Anda di halaman 1dari 39

Perjanjian No.

: III/LPPM/2013-03/08-P

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET


MENGGUNAKAN KATALIS BERBAHAN DASAR GULA

Disusun Oleh:
Herry Santoso, S.T., M.T.M., Ph.D.
Dra. Maria Inggrid, M.Sc.
Dr. Ir. Judy Retti Witono, M.App.Sc.

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat


Universitas Katolik Prahayangan
2013

ABSTRAK
Indonesia merupakan salah satu produsen karet terbesar di dunia. Selama ini
hasil utama yang diambil dari tanaman karet adalah latex. Sementara itu, biji karet
masih belum dimanfaatkan dan dibuang sebagai limbah. Biji karet mengadung sekitar
40-50%-b minyak nabati yang dapat diolah menjadi biodiesel. Akan tetapi, minyak biji
karet memiliki kandungan asam lemak bebas yang tinggi. Minyak dengan kandungan
asam lemak bebas yang tinggi kurang ekonomis untuk diolah menjadi biodiesel
menggunakan proses konvensional berkatalis basa karena adanya reaksi samping
penyabunan. Untuk mengatasi hal ini, pembuatan biodiesel dari minyak biji karet dapat
dilakukan dengan menggunakan katalis asam. Akan tetapi, penggunaan katalis asam
homogen seperti asam sulfat menimbulkan masalah korosi, sedangkan penggunaan
katalis asam heterogen cenderung sangat mahal.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan proses pembuatan biodiesel
dari minyak biji karet dengan menggunakan katalis asam heterogen berbahan dasar
gula. Secara khusus, hal ini meliputi: (1) mempelajari dan mengoptimasi proses
pengambilan minyak biji karet baik dengan menggunakan teknik ekstraksi maupun
pengempaan; (2) mempelajari dan mengoptimasi proses pembuatan katalis asam
heterogen berbahan dasar gula dengan menggunakan proses pirolisis yang dilanjutkan
dengan proses sulfonasi; dan (3) mempelajari dan mengoptimasi proses pembuatan
biodiesel dari minyak biji karet menggunakan katalis berbahan dasar gula dengan
menggunakan proses satu tahap maupun dua tahap.
Target akhir penelitian ini adalah diperolehnya pemahaman yang mendalam
mengenai proses pembuatan biodiesel dari minyak biji karet dengan menggunakan
katalis berbahan dasar gula. Hal ini sangat berguna dalam perancangan dan
pengembangan proses pembuatan biodiesel dari minyak biji karet maupun dari berbagai
minyak nabati non pangan lainnya yang ada di Indonesia yang memiliki permasalahan
serupa.
Fokus utama penelitian pada tahun pertama dari rencana tiga tahun penelitian ini
adalah untuk mempelajari cara pengambilan minyak biji karet menggunakan metode
pengepresan maupun metode ekstraksi. Beberapa informasi mengenai perolehan minyak
biji karet maupun kondisi operasi optimum proses pengambilan minyak biji karet sudah
diperoleh. Sifat fisik dan kimia minyak biji karet, meliputi kandungan asam lemak
bebas, viskositas dan densitas juga sudah didapatkan. Pada tahap selanjutnya, penelitian
akan diarahkan pada pengembangan katalis asam heterogen berbahan dasar gula dan
pengembangan proses untuk pembuatan biodiesel dari minyak biji karet.

ii

DAFTAR ISI

Abstrak
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar

ii
iii
v
vi

Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penelitian
1.3 Urgensi Penelitian

1
1
2
2

Bab II Tinjauan Pustaka


2.1 Biodiesel
2.2 Minyak Biji Karet
2.3 Katalis Dalam Pembuatan Biodiesel
2.3.1 Katalis Basa
2.3.2 Katalis Asam
2.4 Katalis Berbahan Dasar Gula
2.5 Road Map Penelitian

3
3
4
5
5
6
6
7

Bab III Metode Penelitian


4.1 Pengambilan Minyak Biji Karet
4.2 Pembuatan Katalis
4.3 Pembuatan Biodiesel

9
9
10
11

Bab IV Jadwal Kegiatan Dan Indikator Capaian Tahunan

12

Bab V Hasil Dan Pembahasan


5.1 Pengambilan Minyak Biji Karet Menggunakan Mesin Press Hidrolik
5.1.1 Prosedur Kerja
5.1.2 Rancangan Percobaan
5.1.3 Hasil Percobaan
5.1.4 Analysis of Variance (ANOVA)
5.1.5 Kandungan Asam Lemak Bebas Pada Minyak Biji Karet
5.1.6 Viskositas Dan Densitas Minyak Biji Karet
5.2 Pengambilan Minyak Biji Karet Menggunakan Metode Ekstraksi
5.2.1 Prosedur Kerja
5.2.2 Rancangan Percobaan
5.2.3 Hasil Percobaan Ekstraksi Menggunakan Pelarut CH 2 Cl 2
5.2.4 Analysis of Variance (ANOVA) Ekstraksi Menggunakan Pelarut
CH 2 Cl 2
5.2.5 Hasil Percobaan Ekstraksi Menggunakan Pelarut n-Heksana
5.2.6 Analysis of Variance (ANOVA) Ekstraksi Menggunakan Pelarut
n-Heksana
5.2.7 Kandungan Asam Lemak Bebas Pada Minyak Biji Karet
5.2.8 Viskositas Dan Densitas Minyak Biji Karet
5.2.9 Perbandingan Proses Ekstraksi Menggunakan Pelarut CH 2 Cl 2 dan
n-Hexane

15
15
15
16
17
18
20
20
21
21
21
22

iii

22
24
25
27
27
28

Bab VI Rencana Tahapan Berikutnya


6.1 Pengembangan Katalis
6.2 Pengembangan Proses Pembuatan Biodiesel

29
29
30

Bab VII Kesimpulan

32

Daftar Pustaka

33

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 4.1
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3
Tabel 5.4
Tabel 5.5
Tabel 5.6
Tabel 5.7
Tabel 5.8
Tabel 5.9
Tabel 5.10
Tabel 5.11
Tabel 6.1
Tabel 6.2

Sifat Fisik dan Kimia Biodiesel dan Petrodiesel


Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Biji Karet
Rancangan Penelitian
Variabel Percobaan Pengambilan Minyak Biji Karet Menggunakan Mesin
Press Hidrolik
Hasil Percobaan Pengambilan Minyak Biji Karet Menggunakan Mesin
Press Hidrolik
ANOVA Percobaan Pengambilan Minyak Biji Karet Menggunakan Mesin
Press Hidrolik
Viskositas dan Densitas Minyak Biji Karet
Variabel Percobaan Pengambilan Minyak Biji Karet Menggunakan
Metode Ekstraksi
Hasil Percobaan Ekstraksi Menggunakan Pelarut CH 2 Cl 2
ANOVA Ekstraksi Menggunakan Pelarut CH 2 Cl 2
Hasil Percobaan Ekstraksi Menggunakan Pelarut n-Heksana
ANOVA Ekstraksi Menggunakan Pelarut n-Heksana
Kadar FFA Minyak Biji Karet Hasil Proses Ekstraksi
Viskositas dan Densitas Minyak Biji Karet Hasil Proses Ekstraksi
Rancangan Percobaan Pembuatan Katalis Asam Heterogen
Rancangan Percobaan Proses Pembuatan Biodiesel Tahap I

3
4
12
17
17
18
21
21
22
22
24
25
27
28
30
31

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 3.1
Gambar 5.1
Gambar 5.2
Gambar 5.3
Gambar 5.4
Gambar 5.5

Pohon, Biji dan Getah Karet


Road Map Penelitian Pengolahan Minyak-minyak Non-pangan Indonesia
Skema Pembuatan Katalis Gula
Diagram Alir Proses Pengambilan Minyak Biji Karet Menggunakan
Mesin Press Hidrolik
Pengaruh Variabel Percobaan Terhadap Rendemen Pada Proses
Pengambilan Minyak Biji Karet Menggunakan Mesin Press Hidrolik
Pengaruh Lama Penyimpanan (Urutan Run) Terhadap Kadar FFA
Pengaruh Variabel Percobaan Terhadap Rendemen Pada Proses Ekstraksi
Menggunakan Pelarut CH 2 Cl 2
Pengaruh Variabel Percobaan Terhadap Rendemen Pada Proses Ekstraksi
Menggunakan Pelarut n-Heksana

vi

4
8
10
15
19
20
23
26

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Energi merupakan salah satu kebutuhan penting dalam kehidupan manusia. Sebagian
besar kebutuhan energi masih dipasok dari sumber alam yang tidak terbarukan seperti minyak
bumi, gas alam, dan batu bara yang cepat atau lambat pasti akan habis ketersediaannya.
Berbagai upaya terus dilakukan untuk mencari dan mengembangkan sumber energi alternatif
yang terbarukan. Salah satunya adalah biodiesel.
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif terbarukan yang diproduksi dari minyak
nabati atau lemak hewani. Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam hayati,
Indonesia memiliki banyak sekali sumber minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan
baku dalam proses pembuatan biodiesel. Sebagai contoh, Indonesia merupakan salah satu
negara penghasil karet terbesar di dunia dengan total produksi pada tahun 2007 mencapai
2,55 juta ton/tahun. Selama ini hasil utama yang diambil dari tanaman karet adalah latex.
Sementara biji karet masih belum dimanfaatkan dan dibuang sebagai limbah. Biji karet
mengadung sekitar 40-50%-b minyak nabati yang sangat potensial untuk dikembangkan
menjadi bahan baku pembuatan biodiesel.
Terdapat dua metode yang umum digunakan dalam pengambilan minyak biji karet
yaitu metode pengepresan dan metode ekstraksi. Pada metode pengepresan, proses
pengambilan minyak biji karet hanya melibatkan proses mekanik menggunakan mesin
pengepresan tipe hidrolik atau ulir. Pada metode ekstraksi, proses pengambilan minyak biji
karet melibatkan penggunakan pelarut untuk melarutkan minyak yang terkandung di dalam
biji karet. Pada proses ekstraksi, rendemen minyak yang diperoleh dapat lebih tinggi
dibandingkan proses pengepresan. Namun karena pengoperasian metode ekstraksi lebih rumit
dan lebih banyak membutuhkan biaya, pada industri skala kecil proses pengambilan minyak
dengan metode pengepresan lebih banyak digunakan.
Salah satu kendala dalam pemanfaatan minyak biji karet sebagai bahan baku
pembuatan biodiesel adalah kandungan asam lemak bebasnya yang tinggi. Dalam proses
pembuatan biodiesel secara konvensional, minyak nabati direaksikan dengan alkohol rantai
pendek melalui reaksi transesterifikasi menggunakan katalis basa menghasilkan biodiesel.
Namun katalis basa hanya bekerja dengan baik pada bahan baku minyak dengan kadar asam
lemak bebas rendah yaitu < 0,5% dan dalam kondisi bebas dari air (Lotero et al., 2005).
Untuk minyak nabati dengan kandungan asam lemak bebas yang tinggi, penggunaan katalis
basa dapat menyebabkan reaksi samping penyabunan yang pada akhirnya dapat menurunkan
perolehan produk biodiesel dan keekonomian proses secara sangat signifikan.
Katalis asam dapat digunakan sebagai alternatif dalam pembuatan biodiesel dari
bahan baku minyak dengan kandungan asam lemak bebas yang tinggi. Katalis asam yang
digunakan dapat berupa katalis asam homogen maupun katalis asam heterogen. Katalis asam
homogen lebih jarang digunakan karena reaksi dengan katalis ini berjalan lambat,
memerlukan temperatur yang tinggi dan bersifat korosif (Lotero et al., 2005). Katalis asam
heterogen dapat dijadikan solusi dalam pembuatan biodiesel karena bersifat lebih tidak
korosif, tidak membutuhkan proses pemisahan yang mahal, serta dapat mengurangi dampak
pencemaran lingkungan.
Meskipun penggunaan katalis asam heterogen memiliki banyak keuntungan yang
menjanjikan namun harga katalis asam heterogen relatif mahal. Oleh karena itu diperlukan

