Anda di halaman 1dari 15

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN
PRE EKLAMPSIA

A. PENGERTIAN
Pre eklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil,
bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri,
dan edema (Harnawati, 2008).
Pre eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan
edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera
setelah persalinan (Haidir. 2009).
Pre eklampsia atau sering juga disebut toksemia adalah suatu
kondisi yang bisa dialami oleh setiap wanita hamil. Penyakit ini ditandai
dengan meningkatnya tekanan darah yang diikuti oleh peningkatan kadar
protein di dalam urine. Wanita hamil dengan preeklampsia juga akan
mengalami pembengkakan pada kaki dan tangan. Preeklampsia umumnya
muncul pada pertengahan umur kehamilan, meskipun pada beberapa kasus
ada yang ditemukan pada awal masa kehamilan.

B. ETIOLOGI
Sampai saat ini, etiologi pasti dari pre-eklampsi/eklampsia belum
diketahui. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya:
1. Jumlah primigravi, terutama primigravida muda
2. Distensi rahim berlebihan : hidramnion, hamil ganda, mola hidatidosa
3. Penyakit yang menyertai hamil : diadetes melitus, kegemukan
4. Jumlah umur ibu diatas 35 tahun
5. Pre eklampsia berkisar antara 3% sampai 5% dari kehamilan yang
dirawat ( Ida Bagus. 1998).

C. KLASIFIKASI
Dibagi dalam 2 golongan :
1. Pre-eklampsi ringan, bila keadaan sebagai berikut :
a. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi
rebah terlentang/tidur berbaring, atau kenaikan diastolik 15 mmHg

atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara


pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 x pemeriksaan dengan
jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
b. Edema umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat
badan 1 kg atau lebih perminggu.
c. Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih perliter, kwalitatif 1+atau 2+
pada urin kateter atau midstream ( Ida Bagus.1998).

2. Pre-eklampsi berat:
a. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
b. Proteinuria 5 gr atau lebih perliter
c. Oliguria, jmlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam
d. Keluhan subjektif :
1) Nyeri di epigastrium
2) Gangguan penglihatan
3) Nyeri kepala
4)

Edema paru dan sianosis

e. Pemeriksaan :
1) Kadar enzim hati meningkat disertai ikterus
2) Perdarahan pada retina
3) Trombosit kurang dari 100.000/mm ( Ida Bagus. 1998).
D. PATOFISIOLOGI
Pada pre-eklampsia terjadi spasmus pembuluh darah disertai dengan
retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasmus yang hebat
dari arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus lumen arteriola sedemikian
sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika
semua arteriola dalam tubuh mengalami spasmus, maka tekanan darah
dengan sendirinya akan naik sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan
tekanan perifer agar oksigenisasi jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui
sebabnya, mungkin disebabkan oleh retensi air dan garam. proteinuri

mungkin disebabkan oleh spasmus Arteriola sehingga terjadi perubahan


glomerulus.
Perubahan pada organ-organ:
1. Perubahan pada otak
Pada pre-eklampsi aliran darah dan pemakaian oksigen tetap
dalam batas-batasn ormal. Pada eklampsi, resistensi pembuluh darah
meninggi, ini terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema terjadi pada
otak yang dapat menimbulkan kelainan serebral dan kelainan pada
visus. Bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.
2. Perubahan pada uri dan rahim
Aliran darah menurun ke plasenta menyebabkan gangguan
plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena
kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada pre-eklampsi dan
eklampsi sering terjadi bahwa tonus rahim dan kepekaan terhadap
rangsangan meningkat maka terjadilah partus prematurus.
3. Perubahanp ada ginjal
Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal kurang.
Hal ini menyebabkan filfrasi natrium melalui glomerulus menurun,
sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filnasi glomerulus
dapat turun sampai 50% dari normal sehingga pada keadaan lanjut
dapat terjadi oliguria dan anuria.
4. Perubahan pada paru-paru
Kematian wanita pada pre-eklampsi dan eklampsi biasanya
disebabkan

oleh

edema

paru.

Ini

disebabkan

oleh

adanya

dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspires pnemonia.


