2
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................2
1.2 Tujuan.......................................................................................................................................3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................3
2.1 Anatomi.....................................................................................................................................3
2.2 Epidemiologi.............................................................................................................................6
2.3 Klasifikasi.................................................................................................................................8
2.4 Etiologi dan Patogenesis.........................................................................................................10
2.5 Manifestasi Klinis...................................................................................................................10
Tumor Ekstradural....................................................................................................................18
Tumor Intradural-Ekstramedular3............................................................................................19
Tumor Intradural-Intramedular3,6.............................................................................................20
2. 6 Diagnosis7..............................................................................................................................21
2.7 Diagnosis Banding6.................................................................................................................23
2.8 Penatalaksanaan10....................................................................................................................25
2.9 Komplikasi6,9...........................................................................................................................27
3.0 Prognosis.................................................................................................................................27
BAB 3. KESIMPULAN...............................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................30
BAB I. PENDAHULUAN
Tumor medula spinalis memang merupakan salah satu penyakit yang jarang terjadi
dan karena itulah banyak masyarakat yang belum mengetahui gejala-gejala serta bahaya dari
penyakit ini. Pada umumnya, penderita yang datang berobat ke dokter atau ke rumah sakit
sudah dalam keadaan parah (stadium lanjut) sehingga cara penanggulangannya hanya bersifat
life-saving.1
Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari total
jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan perkiraan insidensi sekitar 0,5-2,5
kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita pria hampir sama dengan wanita
dengan sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun. Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen
servikal, 55% di segmen thorakal dan 20% terletak di segmen lumbosakral. Sementara di
Indonesia sendiri, belum ada. Tumor Intrameduler lebih sering pada anak-anak. Tumor
Extrameduler lebih sering pada dewasa. 2,3
Tumor medula spinalis terbagi menjadi dua, yaitu tumor primer dan tumor sekunder.
Tumor primer merupakan tumor yang berasal dari medula spinalis itu sendiri sedangkan
tumor sekunder merupakan anak sebar (mestastase) dari tumor di bagian tubuh lainnya.
Tumor medula spinalis umumnya bersifat jinak (onset biasanya gradual) dan dua pertiga
pasien dioperasi antara 1-2 tahun setelah onset gejala. Gejala pertama dari tumor medula
spinocerebellar penting diketahui karena dengan tindakan operasi sedini mungkin, dapat
mencegah kecacatan.1,3
Tumor medula spinalis yang paling sering pada intrameduler adalah glioma. Tipe
lainnya yang sering adalah astrositoma, ependimoma, dan ganglioglioma, lebih jarang
hemangioblastoma dan tumor neuroektodermal primitif.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui gejala-gejala yang timbul dan tata laksana dari tumor medulla
spinalis yang dapat menyebabkan kematian dan kecacatan bagi penderitanya.