upaya lebih lanjut untuk mengembangkan katalis asam heterogen dengan performa yang
tinggi namun dengan harga yang lebih ekonomis.
Belakangan ini terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa biodiesel dapat
diproduksi dengan menggunakan katalis asam heterogen berbahan dasar gula (Toda et al.,
2005). Gula merupakan bahan alami yang tersedia melimpah dengan harga relatif murah.
Katalis asam heterogen dapat dibuat dengan menggunakan gula sebagai bahan dasarnya
melalui proses pirolisis yang dilanjutkan dengan proses sulfonasi. Akan tetapi, informasi
mengenai kondisi optimum pembuatan katalis asam heterogen berbahan dasar gula tersebut
serta karakteristik dan kinerjanya dalam pembuatan biodiesel masih sangat terbatas.
Dalam penelitian ini, proses pembuatan biodiesel dari minyak biji karet dengan
menggunakan katalis asam heterogen berbahan dasar gula akan dipelajari dan dikembangkan
untuk mendapatkan kondisi operasi yang optimum dalam proses pengambilan minyak biji
karet, dalam proses pembuatan katalis asam heterogen berbahan dasar gula, maupun dalam
proses pembuatan biodiesel itu sendiri.

1.2 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan proses pembuatan biodiesel dari
minyak biji karet dengan menggunakan katalis asam heterogen berbahan dasar gula. Secara
khusus, hal ini meliputi:
1. Mempelajari dan mengoptimasi proses pengambilan minyak biji karet baik dengan
menggunakan teknik ekstraksi maupun pengempaan;
2. Mempelajari dan mengoptimasi proses pembuatan katalis asam heterogen berbahan dasar
gula dengan menggunakan proses pirolisis yang dilanjutkan dengan proses sulfonasi; dan
3. Mempelajari dan mengoptimasi proses pembuatan biodiesel dari minyak biji karet
menggunakan katalis berbahan dasar gula baik dengan menggunakan proses satu tahap
maupun dua tahap.

1.3 Urgensi Penelitian


Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai
proses pembuatan biodiesel dari minyak biji karet dengan menggunakan katalis asam
heterogen berbahan dasar gula. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini sangat berguna
untuk perancangan dan pengembangan proses pembuatan biodiesel yang lebih ramah
lingkungan. Selain itu, hasil penelitian yang diperoleh juga dapat membuka peluang untuk
eksplorasi dan pemanfaatan berbagai minyak nabati non pangan yang ada di Indonesia yang
umumnya memilik kandungan asam lemak bebas cukup tinggi untuk pembuatan biodiesel
pada masa yang akan datang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif untuk mesin diesel yang diproduksi
dengan reaksi transesterifikasi dan esterifikasi minyak nabati atau lemak hewani dengan
alkohol rantai pendek seperti metanol. Reaksinya membutuhkan katalis yang umumnya
merupakan basa kuat, sehingga akan memproduksi senyawa kimia baru yang disebut metil
ester (Van Gerpen, 2005).
Kelebihan biodiesel dibandingkan dengan petrodiesel antara lain: (1) Biodiesel
berasal dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui; (2) Biodiesel memiliki kandungan
aromatik dan sulfur yang rendah (Ma & Hanna, 1999); (3) Biodiesel memiliki cetane number
yang tinggi (Zhang et al., 2003). Beberapa sifat fisik dan kimia biodiesel dan petrodiesel
disarikan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Sifat Fisik dan Kimia Biodiesel dan Petrodiesel (Demirbas, 2009)
Sifat
Titik nyala
Air dan sedimen
Viskositas kinematik (313 K)
Massa jenis
Abu sulfat
Abu
Sulfur
Korosi pada tembaga
Bilangan Cetane
Aromatisitas
Residu karbon
Temperatur distilasi (90%vol)

Metode
D93
D2709
D445
D1298
D874
D482
D5453
D2622/129
D130
D613
D1319
D4530
D524
D1160

ASTM D975
(Petrodiesel)
325K min
0,050 max %vol
1,3-4,1 mm2/s
0.01 max %mass
0.05 max %mass
No. 3 max
40 min
35 max %vol
0.35 max %mass
555K min
611K max

ASTM D6751
(Biodiesel)
403K min
0,050 max %vol
1,9-6,0 mm2/s
0.860-0.900
0.02 max %mass
0.05 max %mass
No. 3 max
47 min
0.05 max %mass
-

Meskipun biodiesel merupakan sumber energi yang terbaharukan dan memiliki


kandungan energi yang mirip dengan petrodiesel, namun karena biodiesel dibuat dari minyak
nabati yang juga sangat luas dimanfaatkan sebagai bahan pangan menyebabkan ketersediaan
minyak nabati segar sebagai bahan baku pembuatan biodiesel menjadi sangat terbatas.
Keterbatasan ini menjadi salah satu kendala utama dalam proses pembuatan biodiesel.
Di sisi lain, sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam hayati, Indonesia
memiliki banyak sekali sumber minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan baku
dalam proses pembuatan biodiesel. Salah satu minyak nabati yang sangat potensial untuk
dikembangkan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah minyak biji karet.
3

2.2 Minyak Biji Karet


Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet terbesar di dunia dengan total
produksi pada tahun 2007 mencapai 2,55 juta ton/tahun. Luas seluruh area perkebunan karet
di Indonesia mencapai 3,4 juta hektar yang merupakan luas area perkebunan karet terbesar di
dunia. Dalam industri karet, hasil utama yang diambil dari tanaman karet adalah latex.
Sementara itu biji karet masih belum dimanfaatkan dan dibuang sebagai limbah.
Tanaman karet dapat menghasilkan 800 biji karet untuk setiap pohonnya per tahun.
Pada lahan seluas 1 hektar, dapat ditanami sebanyak 400 pohon karet. Maka untuk lahan
seluas 1 hektar diperkirakan dapat menghasilkan 5.050 kg biji karet per tahunnya (Siahaan, et
al., 2011). Gambar pohon, biji dan getah karet dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Pohon, Biji dan Getah Karet


Biji karet mengadung sekitar 40-50%-b minyak nabati dengan komposisi asam lemak
yang dominan adalah asam oleat dan asam linoleat, sementara sisanya berupa asam palmitat,
asam stearat, asam arachidat dan asam lemak lainnya. Tabel 2.2 merangkumkan komposisi
asam lemak dalam minyak biji karet (Setyawardhani et al., 2010).

Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Biji Karet


Komposisi
Asam Palmitat
Asam Stearat
Asam Arachidat
Asam Oleat
Asam Linoleat
Asam lemak lainnya

Persentase (%-b)
13,11
12,66
0,54
39,45
33,12
1,12

Salah satu kendala dalam pemanfaatan minyak biji karet sebagai bahan baku
pembuatan biodiesel adalah kandungan asam lemak bebasnya yang tinggi. Dalam proses
pembuatan biodiesel secara konvensional, minyak nabati direaksikan dengan alkohol rantai
pendek melalui reaksi transesterifikasi menggunakan katalis basa menghasilkan biodiesel.
Namun katalis basa hanya bekerja dengan baik pada bahan baku minyak dengan kadar asam
lemak bebas rendah yaitu < 0,5% dan dalam kondisi bebas dari air (Lotero et al., 2005).
Untuk minyak nabati dengan kandungan asam lemak bebas yang tinggi, penggunaan katalis
4

basa dapat menyebabkan reaksi samping penyabunan yang pada akhirnya dapat menurunkan
perolehan produk biodiesel dan keekonomian proses secara keseluruhan.

2.3 Katalis Dalam Pembuatan Biodiesel


Dalam reaksi pembuatan biodiesel diperlukan katalis karena reaksi cenderung
berjalan lambat. Katalis berfungsi menurunkan energi aktifasi reaksi sehingga reaksi dapat
berlangsung lebih cepat. Katalis yang digunakan dalam pembuatan biodiesel dapat berupa
katalis basa maupun katalis asam. Dengan katalis basa reaksi berlangsung pada suhu kamar
sedangkan dengan katalis asam reaksi baru berjalan baik pada suhu sekitar 100C. Bila tanpa
katalis, reaksi membutuhkan suhu minimal 250C (Kirk & Othmer, 1980).
2.3.1

Katalis Basa

Terdapat dua jenis katalis basa yang umum digunakan dalam pembuatan biodiesel,
yaitu katalis basa homogen dan heterogen. Katalis basa homogen merupakan katalis basa
yang memiliki fasa yang sama dengan reaktan dan produk reaksinya. Katalis basa homogen
memiliki kelebihan yakni suhu dan tekanan yang dibutuhkan dalam reaksi relatif rendah.
Katalis basa homogen yang biasa digunakan dalam pembuatan biodiesel adalah NaOH
(natrium hidroksida) dan KOH (kalium hidroksida). Beberapa katalis basa heterogen yang
juga dapat digunakan dalam pembuatan biodiesel adalah CaZrO 3 , Al 2 O 3 SnO, Li/MgO,
Al 2 O 3 /KI, KOH/Al 2 O 3 , KOH/NaY dan K 2 CO 3 tersuport alumina/silika.
Keuntungan dari katalis basa adalah kemampuan katalisatornya yang tinggi dan
harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan katalis asam. Akan tetapi untuk
mendapatkan performa proses yang optimum, penggunaan katalis basa dalam reaksi
transesterifikasi memiliki beberapa persyaratan penting, diantaranya alkohol yang digunakan
harus dalam keadaan anhidrous dengan kandungan air < 0,10,5%. Selain itu, minyak yang
digunakan harus memiliki kandungan asam lemak bebas < 0,5%. Keberadaan air dalam
reaksi transesterifikasi sangat penting untuk diperhatikan karena dengan adanya air, alkil
ester yang terbentuk akan terhidrolisis menjadi asam lemak bebas. Lebih lanjut, kehadiran
asam lemak bebas dalam sistem reaksi dapat menyebabkan reaksi penyabunan yang sangat
menggangu dalam proses pembuatan biodiesel.
Dengan demikian dalam pembuatan biodiesel menggunakan katalis basa, pemilihan
umpan minyak sebagai bahan baku menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Penggunaan
minyak biji karet yang umumnya memiliki nilai asam lemak bebas sekitar 16% ataupun
lemak hewan yang memiliki nilai asam lemak bebas sekitar 530%, serta beberapa jenis
minyak nabati yang memiliki kualitas yang rendah dengan kandungan asam lemak bebas
sangat tinggi akan menyebabkan reaksi penyabunan.
Reaksi penyabunan dapat terjadi ketika umpan dengan kandungan asam lemak bebas
tinggi bereaksi dengan katalis basa atau alkali membentuk sabun dan air seperti pada reaksi
berikut ini:
R-COOH
+
(Asam Lemak Bebas)

