Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN

SISTEM PERNAPASAN PENYAKIT PARU AKIBAT KERJA

OLEH:
KELOMPOK 2
MUHAMAD IBNU HASAN
ZAENAL ABIDIN
MAULIDIYAH NURVITASARI
SUHENDRA ASTANA
LINATI NUR FAJRINA
ANIS ERNAWATI
FADILLAH RAMADHANI

(131411123016)
(131411123018)
(131411123020)
(131411123022)
(131411123024)
(131411123026)
(131411123028)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2014
DAFTAR ISI
BAB I
Latar Belakang................................................................................................1
BAB II
A. Pengertian Pneumokionosis................................................................3
B. Etiologi................................................................................................3
C. Klasifikasi Debu..................................................................................3
D. Klasifikasi Pneumokionosis................................................................8
BAB III
1

Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian.........................................................................................19
2. Pemeriksaan Fisik.............................................................................20
3. Diagnosa Keperawatan.....................................................................21
4. Intervensi Keperawatan....................................................................30
BAB IV
Penutup
Kesimpulan...................................................................................................31
Daftar Pustaka...............................................................................................32
Lampiran : WOC

BAB I
PENDAHULUAN
I.

Latar Belakang
Kemajuan dalam bidang industri sampai sekarang telah menghasilkan
sekitar 70.000 jenis bahan berupa logam, kimia, pelarut, plastik, karet,
pestisida, gas, dan sebagainya yang digunakan secara umum dalam
kehidupan sehari-hari dan memberikan kenyaman dan kemudahan bagi
penduduk di seluruh dunia. Namun di lain pihak, bahan-bahan tersebut
menimbulkan berbagai dampak seperti cedera dan penyakit. Cedera akibat
kerja dapat bersifat ergonomik, ortopedik, fisik, mengenai mata, telinga
dan lainnya. Penyakit-penyakit akibat pajanan di lingkungan kerja dapat
berupa toksik, infeksi, kanker, gangguan hati, saraf, alat reproduksi,
kardiovaskular,

kulit

dan

saluran

napas.

Banyak

pekerja

yang

menyepelekan hal-hal-hal kecil yang bias membahayakan keselamatan

mereka di tempat kerja seperti tidak menggunakan alat pengaman. Padahal


dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan
upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja,
keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat
kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Faktor penyebab Penyakit
Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang digunakan dalam
proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada umumnya faktor
penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan antara lain: golongan
fisik (suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat
tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik), golongan kimiawi
(bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat
dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan
atau kabut), golongan biologis (bakteri, virus atau jamur), golongan
fisiologis (biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja),
golongan psikososial (lingkungan kerja yang mengakibatkan stres).
Ratusan juta tenaga kerja di seluruh dunia saat ini bekerja pada kondisi
yang tidak aman dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Menurut
International Labor Organization (ILO), setiap hari terjadi 1.1 juta
kematian yang disebakan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat
hubungan pekerjaan. Dari data ILO tahun 1999, penyebab kematian yang
berhubungan dengan pekerjaan paling banyak disebabkan oleh kanker
34%. Sisanya terdapat kecelakaan sebanyak 25 %, penyakit saluran
pernapasaan 21%, dan penyakit kardiovaskuler 15%. Dari data-data
tersebut dapat diketahui bahwa penyakit saluran pernapasaan menempati
peringkat ketiga.
Perawat sebagai tenaga kesehatan harus melakukan pengkajian terhadap
pasien dan menganalisa apakah ada hubungan antara penyakit yang
diderita pasien dengan pekerjaan mereka. Sehingga dapat ditentukan
perencanaan serta intervensi yang tepat untuk pasien agar hasil yang
diperoleh akan maksimal.
3

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Penyakit Paru Akibat Kerja dan Pneumokoniosis
Penyakit paru akibat kerja adalah penyakit paru yang terjadi pada waktu
okupasi, akibat pemanjaan terhadap partikel debu organik atau anorganik
(mineral) dan gas-gas beracun (aerosol dan kabut). Efek menghirup
partikel

