menurun secara cepat saat terapi KAD. Pencegahan yang tepat dapat menurunkan risiko
edema serebri pada pasien risiko tinggi, diantaranya penggantian cairan dan natrium secara
bertahap pada pasien yang hiperosmolar (penurunan maksimal pada osmolalitas 2
mOsm/kgH2O/jam), dan penambahan dextrose untuk hidrasi ketika kadar gula darah mencapai
250 mg/dl.7

2.10 Prognosis

Prognosis dari ketoasidosis diabetik biasanya buruk, tetapi sebenarnya bukan disebabkan
oleh sindom hiperosmolarnya sendiri tetapi oleh penyakit yang mendasar atau menyertainya.
Angka kematian masih berkisar 30-50%. Di negara maju dapat dikatakan penyebab utama
kematian adalah infeksi, usia lanjut dan osmolaritas darah yang sangat tinggi. Di negara maju
angka kematian dapat ditekan menjadi sekitar 12%.
Ketoasidosis diabetik sebesar 14% dari seluruh rumah sakit penerimaan pasien dengan
diabetes dan 16% dari seluruh kematian yang berkaitan dengan diabetes. Angka kematian
keseluruhan adalah 2% atau kurang saat ini. Pada anak-anak muda dari 10 tahun, ketoasidosis
diabetikum menyebabkan 70% kematian terkait diabetes.1

15

BAB III
PENUTUP

KAD adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias
hiperglikemia, asidosis, dan ketosis yang merupakan salah satu komplikasi akut metabolik
diabetes mellitus yang paling serius dan mengancam nyawa. Walaupun angka insidennya di
Indonesia tidak begitu tinggi dibandingkan negara barat, kematian akibat KAD masih sering
dijumpai, dimana kematian pada pasien KAD usia muda umumnya dapat dihindari dengan
diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional sesuai dengan patofisiologinya.
Keberhasilan penatalaksanaan KAD membutuhkan koreksi dehidrasi, hiperglikemia,
asidosis dan kelainan elektrolit, identifikasi faktor presipitasi komorbid, dan yang terpenting
adalah pemantauan pasien terus menerus. Penatalaksanaan KAD meliputi terapi cairan yang
adekuat, pemberian insulin yang memadai, terapi kalium, bikarbonat, magnesium serta
pemberian antibiotika sesuai dengan indikasi.

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,


Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Keempat.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.h.1896-9.
2. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrisons
Principles of Internal Medicine. Eighteenth edition. New York: McGraw Hill;
2012.p.2976-79
3. PERKENI. Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta. 2002
4. American Diabetes Association. Hyperglycemic crisis in diabetes. Diabetes Care
2004;27.p.94-102.
5. Becker KL, editor. Principles and practice of endocrinology and metabolism. Third
edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2004.p.1438-49.
6. McPhee SJ, Papadakis MA, editors. Lange current medical diagnosis and treatment.
Forty Ninth edition. New York: Lange; 2010.p.1111-5.
7. Simandibrata M, Setiati S, Alwi A, Oemardi M, Gani RA, Mansjoer A. Pedoman
Diagnosis dan Terapi Di Bidang Penyakit Dalam, Pusat Informasi Dan Penerbitan Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. 2004.
8. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta
Kedokteran.Jakarta: Media Aesculapius; 2001.h.602-9.

17

Anda mungkin juga menyukai

  • Case Report Rsud Dayaku
    Case Report Rsud Dayaku
    Dokumen3 halaman
    Case Report Rsud Dayaku
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen3 halaman
    Daftar Pustaka
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • Ikm Thea
    Ikm Thea
    Dokumen14 halaman
    Ikm Thea
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan
    Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan
    Dokumen1 halaman
    Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen2 halaman
    Cover
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen4 halaman
    Cover
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • Cover Referat
    Cover Referat
    Dokumen1 halaman
    Cover Referat
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • Questions DR - Jul
    Questions DR - Jul
    Dokumen6 halaman
    Questions DR - Jul
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • Anastesi Spinal Lo
    Anastesi Spinal Lo
    Dokumen11 halaman
    Anastesi Spinal Lo
    RobbySyahputra
    Belum ada peringkat
  • Questions DR - Jul
    Questions DR - Jul
    Dokumen6 halaman
    Questions DR - Jul
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen4 halaman
    Cover
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen3 halaman
    Cover
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • Case Thea
    Case Thea
    Dokumen16 halaman
    Case Thea
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen3 halaman
    Cover
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen2 halaman
    Cover
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • Lembar Penilaian Print
    Lembar Penilaian Print
    Dokumen1 halaman
    Lembar Penilaian Print
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • Dapus
    Dapus
    Dokumen1 halaman
    Dapus
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • Identitas Pasien
    Identitas Pasien
    Dokumen19 halaman
    Identitas Pasien
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen3 halaman
    Cover
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • Slide Cemas N Panik Kel 1
    Slide Cemas N Panik Kel 1
    Dokumen52 halaman
    Slide Cemas N Panik Kel 1
    asyiqinramdan
    Belum ada peringkat
  • Tanda Dan Gejala Klinis Psikiatrik Thea
    Tanda Dan Gejala Klinis Psikiatrik Thea
    Dokumen36 halaman
    Tanda Dan Gejala Klinis Psikiatrik Thea
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • Bedah Billy Final
    Bedah Billy Final
    Dokumen10 halaman
    Bedah Billy Final
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • Ikterus Neonatorum
    Ikterus Neonatorum
    Dokumen34 halaman
    Ikterus Neonatorum
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • Tanda Dan Gejala Klinis Psikiatrik
    Tanda Dan Gejala Klinis Psikiatrik
    Dokumen34 halaman
    Tanda Dan Gejala Klinis Psikiatrik
    Asyiqin Ramdan
    Belum ada peringkat
  • Refrat Hipertiroid
    Refrat Hipertiroid
    Dokumen11 halaman
    Refrat Hipertiroid
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • Penyakit Akibat Kerja (PAK)
    Penyakit Akibat Kerja (PAK)
    Dokumen28 halaman
    Penyakit Akibat Kerja (PAK)
    Rachmatulla
    Belum ada peringkat
  • PBL 7
    PBL 7
    Dokumen18 halaman
    PBL 7
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • EMBRIOTOMY
    EMBRIOTOMY
    Dokumen4 halaman
    EMBRIOTOMY
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen5 halaman
    Cover
    Abigail Theatania Trisna Yonathan
    Belum ada peringkat