KOH
(Alkali)

R-COOK
(Sabun)

H2O
(Air)

Akibat reaksi samping ini, katalis basa harus terus ditambahkan karena sebagian
katalis basa habis bereaksi membentuk produk samping berupa sabun. Lebih lanjut,
kehadiran sabun akan menjadi penghambat dalam pemisahan produk biodiesel dari campuran

reaksi karena menyebabkan terjadinya pembentukan emulsi. Hal ini secara signifikan
menurunkan keekonomian proses pembuatan biodiesel dengan menggunakan katalis basa.
2.3.2

Katalis Asam

Alternatif lain yang dapat digunakan untuk pembuatan biodiesel dengan umpan yang
mengandung asam lemak bebas tinggi adalah dengan menggunakan katalis asam. Selain
berfungsi untuk mengkatalisis reaksi transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel, katalis
asam juga dapat mengkatalisis reaksi esterifikasi asam lemak bebas menjadi biodiesel
mengikuti reaksi berikut ini:
R-COOH
+
(Asam Lemak Bebas)

CH 3 OH
(Metanol)

R-COOCH 3
(Biodiesel)

H2O
(Air)

Katalis asam yang biasa digunakan dalam pembuatan biodiesel juga terbagi dalam
dua jenis, yaitu katalis asam homogen dan heterogen. Katalis asam homogen yang biasa
digunakan dalam pembuatan biodiesel adalah asam sulfat. Terdapat beberapa kekurangan
pada katalis asam homogen yang menyebabkan katalis jenis ini relatif jarang dipakai dalam
pembuatan biodiesel antara lain: bersifat sangat korosif, sulit dipisahkan dari produk dan
dapat ikut terbuang dalam pencucian sehingga tidak dapat digunakan kembali sekaligus dapat
menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Katalis heterogen merupakan katalis yang
memiliki fasa yang berbeda dengan reaktan dan produk reaksinya. Katalis asam heterogen
seperti Zeolit, La/Zeolit beta, MCm41, Amberlyst15, dan Nafion adalah katalis yang dapat
digunakan dalam proses pembuatan biodiesel (Shu et al., 2010).
Masalah yang timbul akibat penggunaan katalis asam homogen secara umum dapat
diatasi dengan menggunakan katalis asam heterogen. Keuntungan penggunaan katalis asam
heterogen dalam pembuatan biodiesel dapat diringkas sebagai berikut (Shu et al., 2010): (1)
Katalis dapat digunakan kembali; (2) Tidak terbentuk produk samping berupa sabun dari
asam lemak bebas; (3) Meningkatkan perolehan dan kemurnian produk; (4) Pemurnian jauh
lebih mudah dan dapat menekan biaya peralatan, karena peralatan pemurnian dapat banyak
berkurang; dan (5) Tidak banyak katalis yang hilang dalam proses pembuatan biodiesel.
Namun terdapat kendala dalam penggunaan katalis asam heterogen yakni harganya
yang relatif mahal. Selain itu katalis ini biasanya bersifat hidrofilik dan merupakan padatan
asam oksida inorganik dengan gugus hidroksil OH yang berperan sebagai asam kuat
Bronsted. Keaktifan katalis asam ini akan berkurang akibat hidrasi OH oleh air yang
terbentuk dalam reaksi esterifikasi asam lemak bebas.

2.4 Katalis Berbahan Dasar Gula


Katalis berbahan dasar gula adalah material karbon tersulfonasi sehingga merupakan
jenis katalis asam heterogen yang kuat. Material ini bisa didapat dari hasil karbonisasi dan
sulfonasi senyawa hidrokarbon polisiklik. Katalis dari material karbon tersulfonasi ini
menunjukkan aktivitas yang sangat baik dalam beberapa macam reaksi berkatalis asam
seperti pada reaksi pembuatan biodiesel.
Dalam pengujian untuk pembuatan biodiesel, katalis ini menunjukkan keaktifan
setengah kali dibandingkan dengan katalis asam sulfat dan jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan katalis asam heterogen konvensional lainnya. Katalis padat yang dapat didaur ulang
seperi Nafion, merupakan katalis asam heterogen yang sangat baik, namun harganya sangat
mahal. Karbon naftalen tersulfonasi merupakan katalis asam heterogen yang telah berhasil
6

digunakan sebagai katalis dalam pembentukkan etil asetat, namun katalis ini merupakan
bahan yang lunak dan molekul aromatiknya dapat terpisahkan pada kondisi temperatur di atas
100C sehingga aktivitas katalistisnya akan hilang. Masalah ini dapat diatasi dengan
menggunakan katalis dengan bahan dasar gula (Toda et al., 2005).
Material karbon dalam pembuatan katalis asam heterogen ini dapat diproduksi dari
gula, pati atau selulosa terkarbonisasi. Karbonisasi tidak sempurna dari produk alami seperti
gula, pati, atau selulosa dapat menghasilkan material karbon yang kuat yang terdiri dari
karbon polisiklik kecil dalam struktur tiga dimensi dengan ikatan sp3. Sulfonasi dari material
ini akan menghasilkan padatan yang stabil dengan massa jenis sisi aktif yang besar. Dengan
demikian, proses karbonisasi dan sulfonasi yang baik dari senyawa sakarida akan
menghasilkan struktur karbon yang stabil dengan densitas gugus SO 3 H yang besar (Liu et
al., 2010). Hasilnya adalah katalis berperforma tinggi yang bisa didapatkan dari molekul
alami yang murah dan melimpah, terdiri dari karbon amorphous tersulfonasi, dan dapat
didaur ulang (Toda et al., 2005).

2.5 Road Map Penelitian


Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian di bidang Energi Baru dan Terbarukan
yang merupakan salah satu bidang Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi yang ada di
Universitas Katolik Parahyangan.
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, sebagai negara yang kaya akan sumber
daya alam hayati, Indonesia memiliki banyak sekali sumber minyak nabati yang dapat
digunakan sebagai bahan baku dalam proses pembuatan biodiesel. Salah satu minyak nabati
yang sudah banyak dipakai sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah minyak sawit.
Akan tetapi, persaingan antara penggunaan minyak nabati tersebut sebagai bahan pangan
dengan penggunaannya sebagai bahan baku biodiesel menyebabkan harga komoditi tersebut
semakin tinggi di pasaran. Persaingan semacam itu dapat mengancam ketahanan energi
maupun pangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya diversifikasi untuk menemukan
sumber-sumber minyak nabati lainnya berupa pohon-pohonan yang dapat menghasilkan
minyak secara produktif, namun bukan merupakan minyak pangan, untuk dipakai sebagai
bahan baku dalam pembuatan biodiesel.
Beberapa minyak nabati yang potensial yang pohonnya mudah tumbuh dan
menghasilkan minyak secara produktif antara lain minyak biji karet, minyak biji kapok,
minyak biji kepoh, minyak kemiri, minyak kemiri sunan, nyamplung, mabai, dsb. Akan tetapi
minyak-minyak non-pangan tersebut memiliki beberapa kekurangan jika langsung disintesa
menjadi biodiesel. Kekurangan tersebut antara lain: (1) sebagian besar minyak tersebut
memiliki kandungan asam lemak bebas yang tinggi sehingga kurang ekonomis jika diproses
menjadi biodiesel menggunakan cara konvensional berkatalis basa; (2) sebagian minyak
tersebut mengandung gugus siklopropenoid (seperti biji kapok dan kepoh) sehingga jika
dibuat menjadi biodiesel akan menghasilkan bahan bakar yang mudah terpolimerisasi yang
dapat mengakibatkan timbulnya endapan di tangki bahan bakar serta penyumbatan pada
injektor mesin diesel; (3) sebagian minyak tersebut yang memiliki kadar asam lemak tak
jenuh ganda (polyunsaturated fatty acids) yang tinggi (seperti kemiri sunan) sehingga jika
dijadikan biodiesel akan didapat produk dengan kestabilan oksidator dan termal yang rendah.
Selain minyak-minyak yang disebutkan di atas, salah satu sumber minyak dari sektor
kehutanan yang cukup potensial untuk diubah menjadi bahan bakar cair adalah minyak
terpentin yang mengandung cukup banyak hidrokarbon terpen. Jika diolah dengan tepat, yaitu
dengan menjenuhkan ikatan rangkap dua yang ada dalam struktur mono- dan bi- siklik
hidrokarbon tersebut, akan diperoleh produk bahan bakar cair yang setara dengan kerosin
7

bahkan dapat dipakai untuk substitusi Avtur. Dengan demikian pengolahan tersebut dapat
menaikkan nilai ekonomi dari minyak terpentin dan juga berguna untuk menambah
ketahanan energi Indonesia di masa depan dari sumber-sumber terbarukan.
Berikut ini adalah diagram singkat road map penelitian pengolahan minyak-minyak
non-pangan Indonesia sebagai sumber energi alternatif terbarukan.

Minyak
Non
Pangan

Minyak dengan
kandungan
asam lemak
bebas tinggi

Pembuatan biodiesel
dengan katalis asam
heterogen menggunakan
proses satu atau dua
tahap

Minyak
bergugus
siklopropenoid

Proses Hidrogenasi
Perpindahan (batch
dengan bantuan katalis
padatan dan larutan
donor)

Minyak
berkadar
asam lemak
tak jenuh
ganda tinggi

Proses Hidrogenasi
Elektrokimia (dengan arus
searah, secara batch)

HC terpen
dari minyak
terpentin

Proses Hidrogenasi
Elektrokimia (dengan arus
searah, secara batch)

Biodiesel
(dengan
kestabilan
oksidasi dan
termal yang
baik /
memenuhi
standar
mutu)

Bahan Bakar
Minyak
Tanah /
Substitusi
Avtur

Gambar 2.2 Road Map Penelitian Pengolahan Minyak-minyak Non-pangan Indonesia

BAB III
METODE PENELITIAN
Berikut ini akan dijelaskan secara berurutan prosedur percobaan dan metode analisis
dalam proses pengambilan minyak biji karet, proses pembuatan katalis, dan proses
pembuatan biodiesel.