ini

disesuaikan

dengan

material

bahan,

konsentrasinya

kemampuan untuk mengaktifkan respon imun, sifat pengiritasi yang


dikandungnya, lama pemajanan dan respon atau kerentanan individu
terhadap iritan.
Sedangkan Pneumokoniosis merupakan perubahan nonneoplastik paru
yang diakibatkan oleh pemajanan terhadap debu anorganik (paru berdebu).
Pneumoconiosis adalah penyakit paru restriktif akibat inhalasi okupasional
debu, biasanya dari batu, batubara, tumbuhan atau serat buatan.
Pneumoconiosis biasanya hanya terjadi setelah pajanan debu bertahuntahun.
B. Etiologi
Debu yang mencapai saluran napas bawah merangsang reaksi imun dan
inflamasi yang menyebabkan akumulasi makrofag berisi debu sehungga
akhirnya terjadi fibrosis paru yang difus. Fibrosis paru yang meningkatkan
jarak yang harus ditempuh gas untuk berdifusi, sehingga terjadi penurunan
pertukaran gas dan membatasi daya regang dada dan mengurangi ventilasi.
Pengaruh lain misalnya asap rokok, yang memengaruhi sistem escalator
4

mukosiliaris, mempermudah sampainya debu ke saluran napas bawah dan


meningkatkan kerusakan paru.
C. Klasifikasi Debu
Debu adalah zat padat yang dihasilkan oleh manusia atau alam dan
merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan. Debu adalah zat
padat yang berukuran 0,1 25 mikron. Debu termasuk kedalam golongan
partikulat. Yang dimaksud dengan partikulat adalah zat padat/cair yang
halus, dan tersuspensi di udara, misalnya embun, debu, asap, fumes dan
fog.
a) Dilihat dari akibat yang akan timbul, debu dapat diklasifikasikan
menjadi :
1. Pulmonary dust
Yaitu debu yang dapat mengakibatkan penyakit pada saluran
pernafasan. Kerusakan paru-paru dapat terjadi apabila debu yang
berukuran m 5 m terisap dalam jumlah berlebih dan
terus menerus.
a. Silicosis disebabkan debu silica
b. Asbestosis disebabkan debu asbes
c. Stanosis disebabkan debu timah
d. Anthracosis disebabkan debu batubara.
2. Toxic Dust
Yaitu debu yang dapat mengakibatkan keracunan atau kerusakan
pada kulit, yaitu :
a. Debu arsen ---> Keracunan arsen
b. Debu mangan ---> Keracunan mangan
c. Debu timah hitam ---> Keracunan timah hitam
e. Debu uranium ---> Keracunan uranium
3. Radio Active Dust
Yaitu debu yang berbahaya karena racun dan pancaran radiasi
bahan radio aktif yang dapat merusak jaringan tubuh (kulit, paruparu, saluran pernafasan, pencernaan) dan tulang kalau kena
radiasi. Misal uranium dan titanium.
4. Explosive Dust

Yaitu debu yang dapat menyebabkan terjadinya peledakan seperti


:
- Debu bijih sulfida
- Debu pyrite
- Debu batubara.
Debu batubara yang dapat meledak adalah debu batubara yang
mempunyai perbandingan :
VM
--------------- 0,12
VM + FC
Dimana :
VM = Volatile meter (Zat terbang)
FC = Fixed carbon
Ledakan debu batubara akan terjadi apabila bertemu 3 (tiga)
factor yaitu :
Terbentuk awan Explosive coal Dust pada konsentrasi
tertentu.
Ada loncatan bunga api ataupun energi panas yang kontak
dengan awan debu batubara tersebut.
Tersedianya oksigen.
Konsentrasi

debu

batubara

dalam

udara

yang

dapat

mengakibatkan peledakan bervariasi tergantung dari :


a) Kandungan Volatile Matter, bertambah tinggi kandungan
volatile matter bertambah mudah meledak.
b) Ukuran partikel < 50 % bertambah kecil bertambah
mudah meledak
c) Water Content < 30 % bertambah kecil bertambah mudah
meledak
d) Fresh Coal Dust lebih berbahaya.
Bila di dalam tambang bercampur methane dan debu batubara
maka akan bertambah mudah untuk meledak
6

b) Klasifikasi debu berdasarkan tingkat bahayanya yaitu :


