Anda di halaman 1dari 5

Nama

: Parisabel R. H. N

NPM

: 110110120436

Mata Kuliah : Hukum Hak Asasi Manusia

KONSEP DASAR HAM

1. Teori Hak Kodrati


Adalah asumsi yang umum bahwa teori hak kodrati mendasari doktrin
kontemporer HAM.. Istilah hak asasi manusia umumnya dipahami oleh Locke dan
pendukungnya sebagai hak yang melekat karena kodratnya sebagai manusia.1 Teori
hak kodrati mendasarkan HAM semata-mata pada kodrat seseorang sebagai manusia.
Para penganut teori hak kodrati berpendapat bahwa orang sebagai manusia berhak
untuk diperlakukan sesuai dengan cara tertentu. Hak ini diwujudkan dalam bentuk hak
asasi manusia yang ada untuk melindungi hak manusia yang esensial.2
Dalam bukunya yang telah menjadi klasik, The Second Treaties of Civil
Government and a Letter Concerning Toleration Locke mengajukan postulasi
pemikiran bahwa semua individu dikarunia oleh alam hak yang melekat atas hidup,
kebebasan dan kepemilikan, yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat
dicabut atau dipreteli oleh negara. Melalui suatu kontrak social (social contract),
perlindungan atas hak yang tidak dapat dicabut ini diserahkan kepada negara. Tetapi,
menurut Locke, apabila penguasa negara mengabaikan kontrak sosial itu dengan
melanggar hak-hak kodrati individu, maka rakyat di negara itu bebas menurunkan
sang penguasa dan menggantikannya dengan suatu pemerintah yang bersedia
menghormati hak-hak tersebut.3
2. Teori Positivisme
Sebagai reaksi terhadap teori hak kodrati, muncul yang namanya teori
positivisme. Teori ini melihat bahwa tidak mungkin hak asasi manusia muncul begitu
saja tanpa ada sumbernya atau hanya bersumber dari kodrat orang sebagai manusia.
Salah satu ahli pendukung teori ini adalah Bentham, ia menyatakan bahwa hak dan
hukum merupakan hal yang sama dan menurutnya hak adalah anak kandung dari
1

Jack Donnelly, Human Rights as Natural Rights (1982) 4 Human Rights Quarterly 391.
Jack Donnelly, Ibid, hlm. 398.
3
Rhona K.M. Smith (et.al.), Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi
Manusia Universitas Islam Indonesia, 2008, hlm. 12.
2

hukum. Teori ini ke depannya juga didukung oleh John Austin dan kaum positivis
lainnya yang berpendapat bahwa eksistensi da nisi hak hanya dapat diturunkan dari
hukum negara karena mereka melihat hukum yang ada dating dari pemerintah dan
bukan dari alam.4
3. Teori Universalisme
Teori univesalisme adalah salah satu teori penerapan HAM dalam skala
nasional dimana dipostulasikan bahwa HAM bersifat sama melintasi batas ruang dan
waktu dilihat dari sisi historisnya.5 Apabila HAM ini membutuhkan legalitas maka
dasarnya akan dirujuk kembali kepada hukum alam atau hukum Tuhan yang tidak
perlu lagi dibuktikan kebenarannya. Falam universalisme, individu aalah sebuah unit
sosial yang memiliki hak-hak yang tidak dapat dipungkiri, dan diarahkan pada
pemenuhan kepentingan pribadi. Doktrin ini telah diterapkan di berbagai negara yang
menentang setiap penerapan konsep hak dari barat dan menganggapnya sebagai
imperialism budaya.6
4. Teori Partikularisme
Teori partikularisme ini mucul sebagai reaksi dari teori universalisme, karena
dirasa adanya hubungan yang erat antara HAM dan budaya sebagai satu-satunya
sumber keabsahan hak atau kaidah moral.7 Gagasan ini dikemukakan oleh negaranegara berkembang dan negara islam karena mereka merasa bahwa nilai-nilai yang
bersumber dari kebudayaan mereka lebih relevan untuk kemajuan negaranya
dibandingkan nilai-nilai Barat.8
Telah diakui secara umum bahwa dalam prakteknya hak asasi manusia
dikondisikan oleh konteks sejarah, tradisi, budaya, agama, dan politik-ekonomi yang
sangat beragam. Tidaklah mudah untuk memaksakan konsep universalitas hak asasi

Rhona K.M. Smith (et.al.), Ibid, hlm. 13.


Silvia M. Staub-Bernasconi, Human Rights - Facing Dilemmatas Between Universalism
and Pluralism or Contextualism, 34th Biannual Congress of the International Association of
Schools of Social Work (IASSW) Transcending Global-Local-Divides Challenges for Social
Work Education and Practice, Dubai, 2008, hlm. 3.
6
Rhona K.M. Smith (et.al.), Op.Cit, hlm. 13.
7
Jack Donnely, Universal Human Rights in Theory and Practice, London: Cornell University
Press, 2003, hlm. 7-21.
8
Rhona K.M. Smith (et.al.), Op.Cit, hlm. 21.
5

manusia kepada beragam tradisi, budaya dan agama. Oleh karena itu penting untuk
menggali kesamaan konsep yang prinsipil, yaitu martabat umat manusia.9

Dalam penerapan HAM, negara memegang peranan yang sangat penting.