3.1 Pengambilan Minyak Biji Karet


Untuk mendapatkan perolehan minyak yang tinggi, terhadap biji karet perlu dilakukan
pengecilan ukuran terlebih dahulu. Selanjutnya, pengambilan minyak biji karet dapat
dilakukan dengan salah satu metode berikut ini:
1. Pengempaan
Sebelum dikempa, biji karet harus dikeringkan terlebih dahulu untuk mengurangi
kandungan air yang cukup besar yang terdapat di dalamnya yang dapat memicu terjadinya
hidrolisa trigliserida menjadi asam lemak bebas. Setelah itu, biji karet dikempa
menggunakan alat atau mesin pengempa hidrolik dengan tekanan mencapai 320 kg/cm2
untuk mengeluarkan minyak yang ada di dalamnya. Perolehan minyak biji karet dengan
menggunaan metode ini umumnya tidak terlalu besar.
2. Ekstraksi
Metode ekstraksi dapat dilakukan menggunakan pelarut heksan yang dikontakkan
langsung dengan biji karet. Sebelum minyak biji karet diolah menjadi biodiesel, minyak
tersebut perlu dipisahkan dari pelarut heksan dengan menggunakan evaporator pada suhu
70oC. Uap heksan kemudian dikondensasikan untuk digunakan kembali dalam proses
ekstraksi berikutnya. Kelebihan dari metode ini adalah perolehan minyak yang dihasilkan
lebih besar dibandingkan dengan metode pengempaan. Kekurangan dari metode ini adalah
diperlukannya proses pemisahan yang membutuhkan energi untuk memisahkan minyak
dari pelarutnya.
Dalam penelitian ini, kondisi operasi dalam proses pengambilan minyak biji karet
khususnya dengan metode ekstraksi (misalnya: temperatur, jumlah dan jenis pelarut, dsb)
akan dioptimasi untuk mendapatkan perolehan minyak biji karet yang optimum.
Sebelum dipakai sebagai bahan baku pembuatan biodiesel, minyak biji karet yang
dihasilkan perlu dianalisis untuk mengetahui kandungan asam lemak bebas yang ada di
dalamnya. Sampel minyak biji karet ditambahkan dengan isopropil alkohol 96% dan
indikator fenolftalein dititrasi dengan larutan NaOH hingga berubah warna menjadi merah
jambu. Volume NaOH yang dibutuhkan dicatat untuk kemudian dipakai dalam menentukan
kandungan asam lemak bebas pada sampel minyak biji karet dengan menggunakan
persamaan berikut:
FFA(%) =

VNaOH N NaOH MWasam lemak


100%
msampel

Kandungan asam lemak bebas sering kali dinyatakan dalam bilangan asam berikut ini:

(3.1)

Bilangan Asam =

10 MWKOH
FFA(%)
MWasam lemak

(3.2)

Selain kandungan asam lemak bebas, minyak biji karet perlu juga diukur sifat fisik dan
kimianya seperti densitas, viskositas, komposisi kimia, dan lain sebagainya.

3.2 Pembuatan Katalis


Katalis yang akan digunakan dalam percobaan pembuatan biodiesel dari minyak biji
karet adalah katalis berbahan dasar gula. Pembuatan katalis berbahan dasar gula dilakukan
dengan proses pirolisis dimana gula yaitu D-glukosa atau sukrosa dipirolisis dalam furnace
silinder pada temperatur 400C selama 15 jam di bawah aliran gas N 2 . Material karbon yang
dihasilkan dari proses pirolisis kemudian disulfonasi selama 15 jam menggunakan H 2 SO 4
96% pada suhu 150C. Setelah proses sulfonasi selesai, campuran didinginkan sampai suhu
kamar, kemudian diencerkan dengan aquades 500 mL. Setelah pengenceran, dilakukan
penyaringan untuk memisahkan katalis yang dihasilkan. Katalis yang telah dipisahkan dicuci
dengan aquadest 80C sampai tidak mengandung sisa larutan asam. Selanjutnya katalis
dikeringkan menggunakan oven pada temperatur 60C.

Gambar 3.1 Skema Pembuatan Katalis Gula (Toda et al., 2005)


Kondisi operasi pembuatan katalis asam heterogen berbahan dasar gula seperti yang
disebutkan di atas (misalnya: temperatur dan lamanya waktu pirolisis dan sulfonasi) masih
perlu dioptimasi untuk mendapatkan kondisi operasi yang optimum untuk mengasilkan
katalis dengan performa terbaik dalam pembuatan biodiesel. Beberapa karakteristik fisik dan
kimia yang penting dari katalis yang dihasilkan melalui proses pirolisis dan sulfonasi, dapat
diukur menggunakan:
1. X-Ray Diffraction (XRD)
Untuk mengetahui komposisi kimia katalis gula yang dihasilkan
2. Scanning Electron Microscopy (SEM)
Untuk mengetahui struktur dan morfologi permukan katalis gula yang dihasilkan
3. Brunauer-Emmett-Teller (BET)
Untuk menentukan luas permukaan katalis gula yang dihasilkan
10

3.3 Pembuatan Biodiesel


Pembuatan biodiesel dilakukan dengan mencampurkan metanol 99% dan katalis
berbahan dasar gula dengan rasio tertentu dalam sebuah labu erlenmeyer. Campuran tersebut
kemudian ditambahkan ke dalam minyak biji karet dengan rasio minyak : metanol tertentu
pula. Pembuatan biodiesel kemudian dilakukan pada berbagai variasi temperatur pada
kecepatan pengadukan 600 rpm selama waktu tertentu. Campuran hasil reaksi ini kemudian
dipisahkan dari katalis menggunakan kertas saring dan corong Buchner. Campuran yang telah
bebas dari katalis kemudian didekantasi selama 2 hari untuk memisahkan produk biodiesel
yang dihasilkan. Dekantasi dilakukan dengan menggunakan corong pemisah.
Kondisi operasi pembuatan biodiesel di atas kemudian dioptimasi untuk mendapat
temperatur, rasio minyak : methanol, jumlah dan jenis katalis, serta waktu reaksi yang
memberikan konversi minyak biji karet serta perolehan biodisel yang optimum.
Produk biodiesel yang dihasilkan kemudian diuji sifat fisik dan kimianya. Beberapa
sifat fisik dan kimia yang penting yang menentukan kualitas produk biodiesel yang dihasilkan
meliputi: densitas, viskositas, angka setana, titik nyala, titk kabut, angka asam, angka iod, dan
residu karbon.

11

BAB IV
JADWAL KEGIATAN DAN
INDIKATOR CAPAIAN TAHUNAN
Berikut ini kami sajikan secara lengkap rencana penelitian yang meliputi nama
kegiatan, tujuan kegiatan, keluaran yang diinginkan, alokasi waktu yang dibutuhkan, serta
indikator capaian tahunan yang harapkan.
Tabel 4.1 Rancangan Penelitian
Kegiatan

TAHUN 1
Sem. I

TAHAP I : Pengambilan Minyak Biji Karet


1.

Metode Pengempaan
Tujuan:
Mengetahui perolehan minyak biji karet
dengan metode pengempaan
Keluaran:
Perolehan minyak biji karet dengan
metode pengempaan

2.

Metode Ekstraksi
Tujuan:
Mencari kondisi operasi optimum proses
pengambilan minyak biji karet dengan
metode ekstraksi

Mengetahui perolehan minyak biji karet


dengan metode ekstraksi
Keluaran:
Kondisi operasi optimum dan perolehan
minyak biji karet dengan menggunakan
metode ekstraksi
3.

Karakterisasi Minyak Biji Karet


Tujuan:
Mengetahui sifat fisik dan kimia
minyak biji karet
Keluaran:
Sifat fisik dan kimia minyak biji karet
yang meliputi kandungan asam lemak
bebas, densitas, viskositas dan
komposisi kimia minyak.

Indikator Capaian Tahunan:


Teknologi tepat guna untuk
pengambilan minyak biji karet

Publikasi dalam seminar nasional /


jurnal nasional

12

Sem. II

TAHUN 2
Sem. III

Sem. IV

TAHUN 3
Sem. V

Sem. VI

TAHAP II : Pembuatan Katalis


1.

Proses Pirolisis
Tujuan:
Mempelajari pengaruh kondisi operasi
proses pirolisis terhadap karakteristik
fisik dan kimia katalis gula

Mencari kondisi operasi optimum proses


pirolisis dalam pembuatan katalis gula

Mengetahui perolehan katalis gula pada


proses pirolisis
Keluaran:
Pemahaman akan pengaruh kondisi
operasi proses pirolisis terhadap
karakteristik fisik dan kimia katalis gula

2.

Kondisi operasi optimum dan perolehan


katalis gula pada proses pirolisis

Proses Sulfonasi
Tujuan:
Mempelajari pengaruh kondisi operasi
proses sulfonasi terhadap karakteristik
fisik dan kimia katalis gula

Mencari kondisi operasi optimum proses


sulfonasi dalam pembuatan katalis gula

Mengetahui perolehan katalis gula pada


proses sulfonasi
Keluaran:
Pemahaman akan pengaruh kondisi
operasi proses sulfonasi terhadap
karakteristik fisik dan kimia katalis gula

3.

Kondisi operasi optimum dan perolehan


katalis gula pada proses sulfonasi

Karakterisasi Katalis
Tujuan:
Mengetahui karakteristik fisik dan kimia
katalis berbahan dasar gula
Keluaran:
Karakteristik fisik dan kimia katalis
berbahan dasar gula yang meliputi
struktur dan morfologi permukaan
katalis, luas permukaan katalis, dan
komposisi kimia katalis khususnya jenis
dan jumlah pusat aktif di dalam katalis

Indikator Capaian Tahunan:


Metode pembuatan katalis asam
heterogen berbahan dasar gula yang
efektif dan efisien

Publikasi dalam seminar internasional /


jurnal internasional

13

TAHAP III : Pembuatan Biodiesel


1.

Uji Coba Pembuatan Biodisel


Menggunakan Proses Satu Tahap dan
Dua Tahap
Tujuan:
Mempelajari kinerja katalis asam
heterogen berbahan dasar gula dalam
proses pembuatan biodiesel satu tahap
maupun dua tahap.
Keluaran:
Gambaran awal kinerja katalis asam
heterogen berbahan dasar gula dalam
proses pembuatan biodiesel

2.

Optimasi Kondisi Operasi Pembuatan


Biodiesel
Tujuan:
Mencari kondisi operasi optimum proses
pembuatan biodiesel dari minyak biji
karet dengan katalis asam heterogen
berbahan dasar gula.

Mengetahui perolehan biodiesel dari


proses pembuatan di atas
Keluaran:
Kondisi operasi optimum dan perolehan
biodiesel
3.

Karakterisasi Produk Biodiesel


Tujuan:
Mengetahui karakteristik fisik dan kimia
produk biodiesel yang dihasilkan
Keluaran:
Karakteristik fisik dan kimia produk
biodiesel yang dihasilkan yang meliputi
densitas, viskositas, angka setana, titik
nyala, titk kabut, angka asam, angka iod,
dan residu karbon

Indikator Capaian Tahunan:


Metode pembuatan biodiesel dari
minyak biji karet dengan menggunakan
katalis asam heterogen berbahan dasar
gula yang efektif dan efisien

Publikasi dalam seminar internasional /


jurnal internasional

14

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Seperti yang telah diuraikan pada Bab IV, pelaksanaan penelitian ini mencakup tiga
tahapan utama, yaitu: (1) Pengambilan minyak biji karet; (2) Pembuatan katalis; dan (3)
Pembuatan biodiesel. Dalam bagian ini akan dilaporkan hasil penelitian yang telah dicapai
sampai dengan tanggal 15 November 2013.