Pada tubuh orang dewasa panjang medula spinalis adalah sekitar 43 cm. Pada masa tiga
bulan perkembangan intrauterin, panjang medula spinalis sama dengan panjang korpus
vertebrae. Pada masa perkembangan berikutnya, kecepatan pertumbuhan korpus vertebrae
melebihi kecepatan pertumbuhan medula spinalis. Akibatnya pada masa dewasa, ujung
kaudal medula spinalis terletak setinggi tepi kranial korpus vertebrae lumbal II atau
intervertebral disk I/II. Perbedaan panjang medula spinalis dan korpus vertebrae ini
mengakibatkan terbentuknya konus medularis (bagian paling kaudal dari medula spinalis
yang berbentuk kerucut dan terutama terdiri atas segmen-segmen sakral medula spinalis) dan
cauda equina (kumpulan radiks nervus lumbalis bagian kaudal dan radiks nervus sakralis
yang mengapung dalam CSF). Kearah kaudal, ruangan subarachnoid berakhir setinggi
segmen sakral II atau III korpus vertebrae. Dengan demikian, di antara korpus vertebrae
lumbal II sampai korpus vertebrae sakral III tidak lagi terdapat medula spinalis, melainkan
hanya terdapat cauda equina yang terapung-apung di dalam CSF. Hal ini memungkinkan
tindakan punksi lumbal di daerah intervertebral disk III/IV atau IV/V tanpa mencederai
medula spinalis.5
Seperti halnya korpus vertebrae, medula spinalis juga terbagi ke dalam beberapa
segmen, yaitu: cervikal (C1-C8), segmen torakal (T1-T12), segmen lumbal (L1-L5), segmen
sakral (S1-S5) dan 1 segmen koksigeal yang vestigial. Serabut saraf yang kembali ke medula
spinalis diberi nama sesuai lokasi masuk/keluarnya dari kanalis vertebralis pada korpus
vertebrae yang bersangkutan. Saraf dari C1-C7 berjalan di sebelah atas korpus vertebrae yang
bersangkutan, sedangkan dari saraf C8 ke bawah berjalan di sebelah bawah korpus vertebrae
yang bersangkutan.5
Diameter bilateral medula spinalis selalu lebih panjang dibandingkan diameter
ventrodorsal. Hal ini terutama terdapat pada segmen medula spinalis yang melayani
ekstremitas atas dan bawah. Pelebaran ke arah bilateral ini disebut intumesens, yang terdapat
pada segmen C4-T1 (intumesens cervikalis) dan segmen L2-S3 (intumesens lumbosakral).
Pada permukaan medula spinalis dapat dijumpai fisura mediana ventalis, dan empat buah
sulkus, yaitu sulkus medianus dorsalis, sulkus dorsolateralis, sulkus intermediodorsalis dan
sulkus ventrolateralis.5
Pada penampang transversal medula spinalis, dapat dijumpai bagian sentral yang
berwarna lebih gelap (abu-abu) yang dikenal dengan gray matter. Gray matter adalah suatu
area yang berbentuk seperti kupu-kupu atau huruf H. Area ini mengandung badan sel neuron
beserta percabangan dendritnya. Di area ini terdapat banyak serat-serat saraf yang tidak
berselubung myelin serta banyak mengandung kapiler-kapiler darah. Hal inilah yang
mengakibatkan area ini berwarna lebih gelap.5
Di bagian perifer medula spinalis, tampak suatu area yang mengelilingi grey matter
yang tampak lebih cerah dan dikenal dengan white matter. White matter terdiri atas seratserat saraf yang berselubung myelin dan berjalan dengan arah longitudinal.5
2.2 Epidemiologi
Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti.
Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari total jumlah
tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan perkiraan insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus
per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita pria hampir sama dengan wanita dengan
sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun. Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal,
55% di segmen thorakal dan 20% terletak di segmen lumbosakral.2,3
Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma, astrositoma dan
hemangioblastoma. Ependimoma lebih sering didapatkan pada orang dewasa pada usia
pertengahan (30-39 tahun) dan jarang terjadi pada usia anak-anak. Insidensi ependidoma kirakira sama dengan astrositoma. Dua per tiga dari ependydoma muncul pada daerah
lumbosakral.6
Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat tumbuh pada
medula spinalis. Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi yang tersering pada tiga
dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumor spinal intramedular yang tersering pada
usia anak-anak, tercatat sekitar 90% dari tumor intramedular pada anak-anak dibawah umur
10 tahun, dan sekitar 60% pada remaja. Diperkirakan 60% dari astrositoma spinalis berlokasi
di segmen servikal dan servikotorakal. Tumor ini jarang ditemukan pada segmen torakal,
lumbosakral atau pada conus medularis.
Hemangioblastoma merupakan tumor vaskular yang tumbuh lambat dengan
prevalensi 3% sampai 13% dari semua tumor intramedular medula spinalis. Rata-rata terdapat
pada usia 36 tahun, namun pada pasien dengan von Hippel-Lindau syndrome (VHLS)
biasanya muncul pada dekade awal dan mempunyai tumor yang multipel. Rasio laki-laki
dengan perempuan 1,8 : 1.4,5
Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan meningioma.
Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan insidensi laki-laki lebih sering
dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan tersering pada daerah lumbal. Meningioma
merupakan tumor kedua tersering pada kelompok intradural-ekstramedullar tumor.
Meningioma menempati kira-kira 25% dari semua tumor spinal. Sekitar 80% dari spinal
meningioma terlokasi pada segmen thorakal, 25% pada daerah servikal, 3% pada daerah
lumbal, dan 2% pada foramen magnum.4,5
Histologi
Tumor sel glia
Insiden
23 %
Ependymoma
13%-15%
Astrositoma
7%-11%
Schwanoma
22%-30%
Meningioma
25%-46%
Lesi vascular
6%
Chondroma/chondrosarkoma
4%
Umur
40-60 tahun
Jenis kelamin
> Laki-laki
Lokasi anatomis
>lumbal
Meningioma
40-60 tahun
>perempuan
>thorakal
31,3%
Ependymoma 14,9%
<>
Laki-laki=perempuan
>lumbal
Tabel 2, distribusi tumor intradural ekstramedular berdasarkan umur, jenis kelamin dan lokasi
tersering.
Lokasi
Insiden
Thorakal
50%-55%
Lumbal
25%-30%
Berdasarkan asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat dibagi menjadi
tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer dapat bersifat jinak maupun ganas,
sementara tumor sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan metastasis dari proses
keganasan di tempat lain seperti kanker paru-paru, payudara, kelenjar prostat, ginjal, kelenjar
tiroid atau limfoma. Tumor primer yang bersifat ganas contohnya adalah astrositoma,
neuroblastoma, dan kordoma, sedangkan yang bersifat jinak contohnya neurinoma, glioma,
dan ependimoma.1
Berdasarkan lokasinya, tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu tumor intradural dan ekstradural, di mana tumor intradural itu sendiri dibagi lagi
menjadi tumor intramedular dan ekstramedular. Macam-macam tumor medula spinalis
berdasarkan lokasinya dapat dilihat pada Tabel 1.
Gambar 2.1 (A) Tumor intradural-intramedular, (B) Tumor intradural-ekstramedular, dan (C)
Tumor Ekstradural
Sumber: http://www.draryan.com/Portals/0/spinal%20cord%20tumors.jpg
Intradural ekstramedular
Intradural intramedular
Chondroblastoma
Ependymoma, tipe
Astrocytoma
myxopapillary
Ependymoma
Hemangioma
Epidermoid
Ganglioglioma
Lipoma
Lipoma
Hemangioblastoma
Lymphoma
Meningioma
Hemangioma
Meningioma
Neurofibroma
Lipoma
Metastasis
Paraganglioma
Medulloblastoma
Neuroblastoma
Schwanoma
Neuroblastoma
Chondroma
Neurofibroma
Neurofibroma
Osteoblastoma
Oligodendroglioma
Osteochondroma
Teratoma
Osteosarcoma
Sarcoma
Vertebral
hemangioma
2.4 Etiologi dan Patogenesis
Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam tahap penelitian adalah
virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang bersifat karsinogenik. Adapun tumor
sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-sel kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain
melalui aliran darah yang kemudian menembus dinding pembuluh darah, melekat pada
jaringan medula spinalis yang normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah
tersebut.7
Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi kebanyakan
muncul dari pertumbuhan sel normal pada lokasi tersebut. Riwayat genetik kemungkinan
besar sangat berperan dalam peningkatan insiden pada anggota keluarga (syndromic group)
misal pada neurofibromatosis. Astrositoma dan neuroependimoma merupakan jenis yang
tersering pada pasien dengan neurofibromatosis tipe 2 (NF2), di mana pasien dengan NF2
memiliki kelainan pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat terjadi pada 30%
pasien dengan Von Hippel-Lindou Syndrome sebelumnya, yang merupakan abnormalitas dari
