Pendahuluan
Kejang demam merupakan penyakit yang sering ditemui pada bayi dan anak yang berusia 6
bulan sampai 5 tahun dan paling sering ditemui pada usia 9 sampai 20 bulan. Kejang demam
adalah kejang yang berkaitan dengan demam namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi
intrakranial atau penyebab yang jelas.1
Kejang demam diklasifikasian menjadi 2 yaitu kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks. Kejang demam sederhana bersifat umum, singkat dan hanya sekali dalam 24
jam sementara kejang demam kompleks adalah kejang demam fokal yang lebih dari 15 menit
atau berulang dalam 24 jam.
Makalah ini bertujuan untuk membahas kejang demam dari anamnesisnya hingga ke
penatalaksanaan dari kejang demam. Dengan makalah ini diharapkan para pembaca dapat lebih
mengetahui hal-hal penting mengenai kejang demam.1
Anamnesis
Anamnesis yang biasa dilakukan pada anak adalah alloanamnesis, dimana anamnesis
dilakukan dengan menanyakan kepada orang tua atau wali dari anak tersebut. Pada kasus kejang
demam yang perlu ditanyakan adalah2:
1. Identitas pasien
Identitas dan usia pasien penting untuk
demam.
6. Kejang
Hal-hal mengenai kejang tersebut juga ditanyakan. Hal yang perlu ditanyakan adalah
tipe kejang, lamanya kejang, lamanya terjadi kejang, frekuensi kejang, interval antara
kedua serangan kejang, bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik), sifat kejang (fokal
atau umum), kesadaran sebelum dan sesudah kejang. Juga harus ditanyakan apakah
ada riwayat terjadinya kejang sebelumnya.
8. Riwayat keluarga
Jika ada riwayat kejang demam pada saudara kandung atau orang tua, maka anak
tersebut lebih tinggi kemunkginannya terkena kejang demam dibandingkan anak yang
tidak memiliki riwayat kejang demam dikeluarga.2
Pemeriksaan
Diagnosis suatu penyakit dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang ditemukan
pada pemeriksaan fisik, terutama sekali bagi penyakit yang memiliki gejala klinik spesifik.
Pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan fisik namun, bagi penyakit yang tidak
memiliki gejala klinik khas, untuk menegakkan diagnosisnya kadang-kadang diperlukan
pemeriksaan laboratorium (diagnosis laboratorium).
1. Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan umum dan fisik sering didapat keterangan keterangan yang menuju ke
arah tertentu dalam usaha membuat diagnosis. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan berbagai cara
diantaranya adalah pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.3
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melihat keadaan umum pasien, kesadaran, tanda-tanda
vital (TTV), pemeriksaan mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak yaitu kaki.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan beberapa hal berikut3:
Tanda Vital
Kernig
Penderita dalam posisi terlentang dilakukan fleksi tungkai atas tegak
lurus, kemudian dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut.
Pada iritasi menigeal ekstensi lutut secara pasif akan menyebabkan rasa
sakit dan terdapat hambatan.
2. Pemeriksaan Penunjang
Kegunaan dari pemeriksaan penunjang adalah untuk keakuratan diagnosis suatu penyakit.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang pada seorang anak yang mengalami demam
dan sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan lanjutan yang
perlu dilakukan jika didapatkan karakteristik khusus pada anak yaitu4:
Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk menyingkirkan meningitis
terutama pada pasien kejang demam pertama.4 Pada bayi-bayi kecil seringkali gejala
meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur
kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
Berdasarkan penelitian yang telah diterbitkan, cairan cerebrospinal yang abnormal
umumnya diperoleh pada anak dengan kejang demam yang:
-
Pada anak dengan usia lebih dari 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan jika tampak
tanda peradangan selaput otak atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi
sistem sarap pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi
antibiotikk sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti
itu pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk dilakukan.4
EEG
Pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan gelombang.
Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi
sekali tanpa adanya defisit neurologis.4 Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan
untuk pasien kejang demam sederhana.3
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit., kalsium, fosfor,
magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama.
Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan
sekedar sebagai pemeriksaan rutin.3
Pemeriksaan Imaging
Pemeriksaan imaging (CT Scan atau MRI) dapat dindikasikan pada keadaan:
a. Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala.
b. Kemungkinan adanya lesi struktural diotak (mikrosefali, spastik).
c. Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah
berulang, fontanel anterior membonjol, paresis saraf otak VI, edema papil).3
Diagnosis Banding
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah
penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak biasanya
karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu
waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak. Menegakkan
diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang masih muda. Pada
kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan neurologisnya kurang nyata.