5.1 Pengambilan Minyak Biji Karet Menggunakan Mesin Press Hidrolik


5.1.1

Prosedur Kerja

Proses pengambilan minyak biji karet dibagi menjadi 2 tahapan proses yaitu tahap
pretreatment bahan baku dan tahap pengepresan. Diagram alir proses pengambilan minyak
biji karet disajikan pada gambar berikut ini.

Pengumpulan
biji karet

Pengupasan
kulit biji karet

Pengeringan

Pretreatment bahan baku


Penghancuran

Penyimpanan

Conditioning

Pengepresan

Penyaringan

Pengepresan

Gambar 5.1 Diagram Alir Proses Pengambilan Minyak Biji Karet Menggunakan
Mesin Press Hidrolik

15

1. Pretreatment Bahan Baku


Sebelum bahan baku dipress untuk diambil minyaknya, perlu dilakukan beberapa tahap
pretreatment:
a. Pengumpulan biji karet
Biji karet dipilih yang masih utuh dan tidak rapuh dipisahkan dari cabang-cabang dan
pengotor-pengotor.
b. Pengupasan kulit
Biji karet yang telah dibersihkan dikupas kulitnya dengan bantuan mortar kemudian
bagian kernel biji diambil untuk diproses lebih lanjut.
c. Pengeringan
Setelah dikupas dari kulitnya, biji karet kemudian dikeringkan. Biji karet yang
biasanya memiliki kadar air sekitar 20-25% perlu dikeringkan terlebih dahulu sampai
dibawah 5% karena akan disimpan dalam waktu yang cukup lama. Pada tahap
pengeringan ini digunakan tray dryer pada 70oC selama 12 jam.
d. Penghancuran
Penghancuran biji karet dilakukan dengan bantuan blender. Biji yang telah diblender
sampai halus, kemudian disamakan ukurannya sehingga diperoleh biji dengan ukuran
mesh -20+30.
e. Penyimpanan
Setelah dikeringkan dan dihancurkan, biji karet dapat disimpan atau diproses lebih
lanjut. Pada tahap penyimpanan ini wadah penyimpanan harus tertutup dengan rapat
agar tidak mengalami kontak dengan udara luar sehingga kadar FFA tidak naik.
2. Pengepresan
Berikut ini adalah tahap-tahapan proses dalam operasi pengepresan.
a. Pemanasan
Pada tahap pemanasan, 17 gram sampel diambil dari penyimpanan untuk kemudian
dimasukkan ke dalam mesin press hidrolik. Proses pemanasan dilakukan di dalam
mesin press hidrolik yang sudah dihubungkan dengan heater sebelum dilakukan
proses pengepresan. Tujuan dari pemanasan adalah untuk mempermudah proses
pengambilan minyak. Pada percobaan ini pemanasan dilakukan pada suhu 60 80 oC
selama 45 75 menit.
b. Pengepresan
Biji yang sudah dipanaskan dipress dengan menggunakan mesin press hidrolik. Proses
pengepresan dilakukan pada tekanan 80 120 bar selama 30 90 menit. Minyak yang
dihasilkan kemudian ditampung dan dipisahkan.
c. Penyaringan
Minyak yang dihasilkan biasanya bercampur dengan pengotor berupa partikel padatan
halus. Untuk menghilangkan pengotor tersebut dilakukan penyaringan sehingga
diperoleh minyak bersih.
5.1.2

Rancangan Percobaan

Variabel yang divariasikan dalam penelitian ini adalah temperatur pengepresan,


tekanan pengepresan, lama pemanasan awal, dan lama pengepresan. Variasi yang dilakukan
untuk temperatur pengepresan adalah 60oC dan 80oC. Untuk tekanan pengepresan, variasi
16

yang dilakukan adalah 80 bar dan 120 bar. Untuk lama pemanasan awal, dilakukan variasi
pada 45 menit dan 75 menit. Sedangkan untuk lama pengepresan, dilakukan variasi pada 30
menit dan 90 menit. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan percobaan
faktorial 24 dengan penambahan center point sebanyak 4 buah. Respon yang diamati yaitu
rendemen minyak biji karet.
Tabel 5.1 Variabel Percobaan Pengambilan Minyak Biji Karet Menggunakan
Mesin Press Hidrolik
Temperatur
60 oC
80 oC

5.1.3

Tekanan
80 bar
120 bar

Lama Pemanasan
45
75

Lama Pengepresan
30
90

Hasil Percobaan

Berikut ini adalah hasil percobaan yang menggambarkan pengaruh variabel


temperatur pengepresan, tekanan pengepresan, lama pemanasan awal, dan lama pengepresan
terhadap rendemen minyak biji karet.
Tabel 5.2 Hasil Percobaan Pengambilan Minyak Biji Karet Menggunakan Mesin
Press Hidrolik
Standard
Order
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Run

Temperatur
(oC)

Tekanan
(bar)

Lama
Pemanasan
(menit)

Lama
Pengepresan
(menit)

Rendemen
(%)

2
1
11
6
9
15
3
4
7
12
10
16
8
13
14
5
17
18
19
20

60
80
60
80
60
80
60
80
60
80
60
80
60
80
60
80
70
70
70
70

80
80
120
120
80
80
120
120
80
80
120
120
80
80
120
120
100
100
100
100

45'
45'
45'
45'
75'
75'
75'
75'
45'
45'
45'
45'
75'
75'
75'
75'
60'
60'
60'
60'

30'
30'
30'
30'
30'
30'
30'
30'
90'
90'
90'
90'
90'
90'
90'
90'
60'
60'
60'
60'

19.82
21.56
30.47
30.64
21.88
23.94
30.94
29.24
30.59
31.12
31.71
30.82
29.12
28.24
31.88
31.58
27.00
27.33
29.17
29.82

17

5.1.4

Analysis of Variance (ANOVA)

Untuk mengetahui variabel yang mempengaruhi rendemen pada proses pengambilan


minyak biji karet menggunakan mesin press hidrolik dilakukan analysis of variance
(ANOVA). Analysis of variance (ANOVA) dilakukan dengan bantuan piranti lunak Design
Expert dan hasilnya disajikan dalam table berikut ini.

Tabel 5.3 ANOVA Percobaan Pengambilan Minyak Biji Karet Menggunakan Mesin
Press Hidrolik
Source
Model
A-Temperatur
B-Tekanan
C-Lama Pemanasan
D-Lama Pengepresan
AB
AC
AD
BC
BD
CD
ABC
ABD
ACD
BCD
ABCD
Curvature
Pure Error
Cor Total

Sum of
Squares
250.99
0.033
105.11
5.06E-04
83.59
2.38
0.35
0.91
5.06E-04
46.14
3.00
2.26E-03
1.26
0.033
7.09
1.10
9.11-04
5.69
256.69

DOF
15
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

Mean
Square
16.73
0.033
105.11
5.03E-04
83.59
2.38
0.35
0.91
5.06E-04
46.14
3.00
2.26E-03
1.26
0.033
7.09
1.10
9.11E-04

3
19

F Value
8.82
0.018
55.38
2.67E-04
44.03
1.25
0.18
0.48
2.67E-04
24.31
1.58
1.19E-03
0.66
0.018
3.73
0.58
4.80E-04

p-value
Prob>F
0.0491
0.9030
0.0050
0.9880
0.0070
0.3444
0.6962
0.5390
0.9880
0.0160
0.2976
0.9747
0.4749
0.9030
0.1488
0.5024
0.9839

Signifikan
Signifikan
Signifikan

Signifikan

Tidak
Signifikan

1.90

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai p-value variabel B (tekanan pengepresan)
dan variabel D (lama pengepresan) lebih kecil dari 0.05 yang menandakan bahwa variabel
tekanan pengepresan dan lama pengepresan secara signifikan mempengaruhi jumlah
rendemen pada pengambilan minyak biji karet. Sementara itu, nilai p-value variabel A
(temperature pengepresan) dan variabel C (lama pemanasan awal) lebih besar dari 0.05 yang
menunjukkan bahwa variabel temperatur pengepresan dan lama pemanasan awal tidak
mempengaruhi jumlah rendemen pada pengambilan minyak biji karet secara signifikan.
Selain itu, dapat dilihat pada tabel di atas bahwa interaksi dua faktor BD yaitu
interaksi antara variabel tekanan pengepresan dan lama pengepresan juga lebih kecil dari 0.05
sehingga dapat disimpulkan bahwa interaksi antara variabel tekanan pengepresan dan lama
18

pengepresan secara signifikan mempengaruhi rendemen minyak biji karet. Sedangkan


interaksi dua faktor lainnya, interaksi tiga faktor dan empat factor memiliki nilai p-value yang
lebih besar dari 0.05 sehingga dapat dikatakan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
rendemen minyak biji karet.

Lama Pengepresan = 90 menit


Lama Pengepresan = 30 menit

Gambar 5.2 Pengaruh Variabel Percobaan Terhadap Rendemen Pada Proses


Pengambilan Minyak Biji Karet Menggunakan Mesin Press Hidrolik

19

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pada lama pengepresan yang lebih pendek,
tekanan pengepresan memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap peningkatan perolehan
minyak biji karet dibandingkan pada lama pengepresan yang lebih panjang.
Dari tabel di atas juga dapat diamati bahwa kurvatur memiliki nilai p-value sebesar
0.9839. Hal ini menunjukkan tidak adanya kurvatur yang signifikan dalam rentang variasi
percobaan. Artinya rentang nilai variabel pada percobaan ini masih terletak di luar daerah
optimumnya sehingga rendemen minyak biji karet masih dapat ditingkatkan sampai batas
kemampuan mesin press hidrolik yang dimiliki.

5.1.5

Kandungan Asam Lemak Bebas Pada Minyak Biji Karet

Pada percobaan ini, minyak yang berhasil diambil kemudian ditampung untuk
dianalisa lebih lanjut. Sampel ditutup menggunakan cling wrap lalu disimpan. Pada akhir
percobaan, sampel yang telah ditampung kemudian dianalisa kadar FFAnya dengan
menggunakan metode titrasi. Hasil analisa pada sampel-sampel yang telah ditampung
disajikan pada Gambar 5.3.

Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Kadar FFA


70
60

%FFA

50
40
30
20
10
0
0

10

15

20

Run

Gambar 5.3 Pengaruh Lama Penyimpanan (Urutan Run) Terhadap Kadar FFA

Dapat diamati bahwa kadar FFA paling banyak terdapat pada run-run awal dimana
minyak paling lama disimpan sebelum kemudian dianalisa kadar FFAnya. Kadar FFA paling
tinggi terdapat pada Run pertama dengan kadar FFA sebesar 67.64%. Run pertama dilakukan
kurang lebih tiga bulan sebelum analisa FFA dilakukan. Sedangkan minyak pada run-run
akhir memberikan kadar FFA sekitar 28%.