kromosom 3.6
vertebrae, atau nyeri funikuler. Secara statistik adanya nyeri radikuler merupakan indikasi
pertama adanya space occupying lesion pada kanalis spinalis dan disebut pseudo neuralgia
pre phase. Dilaporkan 68% kasus tumor spinal sifat
nyerinya radikuler, laporan lain menyebutkan 60% berupa nyeri radikuler, 24% nyeri
funikuler dan 16% nyerinya tidak jelas3. Nyeri radikuler dicurigai disebabkan oleh tumor
medula spinalis bila:
10
Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah tumor yang
terletak intradural-ekstramedular, sedang tumor intramedular jarang menyebabkan nyeri
radikuler. Pada tumor ekstradural sifat nyeri radikulernya biasanya hebat dan mengenai
beberapa radiks.3
Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga diawali dengan
gejala TTIK seperti: hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan muntah, papiledema, gangguan
penglihatan, dan gangguan gaya berjalan. Tumor-tumor neurinoma dan ependimoma
mensekresi sejumlah besar protein ke dalam likuor, yang dapat menghambat aliran likuor di
dalam kompartemen subarakhnoid spinal, dan kejadian ini dikemukakan sebagai suatu
hipotesa yang menerangkan kejadian hidrosefalus sebagai gejala klinis dari neoplasma
intraspinal primer.5
Bagian tubuh yang menimbulkan gejala bervariasi tergantung letak tumor di
sepanjang medula spinalis. Pada umumnya, gejala tampak pada bagian tubuh yang selevel
dengan lokasi tumor atau di bawah lokasi tumor. Contohnya, pada tumor di tengah medula
spinalis (pada segmen thorakal) dapat menyebabkan nyeri yang menyebar ke dada depan
(girdleshape pattern) dan bertambah nyeri saat batuk, bersin, atau membungkuk. Tumor yang
tumbuh pada segmen cervical dapat menyebabkan nyeri yang dapat dirasakan hingga ke
lengan, sedangkan tumor yang tumbuh pada segmen lumbosacral dapat memicu terjadinya
nyeri punggung atau nyeri pada tungkai.7
Karena kanalis spinalis merupakan suatu kompartemen tertutup yang bersifat rigid,
segala proses patologis yang bersifat ekspansif akan pada ujungjnya menyebabkan kompresi
radix ataupun medulla. Proses tersebut dapat disebabkan karena tumor, infeksi, hematoma,
ataupun lesi kistik.
Manifestasi klinis kompresi radiks dan medulla tergantung pada beberapa faktor:
Lokasi lesi di dalam kanalis spinalis : Lesi ekspansif ekstrameduler menghasilkan tanda dan
11
Level lesi: lesi di atas corpus vertebrae L1 dapat merusak keduanya baik medulla dan radiks.
terjadi efek iskemik distal dari tempat terjadinya kompresi pembuluh darah pada level lesi.
Kecepatan onset : kecepatan kompresi mempengaruhi gambaran klinis. Selain menghasilkan
lesi UMN, lesi medulla yang terjadi cepat dan progresif sering menimbulkan ' flaccid
paralysis' dengan hilangnya refleks dan absennya respons plantar. Kondisi ini mirip dengan
'spinal shock' yang terjadi menyusul trauma. Beberapa hari atau minggu dapat berlalu
sebelum tonus kembali disertai dengan lesi UMN yang diharapkan.
12
Gambaran Klinis
Radiks : nyeri hebat, tajam, menusuk, terbakar yang menjalar ke distribusi dermatome atau
kelompok otot yanh disuplai oleh radiks tersebut; diperparah oleh gerakan, megejan atau
batuk
Segmental : nyeri terus menerus dan dalam menjalar ke seluruh kaki atau setengah tubuh
KELEMAHAN MOTORIS pada kelompok yang disuplai oleh radiks dan segmen yang
terkait dengan lesi LMN : wasting, hipotonus, fasikulasi, dan dan refleks yang menurun atau
hilang. N.B. defisit motoris jarang terdeteksi pada lesi radiks di atas level C5 dan dari T2 ke
L1.