Hal ini ditunjukkan dengan adanya obligation to respect, protect, and fulfilll
dari negara terhadap warga negaranya.

1. The obligation to respect


The obligation to respect mengharuskan negara untuk tidak ikut campur atau
mengintervensi HAM yang dimiliki oleh manusia.
2. The obligation to protect
The obligation to protect mengharuskan negara untuk mencegah pelanggaran
HAM terhadap manusia oleh pihak ketiga.
3. The obligation to fulfilll
The obligation to fulfilll mengharuskan negara untuk mengambil tindakan di
bidang legislative, administrative, keuangan, yudikatif, dan bidang lainnya untuk
mewujudkan HAM di wilayahnya.

Contoh pengaplikasian obligation to respect, protect, and fulfilll dalam


Convention on the Rights of Persons with Disabilities di bidang kebebasan
berekspresi:
The obligation to respect
Negara tidak boleh menahan informasi atau menghentikan disable person untuk
melaksanakan hak kebebasan berekspresinya
The obligation to protect
Negara harus mencegah pihak lain untuk melarang atau membatasi disable person
dalam melakukan kebebasan berekspresinya
The obligation to fulfilll
Negara harus memfasilitasi penggunaan bahasa isyarat, tulisan Braille, dan
komunikasi dalam bentuk lainnya yang dapat dipahami oleh disable person dalam
interaksi formal.10

Rhona K.M. Smith (et.al.), Ibid, hlm. 23-24.

PRINSIP-PRINSIP HAM

1. Tidak dapat dicabut (inalienable)


HAM tidak dapat dicabut dari seorang manusia secara semata-mata, kecuali
dalam situasi tertentu dan berdasarkan proses hukum yang sah. Seperti contohnya,
hak atas kebebasan dari seorang manusia dapat dibatasi apabila individu tersebut
dinyatakan bersalah atas sebuah tindak kejahatan oleh pengadilan.11
2. Kesetaraan (equality)
HAM kontemporer mengenal prinsip kesetaraan dimana dasar idenya dalah
semua orang terlahir bebas dan memiliki kesetaraan. Kesetaraan disini mempunyai
pengertian dimana pada situasi sama harus diperlakukan dengan sama dan dimana
pada situasi yang berbeda diperlakukan dengan berbeda pula.12
3. Non-diskriminasi (non-discrimination)
Pelarangan terhadap diskriminasi adalah salah satu bagian penting dari prinsip
kesetaraan. Pada efeknya, diskriminasi adalah kesenjangan perbedaan perlakuan dari
perlakuan yang seharusnya sama atau setara.13 Prinsip non-diskriminasi dan
kesetaraan tercermin dalam Pasal 1 Universal Declaration of Human Rights yang
berbunyi All human beings are born free and equal in dignity and rights.
4. Tidak tebagi (indivisibility)
HAM mempunyai prinsip tidak terbagi. Apakah itu berhubungan dengan hak
sipil, politik, ataupun ekonomi, HAM melekat kepada manusia sebagai harkat dan
martabatnya. Oleh karena itu, semua hak dalam HAM mempunyai status yang sejajar
dan tidak dapat dibuat hirarki kepentingannya. Penyangkalan terhadap satu hak dapat
menghambat pelaksanaan hak lainnya. Dengan demikian, hak untuk hidup secara

10

United Nation, Obligation of States Parties Under the Convention on the Rights of
Persons with Disabilities, <http://www.un.org/disabilities/default.asp?id=225> [diakses pada
13/10/2014].
11
United Nation Office of the High Commissioner for Human Rights, What Are Human
Rights?, <http://www.ohchr.org/en/issues/pages/whatarehumanrights.aspx> [diakses pada
13/10/2014].
12
Rhona K.M. Smith (et.al.), Op.Cit, hlm. 39.
13
Rhona K.M. Smith (et.al.), Ibid, hlm. 40.

layak tidak dapat dibandingkan denga hak lainnya seperti ha katas pendidikan atau ha
katas informasi.14
5. Kesalingtergantungan dan keberkaitan (interdependence and interrelatedness)
Prinsip kesalingtergantungan dan keberkaitan dalam HAM berhubungan
dengan pemenuhan satu hak yang menuju kepada pemenuhan hak yang lainnya.
Prinsip ini dikenal dalam Vienna Declaration 1993 pada pasal 4 yang menyatakan:
All human rights are universal, indivisible and interdependent and
interrelated. The international community must treat human rights globally in fair
and equal manner, on the same footing, and with the same emphasis. While the
significance of national and regional particularities and various historical, cultural
and religious background must be borne in mind, it is the duty States, regardless of
their political, economic and cultural systems, to promote and protect all human
rights and fundamental freedoms.
Hal ini dapat dilihat dengan contoh pemenuhan atas hak freedom from fear,
and want hanya dapat terpenuhi apabila setiap individu sudah mendapatkan dan
dapat menikmati hak sipil dan politiknya.15

14

United
Nations
Population
Fund,
Human
Rights
Principles,
<http://www.unfpa.org/rights/principles.htmx> [diakses pada 13/10/2014].
15
Atty Rene V Sarmiento, Human Rights: Universal? Indivisible? Interdependent?,
PAHRA-Sponsored Forum on Human Rights, Quezon City, 1995, hlm. 1.

Anda mungkin juga menyukai