5.1.6

Viskositas Dan Densitas Minyak Biji Karet

Selain rendemen dan kadar FFA, dilakukan juga pengukuran nilai viskositas dan
densitas minyak biji karet. Viskositas dan densitas dianalisis dari sampel center point yaitu
20

sampel yang diperoleh dari operasi pengepresan pada temperature 70oC, tekanan 100 bar,
lama pemanasan awal 60 menit dan lama pengepresan 60 menit.

Tabel 5.4 Viskositas dan Densitas Minyak Biji Karet


o

Viskositas kinematik, 40 C (mm /s)


Densitas (gr/cm3)

Hasil Percobaan
39.58
0.92

5.2 Pengambilan Minyak Biji Karet Menggunakan Metode Ekstraksi


5.2.1

Prosedur Kerja

Seperti pada proses pengepresan, sebelum bahan baku biji karet digunakan dalam
proses ekstraksi, perlu dilakukan beberapa tahap pretreatment. Mula-mula biji karet dipilih,
dibersihkan, dikupas, dan dikeringkan pada 75oC sampai mencapai berat konstan. Kemudian
biji karet dihancurkan sampai mencapai beberapa ukuran mesh tertentu dan disimpan dalam
wadah terpisah yang tertutup rapat.
Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan dua macam pelarut yaitu CH 2 Cl 2
dan n-hexane dengan rasio umpan biji karet terhadap pelarut tertentu. Ekstraksi, dilakukan
pada suhu titik didih pelarut masing-masing selama waktu tertentu dengan kecepatan
pengadukan magnetic stirrer maksimal. Setelah proses ekstraksi selesai, ampas biji karet
dipisahkan menggunakan vacuum filter. Selanjutnya, minyak biji karet dipisahkan dari
pelarut dengan cara pemanasan pada suhu 100oC sampai seluruh pelarut habis teruapkan.

5.2.2

Rancangan Percobaan

Variabel yang divariasikan dalam penelitian ini adalah rasio umpan biji karet terhadap
pelarut, ukuran partikel biji karet, dan lama ekstraksi. Untuk rasio umpan biji karet terhadap
pelarut, dilakukan variasi pada 1:4 dan 1:6. Untuk ukuran partikel biji karet, variasi yang
dilakukan adalah +10 dan -20+30. Variasi yang dilakukan untuk lama ekstraksi adalah 4 jam
dan 6 jam. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan percobaan faktorial 23
dengan penambahan center point sebanyak 4 buah. Respon yang diamati yaitu rendemen
(yield) minyak biji karet.

Tabel 5.5 Variabel Percobaan Pengambilan Minyak Biji Karet Menggunakan


Metode Ekstraksi
Rasio Umpan Biji Karet
Terhadap Pelarut
1:4
1:6

Ukuran Partikel Biji


Karet
+10
-20+30

21

Lama Ekstraksi
4 jam
6 jam

5.2.3

Hasil Percobaan Ekstraksi Menggunakan Pelarut CH 2 Cl 2

Berikut ini adalah hasil percobaan yang menggambarkan pengaruh variabel rasio
umpan biji karet terhadap pelarut, ukuran partikel biji karet, dan lama ekstraksi terhadap
rendemen minyak biji karet.

Tabel 5.6 Hasil Percobaan Ekstraksi Menggunakan Pelarut CH 2 Cl 2


Standard
Order

Rasio
F:S

Ukuran
Partikel
(Mesh)

Lama
Ekstraksi
(Jam)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

1:4
1:6
1:4
1:6
1:4
1:6
1:4
1:6
1:5
1:5
1:5
1:5

+10
+10
-20+30
-20+30
+10
+10
-20+30
-20+30
-10+20
-10+20
-10+20
-10+20

4
4
4
4
6
6
6
6
5
5
5
5

5.2.4

Coded Value
X1

X2

X3

-1
+1
-1
+1
-1
+1
-1
+1
0
0
0
0

-1
-1
+1
+1
-1
-1
+1
+1
0
0
0
0

-1
-1
-1
-1
+1
+1
+1
+1
0
0
0
0

Yield (%)
27.80
32.60
28.04
32.88
28.20
32.80
28.72
33.04
32.60
32.92
33.00
32.84

Analysis of Variance (ANOVA) Ekstraksi Menggunakan Pelarut CH 2 Cl 2

Untuk mengetahui variabel yang mempengaruhi yield minyak biji karet pada proses
ekstrasi menggunakan pelarut CH 2 Cl 2 dilakukan analysis of variance (ANOVA). Analysis
of variance (ANOVA) dilakukan dengan bantuan piranti lunak Design Expert dan hasilnya
disajikan dalam table berikut ini.

Tabel 5.7 ANOVA Ekstraksi Menggunakan Pelarut CH 2 Cl 2


Source
Model
A Rasio
B Mesh
C Lama Ekstraksi
AB
AC
BC
ABC
Curvature
Pure Error
Cor Total

Sum of
Squares
43.62
43.06
0.20
0.26
7.2E-3
0.065
7.2E-3
0.013
14.48
0.09
58.18

DOF
7
1
1
1
1
1
1
1
1
3
11

Mean
Square
6.23
43.06
0.2
0.26
7.2E-3
0.065
7.2E-3
0.013
14.48
0.03
22

F Value

P Value

208.62
1441.71
6.86
8.68
0.24
2.17
0.24
0.43
484.72

0.0005
< 0.0001
0.0791
0.0602
0.6571
0.2372
0.6571
0.5594
0,0002

Significant
Significant

Significant

Variabel yang berpengaruh adalah variabel dengan nilai P-value dibawah 5%. Dapat
dilihat bahwa variabel Rasio F:S memiliki nilai P-value < 0.0001 sehingga dapat disimpulkan
bahwa variabel ini berpengaruh secara signifikan terhadap yield minyak biji karet. Sementara
itu, variabel Ukuran Partikel (Mesh) dan variabel Lama Ektraksi memiliki nilai P-value yang
lebih besar dari 5%. Namun karena adanya kurvatur yang cukup signifikan, penentuan
apakah kedua variabel tersebut mempengaruhi yield minyak biji karet atau tidak, perlu
dilakukan dengan lebih berhati-hati dengan memperhatikan gambar berikut ini.

Gambar 5.4 Pengaruh Variabel Percobaan Terhadap Rendemen Pada Proses


Ekstraksi Menggunakan Pelarut CH 2 Cl 2
Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa yield minyak biji karet pada rasio umpan biji
karet terhadap pelarut 1:4 dengan nilai rata-rata 28% naik ke 32% pada rasio 1:5 dan bertahan
pada nilai tersebut pada rasio 1:6. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada rasio 1:5,
yield minyak biji karet yang diperoleh sudah optimum sehingga penambahan jumlah pelarut
tidak lagi menaikkan jumlah yield secara signifikan..
Yield minyak biji karet pada no. mesh +10 dengan nilai rata-rata 30.4% naik ke 32%
pada no. mesh -10+20 dan kemudian turun ke 30.7% pada no. mesh -20+30. Semakin kecil
ukuran partikel yang akan diekstrak maka luas permukaan kontak semakin besar dan semakin
banyak pula jumlah minyak yang akan didapat, Akan tetapi, semakin kecil ukuran partikel
yang digunakan, proses pemisahan ampas partikel dari campuran hasil ekstraksi akan menjadi
23

lebih sulit sehingga kehilangan minyak dalam proses pemisahan tersebut akan menjadi lebih
besar. Dengan demikan, perolehan minyak biji karet optimum dalam percobaan ini terjadi
pada ukuran partikel -10+20. Pengecilan ukuran lebih lanjut tidak meningkatkan jumlah
minyak yang dapat diekstraksi secara signifikan, sementara kehilangan minyak dalam proses
penyaringan menjadi lebih besar sehingga secara keseluruhan menyebabkan perolehan
minyak berkurang.
Yield minyak biji karet pada lama ekstraksi 4 jam dengan nilai rata-rata 30.4% naik
ke 33% pada lama ekstraksi 5 jam dan kemudian turun ke 30.7% pada lama ekstraksi 6 jam.
Lama waktu ektraksi berpengaruh dalam proses ekstraksi karena semakin lama waktu
ekstraksi maka semakin banyak zat terlarut yang dapat terekstrak hingga tercapainya kondisi
kesetimbangannya. Akan tetapi semakin lama waktu ekstraksi, semakin banyak energi yang
dibutuhkan untuk menjalankan proses ekstraksi tersebut. Lebih lanjut, jika pelarut yang
digunakan memiliki titik didih yang rendah, dibutuhkan sistem pendinginan dan media
pendinginan khusus untuk menjaga agar pelarut yang digunakan tidak hilang selama proses
ekstraksi. Jika tidak, kehilangan pelarut melalui kondensor juga akan meningkat dan pada
akhirnya dapat menurunkan perolehan minyak hasil ekstraksi.

5.2.5

Hasil Percobaan Ekstraksi Menggunakan Pelarut n-Heksana

Berikut ini adalah hasil percobaan yang menggambarkan pengaruh variabel rasio
umpan biji karet terhadap pelarut, ukuran partikel biji karet, dan lama ekstraksi terhadap
rendemen minyak biji karet.

Tabel 5.8 Hasil Percobaan Ekstraksi Menggunakan Pelarut n-Heksana


Standard
Order

Rasio
F:S

Ukuran
Partikel
(Mesh)

Lama
Ekstraksi
(Jam)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

1:4
1:6
1:4
1:6
1:4
1:6
1:4
1:6
1:5
1:5
1:5
1:5

+10
+10
-20+30
-20+30
+10
+10
-20+30
-20+30
-10+20
-10+20
-10+20
-10+20

4
4
4
4
6
6
6
6
5
5
5
5

24

Coded Value
X1

X2

X3

-1
+1
-1
+1
-1
+1
-1
+1
0
0
0
0

-1
-1
+1
+1
-1
-1
+1
+1
0
0
0
0

-1
-1
-1
-1
+1
+1
+1
+1
0
0
0
0

Yield (%)
25.84
26.32
26.40
26.96
26.12
27.12
26.68
27.40
27.08
27.04
27.20
27.16

5.2.6

Analysis of Variance (ANOVA) Ekstraksi Menggunakan Pelarut n-Heksana

Untuk mengetahui variabel yang mempengaruhi yield minyak biji karet pada proses
ekstrasi menggunakan pelarut n-heksana dilakukan analysis of variance (ANOVA). Analysis
of variance (ANOVA) dilakukan dengan bantuan piranti lunak Design Expert dan hasilnya
disajikan dalam table berikut ini.

Tabel 5.9 ANOVA Ekstraksi Menggunakan Pelarut n-Heksana


Source
Model
A Rasio
B Mesh
C Lama Ekstraksi
AB
AC
BC
ABC
Curvature
Pure Error
Cor Total

Sum of
Squares
1.97
0.95
0.52
0.40
5E-3
0.058
0.016
0.016
0.71
0.016
2.70

DOF
7
1
1
1
1
1
1
1
1
3
11

Mean
Square
0.28
0.95
0.52
0.40
5E-3
0.058
0.016
0.016
0.71
5.33E-3

F Value

P Value

52.84
178.54
97.54
75.94
0.94
10.84
3.04
3.04
132.61

0.0039
0.0009
0.0022
0.0032
0.4043
0.0460
0.1797
0.1797
0.0014

Significant
Significant
Significant
Significant

Significant

Dapat dilihat bahwa variabel Rasio F:S, Ukuran Partikel (MESH), dan Lama
Ekstraksi memiliki nilai P-value < 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga variabel ini
berpengaruh secara signifikan terhadap yield minyak biji karet. Dari tabel di atas juga dapat
diamati bahwa kurvatur memiliki nilai P-value < 0.05. Hal ini menunjukkan adanya kurvatur
yang signifikan dalam rentang variasi percobaan. Artinya rentang nilai variabel pada
percobaan ini sudah berada pada daerah optimumnya.

