Anda di halaman 1dari 22

DATA HASIL PENGAMATAN DAN

PEMBAHASAN
1. Bahaslah data hasil pengamatan deteksi mikroba pembusuk sesuai yang
kelompok anda lakukan!
Dari data hasil pengamatan, kelompok Q4 menggunakan sampel berupa
sosis. Untuk deteksi mikroba pembusuk, media yang digunakan adalah APDA
(Acid Potato Dextrose Agar) dan MRSA. Pada pengenceran 10-3, jumlah koloni
yang tumbuh adalah 1 CFU/ml. Pada pengenceran 10 -4, jumlah koloni yang
tumbuh adalah 3 CFU/ml. Sedangkan pada pengenceran 10 -5, jumlah koloni
yang tumbuh adalah 5 CFU/ml. Sedangkan nilai TPC nya adalah 5 x 10 5
CFU/ml. Sedangkan secara morfologinya, mikroba pembusuk yang tumbuh
adalah berbentuk bulat, tidak berlendir, dan berwarna putih.
Sedangkan bakteri pembusuk yang berupa BAL, media yang digunakan
untuk pertumbuhannya adalah MRSA. Pada pengenceran 10 -3, jumlah koloni
yang tumbuh adalah 91 CFU/ml. Pada pengenceran 10 -4, jumlah koloni yang
tumbuh adalah 4 CFU/ml. Sedangkan pada pengenceran 10 -5, tidak ada koloni
yang tumbuh. Sedangkan nilai TPC nya adalah 9.1 x 10 4 CFU/ml. Sedangkan
secara morfologinya, mikroba pembusuk yang tumbuh adalah berbentuk bulat
memanjang, tidak berlendir, dan berwarna putih.
Menurut Atmi (2011), beberapa mikroba pembusuk dapat merusak bahan
sebagai berikut:
Sayuran, Buah-Buahan dan Produknya
Kerusakan sayuran dan buah-buahan sering terjadi akibat benturan
fisik, kehilangan air sehingga layu, serangan serangga, dan serangan mikroba.
Sayur-sayuran yang mudah rusak misalnya adalah kubis, tomat, wortel, dan
lain-lain.
Tanda-tanda kerusakan mikrobiologi pada sayuran dan buah-buahan
antara lain adalah:

Busuk air pada sayuran yang disebabkan oleh pertumbuhan beberapa


bakteri, ditandai dengan tekstur yang lunak (berair).
Perubahan warna yang disebabkan oleh pertumbuhan kapang yang
membentuk spora berwarna hitam, hijau, abu-abu, biru, hijau, merah
jambu, dan lain-lain.
Bau alkohol, rasa asam, disebabkan oleh pertumbuhan kamir atau
bakteri asam laktat, misalnya pada sari buah.

Daging dan Produk Daging


Daging mudah sekali mengalami kerusakan mikrobiologi karena
kandungan gizi dan kadar airnya yang tinggi, serta banyak mengandung
vitamin dan mineral. Kerusakan pada daging ditandai dengan perubahan bau
dan timbulnya lendir. Biasanya kerusakan ini. terjadi jika jumlah mikroba
menjadi jutaan atau ratusan juta (106 108) sel atau lebih per 1 cm2 luas
permukaan daging.
Kerusakan mikrobiologi pada daging terutama disebabkan oleh pertumbuhan

bakteri pembusuk dengan tanda-tanda sebagai berikut:

Pembentukan lendir
Perubahan warna

Perubahan bau menjadi busuk karena pemecahan protein dan


terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti amonia, H 2S, dan
senyawa lain-lain.

Perubahan rasa menjadi asam karena pertumbuhan bakteri pembentuk


asam.

Ketengikan yang disebabkan pemecahan atau oksidasi lemak daging.

Ikan dan Produk Ikan


Kerusakan pada ikan dan produk-produk ikan terutama disebabkan oleh
pertumbuhan bakteri pembusuk. Tanda-tanda kerusakan yang disebabkan
oleh pertumbuhan bakteri pada ikan yang belum diolah adalah:

Pembentukan lendir pada permukaan ikan.


Bau busuk karena terbentuknya amonia, H2S dan senyawa-senyawa
berbau busuk lainnya. Perubahan bau busuk (anyir) ini lebih cepat
terjadi pada ikan laut dibandingkan dengan ikan air tawar.

Perubahan warna, yaitu warna kulit dan daging ikan menjadi kusam
atau pucat.

Peruhahan tekstur, yaitu daging ikan akan berkurang kekenyalannya.

Ketengikan karena terjadi pemecahan dan oksidasi lemak ikan.

Susu dan Produk Susu


Susu merupakan salah bahan pangan yang sangat mudah rusak, karena
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Tanda-tanda kerusakan mikrobiologi pada susu adalah sebagai berikut:

Perubahan rasa menjadi asam, disebabkan oleh pertumbuhan bakteri


pembentuk asam, terutama bakteri asam laktat dan bakteri koli.
Penggumpalan susu, disebabkan oleh pemecahan protein susu oleh
bakteri pemecah protein. Pemecahan protein mungkin disertai oleh
terbentuknya asam atau tanpa asam.

Pembentukan lendir, disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembentuk


lendir.

Pembentukan gas, disebabkan oleh pertumbuhan dua kelompok


mikroba, yaitu bakteri yang membentuk gas H 2 (Hidrogen) dan CO2
(karbon dioksida) seperti bakteri koli dan bakteri pembentuk spora, dan
bakteri yang hanya membentuk CO 2 seperti bakteri asam laktat
tertentu dan kamir.

Ketcngikan, disebabkan pemecahan lemak oleh bakteri tertentu.

Bau busuk, disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pemecah protein


menjadi senyawa-senyawa berbau busuk.

Telur dan Produk Telur


Telur meskipun masih utuh dapat mengalami kerusakan, baik kerusakan
fisik maupun kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Mikroba
dari air, udara maupun kotoran ayam dapat masuk ke dalam telur melalui
pori-pori yang terdapat pada kulit telur. Telur yang telah dipecah akan
mengalami kontak langsung dengan lingkungan, sehingga lebih mudah rusak
dibandingkan dengan telur yang masih utuh.
Tanda-tanda kerusakan yang sering terjadi pada telur adalah sebagai berikut:

Perubahan fisik, yaitu penurunan berat, pembesaran kantung udara di


dalam telur, pengenceran putih dan kuning telur.
Timbulnya bau busuk karena pertumbuhan bakteri pembusuk.

Timbulnya bintik-bintik berwarna karena pertumbuhan


pembentuk wama, yaitu bintik-bintik hijau, hitam, dan merah.