Kadang-kadang ditemukan abses paru.
5. Perubahan pada mata
Dapat ditemukan adanya edema retina spasmus pembuluh
darah. Bila ini dijumpai adalah sebagai tanda pre-eklampsi berat. Pada
eklampsi dapat terjadi ablasio retinae, disebabkan edema intra-okuler
dan hal ini adalah penderita berat yang merupakan salah satu indikasi
untuk terminasi kehamilan. Suatu gejala lain yang dapat menunjukkan
arah atau tanda dari pre-eklampsi berat akan terjadi eklampsi adalah
adanya: skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan perubahan

peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam


retina.
6. Perubahan pada keseimbangan air dan elektrolit
Pada pre-eklampsi ringan biasanya tidak dijumpai perubahan
nyata pada metabolisme air, elektrolit, kristaloid dan protein serum. Dan
tidak terjadi ketidakseimbangan elektrolit. Gula darah,bikarbonasn
atrikusd an pH normal. Pada pre-eklampsi berat dan pada eklampsi :
kadar gula darah naik sementara asam laktat dan asam organik lainnya
naik sehingga cadangan alkali akan turun. Keadaan ini biasanya
disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zat-zat organik
dioksidasi sehingga natrium dilepas lalu bereaksi dengan karbonik
sehingga terbentuk bikarbonas natrikus. Dengan begitu cadangan alkali
dapat kembali pulih normal ( khaidir. 2009).

E. MANIFESTASI KLINIS
Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dalam urutan :
1. Pertambahan berat badan yang berlebihan
2. Diikuti edema
3. Hipertensi
4. Akhirnya proteinuria.
Pada pre eklampsia ringan tidak ditemukan gejala gejala subyektif. Pada
pre eklampsia berat didapatkan :
1. Sakit kepala terutama di daerah frontal
2. Gangguan mata, penglihatan kabur
3. Rasa nyeri di daerah epigastrium
4. Mual atau muntah
5. Gangguan pernapasan sampai sianosis
6. Terjadinya gangguan kesadaran.
Gejala gejala ini sering ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat
dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul.

F. PENATALAKSANAAN
1. Tes diagnostik dasar
Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urin, pemeriksaan
edema, pengukuran tinggi fundus uteri, pemeriksaan funduskopik.

2. Tes laboratorium dasar:


a. Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi
eritrosit pada sediaan apus darah tepi).
b. Pemeriksaan

fungsi

hati

(bilirubin,

protein

serum,

aspartat

aminotransferase, dan sebagainya).


c. Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).
d. Uji untuk meramalkan hipertensi
e. Roll Over test
f.

Pemberian infus angiotensin II.

G. PENCEGAHAN
Untuk mencegah kejadian pre eklampsia ringan dapat dilakukan nasehat
tentang tentang dan berkaitan dengan:
1. Diet makanan
Makanan tinggi protein tinggi karbohidrat, cukup vitamin, dan rendah
lemak. Kurangi garan apabila berat badan bertanbah atau edema.
Makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna. Untuk
meningkatkan jumlah portein dengan tambahan sau butir telur stiap hari.
2. Cukup istirahat
Istirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti bekerja dan
disesuaikan dengan kmampuan. Lebih banyak duduk atau berbaring ke
arah punggung janin sehingga aliran darah menuju plasenta tidak
mengalami gangguan.
3. Pengawasan antenatal ( hamil)
Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera
datang ke tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan perhatian:
a. Uji kemampuan pre eklampsia:
1) Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya
2) Pemriksaan tinggi fundus uteri

3) Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema


4) Pemeriksaan protin dalam urin
5) Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjl, fungsi hati,
gambaran darah umum, pemeriksaan retina mata.

b. Penilaian kondisi janin dalam rahim


1) Pemantauan tinggi fundus uteri
2) Pemeriksaan janin: gerakan janin dalam rahim, denyut jantung
janin, pemantauan air ketuban
3) Usulkan untuk melakukan pmeriksaan ultrasonografi
H. PENANGANAN
Tujuan utama penanganan adalah :
1. Untuk mencegahte rjadinyap re-eklampsdi an eklampsi
2. Hendaknyaja nin lahir hidup
3. Trauma padajanin seminimal mungkin.

Pre-eklampsi ringan
Pengobatan adalah simtiomatis dan wanita dapat di :
1. Rawat jalan dengan skemaa periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2
x seminggu.
2. Rawat inap
3. Penangan rawat jalan atau rawat inap :
a. Istirahat di tempat tidur adalah istirahat pokok
b. Diit rendah garam
c. Berikan obat-obatan seperti valium tablet 5 mg dosis 3x sehari, atau
tablet fenobarbital 30 mg dengan dosis 3x sehari, diuretika dan
antihipertensi

tidak

dianjurkan,

karena

obat

ini

tidak

begitu

bermanfaat bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-eklampsi


berat.