25

Gambar 5.5 Pengaruh Variabel Percobaan Terhadap Rendemen Pada Proses


Ekstraksi Menggunakan Pelarut n-Heksana

Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa yield minyak biji karet pada rasio umpan biji
karet terhadap pelarut 1:4 dengan nilai rata-rata 26.3% naik ke 27,2% pada rasio 1:5 dan
sedikit menurun pada rasio 1:6. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada rasio 1:5,
yield minyak biji karet yang diperoleh sudah optimum sehingga penambahan jumlah pelarut
tidak lagi menaikkan jumlah yield secara signifikan..
Yield minyak biji karet pada no. mesh +10 dengan nilai rata-rata 26.3% naik ke
27.2% pada no. mesh -10+20 dan kemudian sedikit menurun pada no. mesh -20+30. Semakin
kecil ukuran partikel yang akan diekstrak maka luas permukaan kontak semakin besar dan
semakin banyak pula jumlah minyak yang akan didapat, Akan tetapi, semakin kecil ukuran
partikel yang digunakan, proses pemisahan ampas partikel dari campuran hasil ekstraksi akan
menjadi lebih sulit sehingga kehilangan minyak dalam proses pemisahan tersebut akan
menjadi lebih besar. Dengan demikan, perolehan minyak biji karet optimum dalam percobaan
ini terjadi pada ukuran partikel -10+20. Pengecilan ukuran lebih lanjut tidak meningkatkan
jumlah minyak yang dapat diekstraksi secara signifikan, sementara kehilangan minyak dalam
proses penyaringan menjadi lebih besar sehingga secara keseluruhan menyebabkan perolehan
minyak berkurang.
Yield minyak biji karet pada lama ekstraksi 4 jam dengan nilai rata-rata 26.3% naik
ke 27.2% pada lama ekstraksi 5 jam dan kemudian sedikit menurun pada lama ekstraksi 6
jam. Lama waktu ektraksi berpengaruh dalam proses ekstraksi karena semakin lama waktu
ekstraksi maka semakin banyak zat terlarut yang dapat terekstrak hingga tercapainya kondisi
kesetimbangannya. Akan tetapi semakin lama waktu ekstraksi, semakin banyak energi yang
26

dibutuhkan untuk menjalankan proses ekstraksi tersebut. Lebih lanjut, jika pelarut yang
digunakan memiliki titik didih yang rendah, dibutuhkan sistem pendinginan dan media
pendinginan khusus untuk menjaga agar pelarut yang digunakan tidak hilang selama proses
ekstraksi. Jika tidak, kehilangan pelarut melalui kondensor juga akan meningkat dan pada
akhirnya dapat menurunkan perolehan minyak hasil ekstraksi.

5.2.7

Kandungan Asam Lemak Bebas Pada Minyak Biji Karet

Kandungan FFA yang besar menghalangi proses transesterifikasi minyak menjadi


biodiesel menggunakan katalis basa karena dapat menyebabkan reaksi samping penyabunan
(saponifikasi). Penentuan kadar FFA bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak
kandungan asam lemak bebas di dalam minyak biji karet yang sudah diekstraksi. Penentuan
kadar FFA dilakukan dengan cara titrasi menggunakan larutan KOH. Berikut ini disajikan
hasil penentuan kadar FFA pada minyak biji karet hasil ekstraksi menggunakan pelarut
CH 2 Cl 2 dan n-Heksana.

Tabel 5.10 Kadar FFA Minyak Biji Karet Hasil Proses Ekstraksi

5.2.8

%FFA

Standard
Order

Rasio
F:S

Ukuran
Partikel
(Mesh)

Lama
Ekstraksi
(Jam)

(CH 2 Cl 2 )

(n-Hexane)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

1:4
1:6
1:4
1:6
1:4
1:6
1:4
1:6
1:5
1:5
1:5
1:5

+10
+10
-20+30
-20+30
+10
+10
-20+30
-20+30
-10+20
-10+20
-10+20
-10+20

4
4
4
4
6
6
6
6
5
5
5
5

35.34
39.25
39.55
35.78
36.67
35.13
37.78
38.50
38.86
38.63
38.45
38.73

35.11
37.57
37.57
36.42
35.63
36.28
34.64
39.02
36.16
36.81
36.93
36.16

Viskositas Dan Densitas Minyak Biji Karet

Pengukuran viskositas, minyak biji karet dilakukan pada suhu 40oC menggunakan
viscometer Ostwald sedangkan pengukuran densitas dilakukan menggunakan piknometer.
Hasil pengukuran viskositas dan densitas untuk minyak biji karet yang diperoleh dari proses
ekstraksi menggunkan pelarut CH 2 Cl 2 dan n-heksana pada berbagai pelakuan dapat dilihat
pada table berikut ini.

27

Tabel 5.11 Viskositas dan Densitas Minyak Biji Karet Hasil Proses Ekstraksi
2
Viskositas (mm /s)

Densitas (gr/mL)

Standar
Order

Rasio
F:S

Ukuran
Partikel
(Mesh)

Lama
Ekstraksi
(Jam)

CH 2 Cl 2

n-Hexane

CH 2 Cl 2

n-Hexane

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

1:4
1:6
1:4
1:6
1:4
1:6
1:4
1:6
1:5
1:5
1:5
1:5

+10
+10
-20+30
-20+30
+10
+10
-20+30
-20+30
-10+20
-10+20
-10+20
-10+20

4
4
4
4
6
6
6
6
5
5
5
5

64.36
64.55
64.53
64.86
65.27
65.13
63.91
65.38
64.97
64.63
65.11
64.88

65.36
65.80
64.46
64.45
64.89
64.75
65.55
65.53
64.88
65.04
64.86
64.97

0.88
0.89
0.89
0.88
0.87
0.88
0.88
0.89
0.89
0.89
0.89
0.88

0.87
0.89
0.89
0.89
0.88
0.87
0.88
0.89
0.88
0.87
0.88
0.89

5.2.9

Perbandingan Proses Ekstraksi Menggunakan Pelarut CH 2 Cl 2 dan n-Hexane

Proses ekstraksi menggunakan pelarut CH 2 Cl 2 memberikan yield minyak biji karet


yang lebih baik sebesar 33,04% dibandingkan dengan proses ekstraksi menggunakan pelarut
n-Hexane yang hanya sebesar 27,4%. Kadar FFA, viskositas, dan viskositas minyak biji
karet yang dihasilkan dari kedua proses ekstraksi tersebut relatif sama.
Kondisi optimum untuk proses ekstraksi minyak biji karet menggunakan pelarut
CH 2 Cl 2 maupun n-heksana adalah pada rasio umpan biji karet terhadap pelarut 1:5, ukuran
partikel biji karet -10+20, dan lama waktu ekstraksi 5 jam. Adapun temperatur optimum
proses ekstraksi adalah di sekitar titik didih masing-masing pelarut.

28

BAB VI
RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Pada tahap pertama, fokus utama penelitian adalah untuk mempelajari cara
pengambilan minyak biji karet menggunakan metode pengepresan maupun metode ekstraksi.
Beberapa informasi mengenai rendemen/perolehan minyak biji karet maupun kondisi operasi
optimum proses pengambilan minyak biji karet sudah diperoleh. Sifat fisik dan kimia minyak
biji karet, meliputi kandungan asam lemak bebas, viskositas dan densitas juga sudah
didapatkan.
Pada tahap selanjutnya, penelitian akan difokuskan pada pengembangan katalis dan
pengembangan proses untuk pembuatan biodiesel. Adapun rencana kerja untuk tahapan
pengembangan katalis maupun tahapan pengembangan proses untuk pembuatan biodiesel
adalah sebagai berikut:

6.1 Pengembangan Katalis


Katalis asam heterogen dapat dibuat dari bahan baku yang memiliki gugus dasar
glukosa seperti D-glukosa, sukrosa, pati, dan selulosa melalui proses pirolisis yang kemudian
dilanjutkan dengan proses sulfonasi. Proses pirolisis merupakan proses dekomposisi termal
pada temperatur tinggi. Proses ini bertujuan untuk melakukan karbonisasi secara tidak
sempurna terhadap bahan baku yang memiliki gugus dasar glukosa untuk membentuk
lembaran-lembaran karbon polisiklik aromatik. Proses sulfonasi berguna untuk
menambahkan gugus asam HSO 3 ke dalam lembaran-lembaran karbon polisiklik aromatik
tersebut di atas menghasilkan katalis asam heterogen.
Lou et al. (2008) melakukan percobaan untuk memproduksi katalis asam heterogen
menggunakan berbagai bahan baku, antara lain D-glukosa, sukrosa, pati, selulosa. Dari hasil
percobaannya didapatkan bahwa aktivitas katalisis terbaik diberikan oleh katalis yang dibuat
dari bahan baku pati. Adapun kondisi operasi proses pirolisis yang optimum adalah pada
400oC selama 15 jam, sementara kondisi operasi proses sulfonasi optimum adalah pada
150oC selama 15 jam.
Chen & Fang (2011) melakukan percobaan untuk memproduksi katalis asam
heterogen menggunakan bahan baku berupa campuran glukosa dan berbagai jenis pati yang
memiliki kandungan amilopektin yang berbeda, yaitu: pati beras ketan (kadar amilopektin
99,7%), pati jagung (kadar amilopektin 72%), dan amilosa (kadar amilopektin 0%).
Ditemukan bahwa kadar amilopektin yang berbeda-beda pada pati yang dicampurkan
berpengaruh terhadap aktivitas katalis yang dihasilkan. Kadar amilopektin yang berbeda
menyebabkan perbedaan pada struktur karbon polisiklik aromatik bahan katalis yang
dihasilkan. Hal ini penting karena struktur karbon polisiklik aromatik bahan katalis akan
mempengaruhi jumlah gugus HSO 3 yang dapat menempel pada permukaan katalis. Semakin
banyak gugus HSO 3 yang dapat menempel pada permukaan katalis menyebabkan aktivitas
katalis semakin tinggi. Dari percobaannya didapatkan bahwa katalis yang memiliki aktivitas
paling baik dan densitas asam yang paling besar adalah katalis yang dibuat dari bahan baku
campuran glukosa dan pati jagung. Adapun kondisi operasi proses pirolisis yang digunakan
adalah pada temperatur 400oC selama 75 menit dan kondisi operasi proses sulfonasi yang
digunakan adalah pada temperatur 150oC selama 5 jam.
Dalam penelitian ini, katalis asam heterogen akan dibuat dari bahan baku berbagai
jenis pati yang memiliki kandungan amilopektin yang berbeda, yaitu: pati kentang, pati
29

ganyong, pati singkong, dan pati jagung. Adapun kondisi operasi proses pirolisis dan proses
sulfonasi yang akan digunakan dalam pembuatan katalis ada dua macam, mengikuti kondisi
operasi optimum yang dilaporkan oleh Lou, et al. (2008) dan Chen & Fang (2011).