DEFISIT SENSORIS seluruh modalitas atau hiperestesia pada area yang disuplai oleh radiks
terkait, namun tumpang tindih dari radiks sekitarnya dapat mencegah terdeteksinya tanda ini.
14
DEFISIT MOTORIK - menyeret nyeret kaki. Pada lesi servikal tinggi kelemahan jari jari dan
Pada praktisnya, kerusakan medulla jarang terbatas hanya pada satu sisi saja. Biasanya
gambaran kombinasi terjadi, dengan distribusi tanda dan gejala yang asimetris.
Kerusakan pada traktus simpatis pada radiks T1 atau divisi servikal menyebabkan sindroma
Horner ipsilateral.
Gejala KANDUNG KEMIH, biasanya jarang dan hanya terjadi apabilan kerusakan medula
terjadi bilateral. Presipitansi atau kesulitan memulai miksi dapat mendahului tanda retensi.
15
16
Kerusakan segmental : sebuah lesi sentral awalnya merusak neuron sensoris sekunder yang
melintas ke traktus spinotalamikus lateral; sensasi nyeri dan suhu terganggu sesuai distribusi
segmen yang terlibat. Seiring dengan waktu lesi tersebut meluas, sel kornu anterior terlibat
dan lesi LMN terjadi.
Efek traktus panjang : lesi yang ekspansi lebih lanjut merusak traktus spinotalamikus dan
kortikospinalis, dimana traktus yang lebih medial yang terlebih dahulu terpengaruhi. Pada
lesi di level servikal, defisit sensoris nyeri dan suhu menjalar ke bawah dalam distribusi yang
menyerupai 'jubah'. Karena serabut sakral terletak pada sisi yang lebih perifer pada traktus
spinotalamikus, ' sacral sparing', meskipun dengan lesi yang besar sekalipun. keterlibatan
tesktus kortikospinalis menghasilkan lesi UMN pada tungkai di bawah level lesi. Gangguan
mikturisi biasanya terlibat pada tahap lanjut.
Pada bagian servikal, keterlibatan simpatus dapat menghasilkan sindroma Horner unilatetal dan
bilateral. 8
Lesi radiks atau segmental dapat melibatkan bagian atas dari kauda ekuina dan
menghasilkan tanda gejala radikal/ segmental dan traktus panjang seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, contohnya lesi ekspansif pada proksimal radiks L4 menyebabkan
kelemagan dan 'wasting' pada dorsifleksor kaki, defisit sensoris pada betis sisi dalam dan
meningkatnya refleks patella dan response ekstensor plantaris. Keterlibatan kandung kemih
biasanya terjadi lama kemudian.
Ketika radiks sakral yang lebih rendah terlibat pada tahap awal, dapat menghasilkan
hilangnya kontrol motorik dan sensorik kandung kemih dengan parese detrusor. Inkontinensia
'overflow'
terjadi. Impotensi dan inkontinensia fekal dapat terjadi. Lesi motoris LMN
ditemukan pada kelompok otot yang disuplai oleh radiks sakral (fleksor plantaris dan
evertor), refleks patella absen atau terganggu dan defisit sensoris terjadi pada daerah 'pelana
kuda' 8,10
Tumor Ekstradural
Sebagian besar merupakan tumor metastase, yang menyebabkan kompresi pada medula
spinalis dan terletak di segmen thorakalis. Nyeri radikuler dapat merupakan gejala awal pada
30% penderita tetapi kemudian setelah beberapa hari, minggu/bulan diikuti dengan gejala
mielopati. Nyeri biasanya lebih dari 1 radiks, yang mulanya hilang dengan istirahat, tetapi
semakin lama semakin menetap/persisten, sehingga dapat merupakan gejala utama, walaupun
terdapat gejala yang berhubungan dengan tumor primer. Nyeri pada tumor metastase ini dapat
18
terjadi spontan, dan sering bertambah dengan perkusi ringan pada vertebrae, nyeri demikian
lebih dikenal dengan nyeri vertebrae.