Dengan cara di atas biasanya pre-eklampsi ringan jadi tenang dan


hilang, ibu hamil dapat dipulangkan dan diperiksa ulang lebih sering dari
biasa. Bila pada beberapa kasus gejala masih menetap, penderita tetap

dirawat inap. Lakukan monitor keadaan janin : kadar estriol urin,


amnioskopik dan ultrasografi dan sebagainya. Bila keadaan mengizinkan,
barulah padakehamilan minggu ke 37 ke atas dilakukan induksi partus.
I.

KOMPLIKASI
Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk
komplikasi antaralain:
1. Pada ibu
a. Eklampsia
b. Solusio plasenta
c. Pendarahan subkapsula hepar
d. Kelainan pembekuan darah ( DIC )
e. Sindrom HELPP ( Hemolisis, Elevated, Liver,Enzymes Dan Low
Platelet Count )
f.

Ablasio retina

g. Gagal jantung hingga syok dan kematian.

2. Pada janin
a. Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
b. Prematur
c. Asfiksia neonatorum
d. Kematian dalam uterus
e. Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal

J. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan pre eklampsia adalah :
1) Data Subjektif
a) Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau >
35 tahun.
b) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi,
oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan
kabur.

c) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia,


vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM.
d) Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,
hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau
eklamsia sebelumnya.
e) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok
maupun selingan.
f)

Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan


kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya.

2) Data Objektif
a) Pemeriksaan fisik
Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal
distress
Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat
pemberian SM ( jika refleks + )
b) Pemeriksaan penunjang
Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2
kali dengan interval 6 jam
Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream (
biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada
skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat,
serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya
kelainan pada otak
USG ; untuk mengetahui keadaan janin
NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

b. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan
kardiak output sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah.
2) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penimbunan cairan
pada paru: oedem paru.
3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan aliran balik
vena, payah jantung.
4) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi
glomerolus skunder terhadap penurunan kardiak output.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
6) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis: penumpukkan
ion Hidrogen .
7) Risiko cedera pada ibu berhubungan dengan diplopia.

c. Rencana Keperawatan
1) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan
kardiak output sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan elama 1x24 jam
diharapkan perfusi jaringan serebral klien adekuat
Intervensi :
a) Monitor tekanan darah tiap 4 jam
R/: Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih
merupkan indikasi dari PIH
b) Catat tingkat kesadaran pasien
R/: Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah
otak
c) Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella
dalam, penurunan nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan
oliguria ).
R/: Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada
otak, ginjal, jantung dan paru yang mendahului status kejang
d) Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya
kontraksi uterus

R/: Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan


memungkinkan terjadinya persalinan
e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi
R/: Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah
2) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penimbunan cairan
pada paru: oedem paru.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan pertukaran gas adekuat.
Intervensi:
a) Auskultasi bunyi jantung dan paru
R/: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b) Kaji adanya hipertensi
R/ : Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya
(skala 0-10)
R/: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R/: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan aliran balik


vena, payah jantung.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan curah jantung dapat adekuat.
Intervensi:
a) Observasi EKG atau telematri untuk perubahan irama.
R/: Perubahan pada fungsi eletromekanis dapat menjadi bukti
pada respon terhadap berlanjutnya gagal ginjal/akumulasi toksin
dan ketidakseimbangan elektrolit.
b) Selidiki laporan kram otot kebas/kesemutan pada jari, dengan
kejang otot, hiperlefleksia.
R/ :Neuromuskular indikator hipokalemia, yang dapat juga
mempengaruhi kontraktilitas dan fungsi jantung.
c) Pertahankan tirah baring atau dorong istirahat adekuat

R/ :Menurunkan konsumsi oksigen/kerja jantung.


Kolaborasi:
d) Awasi pemeriksaan laboratorium: kalium, kalsium, magnesium.
R/: Selama fase oliguria, hiperkalemia dapat terjadi tetapi menjadi
hipokalemia pada fase diuretik atau perbaikan.
e) Berikan/batasi cairan sesuai indikasi.
R/: Curah jantung tergantung pada volume sirkulasi (dipengaruhi
oleh kelebihan dan kekurangan cairan) dan fungsi otot miokardial.
f)

Berikan tambahan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi.


R/: Memaksimalkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardial
untuk menurunkan kerja jantung dan hipoksia seluler.

4) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi


glomerolus skunder terhadap penurunan cardiac output.
Tujuan:

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam

tidak terjadi kelebihan volume cairan dengan kriteria hasil: klien


menunjukkan haluaran urin tepat dengan berat jenis/hasil laboratorium
mendekati normal, berat badan stabil, tanda vital dalam batas normal,
tak ada edema.
Intervensi:
a) Awasi denyut jantung, TD, dan CVP.
R/: Takikardia dan hipertensi terjadi karena a) kegagalan ginjal
untuk mengeluarkan urin, b) pembatasan cairan berlebihan
selama mengobati hipovolemia/hipotensi atau perubahan fase
oliguria gagal ginjal dan perubahan pada sisten renin-angiotensin.
b) Catat pemasukan dan pengeluaran akurat.
R/: Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, penggantian cairan dan
penurunan

resiko kelebihan

cairan

dan

penurunan

resiko

kelebihan cairan.
c) Kaji kulit, wajah area tergantung untuk edema. evaluasi derajat
edema (pada skala +1 sampai +4).
R/: Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada
tubuh contoh tangan, kaki, area lumbosakral. BB pasien dapat
meningkat sampai 4,5 kg cairan sebelum edema pitting terdeteksi.

Edema periorbital dapat menunjukkan tanda perpindahan cairan


ini karena jaringan rapuh ini mudah terdistensi oleh akumulasi
cairan walaupun minimal.
d) Kaji tingkat kesadaran , selidiki perubahan mental, adanya gelisah.
R/ Dapat menunjukkan perpindahan cairan, akumulasi toksin
asidosis, ketidakseimbangan elektrolit atau terjadinya hipoksia.
Kolaborasi
e) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh: BUN, kreatinin, natrium
dan kretinin urin, natrium serum, kalium serum, Hb/Ht, foto dada.
R/ Mengkaji berlanjutnya dan penanganan disfungsi/gagal ginjal.
f)

Siapkan untuk dialisis sesuai indikasi.


R/ Dilakukan untuk memperbaiki kelebihan volume, ketidak
seimbangan elektrolit, asam/basa dan untuk menghilangkan
toksin.

5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 12x24 jam
diharapkan klien menunjukkan toleransi aktivitas.
Intervensi :
a) Tingkatkan tirah baring /duduk, berikan lingkungan tenang, batasi
pengunjung sesuai keperluan.
R/: Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan energi
yang digunakan untuk penyembuihan.
b) Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.
R/: Meningkatkan fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan
pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan.
c) Lakukan tugas dengan cepat sesuai toleransi
R/: Memungkinkan periode tambahan istirahat tanpa gangguan.
d) Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, Bantu melakukan latihan
rentang jarak sendi pasif /aktif.
R/: Tirah baring lama menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi
karena keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode istirahat.

6) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis : penumpukkan


ion Hidrogen
Tujuan : setelah dilakukan tindakn keperaeatan selama 1x24 jam
diharapkan nyeri klien berkurang.
Intervensi :
a) Kaji tingkat intensitas nyeri pasien
R/: Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan demikian akan
dapat menentukan tindakan perawatan yang sesuai dengan
respon pasien terhadap nyerinya
b) Jelaskan penyebab nyerinya
R/: Ibu dapat memahami penyebab nyerinya sehingga bisa
kooperatif
c) Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS
timbul
R/: Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi
vasodilatasi pembuluh darah, expansi paru optimal sehingga
kebutuhan 02 pada jaringan terpenuhi
d) Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri
R/: untuk mengalihkan perhatian pasien
7) Risiko cedera pada ibu berhubungan dengan diplopia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan resiko cidera tidak terjadi.
Intervensi :
a) Monitor tekanan darah tiap 4 jam
R/: Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih
merupkan indikasi dari PIH
b) Catat tingkat kesadaran pasien
R/: Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah
otak
c) Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella
dalam, penurunan nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan
oliguria )
R/: Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada
otak, ginjal, jantung dan paru yang mendahului status kejang

d) Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya


kontraksi uterus
R/: Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan
memungkinkan terjadinya persalinan
e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi
R/: Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah

DAFTAR PUSTAKA

Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC


Carpenito- Moyet,Lynda juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Edisi 10. Jakarta: EGC.

Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC.

Farrer, Helen. 2001. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC.

Llewellyn-Jones, Derek. 2002. Dasar-Dasar Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta :


Hipokartes.

Purwaningsih, Wahyu. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart Vol.2 Edisi 8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai