Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan kondisi terganggunya kejiwaan
manusia demikian rupa sehingga mengganggu ke mampuan induvidu
itu untuk berfungsi secara normal di dalam masyarakat maupun dalam
menunaikan kewajibannya sebagai insan

dalam masyarakat itu.

Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai


dengan baik kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk
mencegah mengganggu orang lain atau merusak/menyakiti dirinya
sendiri (Baihaqi, 2005).
Gangguan jiwa sesungguhnya sama dengan gangguan
jasmaniah lainnya. Hanya saja gangguan jiwa bersifat lebih kompleks,
mulai dari yang ringan seperti rasa cemas, takut hingga yang tingkat
berat berupa sakit jiwa atau kita kenal sebagai gila (Hardianto, 2009).
Kecendrungan gangguan jiwa akan semakin meningkat seiring
dengan terus berubahnya situasi ekonomi dan politik kearah tidak
menentu, prevalensinya bukan saja pada kalangan menengah
kebawah sebagai dampak langsung dari kesulitan ekonomi, tetapi juga
kalangan menengah keatas sebagai dampak langsung atau tidak
langsung ketidakmampuan individu dalam penyesuaian diri terhadap
perubahan sosial yang terus berubah (Rasmun, 2001).
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO). Jumlah penderita
gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 adalah 450 juta jiwa. Dengan

mengacu data tersebut, kini jumlah itu diperkirakan sudah meningkat.


Diperkirakan dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia, ada sekitar 50
juta atau 22 persennya, mengidap gangguan kejiwaan (Hawari, 2009).
Dan juga di perkirakan bahwa 2-3% dari jumlah penduduk Indonesia
menderita gangguan jiwa berat. Bila separuh dari mereka memerlukan
perawatan di rumah sakit dan jika penduduk Indonesia berjumlah 120
juta orang maka ini berarti bahwa 120 ribu orang dengan gangguan
jiwa berat memerlukan perawatan di rumah sakit. Padahal yang
tersedia sekarang hanya kira-kira 10.000 tempat tidur.
WHO melaporkan bahwa 5-15% dari anak-anak antara 3-15
tahun mengalami gangguan jiwa yang persisten dan mengganggu
hubungan sosial. Bila kira-kira 40% penduduk Negara kita ialah anakanak di bawah 15 tahun (di negara yang sudah berkembang kira-kira
25%), dapat di gambarkan besarnya masalah (ambil saja 5% dari 40%
katakan saja 120 juta penduduk maka di negara kita terdapat kira-kira
2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa). Dan tidak
sedikit orang menderita gangguan jiwa akibat gangguan organik pada
otak (akibat rudapaksa, gangguan pembuluh darah neoplasma,
keracunan).
Direktur WHO wilayah Asia Tenggara, hampir satu pertiga
penduduk di wilayah ini pernah mengalami gangguan neuropsikiatri.
Buktinya, bisa kita cocokkan dan lihat sendiri dari survey kesehatan
rumah tangga (SKRT) tahun 1995 saja, di indonesia diperkirakan

sebanyak 264 dari 1.000 anggota rumah tangga menderita gangguan


kesehatan jiwa (Rafei UM, 2010).
Taksiran kasar jumlah penderita beberapa jenis gangguan jiwa
yang ada dalam satu tahun di indonesia dengan penduduk 130 juta
orang yaitu psikosa fungsional 520.000 (4%), sindroma otak organic
akut 65.000 (0,5%), sindroma otak organic menahun 130.000(1%),
retardasi mental 2.600.000(2%), nerosa 6.500.000(5%), psikosmatik
6.500.000(5%), gangguan

kepribadian 1.300.000 (1%), dan

ketergantungan obat 1.000 jadi total nya kira-kira 17.616.000 (13,5%)


penderita jenis gangguan jiwa di Indonesia.
Data Rumah Sakit Jiwa Pusat Bogor 2001, menunjukkan ratarata lama hari rawat adalah 115 hari dan untuk pasien perilaku
kekerasan 42 hari (Keliat, 2011).
Berdasarkan data yang di peroleh peneliti di Rumah Sakit Jiwa
Provinsi NTB pasien yang paling lama hari rawatnya disebabkan oleh
faktor keluarga, ekonomi dan wilayah. Karena di sebabkan oleh
kelurganya lama menjemput padahal pasien tersebut sudah dipastikan
sembuh. Serta faktor tempat tinggalnya pasien terlalu jauh. Jika
masalah tersebut tidak di tangani maka akan semakin lama pasien
tersebut di rawat (dokumentasi RSJP NTB Tahun 2012).
Berdasarkan data yang di peroleh peneliti di Rumah Sakit Jiwa
Provinsi NTB bahwa jumlah pasien gangguaan jiwa pada tahun 2010
tercatat sebanyak 278 pasien rawat inap yang keluar masuk rumah
sakit dan 6686 pasien rawat jalan, pada tahun 2011 tercatat sebanyak

1169 pasien yang dirawat yang keluar masuk rumah sakit. Pada tahun
2012 tercatat sebanyak 1.286 pasien rawat inap serta rawat jalan 1862
pasien (dokumentasi RSJP NTB Tahun 2010-2012).
Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi NTB pasien yang paling lama
rata-rata hari rawat nya maksimal 14 hari dan kapasitas setiap ruangan
adalah 20 pasien.

Setiap tahunnya pasien yang lama hari rawat

semakin meningkat dan pasien gangguan jiwa setiap tahunnya juga


meningkat. Data dari rumah sakit jiwa pertahun nya yang lama hari
rawat inap. Tahun 2011 per orang nya kira-kira 24-29 hari. Dan tahun
2012 kira-kira 30-54 hari per orang (dokumentasi RSJP NTB Tahun
2011/2012).
Tetapi
kepedulian

kenyataannya,

tentang

ini.

belum

Banyak

banyak

keluarga

keluarga
yang

memiliki

menyerahkan

sepenuhnya penyembuhan penderita kepada petugas kesehatan.