Debu fibrogenik (bahaya terhadap sistem pernapasan). Contoh :
silika (kwarsa, chert), silicate (asbestos, talk, mica, silimate),
metal fumes, biji beryllium,bijih timah putih, beberapa biji besi,
carborundum, batu bara (anthracite, bituminous).
Debu karsinogenik (penyebab kanker)
Contoh : debu hasil peluruhan radon, asbestos, arsenik.
Debu-debu beracun (toksik terhadap organ/jaringa tubuh).
Contoh : bijih beryllium, arsen, timbal, uranium radium, torium,
chromium, vanadium, mercury , cadmium, antimony, selenium,
mangan, tungsten, nikel dan perak.
Debu radioaktif (berbahaya karena radiasi alfa dan beta)
Contoh : bijih- bijih uranium, radium, torium.
Debu eksplosif
Contoh : debu-debu metal (magnesium,aluminium, zinc, timah
putih, besi), batu bara (bituminous,lignite), bijih-bijih sulfida,
debu-debu organik.
Debu-debu pengganggu/nuisance dusts(mengakibatkan kerugian
yang ringan terhadap manusia).
Contoh : gypsum, koalin, batu kapur.
Inert dust/debu yang tidak bereaksi kimia dengan zat lain (tidak
mempunyai akibat pada paru-paru).
Respirable dust(debu yang dapat terhirup oleh manusia yang
berukuran dibawah 10 mikron).
Irrespirable dust(debu yang tidak dapat terhirup oleh manusia
yang berukuran diatas 10 mikron).
c) Dari sifatnya debu dikategorikan pada:
Sifat pengendapan, yaitu debu yang cenderung selalu mengendap
karena gaya gravitasi bumi.

Sifat permukaan basah, sifatnya selalu basah dilapisi oleh lapisan


air yang sangat tipis.
Sifat penggumpalan, karena sifat selalu basah maka debu satu
dengan yang lainnya cenderung menempel membentuk gumpalan.
Tingkat kelembaban di atas titik saturasi dan adanya turbelensi di
udara mempermudah debu membentuk gumpalan.
Debu listrik statik, debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat
menarik partikel lain yang berlawanan dengan demikian partikel
dalam larutan debu mempercepat terjadinya penggumpalan.
Sifat

opsis,

partikel

yang

basah/lembab

lainnyadapat

memancarkan sinar yang dapat terlihat dalam kamar gelap.


d) Dari macamnya debu juga dapat dikelompokan kedalam
1. Debu Organik (debu kapas, debu daun-daunan, tembakau dan
sebagainya).
2. Debu Mineral (merupakan senyawa komplek : SiO2, SiO3,
arang batu dll) dan
3. Debu Metal (Debu yang mengandung unsur logam: Pb, Hg, Cd,
Arsen, dll).
e) Dari segi karakter zatnya debu terdiri atas
1. Debu fisik (debu tanah, batu, mineral, fiber)
2. Kimia (Mineral organik dan inorganik)
3. Biologis ( Virus, bakteri, kista) dan
4. debu radio aktif.
Ditempat kerja jenis jenis debu ini dapat ditemui di kegiatan
pertanian, pengusaha keramik, batu kapur, batu bata, pengusaha kasur,
pasar tradisional, pedagang pinggir jalanan dan lain lain.
f) Berdasarkan ukuran dan lokasi tempat partikulat dapat
terdeposit, debu dapat diklasifikasikan berdasarkan dua fraksi :
1. non-inspirable fraction
2. inspirable fraction
Inspirable fraction dapat disubklasifikasikan menjadi tiga bagian
8

yaitu fraksi nasofaring, fraksi trakeobronkial, dan fraksi respirable


g) Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit
pada saluran pernafasan.Dari hasil penelitian ukuran tersebut
dapat mencapai target organ sebagai berikut:
1. 5-10 mikron = akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian atas
2. 3-5 Mikron akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian tengah
3. 1-3 mikron sampai dipermukaan alveoli
4. 0,5-0,1 mikron hinggap dipermukaan alveoli/selaput lendir
sehingga menyebabkanvibrosis paru
5. 0,1-0,5 mikron melayang dipermukaan alveoli.
6. Menurut WHO 1996 ukuran debu partikel yang membahayakn
adalah berukuran 0,1 5 atau 10 mikron. Depkes mengisaratkan
bahwa ukuran debu yang membahayakan berkisar 0,1 sampai 10
mikron.
D. Klasifikasi Pneumokoniosis
Pneumokoniosis yang meliputi Silikosis, Asbestosis, Pneumokoniosis
pekerja tambang batu bara, Pneumoconiosis bauksit, Pneumoconiosis
bedak, Pneumoconiosis grafit serta Pneumoconiosis berilium.
a. Asbestosis
Pengertian
Asbestosis adalah fibrosis paru yang terjadi akibat paparan asbestos
(Davey, 2006 : 198). Asbestosis merupakan fibrosis paru akibat
paparan silikat fibrosa yang ditemukan di alam sebagai mineralmineral krisotil, amosit, dan krokidolit (Taylor, 2006 : 492).
Etiologi
Penyebab asbestosis yang lazim ditemukan meliputi :
1. Inhalasi serat-serat asbes dalam waktu lama
Orang-orang yang beresiko tinggi terkena asbestosis meliputi
para pekerja tambang, pekerja pada pabrik pembuatan produk
asbes, pekerja bangunan, pekerja pada pabrik pembuat produk
tahan api dan pada industry tekstil. Anggota keluarga para
pekerja pabrik asbes yang dapat terkena serat-serat asbes dari
pakaian pekerja tersebut
9