Tabel 6.1 Rancangan Percobaan Pembuatan Katalis Asam Heterogen


Variabel Percobaan
Bahan Baku

Kondisi Operasi

Variasi
Pati Kentang
Pati Ganyong
Pati Singkong
Pati Jagung
Pirolisis pada T = 400oC selama 15 jam
Sulfonasi pada T = 150oC selama 15 jam
2. Pirolisis pada T = 400oC selama 1.25 jam
Sulfonasi pada T = 150oC selama 5 jam
1.
2.
3.
4.
1.

Beberapa uji karakterisasi yang akan dilakukan meliputi analisa kadar amilopektin
dari bahan baku pati yang digunakan, uji Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk
mengetahui struktur dan morfologi permukan katalis yang dihasilkan, uji EDS (Energy
Dispersive X-ray Spectroscopy) untuk mengetahui komposisi kimia katalis yang dihasilkan,
dan uji Brunauer-Emmett-Teller (BET) untuk menentukan luas permukaan dan ukuran pori
katalis yang dihasilkan.

6.2 Pengembangan Proses Pembuatan Biodiesel


Biji karet dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel karena memiliki
kandungan minyak yang cukup besar. Akan tetapi kandungan FFA pada minyak biji karet
cukup tinggi sehingga dapat menyebabkan reaksi samping penyabunan (saponifikasi) jika
direaksikan secara langsung dengan metanol menggunakan katalis basa pada proses satu
tahap. Untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan proses dua tahap, di mana pada tahap
pertama, minyak biji karet akan diturunkan terlebih dahulu kadar FFA-nya sampai di bawah
1% dengan mereaksikannya dengan methanol menggunakan katalis asam sebelum kemudian
pada tahap kedua diolah lebih lanjut menjadi biodiesel dengan bantuan katalis basa.
Katalis yang digunakan dalam proses tersebut dapat berupa katalis homogen atau
katalis heterogen. Katalis homogen akan memberikan performa yang lebih baik daripada
katalis heterogen. Namun, katalis homogen memiliki beberapa kelemahan jika dibandingkan
dengan katalis heterogen, seperti lebih korosif, sulit didaur ulang, dan dapat menyebabkan
pencemaran pada lingkungan.
Dalam penelitian ini, katalis asam yang akan digunakan dalam proses pre-treatment
adalah katalis asam homogen H 2 SO 4 dan katalis asam heterogen yang dibuat dari bahan baku
pati (lihat penjelasan pada sub bab 6.1). Percobaan menggunakan katalis asam homogen
H 2 SO 4 akan dilakukan pada tahun kedua sementara percobaan menggunakan katalis asam
heterogen yang dibuat dari bahan baku pati akan dilakukan pada tahun ketiga.
Variabel yang akan divariasikan dalam proses pre-treatment menggunakan katalis
H 2 SO 4 adalah waktu reaksi (t), rasio molar methanol terhadap minyak (M:O) dan jumlah
katalis. Variasi yang dilakukan untuk waktu reaksi (t) adalah 1 jam dan 2 jam, untuk rasio
molar methanol terhadap minyak (M:O) adalah 6:1 dan 12:1, dan untuk jumlah katalis H 2 SO 4
30

adalah 1%-w dan 5%-w minyak awal. Temperatur reaksi ditetapkan pada 60oC dengan laju
pengadukan magnetic stirrer maksimum. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
rancangan percobaan faktorial 23 dengan penambahan center point. Penambahan center point
yang dilakukan adalah sebanyak 4 kali dengan mengambil nilai tengah dari setiap variasi
yang dilakukan. Respon proses yang diamati adalah kadar FFA minyak biji karet setelah
proses pre-treatment (y).

Tabel 6.2 Rancangan Percobaan Proses Pembuatan Biodiesel Tahap I


Waktu Reaksi (jam)
t=1
t=2

Jumlah Katalis = 1%-w


M:O (6:1)
M:O (12:1)
y1
y2
y5
y6

Jumlah Katalis = 5%-w


M:O (6:1)
M:O (12:1)
y3
y4
y7
y8

Untuk tahap kedua, katalis basa yang akan digunakan adalah katalis basa homogen
NaOH dan katalis basa heterogen CaO yang dibuat dari kalsinasi CaCO 3 pada temperatur
1000oC selama 2 jam. Kondisi operasi yang digunakan untuk pembuatan biodiesel
menggunakan katalis basa homogen NaOH adalah pada temperatur 65oC dengan laju
pengadukan magnetic stirrer maksimum, waktu reaksi 1 jam, rasio molar metanol terhadap
minyak 9:1, dan jumlah katalis 1%-b/v minyak. Kondisi operasi yang digunakan untuk
pembuatan biodiesel menggunakan katalis basa heterogen CaO adalah pada temperatur 65oC
dengan laju pengadukan magnetic stirrer maksimum, waktu reaksi 3 jam, rasio molar
metanol terhadap minyak 9:1, dan jumlah katalis 3%-b minyak. Kinerja kedua jenis katalis
ini dalam proses pembuatan biodiesel kemudian dapat diamati dan dibandingkan.
Dalam penelitian ini akan dilakukan karakterisasi sifat-sifat fisik dan kimia produk
biodiesel yang dihasilkan, antara lain: viskositas, densitas, kandungan metil ester, angka
setana, titik nyala, titik kabut, angka asam, angka iod, dan residu karbon. Pada tahap awal
penelitian, analisa yang dilakukan hanyalah analisa dasar seperti analisa viskositas, densitas,
dan kandungan metil ester. Pada tahap akhir penelitian barulah dilakukan uji lengkap untuk
melihat apakah produk biodiesel yang dihasilkan sudah memenuhi standar SNI.

31

BAB VII
KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian sampai dengan tanggal
15 November 2013 adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan minyak biji karet menggunakan mesin press hidrolik
a. Variabel temperatur pengepresan dan lama pemanasan awal tidak memberikan
pengaruh secara signifikan terhadap rendemen minyak biji karet.
b. Variabel tekanan pengepresan dan lama pengepresan memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap rendemen minyak biji karet.
c. Adanya interaksi antara variabel tekanan pengepresan dan lama pengepresan.
d. Rendemen minyak biji karet semakin besar seiring kenaikan tekanan pengepresan.
e. Semakin lama proses pengepresan semakin tinggi rendemen minyak biji karet.
f. Pada lama pengepresan yang lebih pendek, tekanan pengepresan memberikan
pengaruh yang lebih besar terhadap peningkatan rendemen minyak biji karet
dibandingkan pada lama pengepresan yang lebih panjang.
g. Kurvatur tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa rentang percobaan masih
berada di luar rentang daerah optimum sehingga rendemen masih dapat ditingkatkan.
2. Pengambilan minyak biji karet menggunakan metode ekstraksi
a. Variabel yang berpengaruh terhadap perolehan minyak biji karet pada proses ekstraksi
adalah variabel rasio umpan biji karet terhadap pelarut, ukuran partikel biji karet, dan
lama ekstraksi.
b. Kondisi optimum proses ekstraksi minyak biji karet adalah pada rasio umpan biji
karet terhadap pelarut 1:5, ukuran partikel biji karet -10+20, dan lama ekstraksi 5 jam.
c. Pelarut CH 2 Cl 2 memberikan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut
n-heksana pada proses ekstraksi minyak biji karet.
d. Viskositas minyak biji karet hasil ekstraksi berada pada rentang 63,9-65,8 mm2/s
e. Densitas minyak biji karet hasil ekstraksi berada pada rentang 870-890 kg/m3
f. Kadar FFA minyak biji karet hasil ekstraksi berada pada rentang, 34,64%-39,55%

32

DAFTAR PUSTAKA
Chen, G. & Fang, B., 2011, Preparation of Solid Acid Catalyst From GlucoseStarch Mixture
for Biodiesel Production. Bioresource Technology, 102(3), 2635-2640.
Demirbas, A., 2009, Progress and Recent Trends in Biodiesel Fuels, Energy Conversion and
Management, 50(1), 14-34.
Kirk, R.E. & Othmer, D. F., 1980, Encyclopedia of Chemical Technology, 3rd ed., vol. 9, John
Wiley and Sons, New York.
Liu, X.Y., Huang, M., Ma, H.L., Zhang, Z.Q., Gao, J.M., Zhu, Y.L., ... Guo, X.Y., 2010,
Preparation of a Carbon-Based Solid Acid Catalyst by Sulfonating Activated Carbon in
a Chemical Reduction Process, Molecules, 15, 7188-7196.
Lotero, E., Liu, Y., Lopez, D.E., Suwannakarn, K., Bruce, D.A., & Goodwin, J.G., Jr., 2005,
Synthesis of Biodiesel via Acid Catalysis, Industrial & Engineering Chemistry
Research, 44(14), 5353-5363.
Lou, W.Y., Zong, M.H., & Duan, Z.Q., 2008, Efficient Production of Biodiesel From High
Free Fatty Acid-Containing Waste Oils Using Various Carbohydrate-Derived Solid
Acid Catalysts, Bioresource Technology, 99(18), 8752-8758.
Ma, F. & Hanna, M.A., 1999, Biodiesel Production: a Review, Bioresource Technology,
70(1), 1-15.
Setyawardhani, D.A., Distantina, S., Henfiana, H., & Dewi, A.S., 2010, Pembuatan Biodiesel
Dari Asam Lemak Jenuh Minyak Biji Karet, Prosiding Seminar Rekayasa Kimia Dan
Proses 2010, Teknik Kimia UNDIP, Semarang.
Shu, Q., Gao, J., Nawaz, Z., Liao, Y., Wang, D., & Wang, J., 2010, Synthesis of Biodiesel
from Waste Vegetable Oil with Large Amounts of Free Fatty Acids Using a CarbonBased Solid Acid Catalyst, Applied Energy, 87, 2589-2596.
Siahaan, S., Setyaningsih, D., & Hariyadi, 2011, Potensi Pemanfaatan Biji Karet (Hevea
Brasiliansis Muell.Arg) Sebagai Sumber Energi Alternatif Biokerosin, Jurnal
Teknologi Industri Pertanian, 19(3), 145-151.
Toda, M., Takagaki, A., Okamura, M., Kondo, J.N., Hayashi, S., Domen, K., & Hara, M.,
2005, Green Chemistry: Biodiesel Made with Sugar Catalyst, Nature, 438(7065), 178.
Van Gerpen, J., 2005, Biodiesel Processing and Production, Fuel Processing Technology,
86(10), 1097-1107.
Zhang, Y., Dub, M.A., McLean, D.D., & Kates, M., 2003, Biodiesel Production from Waste
Cooking Oil: 1. Process Design and Technological Assessment, Bioresource
Technology, 89, 1-16.

33

Anda mungkin juga menyukai