a. Tumor Metastasis Keganasan Ekstradural5
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Tumor Intradural-Ekstramedular3
Tumor ini tumbuh di radiks dan menyebabkan nyeri radikuler kronik progresif.
Kejadiannya 70% dari tumor intradural, dan jenis yang terbanyak adalah neurinoma pada
laki-laki dan meningioma pada wanita.
a. Neurinoma (Schwannoma)
Memiliki karakteristik sebagai berikut:
Berasal dari radiks dorsalis
Kejadiannya 30% dari tumor ekstramedular
2/3 kasus keluhan pertamanya berupa nyeri radikuler, biasanya pada satu sisi dan
dialami dalam beberapa bulan sampai tahun, sedangkan gejala lanjut terdapat
19
b. Meningioma
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
80% terletak di regio thorakalis dan 60% pada wanita usia pertengahan
Pertumbuhan lambat
Pada 25% kasus terdapat nyeri radikuler, tetapi lebih sering dengan gejala traktus
piramidalis dibawah lesi, dan sifat nyeri radikuler biasanya bilateral dengan jarak
waktu timbul gejala lain lebih pendek
Tumor Intradural-Intramedular3,6
Lebih sering menyebabkan nyeri funikuler yang bersifat difus seperti rasa terbakar
dan menusuk, kadang-kadang bertambah dengan rangsangan ringan seperti electric shock like
pain (Lhermitte sign).
20
a. Ependimoma
Memiliki karakteristik sebagai berikut:
b. Astrositoma
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
c.
Hemangioblastoma
Memiliki karakter sebagai berikut:
Penyakit herediter (misal, Von Hippel-Lindau Syndrome) tampak pada 1/3 dari
jumlah pasien keseluruhan.
2. 6 Diagnosis7
Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis tumor medula spinalis dapat
ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan penunjang seperti di bawah ini.
a. Laboratorium
Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein dan xantokhrom,
dan kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam mengambil dan memperoleh
21
cairan spinal dari pasien dengan tumor medula spinalis harus berhati-hati karena blok
sebagian dapat berubah menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan
paralisis yang komplit.
b. Foto Polos Vertebrae
Foto polos seluruh tulang belakang 67-85% abnormal. Kemungkinan
ditemukan erosi pedikel (defek menyerupai mata burung hantu pada tulang
belakang lumbosakral AP) atau pelebaran, fraktur kompresi patologis, scalloping
badan vertebra, sklerosis, perubahan osteoblastik (mungkin terajdi mieloma, Ca
prostat, hodgkin, dan biasanya Ca payudara.
c. CT-scan
CT-scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor, bahkan
terkadang dapat memberikan informasi mengenai tipe tumor. Pemeriksaan ini juga
dapat membantu dokter mendeteksi adanya edema, perdarahan dan keadaan lain yang
berhubungan. CT-scan juga dapat membantu dokter mengevaluasi hasil terapi dan
melihat progresifitas tumor.
d. MRI
Pemeriksaan ini dapat membedakan jaringan sehat dan jaringan yang
mengalami kelainan secara akurat. MRI juga dapat memperlihatkan gambar tumor
yang letaknya berada di dekat tulang lebih jelas dibandingkan dengan CT-scan.
22
Tulang: Apabila os vertebrae fraktur, dislokasi, atau tumbuh tidak normal (pada
spndylosis servikal), maka kompresi medulla spinalis dapat terjadi. os vertebrae yang
telah rapuh karena proses malignansi atau osteoporosis dapat terjadi fraktur patologis
23
stenosis pada kanalasis spinalis dan dapat menyebabkan kompresi pada medulla
spinalis.