Bulukan, disebabkan oleh pertumbuhan kapang perusak telur.

bakteri

Biji-Bijian dan Umbi-Umbian


Kandungan utama pada biji-bijian (serealia dan kacang-kacangan) serta
umbi-umbian adalah karbohidrat, oleh karena itu kerusakan pada biji-bijian
dan umbi-umbian sering disebabkan oleh pertumbuhan kapang yaitu bulukan.
Biji-bijian dan umbi-umbian umumnya diawetkan dengan cara pengeringan,
tetapi jika proses pengeringannya kurang baik sehingga a w bahan kurang
rendah, maka sering tumbuh berbagai kapang perusak pangan.
Makanan Kaleng
Kerusakan makanan kaleng dapat dibedakan atas kerusakan fisik, kimia
dan mikrobiologi. Kerusakan fisik pada umumnya tidak membahayakan
konsumen, misalnya terjadinya penyok-penyok karena benturan yang keras.
Kerusakan kimia dapat berupa kerusakan zat-zat gizi, atau penggunaan jenis
wadah kaleng yang tidak sesuai untuk jenis makanan tertentu sehingga terjadi
reaksi kimia antara kaleng dengan makanan didalarnnya. Beberapa kerusakan
kimia yang sering terjadi pada makanan kaleng misalnya kaleng menjadi
kembung karena terbentuknya gas hidrogen, terbentuknya warna hitam,
pemudaran warna, atau terjadi pengaratan kaleng.
Kerusakan mikrobiologi makanan kaleng dapat dibedakan atas dua kelompok,
yaitu:
1. Tidak terbentuk gas sehingga kaleng tetap terlihat normal yaitu tidak
kembung. Beberapa contoh kerusakan semacam ini adalah:

Busuk asam, yang disebabkan oleh pernbentukan asam oleh beberapa

bakter-i pembentuk spora yang tergolong Bacillus.


Busuk sulfida, yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembentuk
spora yang memecah protein dan menghasilkan hidrogen sulfida (H 2S)
sehingga makanan kaleng menjadi busuk dan berwarna hitam karena
reaksi antara sulfida dengan besi.

2. Pembentukan gas, terutama hidrogen (H 2) dan karbon dioksida (CO2)


sehingga kaleng menjadi kembung, yaitu disebabkan oleh pertumbuhan
berbagai spesies bakteri pernbentuk spora yang bersifat anaerobik yang
tergolong Clostridium, termasuk C. botulinum yang memproduksi racun yang
sangat mematikan.
Penampakan kaleng yang kembung dapat dibedakan atas beberapa jenis
sebagai berikut:

Flipper, yaitu kaleng terlihat nonnal, tetapi bila salah satu tutupnya
ditekan dengan jari, tutup lainnya akan menggembung.
Kembung sebelah atau springer, yaitu salah satu tutup kaleng terlihat
normal, sedangkan tutup lainnya kembung. Tetapi jika bagian yang
kembung ditekan akan masuk ke dalam, sedangkan tutup lainnya yang
tadinya normal akan menjadi kembung.

Kembung lunak, yaitu kedua tutup kaleng kembung tetapi tidak keras
dan masih dapat ditekan dengan ibu jari.

Kembung keras, yaitu kedua tutup kaleng kembung dan keras sehingga
tidak dapat ditekan dengan ibu jari. Pada kerusakan yang sudah lanjut
dimana gas yang terbentuk sudah sangat banyak, kaleng dapat
meledak karena sambungan kaleng tidak dapat menahan tekanan gas
dari dalam.

2. Bahas dan bandingkan data kelompok anda dengan data kelompok lain!
Data kelompok Q1
Dari data hasil pengamatan, kelompok Q1 menggunakan sampel berupa
mangga. Untuk deteksi mikroba pembusuk, media yang digunakan adalah APDA
(Acid Potato Dextrose Agar). Pada pengenceran 10 -1, jumlah koloni yang tumbuh
adalah 75 CFU/ml. Pada pengenceran 10 -2, jumlah koloni yang tumbuh adalah 14
CFU/ml. Sedangkan pada pengenceran 10 -3, jumlah koloni yang tumbuh adalah
10 CFU/ml. Sedangkan nilai TPC nya adalah 7,5 x 10 2 CFU/ml. Sedangkan secara
morfologinya, mikroba pembusuk yang tumbuh adalah berbentuk bulat, tidak
berlendir, dan berwarna putih.
Sedangkan bakteri pembusuk yang berupa BAL, media yang digunakan
untuk pertumbuhannya adalah MRSA. Pada pengenceran 10 -1, jumlah koloni yang
tumbuh adalah 230 CFU/ml. Pada pengenceran 10 -2, jumlah koloni yang tumbuh
adalah 160 CFU/ml. Sedangkan pada pengenceran 10 -3, jumlah koloni yang
tumbuh adalah 18 CFU/ml. Sedangkan nilai TPC nya adalah 1,95 x 10 3 CFU/ml.
Sedangkan secara morfologinya, mikroba pembusuk yang tumbuh adalah
berbentuk bulat memanjang, tidak berlendir, dan berwarna putih.
Data kelompok Q4
Dari data hasil pengamatan, kelompok Q4 menggunakan sampel berupa
sosis. Untuk deteksi mikroba pembusuk, media yang digunakan adalah APDA
(Acid Potato Dextrose Agar). Pada pengenceran 10 -3, jumlah koloni yang tumbuh

adalah 1 CFU/ml. Pada pengenceran 10 -4, jumlah koloni yang tumbuh adalah 3
CFU/ml. Sedangkan pada pengenceran 10 -5, jumlah koloni yang tumbuh adalah 5
CFU/ml. Sedangkan nilai TPC nya adalah 5 x 10 5 CFU/ml. Sedangkan secara
morfologinya, mikroba pembusuk yang tumbuh adalah berbentuk bulat, tidak
berlendir, dan berwarna putih.
Sedangkan bakteri pembusuk yang berupa BAL, media yang digunakan
untuk pertumbuhannya adalah MRSA. Pada pengenceran 10 -3, jumlah koloni yang
tumbuh adalah 91 CFU/ml. Pada pengenceran 10 -4, jumlah koloni yang tumbuh
adalah 4 CFU/ml. Sedangkan pada pengenceran 10 -5, tidak ada koloni yang
tumbuh. Sedangkan nilai TPC nya adalah 9.1 x 10 4 CFU/ml. Sedangkan secara
morfologinya, mikroba pembusuk yang tumbuh adalah bulat memanjang, tidak
berlendir, dan berwarna putih.
Data kelompok Q7
Dari data hasil pengamatan, kelompok Q7 menggunakan sampel berupa
ayam. Untuk deteksi mikroba pembusuk, media yang digunakan adalah APDA
(Acid Potato Dextrose Agar). Pada pengenceran 10 -3, jumlah koloni yang tumbuh
adalah TBUD. Pada pengenceran 10 -4, jumlah koloni yang tumbuh adalah 490
CFU/ml. Sedangkan pada pengenceran 10 -5, jumlah koloni yang tumbuh adalah
76 CFU/ml. Sedangkan nilai TPC nya adalah 7,6 x 10 6 CFU/ml. Sedangkan secara
morfologinya, mikroba pembusuk yang tumbuh adalah koloni berbentuk bulat,
tidak berlendir, dan berwarna putih.
Sedangkan bakteri pembusuk yang berupa BAL, media yang digunakan
untuk pertumbuhannya adalah MRSA. Pada pengenceran 10 -3, jumlah koloni yang
tumbuh adalah 205 CFU/ml. Pada pengenceran 10 -4, jumlah koloni yang tumbuh
adalah 110 CFU/ml. Sedangkan pada pengenceran 10 -5, jumlah koloni yang
tumbuh adalah 3 CFU/ml. Sedangkan nilai TPC nya adalah 1,575 x 10 5 CFU/ml.
Sedangkan secara morfologinya, mikroba pembusuk yang tumbuh adalah
berbentuk bulat memanjang, tidak berlendir, dan berwarna putih.