2. Keterpajanan dengan asbes yang digunakan dalam pembuatan


cat, plastic, dan kanvas rem atau kopling kendaraan.
3. Keterpajanan pada debu serat asbes pada bangunan yang rusak

atau pada tumpukan sampah dari pabrik asbes. (Kowalak,


Jenifer P. 2014:231))
Jenis Asbestos
Asbestos banyak digunakan sebagai bahan pembuatan atap
(genteng) dan sekat, semen asbestos, pelapis rem, perangkat listrik,
dan materi tahan api. Asbestos merupakan nama umum
sekelompok silikat alami yang akan terpecah menjadi serat-serat
yang fleksibel. Paparan bisa berasal dari sumber alami dan
pemakaian industry. Ada dua jenis serat fleksibel, krisotil dan
krosidolit. Krisotil (3MgO.2Sio2.2H2O) .
a) Krosidolit (asbestos biru ) tersusun dai serat-serat berbentuk
batang yang pendek-pendek dan lebih berbahaya daripada serat
krisotil. Inhalasi serat asbestos ke dalam paru menyebabkan
kerusakan

fisik,

dan

dihubungkan

dengan

terjadinya

mesotelioma.
b) Chrysotile (asbes putih)
Serat berwatna putih menyerupai sutera, lentur dan cukup kuat.
Struktur lembaran, namun lembaran-lembaran ini tergulung
menjadi tabung panjang yang cukup mudah dipintal untuk
dijadikan benang benang tekstil. Serat asbes bersifat tahan
panas dapat mencapai 800 0C. Karena sifat inilah maka asbes
banyak dipakai di industri konstruksi dan pabrikPemanfaatan
utamanya untuk pembuatan tekstil dan kain-kain jenis lainnya,
disamping itu dipakai untuk produk-produk lantai, pipa semenasbes, kertas.
c) Crocidolite (asbes biru)
Warna karakteristiknya biru, serat panjangnya yang kasar tapi
dapat dipintal, memiliki ketahanan yang sangat tinggi terhadap
asam.
d) Amosite (asbes coklat)
10

Warna kecoklat-coklatan karena tingginya kandungan besi di


dalam serat, umumnya panjang dan kuat.
e) Anthrophyllite (asbes abu-abu)
Patofisiologi
Asbestosis terjadi ketika ruang-ruang paru terisi oleh serat-serat
asbes. Serat asbes yang terhirup (dengan panjang 20 mikrofon atau
lebih dan diameter 0.5 mikrofon atau kurang ) akan berjalan di
sepanjang jalannapas dan menembus dinding bronkiolus serta
alveoli paru. Gejala batuk merupakan upaya untuk mengeluarkan
benda asing tersebut. Produksi mucus serta sel-sel goblet akan akan
dirangsang untuk melindungi jalan napas terhadap debris dan untuk
membantu ekspektorasi (pengeluaran) secret atau dahak. Serat
asbes dapat terperangkap dalam selubung mirip protein yang
berwarna cokelat dan kaya zat besi di dalam sputum atau jaringan
paru; serat asbes yang terperangkap ddalam selebung ini
dinamakan asbestosis bodies. Iritasi kronis oleh serat asbes akan
terus berlanjut dan mengenai bronkiolus bagian bawah serta alveoli
paru. Keberadaan benda asing serta inflamasi akan membuat jalan
napas menjadi bengkak, dan fibrosis terjadi sebagai respon
terhadap iritasi yang kronis. Fibrosis intertisial dapat terjadi dalam
zona paru sebelah bawah dan akan mengenai parenkim paru serta
pleura. Plak hialin yang menonjol dapat terbentuk dalam pleura
parietalis, diafragma dan pleura yang berada di dekat pericardium.
Hipoksia terjadi ketika semakin banyak alveoli dan saluran napas
bawah yang terkena asbestosis.
Manifestasi Klinis
Gejala asbestosis muncul secara bertahap dan baru muncul setelah
terbentuknya jaringan parut dalam jumlah banyak dan paru-paru
kehilangan elastisitasnya. Gejala pertama adalah sesak nafas ringan
dan berkurangnya kemampuan untuk melakukan gerak badan juga
ditandai dengan batuk kering. Sekitar 15% penderita, akan
mengalami sesak nafas yang berat dan mengalami kegagalan