Hematoma : Hematoma dapat terbentuk di sekitar medulla spinalis, dan penyebab
tersering terjadinya hematoma adalah karena sebuah trauma. Penyebab lain non
traumatik adalah AVM (arteriovenous malformation), tumor, gangguan pembekuan
menyebabkan kompresi.
HNP : diskus intervertebralis yang berherniasi dapat menyebabkan kompresi pada
radiks dan menyebabkan kompresi.
Keseluruh penyebab kompresi di atas dari gejala adalah serupa namun dapat dibedakan
berdasarkan onsetnya:
Namun demikian, vertebrae yang telah rapuh karena proses patologis kronik oleh sebab
malignansi atau osteoporosis dapat terjadi fraktur patologis spontan tanpa harus didahului
trauma, sehingga dapat menyebabkan gambaran kompresi akut
Kompresi perlahan dapat terjadi dalam beberapa hari sampai bertahun tahun.
Penyebab biasanya tergantung pada seberapa lama waktu yang diperlukan sampai
muncul gejala kompresi.
o Beberapa hari hingga minggu : abses, tumor.
o Beberapa bulan : infeksi kronis (TB extrapulmonal: spondylosis TB), tumor,
spondylosis servikalis
o Beberapa tahun : biasanya spondylosis servikalis.
2.8 Penatalaksanaan10
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun ekstramedular
adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan tumor secara total
24
dengan menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal. Kebanyakan tumor intraduralekstramedular dapat direseksi secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau
bahkan tidak ada post operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat
dan agresif secara histologis dan tidak secara total dihilangkan melalui operasi dapat diterapi
dengan terapi radiasi post operasi.1
Bila tidak ada massa epidural: rawat tumor primer (misalnya dengan sistemik
kemoterapi); terapi radiasi lokal pada lesi bertulang; analgesik untuk nyeri.
Bila ada lesi epidural, lakukan bedah atau radiasi (biasanya 3000-4000 cGy
pada 10x perawatan dengan perluasan dua level di atas dan di bawah lesi);
radiasi biasanya seefektif seperti laminektomi dengan komplikasi yang lebih
sedikit.
25
d. Radiasi
Terapi radiasi direkomendasikan umtuk tumor intramedular yang tidak dapat
diangkat dengan sempurna. Dosisnya antara 45 dan 54 Gy. Tujuan dari terapi radiasi
pada penatalaksanaan tumor medulla spinalis adalah untuk memperbaiki kontrol
lokal, serta dapat menyelamatkan dan memperbaiki fungsi neurologik. Tarapi radiasi
juga digunakan pada reseksi tumor yang inkomplit yang dilakukan pada daerah yang
terkena.
e.
Pembedahan
Tumor biasanya diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya dengan teknik
myelotomy. Aspirasi ultrasonik, laser, dan mikroskop digunakan pada pembedahan
tumor medula spinalis.
Indikasi pembedahan:
Tumor dan jaringan tidak dapat didiagnosis (pertimbangkan biopsi bila lesi
dapat dijangkau). Catatan: lesi seperti abses epidural dapat terjadi pada pasien
dengan riwayat tumor dan dapat disalahartikan sebagai metastase.
Medula spinalis yang tidak stabil (unstable spinal).
Kegagalan radiasi (percobaan radiasi biasanya selama 48 jam, kecuali
signifikan atau terdapat deteriorasi yang cepat); biasanya terjadi dengan tumor
yang radioresisten seperti karsinoma sel ginjal atau melanoma.
Rekurensi (kekambuhan kembali) setelah radiasi maksimal.
2.9 Komplikasi6,9
Komplikasi yang mungkin pada tumor medula spinalis antara lain:
Paraplegia
Quadriplegia
26
3.0 Prognosis
Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai prognosis
yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan pada kasus-kasus ini.
Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya pasien dapat terkontrol dalam
waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah pembedahan sangat bergantung pada status pre
operatif pasien. Prognosis semakin buruk seiring meningkatnya umur (>60 tahun).9
BAB 3. KESIMPULAN
Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada daerah
cervical pertama hingga sacral. Tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi tiga kelompok,
27
berdasarkan letak anatomi dari massa tumor. Pertama, kelompok ini dibagi dari hubungannya
dengan selaput menings spinal, diklasifikasikan menjadi tumor intradural dan tumor
ekstradural. Selanjutnya, tumor intradural sendiri dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu
tumor yang tumbuh pada substansi dari medula spinalis itu sendiri (tumor intramedular) serta
tumor yang tumbuh pada ruang subarachnoid (ekstramedular).
Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga diawali dengan
gejala TTIK seperti: hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan muntah, papiledema, gangguan
penglihatan, dan gangguan gaya berjalan. Tumor-tumor neurinoma dan ependimoma
mensekresi sejumlah besar protein ke dalam likuor, yang dapat menghambat aliran likuor di
dalam kompartemen subarakhnoid spinal, dan kejadian ini dikemukakan sebagai suatu
hipotesa yang menerangkan kejadian hidrosefalus sebagai gejala klinis dari neoplasma
intraspinal primer. Gejala umum akibat adanya kompresi, antara lain:
Nyeri
Kompresi dari suatu tumor dapat merangsang jaras-jaras saraf yang terdapat dalam
medula spinalis dan menimbulkan nyeri yang seakan-akan berasal dari berbagai bagian tubuh
(nyeri difus). Nyeri ini biasanya menetap, kadang bertambah berat dan terasa seperti terbakar.
Perubahan sensori
Kebanyakan pasien dengan tumor medula spinalis mengalami kehilangan sensasi.
Biasanya mati rasa dan hilangnya sensitivitas kulit terhadap suhu.
Problem Motorik
Gejala awalnya dapat berupa kelemahan otot, spastisitas, dan ketidakmampuan untuk
menahan kencing atau buang air besar. Jika tidak diterapi gejala dapat memburuk termasuk
diantaranya atrofi otot dan kelumpuhan. Bahkan, pada beberapa orang dapat berkembang
menjadi ataksia.
Cairan spinal, Computed Tomographic (CT) myelography, dan MRI spinalis
merupakan tes yang paling sering digunakan dalam mengevaluasi pasien dengan lesi pada
medula spinalis. MRI merupakan modalitas pencitraan primer untuk penyebaran ke medula,
reduksi ruang CSF disekitar tumor. Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan
protein dan Santokhrom, dan kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam mengambil
dan memperoleh cairan spinal dari pasien dengan tumor medula spinalis harus berhati-hati
28
karena blok sebagian dapat berubah menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan
paralisis yang komplit.
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun ekstramedular
adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan tumor secara total
dengan menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hakim, A.A. 2006. Permasalahan serta Penanggulangan Tumor Otak dan
Sumsum Tulang Belakang. Medan: Universitas Sumatera Utara
2. Huff,
J.S.
2010.
Spinal
Cord
Neoplasma.
[serial
http://emedicine.medscape.com/article/779872-print. [1 April 2011].
29
online].
3. Japardi,
Iskandar.
2002.
Radikulopati
Thorakalis.
[serial
online].
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1994/1/bedah-iskandar
%20japardi43.pdf. [1 April 2011].
4. American Cancer Society. 2009. Brain and Spinal Cord Tumor in Adults. [serial
online]. http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/
webcontent/003088-pdf. [4 April 2011].
5. Mumenthaler, M. and Mattle, H. 2006. Fundamental of Neurology. New York:
Thieme. Page 146-147.
6. Harrop, D.S. and Sharan, A.D. 2009. Spinal Cord Tumors - Management of
Intradural
Intramedullary
Neoplasms.
[serial
online].
30