A. DETEKSI MIKROBA PATOGEN PADA PRODUK PANGAN


DATA HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
1.
1. Bahaslah data hasil pengamatan mikroba patogen sesuai yang kelompok
anda lakukan!
Dari data hasil pengamatan, kelompok Q4 menggunakan sampel
berupa sosis. Untuk deteksi mikroba patogen, media yang digunakan adalah
MSA dan BSA. Pada media MSA umumnya media ini digunakan untuk
deteksi patogen berupa bakteri S. aureus, pada pengenceran 10-3, jumlah
koloni yang tumbuh adalah 1 CFU/ml. Pada pengenceran 10 -4, jumlah koloni
yang tumbuh adalah 4 CFU/ml. Sedangkan pada pengenceran 10 -5, jumlah
koloni yang tumbuh adalah 1 CFU/ml. Sedangkan nilai TPC nya adalah 4 x
104 CFU/ml. Sedangkan secara morfologinya, mikroba patogen yang tumbuh
adalah berbentuk bulat, tidak berlendir, dan berwarna putih.
Sedangkan bakteri patogen yang berupa Salmonella, media yang
digunakan untuk pertumbuhannya adalah BSA. Pada pengenceran 10 -3,
jumlah koloni yang tumbuh adalah 55 CFU/ml. Pada pengenceran 10 -4,
jumlah koloni yang tumbuh adalah 180 CFU/ml. Sedangkan pada
pengenceran 10-5, tidak ada koloni yang tumbuh. Sedangkan nilai TPC nya
adalah 5,5 x 104 CFU/ml. Sedangkan secara morfologinya, mikroba
pembusuk yang tumbuh adalah berbentuk bulat memanjang, tidak
berlendir, dan berwarna putih.
Bakteri S. aureus merupakan bakteri yang tergolong bakteri gram
positif berbentuk bola yang tersusun seperti buah anggur, tidak bergerak,
dan bersifat anerob fakultatif. Beberapa spesies mampu memproduksi
pigmen berwarna kuning sampai orange, misalnya Staphylococcus aurius.
Bakteri ini memerlukan asam amino untuk pertumbuhannya dan suhu untuk
pertumbuhannya berkisar antara 150C sampai 400C (Bimbingangratis,
2014).
Bakteri ini mampu menghasilkan racun yang dikenal dengan nama
enterotoksin. Dimana racun ini dapat menimbulkan muntah-muntah yang
hebat serta diare jika racun ini dimakan bersama bahan pangan. Racun ini
bersifat meracuni jika terdapat dalam bahan pangan dengan jumlah kirakira 106 sel/g. Enterotoksin bersifat tahan panas dan tahan terhadap
pemecahan oleh enzim-enzim pencernaan. Substrat yang baik untuk
produksi enterotoksin adalah protein (Bimbingangratis, 2014).
Salmonella adalah bakteri gram negatif dan terdiri dari famili
Enterobacteriaceae. Salmonella merupakan bakteri patogen enterik dan
penyebab utama penyakit bawaan dari makanan (foodborne disease).
Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang pertumbuhannya
anaerob fakultatif. Salmonella tidak membentuk spora.Panjang Salmonella
bervariasi. Salmonella mempunyai flagel peritrika ( peritrichous flagella)
yang dapat memberikan sifat motil pada Salmonella tersebut. Flagella
mengandungi protein yang disebut flagellin yang memberi sebagai signal
bahaya kepada sistem kekebalan tubuh. Beberapa strain dari penelitian di
Indonesia, mempunyai flagella yang berbeda yang disebut H:z66.
Salmonella adalah organisme yang mudah tumbuh pada medium sederhana
namun hampir tidak pernah memfermentasikan laktosa dan sukrosa. Selain
itu, organisme ini membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa
dan manosa serta biasanya akan menghasilkan H2S. Salmonella bisa
bertahan dalam air yang membeku untuk periode yang lama. Organisme ini
juga resisten terhadap bahan kimia tertentu yang bisa menghambat bakteri

enterik yang lain (Bimbingangratis, 2014).


Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik yang bisa disebabkan
oleh Salmonella enteric serotype typhi. Bakteri ini ditularkan melalui
konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi atau dari feces dan
urin orang yang terinfeksi.
Awalnya dimulai dengan demam ringan tetapi
akan progresif dan sering berkelanjutan sehingga 39 C sampai 40 C.(Parry,
2002). Selain itu bakteri Salmonella Paratyphi juga bisa menyebabkan
demam tifoid namun gejala penyakitnya lebih ringan (Bimbingangratis,
2014).
2. Bahaslah data hasil pengamatan kelompok anda dibandingkan dengan
kelompok lain berdasarkan sampel yang berbeda!
Data kelompok Q1
Dari data hasil pengamatan, kelompok Q1 menggunakan sampel berupa
buah mangga. Untuk deteksi mikroba patogen, media yang digunakan adalah
MSA dan BSA. Pada media MSA umumnya media ini digunakan untuk deteksi
patogen berupa bakteri S. aureus, pada pengenceran 10-1, jumlah koloni yang
tumbuh adalah 221 CFU/ml. Pada pengenceran 10 -2, jumlah koloni yang
tumbuh adalah 61 CFU/ml. Sedangkan pada pengenceran 10 -3, jumlah koloni
yang tumbuh adalah 7 CFU/ml. Sedangkan nilai TPC nya adalah 4,2 x 10 3
CFU/ml. Sedangkan secara morfologinya, mikroba patogen yang tumbuh
adalah berbentuk koloni bulat, tidak berlendir, dan berwarna kuning.
Sedangkan bakteri patogen yang berupa Salmonella, media yang
digunakan untuk pertumbuhannya adalah BSA. Pada pengenceran 10 -1, jumlah
koloni yang tumbuh adalah 163 CFU/ml. Pada pengenceran 10 -2, jumlah koloni
yang tumbuh adalah 148 CFU/ml. Sedangkan pada pengenceran 10 -3, jumlah
koloni yang tumbuh adalah 101 CFU/ml. Sedangkan nilai TPC nya adalah 1,555
x 103 CFU/ml. Sedangkan secara morfologinya, mikroba pembusuk yang
tumbuh adalah berbentuk koloni bulat, tidak berlendir, dan berwarna hijau tua
kecoklatan.
Data kelompok Q4
Dari data hasil pengamatan, kelompok Q4 menggunakan sampel berupa
sosis. Untuk deteksi mikroba patogen, media yang digunakan adalah MSA dan
BSA. Pada media MSA umumnya media ini digunakan untuk deteksi patogen
berupa bakteri S. aureus, pada pengenceran 10-3, jumlah koloni yang tumbuh
adalah 1 CFU/ml. Pada pengenceran 10-4, jumlah koloni yang tumbuh adalah 4
CFU/ml. Sedangkan pada pengenceran 10-5, jumlah koloni yang tumbuh adalah
1 CFU/ml. Sedangkan nilai TPC nya adalah 4 x 10 4 CFU/ml. Sedangkan secara
morfologinya, mikroba patogen yang tumbuh adalah berbentuk bulat, tidak
berlendir, dan berwarna putih.
Sedangkan bakteri patogen yang berupa Salmonella, media yang
digunakan untuk pertumbuhannya adalah BSA. Pada pengenceran 10 -3, jumlah
koloni yang tumbuh adalah 55 CFU/ml. Pada pengenceran 10 -4, jumlah koloni
yang tumbuh adalah 180 CFU/ml. Sedangkan pada pengenceran 10 -5, tidak
ada koloni yang tumbuh. Sedangkan nilai TPC nya adalah 5,5 x 10 4 CFU/ml.
Sedangkan secara morfologinya, mikroba pembusuk yang tumbuh adalah
berbentuk bulat memanjang, tidak berlendir, dan berwarna putih.
Data kelompok Q7
Dari data hasil pengamatan, kelompok Q7 menggunakan sampel berupa
ayam. Untuk deteksi mikroba patogen, media yang digunakan adalah MSA dan