Oleh karena itu agar tidak terjadi kesalahan yang berakibat fatal harus dilakukan pemeriksaan
cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal. Baru setelah itu dipikirkan
apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam kompleks atau epilepsi yang
diprovokasi oleh demam.4
kejang lama dan bersifat lokal, umur lebih dari 6 tahun, frekuensi serangan lebih dari 4 kali /
tahun, dan EEG setelah tidak demam abnormal. Perbedaan kejang demam kompleks dengan
epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai demam. Epilepsi bisa disebabkan karena terjadinya
gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang mencetuskan muatan listrik berlebihan di
otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang
rangsang rendah terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan
gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering terjadi pada saat ia mengalami stres,
jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena terkena sinar lampu yang tajam.4
Meningitis
Merupakan suatu infeksi susunan saraf pusat yang menyerang membran pelapis otak dan
medulla spinalis, yakni meninges.Gejala klasik dari meningitis adalah demam, sakit kepala dan
kaku kuduk. Gejala lain meliputi mual, muntah, fotofobia, somnolen, bingung, iritabel, delirium
dan koma. Pada anak-anak dapat meliputi ubun-ubun menggembung, hipotonia dan menangis
dengan nada yang tinggi seperti pada dehidrasi.Pada pemeriksaan darah lengkap dapat
menunjukkan leukositosis dominan PMN.Sedangkan pemeriksaan radiologis tidak diindikasikan
pada
kondisi
ini.Pada
enchancement.Sedangkan
beberapa
MRI
dapat
pasien
dapat
menunjukkan
menunjukkan
adanya
ventrikulomegali
pada
meningeal
potongan
T2.Peningkatan tekanan intra kranial juga didapatkan pada kasus meningitis terutama bakterial
akibat adanya edema. Pada pungsi lumbal dapat ditemukan peningkatan leukosit (diatas 500 per
mikroliter), peningkatan kadar laktat (diatas sama dengan 31.53 mg/dL) dan penurunan ratio
glukosa CSF dibandingkan dengan plasma menjadi dibawah sama dengan 0.4. Pada kasus
meningitis bakterialis, predominansi selnya adalah PMN.Sedangkan pada meningitis tuberculosis
dan virus, predominan sel limfosit. Pada meningitis bakterialis ditemukan warna cairan purulen,
pada tuberkulosis serosa sedangkan pada virus cairan jernih.3
Diagnosis Keja
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada
anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial.
Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38 derajat
celcius di atas suhu rektal atau lebih. Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari
sekelompok neuron otak yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron
sekitarnya atau dari substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari luar
otak. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai
pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.5
Berlangsung singkat
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan
kejang parsial
Etiologi
Kejang demam sering berhubungan dengan infeksi virus penyebab demam pada anak,
seperti herpes simpleks-6 (HHSV-6), Shigella, dan influenza A.4 Penyakit yang mendasari
demam berupa infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, gastroenteritis, dan infeksi saluran
kemih. Risiko berulangnya kejang demam akan meningkat pada anak dengan riwayat orangtua
dan saudara kandungnya juga pernah menderita kejang demam. Kejang demam diturunkan
secara autosomal dominan sederhana. Kejang demam kompleks berhubungan dengan banyak
faktor, seperti gejala klinisnya, infeksi virus, faktor genetik dan metabolik, serta kemungkinan
adanya abnormalitas struktur otak. Kejang demam kompleks juga memiliki kemungkinan untuk
menjadi salah satu gejala adanya infeksi meningitis bakterial akut.4
Epidemiologi
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4
tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam.
Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut
disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan lakilaki. Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab. SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr.
Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999
ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %).
Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka
kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar
37%. Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 4% dari jumlah penduduk di
AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi.
Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus
ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih
banyak menyerang anak laki-laki.7
Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2
dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya,
kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang
disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.2
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 1015 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65
% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun
ke membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang demam
yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung
yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot
dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.2
Manifestasi Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, otitis
media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24
jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonikklonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan
terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya kelainan
neurologik. Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain: anak mengalami
demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang
tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu
terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi
yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah,
badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak
akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh
yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot
yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi
atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar
kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.7
Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti7:
1. Anak hilang kesadaran
2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
3. Sulit bernapas
4. Busa di mulut
Antipiretik
Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5
mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 0C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia,
iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin, dan
fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.8
Pemberian Obat Rumatan
Pengobatan rumatan hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai
berikut (salah satu)8:
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
a. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
b. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
c. Kejang demam > 4 kali per tahun
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan
terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.nPemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini
adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus terutama yang berumur kurang dari 2 tahun
asam valproat dapat menyebabkan ganguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari
dalam 2-3 dosis dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.8
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama
1-2 bulan.8
Edukasi
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangi dengan cara yang diantaranya4:
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya
efek samping obat.
Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang demam berkisar antara 25 %-50%.
Faktor terpenting untuk memperkirakan berulangnya kejang demam adalah umur anak pada saat
kejang terjadi pertama kali. Anak yang mendapatkan kejang pertama kali pada umur 1 tahun atau
kurang mempunyai kemungkinan sebesar 65% mendapatkan kejang demam kembali. Hal ini
berbeda dengan apabila onset kejang antara umur 1 sampai 2 tahun kemungkinan berulangnya
kejang sebesar 35% dan menjadi 20% apabila onset kejangnya setelah 2 tahun. Angka
berulangnya kejang demam juga meningkat pada anak yang memiliki perkembangan yang
abnormal sebelum kejang pertama dan pada anak yang memiliki riwayat keluarga yang pernah
mengalami kejang tanpa demam. Apabila melihat kepada umur, jenis kelamin dan riwayat
keluarga, maka didapatkan8:
-
Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50 % dan pada
pria 33 %.
Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang,
terulangnya kejang adalah 50 %, sedang pada tanpa riwayat kejang 25 %.
Tingginya suhu badan sebelum kejang. Makin tinggi suhu sebelum kejang demam
makin kecil resiko berulangnya kejang demam.
Lamanya demam sebelum kejang. Makin pendek jarak antara mulainya demam
dengan terjadinya bangkitan kejang demam, makin besar risiko berulangnya kejang
demam.
Bila ada 3 faktor, kemungkinan kejang demam berulang kembali adalah 80%. Bila sama
sekali tidak terdapat faktor tersebut, risiko kejang demam kembali adalah 10-15%. Kemungkinan
kejang demam kembali paling besar pada tahun pertama.8
2. Epilepsi
Anak yang mendapatkan kejang demam risikonya meningkat untuk menjadi epilepsi
dibandingkan dengan anak tanpa riwayat kejang demam. Anak yang mendapatkan kejang fokal,
kejang lama dan episode berulang dari kejang demam memiliki kemungkinan sebesar 25%
menjadi epilepsi sampai umur 25 tahun.8
Faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah :
a. Perkembangan saraf terganggu
b. Kejang demam kompleks
c. Riwayat epilepsi dalam keluarga
Hemiparesis biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama ( berlangsung
lebih dari setengah jam) baik bersifat umum atau fokal. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang
fokal yang terjadi. Mula-mula kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul
spastisitas.8
Prognosis
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Akan tetapi, kejang demam
kompleks, yang terjadi sebelum usia 1 tahun, atau dipicu oleh suhu <39C dihubungkan dengan
peningkatan mortalitas 2 kali lipat pada 2 tahun pertama setelah kejang terjadi. Kejang demam
kompleks, riwayat epilepsi atau abnormalitas neurologis pada keluarga, dan keterlambatan
tumbuh kembang dapat menjadi faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari. Anak dengan
2 faktor risiko ini memiliki kemungkinan 10 % untuk mengalami kejang tanpa demam.8
Kesimpulan
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orangtua dan perlu diatasi
dengan tepat dan cepat. Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai
di bidang neurologi khususnya anak.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada
anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial.
Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38 derajat
celcius di atas suhu rektal atau lebih. Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari
sekelompok neuron otak yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron
sekitarnya atau dari substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari luar
otak. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai
pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.
Daftar Pustaka
1. Meadow R, Newell S. Pedriatika. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2002.h.113.
2. Mary R, Malcolm L. Pediatric and child health. Australia: Blackwell Pulblishing;
2006.h.72-90.
3. Rudolf M, Levene M. Pediatric and child health. 2nd edition. United States: Blackwell
Publishing; 2006.h.72-90.
4. Soetomenggolo S, Taslim IS. Buku ajar neurologis anak. Jakarta: BP. IDAI; 2003.h. 24451.
5. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
Penerbti Buku Kedokteran EGC; 2006.h.45.
6. Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke Diunduh pada
tanggal 22 November 2014. Didapatkan dari:
www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm
7. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC, 2000. Hal
2059-2067.
8. UKK Neurologi IDAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. 2006.