Banyak pasien gangguan jiwa justru ditelantarkan keluarganya.
Keluarga telah melupakan mereka. Banyak yang tidak mengurusnya
lagi saat dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Padahal, jika keluarga
mereka rajin mengunjungi dan memberikan dukungan bagi pasien
gangguan jiwa, ini merupakan salah satu terapi yang jitu untuk
kesembuhan mereka. Namun, jika keluarga mereka tidak peduli,
tingkat kesembuhan pasien makin lama karena pasien merasa tidak
diperhatikan lagi oleh keluarganya (Iyus, Yosep, 2007).
Jika semakin lama pasien itu dirawat maka akan bardampak
terhadap psikologis pasien itu sendiri. Misalnya pasien akan merasa

bosan dan jenuh berada ditempat itu sehinga kebanyakan pasien


termotivasi untuk kabur atau melakukan tindakan yang mengancam
jiwa. Dan faktor kekambuhan akan semakin tinggi. Dan dampaknya
bagi rumah sakit akan terjadi luapan kapasitas dimana tidak
mencukupi kapasitas pasien yang lain. Sehingga hal ini harus segera
di tangani oleh pihak rumah sakit.
Gangguan jiwa dapat disebabkan oleh berbagai faktor sebagai
berikut

yaitu

perubahan

dalam

otak,

faktor

keturunan,

faktor

pengalaman masa kanak-kanak, faktor suasana rumah, faktor


keluarga, faktor ekonomi, faktor sosial-budaya, faktor pengangguran,
dan faktor ketergantungan obat dan alkohol serta persaingan yang
berat dan diskriminasi sosial turut menyebabkan berkembangnya
gangguan jiwa (Yudi Hartono, 2010).
Seseorang akan mengalami gangguan atau mengalami
penyimpangan prilaku apabila terdapat banyak faktor salah satunya
faktor sosial dan faktor lingkungan yang akan memicu munculnya
stress pada seseorang (Caplan, 2007). Gangguan jiwa cenderung
muncul akibat multifaktor yang kompleks, meliputi aspek fisik, genetik,
lingkungan, faktor keluarga dan faktor usia (Mayer Kraeplin, 2002).
Sumber penyebab gangguan jiwa menurut ilmu kedokteran
ialah biarpun gejala yang menonjol itu terdapat pada unsur kejiwaan,
tetapi penyebab utama nya mungkin di badan (somatogenik). Biasanya
tidak terdapat penyebab tunggal. Akan tetapi beberapa penyebab
segaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau

kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan badan ataupun


jiwa tersebut. Ada beberapa sumber penyebab gangguan jiwa di atas
ialalah faktor-faktor somatik (somatogenik), faktor-faktor psikologik
(psikogenik). Dan faktor-faktor sosial-budaya (sosiogenik).
Ketika penderita gangguan jiwa melakukan rawat jalan atau
inap di rumah sakit jiwa, keluarga harus tetap memberikan perhatian
dan dukungan sesuai dengan petunjuk tim medis rumah sakit.
Dukungan keluarga sangat diperlukan oleh penderita gangguan jiwa
dalam memotivasi mereka selama perawatan dan pengobatan. Jenisjenis dukungan keluarga seperti dukungan pengharapan, dukungan
nyata, dukungan informasi dan dukungan emosional (Friedman,1998).
Dari data diatas bahwa setiap tahunnya pasien yang lama hari
rawatnya semangkin menigkat. Oleh karena itu diperlukan peran serta
perawat dan keluarga dalam pemahaman dan pengetahuan tentang
faktor apa yang menyebabkan pasien lama hari rawatnya. Bagi rumah
sakit diharapkan menggadakan program bila pasien yang sudah di
anggap sembuh boleh didrop ketempat lain. Dan bagi keluarga
diharapkan ada partisipasinya dalam penyembuhan pasien, jangan
melimpahkan sepenuhnya penyembuhan kepada petugas kesehatan
saja.
Berdasarkan hal di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian guna mengetahui gambaran faktor-faktor penyebab lamanya
hari rawat pasien gangguan jiwa di ruang rawat inap RSJP NTB.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka
perumusan masalah peneliti sebagai berikut Bagaimana gambaran
faktor-faktor yang menyebabkan lamanya hari rawat pasien gangguan
jiwa di ruang rawat inap RSJP NTB ?.

C. Tujuan Penelitian
1.Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang menyebabkan
lama hari rawat pasien gangguan jiwa di RSJP NTB.
2.Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi faktor keluarga yang menyebabkan lama hari
rawat di RSJP NTB.
b. Mengidentifikasi faktor wilayah yang menyebabkan lama hari
rawat di RSJP NTB.
c. Mengidentifikasi faktor ekonomi yang menyebabkan lama hari
rawat di RSJP NTB.

D. Manfaat Peneliti
1. Bagi Institusi Pendidikan
Menambah wacana dan dapat digunakan sebagai acuan
dalam penelitian lebih lanjut.

2. Bagi Peneliti lain

Menambah

wawasan,

pengetahuan

dan

pengalaman

berharga dalam mengimplementasikan ilmu yang telah diperoleh


selama pendidikan dan menambah pengalaman tentang cara
penyusunan karya tulis ilmiah khususnya dalam bidang ilmu
kesehatan.
3. Bagi Instansi yang Terkait (RSJP NTB)
Perawat menjadi tahu cara mengatasi faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi lama hari rawat pada pasien gangguan jiwa
di ruang rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Provinsi NTB.

Anda mungkin juga menyukai