BSA. Pada media MSA umumnya media ini digunakan untuk deteksi patogen
berupa bakteri S. aureus, pada pengenceran 10-3, jumlah koloni yang tumbuh
adalah 126 CFU/ml. Pada pengenceran 10 -4, jumlah koloni yang tumbuh adalah
19 CFU/ml. Sedangkan pada pengenceran 10 -5, tidak adal koloni yang tumuh.
Sedangkan nilai TPC nya adalah 1,26 x 10 5 CFU/ml. Sedangkan secara
morfologinya, mikroba patogen yang tumbuh adalah berbentuk bulat, tidak
berlendir, dan berwarna putih.
Sedangkan bakteri patogen yang berupa Salmonella, media yang
digunakan untuk pertumbuhannya adalah BSA. Pada pengenceran 10 -3, jumlah
koloni yang tumbuh adalah 55 CFU/ml. Pada pengenceran 10 -4, jumlah koloni
yang tumbuh adalah 85 CFU/ml. Sedangkan pada pengenceran 10 -5, jumlah
koloni yang tumbuh adalah 14 CFU/ml. Sedangkan nilai TPC nya adalah 5,5 x
104 CFU/ml. Sedangkan secara morfologinya, mikroba pembusuk yang tumbuh
adalah berbentuk bulat memanjang, tidak berlendir, dan berwarna cokelat
tua.
3. Bahaslah data hasil pengamatan kelompok anda dibandingkan dengan
kelompok lain berdasarkan mikroba patogen yang terdeteksi!
Datah Kelompok Q1
Berdasarkan data hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa saat
deteksi mikroba pathogen dengan menggunakan sampel buah mangga pada
media MSA bentuk koloni bakteri yang tumbuh adalah bulat (coccus) dan
warnanya kuning. Saat deteksi mikroba pada media BSA bentuk koloni yang
tumbuh adalah berbentuk bulat dan memiliki warna hijau tua kecoklatan.
Dari hasil deteksi mikroba pathogen pada buah mangga dapat diketahui
bahwa jenis bakteri yang tumbuh pada media BSA kemungkinan bukan genus
Salmonella. Dimana dalam pengamatan warna koloni yang tumbuh adalah
berwarna hijau tua kecoklatan. Sedangkan jenis bakteri yang tumbuh pada
media MSA kemungkinan adalah genus Staphylococcus. Dimana setelah
inkubasi selama 24 jam menunjukkan warna kuning pada koloni yang tumbuh.
Uji fermentasi mannitol positif apabila setelah penanaman koloni
Staphylococcus pada media MSA, kemudian diinkubasi selama 24 jam dengan
suhu 37oC akan menunjukkan perubahan warna media dari merah menjadi
kuning, hal ini berarti S.aureus dapat memfermentasi mannitol (Cappucino
and Sherman, 2005). Selain itu Warna koloni yang terbentuk pada S. aureus
dapat bervariasi antara lain putih, kuning dan oranye (Bannerman, 2005).
Uji positif yang menunjukkan tumbuhnya koloni Salmonella adalah pada
media BSA setelah inkubasi selama 24 jam dengan suhu 37 oC akan
menunjukkan warna coklat kehitaman hingga kilap logam (Chotijah, 2009).
Data Kelompok Q4
Berdasarkan data hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa saat
deteksi mikroba pathogen dengan sampel sosis pada media MSA bentuk
koloni bakteri adalah bulat (coccus) dan berwarna putih dan ada juga yang
kuning. Begitupula saat deteksi mikroba pathogen pada media BSA, bentuk
koloni bakteri adalah bulat dan berwarna coklat kehitaman.
Berdasarkan bentuk dan warna pada koloni yang tumbuh pada media
MSA dan BSA, kemungkinan koloni yang tumbuh adalah genus Staphylococcus
(media MSA) dan Salmonella (media BSA). Hal ini dapat diketahui dari hasil
pengamatan setelah inkubasi selama 24 jam dengan suhu 37 oC. Dimana pada
media MSA menunjukkan koloni yang berwarna kuning dan ada yang putih

serta memiliki bentuk coccus (bulat), ciri-ciri ini menunjukkan bahwa koloni
yang tumbuh adalah koloni bakteri Staphylococcus. Dan pada media BSA,
setelah inkubasi selama 24 jam menunjukkan koloni yang tumbuh berwarna
coklat kehitaman, dimana warna ini menunjukkan kemungkinan bahwa bakteri
yang tumbuh adalah genus Salmonella sp.
Bakteri Salmonella merupakan jenis bakteri pathogen yang berbentuk
batang (basil), bersifat gram-negatif, tidak memiliki kapsul, tidak membentuk
spora, bersifat aerobic dan anaerobic fakultatif serta bersifat patogenik yang
dapat menyebabkan gastroenteritis (Chotijah, 2009).
Uji positif yang menunjukkan tumbuhnya koloni Salmonella adalah pada
media BSA setelah inkubasi selama 24 jam dengan suhu 37 oC akan
menunjukkan warna coklat kehitaman hingga kilap logam (Chotijah, 2009).
Selain itu sosis daging ayam mengandung garam. Kebanyakan bakteri
tidak dapat hidup dilingkungan dengan kadar garam tinggi (hipertonik).
Namun genus Staphylococcus dapat tumbuh pada media dengan kadar
garam tinggi. Sosis mengandung garam sekitar 2% atau setara dengan 2
gram per 100 sosis. Hal inilah yang menunjang pertumbuhan Staphylococcus
pada sosis (Chotijah, 2009).
Data Kelompok Q7
Berdasarkan data hasil praktikum dari kelompok Q7 dengan sampel
ayam, dapat diketahui bahwa bentuk morfologi dari koloni bakteri patogen
saat diinokulasikan pada media MSA adalah bulat (Coccus) serta warnanya
putih. Begitu juga saat diinokulasikan pada media BSA, koloni bakteri yang
tumbuh adalah berbentuk bulat (coccus) serta warnanya coklat tua.
Dimana dari hasil diatas, dapat disimpulkan bahwa bakteri pathogen
yang terdeteksi adalah kemungkinan golongan Staphylococcus. Atau golongan
pathogen yang lain.. Dimana Staphylococcus merupakan jenis bakteri memiliki
bentuk coccus (bulat), termasuk gram-positif, tidak membentuk spora, serta
bersifat aerobic fakultatif. Hal ini sesuai dengan literature, dimana untuk
media MSA merupakan media pertumbuhan khusus Staphylococcus. Dimana
media MSA merupakan media yang mengandung NaCl yang tinggi sekitar
7,5%, hanya genus Staphylococcus yang dapat tumbuh pada media ini (Adam,
2008). Namun untuk medium BSA tidak menunjukkan adanya pertumbuhan
koloni bakteri Salmonella sp. Hal ini berdasarkan hasil pengamatan yang Q7
lakukan. Dimana pada pengamatan, koloni bakteri yang tumbuh adalah
memiliki bentuk bulat (coccus) serta berwarna coklat tua.
Pada praktikum ini, setelah pengamatan koloni yang tumbuh pada
media BSA kemungkinan bukan golongan genus Salmonella. Hal ini dapat
terjadi karena kemungkinan adanya kesalahan praktikan dalam mengamati
bentuk morfologi dari koloni yang tumbuh pada media BSA. Selain itu
kemungkinan adanya cross kontaminasi.
Bakteri Salmonella merupakan jenis bakteri pathogen yang berbentuk
batang (basil), bersifat gram-negatif, tidak memiliki kapsul, tidak membentuk
spora, bersifat aerobic dan anaerobic fakultatif serta bersifat patogenik yang
dapat menyebabkan gastroenteritis (Chotijah, 2009).
Uji positif yang menunjukkan tumbuhnya koloni Salmonella adalah pada
media BSA setelah inkubasi selama 24 jam dengan suhu 37 oC akan
menunjukkan warna coklat kehitaman hingga kilap logam (Chotijah, 2009).

4. Apa yang dapat anda simpulkan dari hasil pengujian deteksi mikroba
pembusuk dan patogen pada produk pangan?

Dari data hasil pengamatan, diketahui bahwa untuk deteksi mikroba


pembusuk, digunakan media APDA dan untuk deteksi pembusuk berupa BAL
digunakan media berupa MRSA. Sedangkan untuk deteksi mikroba patogen
digunakan media MSA yang dikhususan untuk bakteri S. aureus dan media
BSA untuk deteksi bakteri Salmonella.
Ciri-ciri morfologi bakteri pembusuk yang tumbuh berdasarkan
pengamatan adalah berbentuk bulat dan ada juga berbentuk koloni bulat,
tidak tebentuk lendir, berwarna putih. Sedangkan ciri-ciri morfologi bakteri
patogen berdasarkan pengamatan adalah berbentuk koloni bulat dan ada juga
yang bulat, tidak terbentuk lendir, berwarna bervariasi yaitu ada yang kuning,
pink, hijau tua, cokelat kehitaman, dan juga putih.

PERTANYAAN DAN TUGAS


1. Sebut dan jelaskan ciri-ciri pembusukan bahan pangan!
Menurut Atmi (2011), beberapa mikroba pembusuk dapat merusak bahan
dan ciri-ciri pembusukannya sebagai berikut:
Sayuran, Buah-Buahan dan Produknya
Kerusakan sayuran dan buah-buahan sering terjadi akibat benturan fisik,
kehilangan air sehingga layu, serangan serangga, dan serangan mikroba. Sayursayuran yang mudah rusak misalnya adalah kubis, tomat, wortel, dan lain-lain.
Tanda-tanda kerusakan mikrobiologi pada sayuran dan buah-buahan
antara lain adalah:

Busuk air pada sayuran yang disebabkan oleh pertumbuhan beberapa


bakteri, ditandai dengan tekstur yang lunak (berair).
Perubahan warna yang disebabkan oleh pertumbuhan kapang yang
membentuk spora berwarna hitam, hijau, abu-abu, biru, hijau, merah
jambu, dan lain-lain.
Bau alkohol, rasa asam, disebabkan oleh pertumbuhan kamir atau bakteri
asam laktat, misalnya pada sari buah.

Daging dan Produk Daging


Daging mudah sekali mengalami kerusakan mikrobiologi karena
kandungan gizi dan kadar airnya yang tinggi, serta banyak mengandung vitamin
dan mineral. Kerusakan pada daging ditandai dengan perubahan bau dan
timbulnya lendir. Biasanya kerusakan ini. terjadi jika jumlah mikroba menjadi
jutaan atau ratusan juta (106 108) sel atau lebih per 1 cm2 luas permukaan
daging.
Kerusakan mikrobiologi pada daging terutama disebabkan oleh pertumbuhan

10

bakteri pembusuk dengan tanda-tanda sebagai berikut:

Pembentukan lendir
Perubahan warna

Perubahan bau menjadi busuk karena pemecahan protein dan


terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti amonia, H 2S, dan
senyawa lain-lain.

Perubahan rasa menjadi asam karena pertumbuhan bakteri pembentuk


asam.

Ketengikan yang disebabkan pemecahan atau oksidasi lemak daging.

Ikan dan Produk Ikan


Kerusakan pada ikan dan produk-produk ikan terutama disebabkan oleh
pertumbuhan bakteri pembusuk. Tanda-tanda kerusakan yang disebabkan oleh
pertumbuhan bakteri pada ikan yang belum diolah adalah:

Pembentukan lendir pada permukaan ikan.


Bau busuk karena terbentuknya amonia, H 2S dan senyawa-senyawa
berbau busuk lainnya. Perubahan bau busuk (anyir) ini lebih cepat terjadi
pada ikan laut dibandingkan dengan ikan air tawar.

Perubahan warna, yaitu warna kulit dan daging ikan menjadi kusam atau
pucat.

Peruhahan tekstur, yaitu daging ikan akan berkurang kekenyalannya.

Ketengikan karena terjadi pemecahan dan oksidasi lemak ikan.

Susu dan Produk Susu


Susu merupakan salah bahan pangan yang sangat mudah rusak, karena
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Tanda-tanda kerusakan mikrobiologi pada susu adalah sebagai berikut:

Perubahan rasa menjadi asam, disebabkan oleh pertumbuhan bakteri


pembentuk asam, terutama bakteri asam laktat dan bakteri koli.
Penggumpalan susu, disebabkan oleh pemecahan protein susu oleh
bakteri pemecah protein. Pemecahan protein mungkin disertai oleh
terbentuknya asam atau tanpa asam.

Pembentukan lendir, disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembentuk


lendir.

Pembentukan gas, disebabkan oleh pertumbuhan dua kelompok mikroba,


yaitu bakteri yang membentuk gas H 2 (Hidrogen) dan CO2 (karbon
dioksida) seperti bakteri koli dan bakteri pembentuk spora, dan bakteri
yang hanya membentuk CO2 seperti bakteri asam laktat tertentu dan
kamir.

11

Ketcngikan, disebabkan pemecahan lemak oleh bakteri tertentu.

Bau busuk, disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pemecah protein


menjadi senyawa-senyawa berbau busuk.

Telur dan Produk Telur


Telur meskipun masih utuh dapat mengalami kerusakan, baik kerusakan
fisik maupun kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Mikroba
dari air, udara maupun kotoran ayam dapat masuk ke dalam telur melalui poripori yang terdapat pada kulit telur. Telur yang telah dipecah akan mengalami
kontak langsung dengan lingkungan, sehingga lebih mudah rusak dibandingkan
dengan telur yang masih utuh.
Tanda-tanda kerusakan yang sering terjadi pada telur adalah sebagai berikut:

Perubahan fisik, yaitu penurunan berat, pembesaran kantung udara di


dalam telur, pengenceran putih dan kuning telur.
Timbulnya bau busuk karena pertumbuhan bakteri pembusuk.

Timbulnya bintik-bintik berwarna karena pertumbuhan bakteri pembentuk


wama, yaitu bintik-bintik hijau, hitam, dan merah.

Bulukan, disebabkan oleh pertumbuhan kapang perusak telur.

Biji-Bijian dan Umbi-Umbian


Kandungan utama pada biji-bijian (serealia dan kacang-kacangan) serta
umbi-umbian adalah karbohidrat, oleh karena itu kerusakan pada biji-bijian dan
umbi-umbian sering disebabkan oleh pertumbuhan kapang yaitu bulukan. Bijibijian dan umbi-umbian umumnya diawetkan dengan cara pengeringan, tetapi
jika proses pengeringannya kurang baik sehingga a w bahan kurang rendah,
maka sering tumbuh berbagai kapang perusak pangan.
Makanan Kaleng
Kerusakan makanan kaleng dapat dibedakan atas kerusakan fisik, kimia
dan mikrobiologi. Kerusakan fisik pada umumnya tidak membahayakan
konsumen, misalnya terjadinya penyok-penyok karena benturan yang keras.
Kerusakan kimia dapat berupa kerusakan zat-zat gizi, atau penggunaan jenis
wadah kaleng yang tidak sesuai untuk jenis makanan tertentu sehingga terjadi
reaksi kimia antara kaleng dengan makanan didalarnnya. Beberapa kerusakan
kimia yang sering terjadi pada makanan kaleng misalnya kaleng menjadi
kembung karena terbentuknya gas hidrogen, terbentuknya warna hitam,
pemudaran warna, atau terjadi pengaratan kaleng.
Kerusakan mikrobiologi makanan kaleng dapat dibedakan atas dua kelompok,
yaitu:
1.

Tidak terbentuk gas sehingga kaleng tetap terlihat normal yaitu tidak

12

kembung. Beberapa contoh kerusakan semacam ini adalah:

Busuk asam, yang disebabkan oleh pernbentukan asam oleh beberapa


bakter-i pembentuk spora yang tergolong Bacillus.
Busuk sulfida, yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembentuk
spora yang memecah protein dan menghasilkan hidrogen sulfida (H 2S)
sehingga makanan kaleng menjadi busuk dan berwarna hitam karena
reaksi antara sulfida dengan besi.

2. Pembentukan gas, terutama hidrogen (H2) dan karbon dioksida (CO2)


sehingga kaleng menjadi kembung, yaitu disebabkan oleh pertumbuhan
berbagai spesies bakteri pernbentuk spora yang bersifat anaerobik yang
tergolong Clostridium, termasuk C. botulinum yang memproduksi racun yang
sangat mematikan.
Penampakan kaleng yang kembung dapat dibedakan atas beberapa jenis
sebagai berikut:

Flipper, yaitu kaleng terlihat nonnal, tetapi bila salah satu tutupnya
ditekan dengan jari, tutup lainnya akan menggembung.
Kembung sebelah atau springer, yaitu salah satu tutup kaleng terlihat
normal, sedangkan tutup lainnya kembung. Tetapi jika bagian yang
kembung ditekan akan masuk ke dalam, sedangkan tutup lainnya yang
tadinya normal akan menjadi kembung.

Kembung lunak, yaitu kedua tutup kaleng kembung tetapi tidak keras dan
masih dapat ditekan dengan ibu jari.

Kembung keras, yaitu kedua tutup kaleng kembung dan keras sehingga
tidak dapat ditekan dengan ibu jari. Pada kerusakan yang sudah lanjut
dimana gas yang terbentuk sudah sangat banyak, kaleng dapat meledak
karena sambungan kaleng tidak dapat menahan tekanan gas dari dalam.

2. Jelaskan faktor apa saja yang mempengaruhi proses kebusukan suatu bahan
pangan!
Menurut Amelia (2005), beberapa faktor yang mempengaruhi proses
kebusukan bahan pangan adalah:
a. Pertumbuhan dan aktivitas mikroba
Ada beberapa mikroba yang dalam aktifitasnya dapat
menghasilkan gas, membentuk lender, bbusa, warna, asam, toksin dll.
Dimana M.O dalam pertumbuhannya menyukai kondisi hangat dan
lembab.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba, antara lain :
- Air : kadar air bahan yang tinggi dapat bebrpotensi adanya miroba
yang tumbuh.
- pH : bakteri paling banyak tumbuh pada pH netral. Kapang pada pH 28,5, sedangkan khamir pada pH 4-4,5.
- Suhu : bakteri suhu optimum antara 20oC-45oC. kapang suhu optimum
pada 25oC 30oC. Sedangkan khamir memiliki suhu optimum antara
25oC 30oC.
- Oksigen : setiap M.O memiliki kebutuhan oksigen yang berbeda-beda

13

b.

c.

d.
e.

f.

untuk pertumbbuhannya. Ada yang aerob, anaerob, fakultatif, dan


mikroaerofilik.
Aktifitas enzim didalam bahan pangan
Enzim yang terdapat dalam bahan pangan dapat berasal dari
mikroba ataupun terdapat alami dalam bahan pangan. Enzim ini
memungkinkan terjadinya reaksi-reaksi kimia yang lebih cepat sehingga
dapat menyebabkan berbagai macam perubahan.
Suhu (pemanasan dan pendinginan)
Suhu pendingin sekitar 4,5 oC dapat mencegah atau memperlambat
proses
pembusukan,
namun
pemanasan
yang
berlebih
akan
menyebabkan denaturasi protein, merusak vitamin, serta degradasi
lemak/minyak.
Kadar air
Kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh rH udara.
Udara dan Oksigen
Udara dan oksigen selain dapat merusak vitamin A dan C, juga
dapat merubah warna bahan, flavor. Oksigen juga dapat menyebabkan
ketengikan pada bahan pangan yang mengandung lemak.
Sinar
Sinar dapat merusak beberapa vitamin terutama riboflavin, vitamin
A, vitamin C warna bahan pangan dan juga mengubah flavor susu karena
terjadinya oksidasi lemak dan perubahan protein yang dikatalisis sinar.

g. Waktu
Dimana waktu yang lebih lama maka akan menyebabkan
kerusakan yang lebih besar. Pertumbuhan mikroba, keaktifan enzim,
kerusakan oleh serangga, pengaruh pemanasan atau pendinginan, kadar
air, oksigen dan sinar, semua dipengaruhi oleh waktu.

3. Jelaskan mekanisme pembusukan pada daging, sayuran dan buah!


Mekanisme pembusukan pada daging
Mikroorganisme pada daging akan menghasilkan enzim proteolitik,
dimana enzim ini mampu merombak protein-protein yang dapat menyebabkan
denaturasi protein. Hal ini dapat menyebabkan protein secara bertahap akan
kehilangan kemampuan untuk menahan cairan, akibatnya cairan/gas bahan
akan terlepas dan mengalir keluar dari bahan. Dimana cairan ini mengandung
banyak nutrient sehingga akan dimanfaatkan oleh M.O untuk sebagai sumber
makanan untuk tumbuh dan berkembang (Jhonson, 2004).
Selain itu pembusukan pada daging juga dapat disebabkan oleh aktivitas
enzim yang merombak bahan pangan sehingga akan terbentuk senyawa yang
aromanya tidak disukai. Selama pembusukan, enzim tersebut akan merombak
karbohidrat menjadi alcohol dan akan membentuk asam butirat dan gas metan.
Protein akan dirombak menjadi protease hingga menjadi ammonia dan hydrogen
peroksid, sedangkan lemak akan dirombak menjadi senyawa keton. Adanya
senyawa-senyawa ini akan menyebabkan terbentuknya aroma busuk (Jhonson,
2004).
Mekanisme pembusukan pada buah dan sayuran
Sayur dan buah merupakan salah satu bahan pangan yang mengandung
kadar air yang tinggi. Kadar air yang tinggi merupakan media pertumbuhan
yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Banyaknya kadar air ini akan

14

meningkatkan kecepatan bakteri dalam merusak bahan pangan tersebut. Selain


itu factor lain yang menyebabkan kerusakan bahan pangan, yaitu suhu,
kelembapan, kadar oksigen, waktu, nutrisi, tingkat pH makanan (Jhonson, 2004).
4. Keberadaan E. coli dalam air maupun bahan pangan dianggap memiliki
korelasi tinggi dengan ditemukannya patogen pada makanan. Jelaskan
mengapa demikian!
Bakteri Escherichia Coli merupakan bakteri yang digunakan sebagai
indicator sanitasi, karena bakteri ini adalah bakteri komersial yang terdapat
pada usus manusia. Pada umumnya bakteri ini bukan pathogen, namun
sebagian juga ada yang pathogen seperti serotype-serotipe yang termasuk
dalam golongan E. coli Enteropatogenik, E.coli Enteroinvasif, E. coli
Enterotoksigenik dan E.coli Enterohemoragik. Jadi apabila terdapat E.coli pada
air minum menunjukkan bahwa air minum tersebut pernah terkontaminasi
kotoran manusia dan mungkin dapat mengandung pathogen usus. Sehingga
standar air minum mensyaratkan E.coli harus minimal dalam 100 ml (Suwandi,
2010).
5. Salmonella ditetapkan sebagai bakteri indikator keamanan pangan. Jelaskan
alasannya!
Salmonella sp. Merupakan penyebab utama penyakit yang disebarkan
melalui makanan (foodborne disease). Selain itu Salmonella merupakan salah
satu bakteri yang terdiri dari sekitar 2500 serotipe yang memiliki sifat pathogen
baik pada manusia maupun hewan. Sehingga standar makanan siap santap
mensyaratkan tidak ada Salmonella dalam 25 gram sampel makanan (Suwandi,
2010).
Salmonella banyak ditemukan pada daging ayam yang mentah atau
diolah setengah matang. Penyakit yang disebabkan karena Salmonella disebut
dengan Salmonellosis. Dimana cirri-ciri orang terkena salmonellosis adalah
diare, kram perut, serta demam dalam waktu 8-72 jam setelah mengkonsumsi
makanan yang terkontaminasi Salmonella (Suwandi, 2010)

Kesimpulan
Prinsip dari praktikum ini adalah menginokulasi sejumlah mikroba
pembusuk dan pathogen dari bahan pangan pada medium tertentu yang dapat
mendukung kehidupan mikroba tersebut.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba, antara
lain ada factor intrinsic dan ekstrinsik. Factor instrinsik meliputi Aw (kadar air),
pH, kandungan gizi, potensial redoks, nutrisi, ada tidaknya senyawa antimikroba
dll. Sedangkan factor ekstrinsik meliputi suhu, oksigen, rH (kelembapan), agitasi
maupun aerasi dll.

15

Berdasarkan data hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa pada deteksi


mikroba pembusuk saat inokulasi pada media APDA maupun MRSA bentuk koloni
yang tumbuh adalah bulat dan berwarna putih, dengan nilai total TPC masingmasing adalah 5x105 CFU/ml (koloni pada media APDA) dan 9,1 x10 4 CFU/ml
(koloni pada media MRSA). Sedangkan untuk deteksi mikroba pathogen, koloni
yang tumbuh pada media MSA adalah berbentuk bulat (coccus) dan berwarna
putih. Dimana kemungkinan koloni ini merupakan koloni dari Staphylococcus
aureus. Sedangkan koloni yang tumbuh pada media BSA adalah koloni yang
berbentuk bulat (coccus) serta berwarna coklat tua.

Tangg
al

Nilai

Paraf
Asisten

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Nurman. 2011. Resep Makanan Jepang: Tempura. http://bakekai.com. Diakses


Pada 30 November 2014 Pukul 19.51 WIB.
Amelia,G., R. Handayani, I. Saskiawan, T. Khusniati, A. Cholic. 2005. Isolasi dan
Pengujian Aktivasi Enzim Amilase dan Protease Mikroba dari Terasi Asal
Kalimantan Timur. Bogor: Pusat Penelitian Biologi.

16

Atlas, R.M. 2004. Handbook of Microbiological Media. London: CRC Press.


Atmi, Dwi. 2011. Mikrobiologi Pangan. http://serbaserbimikrobiologipangan.com.
Diakses Pada 7 Desember 2014 Pukul 21.38 WIB.
Azizah N. 2009. Pengimbasan Ketahanan Bibit Pisang Raja terhadap Penyakit
Layu Fusarium dengan Ekstrak Bakteri Antagonis. Skripsi. Fakultas Pertanian
Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Bannerman, D. D. and R. J. Wall. 2005. A Novel Strategy for the Prevention of
Staphylococcus aureus-Induced Mastitis in Dairy Cows. Information
Systems for Biotechnology News Report. Virginia Tech University. USA. 1
- 4.
Bimbingangratis.
2014.
Macam-Macam
Bakteri
Pembusuk
Makanan.
http://www.bimbingan.org/macam-macam-bakteri-pembusuk-makanan.htm.
Diakses Pada 29 November 2014 Pukul 23.18 WIB.
Biologi Sains. 2010. Aquades dan Definisinya. http://biologisains.com. Diakses
Pada 29 November 2014 Pukul 23.57 WIB.
Chotiah,2009,Cemaran Staphylococcuc aureus Pada Daging Ayam
Olahanya,Jurnal Peternakan dan Veteriner, vol. 2, no. 2,hal.682-687

dan

Copernicus. 2014.Petunjuk Penggunaan dan Pembuatan Potato Dextrose Agar .


http://alatalatlaboratorium.com/LaboratoriumMikrobiologi/petunjukpenggunaan-dan-pembuatan-potato-dextrose-agar-pda. Diakses Pada 29
November 2014 Pukul 23.37 WIB.
Firmansyah,
Bayu.
2010.
Media
Selektif
dan
Media
Diferensial.
http://www.biologisains.com. Diakses Pada 29 November 2014 Pukul 22.29
WIB.
Jhonson, G.2004. The Technology And Trade Implications Of Postharvest Disease
Control, Plant Pathology And Global Food Security, BSPP Presidential
MEETING.
Kurbanoglu, Basaran E, Orner Faruk Algur. 2004. Use of Ram Horn Hydrolysate
as Peptone for Bacterial Growth. J Biol. VOl 26. 115-123.
Morton, J. 2007. Fruits of Warm Climates. Miami: FL.
Neogen
Corp.
2011.
Selenite
Cystine
Broth
(7283).
www.neogen.com/Acumedia/pdf/.../7283_PI.pdf. Diakses Pada 30 November
2014 Pukul 00.04 WIB.
Parning, Horale & Tiopan. 2006. Kimia SMA Kelas XII Semester Kedua. Jakarta:
Yudhistira.
Peterson MS, Johnson AH. 2008. Encyclopedia of Food Science. Connecticut AVI.
Riwan.
2008.
Jambu
biji
(Guava
psidium
guanjava
linn).
http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Jambu%20biji%20%28Guava
%20psidium%20guanjava%20linn%29&&nomorurut_artikel=46.
Diakses
Pada 30 November 2014 Pukul 19.32 WIB.
Siagian, Sondang. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara

17

Staff Writer. 2006. Watch Out For The Food We Consume. Directorate of
Consumer Protection, Jakarta, Indonesia
Suryanto D. 2008. Pusat Penelitian Bioteknologi Di USU, Mungkinkan?. Suara
USU.
Suwandi, Usman. 2010. Peran Media untuk Identifikasi Mikroba Patogen.
Tembi. 2013. Ayam Jago atau Ayam Aduan?. http://ayamjagomurah.com. Diakses
Pada 30 November 2014 Pukul 20.00 WIB.
USDA. 2006. USDA Standards of Identity; see Subparts E, F & G. London:
Academy Press.
Warga Depok. 2009. Belimbing. Depok: Warga Depok.
Zona Ikan. 2012. Definisi Ikan. http://zonaikan.com. Diakses Pada 30 November
2014 Pukul 20.05 WIB.

BAB 1

18

IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI


MIKROORGANISME PEMBUSUK DAN
PATOGEN

Tujuan
1. Mahasiswa

mampu

mendeteksi

keberadaan

mikroorganisme

pembusuk dan patogen pada bahan pangan dengan menggunakan


media mikroorganisme yang sesuai
2. Mahasiswa

mampu

melakukan

penghitungan

jumlah

bakteri

pembusuk dan patogen yang terdapat dalam produk pangan

Alat dan Bahan


1. Alat

: Tabung reaksi, cawan petri, erlenmeyer, spreader,

pipet mikro, inkubator, timbangan analitik, autoklaf, stomacher,


vorteks, bunsen, rak tabung, pipet ukur, bulb, alkohol, mikrotip.
2. Media
3. Sampel

: APDA, MRSA, MSA, BSA, SC Broth


:

Mangga,

jambu,

belimbing,

sosis,

bakso

sapi,

tempura, ayam, ikan

No
1.

Waktu
Selasa, 2
Desember
2014

Kegiatan

Hasil

Hal pertama yang dilakukan


adalah menyiapkan alat dan bahan. Alat
yang dibutuhkan dalam praktikum ini
adalah tabung reaksi, cawan petri,
erlenmeyer, spreader, pipet mikro,
inkubator, timbangan analitik, autoklaf,
stomacher, vorteks, bunsen, rak tabung,
pipet ukur, bulb, alkohol, mikrotip. Media
yang digunakan dalam praktikum ini
adalah APDA, MRSA, MSA, BSA, SC
Broth. Sampel yang digunakan dalam
praktikum ini adalah Mangga, jambu,
belimbing, sosis, bakso sapi, tempura,
ayam, ikan. Kelompok Q4 menggunakan
sampel sosis untuk deteksi mikroba

Dari data hasil


pengamatan,
kelompok Q4
menggunakan
sampel berupa
sosis. Untuk
deteksi mikroba
pembusuk,
media yang
digunakan
adalah APDA
(Acid Potato
Dextrose Agar)
dan MRSA.
Pada
pengenceran

19

patogen dan pembusuk.


Setelah alat dan bahan siap, hal
pertama yang harus dilakukan adalah
menimbang sampel sebanyak 5 gram
menggunakan timbangan analitik.
Sebelumnya sampel dipotong-potong
menggunakan pisau agar lebih mudah
menimbangnya. Setelah selesai
ditimbang, sampel kemudian
dimasukkan ke dalam kantung plastik,
setelah itu sampel dihancurkan secara
manual menggunakan tangan hingga
halus. Setelah hancur, sampel yang
berada di dalam plastik ditambahkan
pepton steril sebanyak 45 ml. Fungsi
penambahan pepton steril ini berguna
untuk pengenceran 10-1. Selanjutnya
dilanjutkan pengenceran hingga 10-5,
dan diambil 3 pengenceran terakhir
yang nantinya akan digunakan untuk
plating.
Setelah sampel dengan
pengenceran 10-1 siap, deteksi mikroba
dibagi menjadi 5 macam, yaitu
pembusuk, BAL, S. aureus, dan
Salmonella. Untuk deteksi bakteri
pembusuk, 3 pengenceran terakhir yaitu
10-3, 10-4, dan 10-5 dilakukan plating
pada masing-masing cawan petri berisi
media APDA secara spread plate
menggunakan spreader. Sebelumnya
sampel diambil dari tabung reaksi berisi
3 pengenceran terakhir menggunakan
mikropipet sebanyak 0,1 ml. Kemudian
sampel diinkubasi pada suhu 37oC
selama 48 jam. Setelah selesai masa
inkubasi, sampel dilakukan
penghitungan koloni menggunakan
metode MPN.
Untuk deteksi BAL, hal ini
dilakukan cara yang sama seperti
deteksi bakteri pembusuk, hanya saja
media yang digunakan yaitu MRSA.
Demikian pula dengan deteksi bakteri S.
aureus menggunakan media MSA.
Untuk deteksi Salmonella, 3
pengenceran terakhir dimasukkan ke
dalam masing-masing SC broth yang
berada pada tabung reaksi. Kemudian,
sampel tersebut diinkubasi pada suhu
37oC selama 48 jam. Setelah masa

10-3, jumlah
koloni yang
tumbuh adalah
1 CFU/ml. Pada
pengenceran
10-4, jumlah
koloni yang
tumbuh adalah
3 CFU/ml.
Sedangkan
pada
pengenceran
10-5, jumlah
koloni yang
tumbuh adalah
5 CFU/ml.
Sedangkan nilai
TPC nya adalah
5 x 105 CFU/ml.
Sedangkan
secara
morfologinya,
mikroba
pembusuk yang
tumbuh adalah
berbentuk
bulat, tidak
berlendir, dan
berwarna putih.
Sedangkan
bakteri
pembusuk yang
berupa BAL,
media yang
digunakan
untuk
pertumbuhanny
a adalah MRSA.
Pada
pengenceran
10-3, jumlah
koloni yang
tumbuh adalah
91 CFU/ml.
Pada
pengenceran
10-4, jumlah
koloni yang
tumbuh adalah
4 CFU/ml.
Sedangkan
pada

20

inkubasi selesai, dilakukan platting pada


media BSA dan diinkubasi kembali pada
suhu 37oC selama 48 jam dan dilakukan
perhitungan koloni menggunakan
metode MPN setelah masa inkubasi
selesai.

pengenceran
10-5, tidak ada
koloni yang
tumbuh.
Sedangkan nilai
TPC nya adalah
9.1 x 104
CFU/ml.
Sedangkan
secara
morfologinya,
mikroba
pembusuk yang
tumbuh adalah
berbentuk bulat
memanjang,
tidak berlendir,
dan berwarna
putih.

Kesimpulan
Prinsip dari praktikum ini adalah menginokulasi sejumlah mikroba
pembusuk dan pathogen dari bahan pangan pada medium tertentu yang
dapat mendukung kehidupan mikroba tersebut
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba,
antara lain ada factor intrinsik dan ekstrinsik. Factor instrinsik meliputi Aw
(kadar air), pH, kandungan gizi, potensial redoks, nutrisi, ada tidaknya
senyawa antimikroba dll. Sedangkan factor ekstrinsik meliputi suhu,
oksigen, rH (kelembapan), agitasi maupun aerasi dll.
Berdasarkan data hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa pada
deteksi mikroba pembusuk saat inokulasi pada media APDA maupun MRSA
bentuk koloni yang tumbuh adalah bulat dan berwarna putih, dengan nilai
total TPC masing-masing adalah 5x105 CFU/ml (koloni pada media APDA)
dan 9,1 x104 CFU/ml (koloni pada media MRSA). Sedangkan untuk deteksi
mikroba pathogen, koloni yang tumbuh pada media MSA adalah berbentuk
bulat (coccus) dan berwarna putih. Dimana kemungkinan koloni ini
merupakan koloni dari Staphylococcus aureus. Sedangkan koloni yang
tumbuh pada media BSA adalah koloni yang berbentuk bulat (coccus)
serta berwarna coklat tua.

Saran
Alat lebih diperbanyak, jaga kebersihan lab, lebih efisiensi waktu, asisten
praktikumnya sudah baik. Terima kasih.

21

Praktikan

Asisten Praktikum

(
.)

(
.)

22

Anda mungkin juga menyukai