11

pernafasan. Berlangsung sebagai

penyakit paru- paru dan

kerusakan meningkat, sesak nafas terjadi walaupun pada pasien


istirahat.
Perokok berat dengan bronkitis kronis dan asbestosis, akan
menderita batuk-batuk dan sesak napas. Menghirup serat asbes
kadang-kadang dapat menyebabkan terkumpulnya cairan pada
ruang antara kedua selaput yang melapisi paru-paru.
Keluhan dan gejala timbulnya sangat lambat, membutuhkan waktu
7-10 tahun. Terutama sesak nafas bila melakukan aktifitas. Batuk
non produktif, lebih sering dan lebih hebat dibanding silikosis. Bila
terjadi batuk darah biasanya sudah ada neoplasma paru. Nyeri dada
retrosternal, berat badan menurun.
Pada pemeriksaan fisik pada fase dini biasanya belum dijumpai
kelainan selain adanya benda asbestos didalam dahak pekerja (2
bulan). Pada fase lanjut didapatkan sianosis dan jari tabuh. Jari
tabuh umumnya dihubungkan dengan penyakit yang lanjut. Bila
ada pada pekerja dengan kelainan fibrosis interstisialis yang ringan
maka lebih banyak dihubungkan dengan kanker paru.
Gerak pernafasan menurun, simetris, tanda-tanda fibrosis hebat.
Sianosis akan bertambah hebat apabila melakukan kegiatan fisik,
bisa juga didapatkan suara mengi. Dapat terdengar ronkhi (pada
akhir inspirasi atau selama inspirasi) dibasal paru, terjadi pada >
60% penderita dengan asbestosis. Ronkhi ini tergantung pada dosis
paparan dan dapat terjadi pada x-foto toraks normal. Pada
asbestosis risiko terjadinya tuberculosis paru tidak didapatkan,
tetapi disini didapatkan risiko kanker paru lebih besar. Risiko
terjadinya mesothelioma atau penebalan pleura sangat besar.
Kelainan kuku atau clubbing of fingers (bentuk jari-jari tangan
yang menyerupai tabuh genderang) juga dapat terjadi.
Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Toraks. Pada hasil foto toraks memperlihatkan adanya
perubahan parenkin basal simetris.di kasus ini 75% ditemukan
plak pleura.
12

2. Computed tomograpy resulusi tinggi (HRCT), dapat terlihat


abnormal bahkan pada foto torax normal dan terlihat ada
perubahan subpleura yang berlanjut membentuk sarang lebah.
Di bawah daerah fibrosis pleura , bisa terjadi daerah kolaps
yang berbentuk nodul (atelaktasis bulat, sindrom blesovky)
yang pada gambaran foto toraks nampak sebagai masa .
3. Tes Fungsi Paru menunjukan defek restriktif dengan
penurunan volume paru dan pertukaran gas. Pada pemeriksaan
analisis gas darah tampak tanda-tanda gagal napas pada
penyakit stadium akhir.
a) Bilas Bronkoalveolar, indikator penyakit alveolitis. Cairan
bilas bronkoveolar mengandung 90% makrofag

10%

limfosit dan kadang nefropil.


b) Pemeriksaan gas darah (ABG), berhubungan dengan kadar
oksigen dalam tubuh. PCO2 35-45mmHg, PO2 80100mmHg, pH 7,35-7,45. (Susanto,2009).
Tata laksana
Tidak ada obat yang tersedia. Menghentikan paparan asbes lebih
lanjut ditunjukkan. Maka dilakukan perawatan yang bertujuan
untuk membantu pasien dapat bernapas dengan mudah, mencegah
infeksi pernapasan, dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Pengguanaan antibiotik dimaksudkan untuk menyerang infeksi.
Aspirin atau Acetominophen (Tylenol) dapat membebaskan
ketidaknyaman dan bronchodilators oral atau inhalasi dan
melebarkan saluran napas.Dapat diberikan obat semprot untuk
mengencerkan lendir. Pengobatan suportif untuk mengatasi gejala
yang timbul adalah membuang lendir atau dahak dari paru-paru
melalui prosedur postural drainase.

Bila asbestosis sudah

memasuki stadium mesotelioma maka belum ada terapi yang


berhasil meningkatkan kesembuhan.
Pencegahan
Asbestosis dapat dicegah dengan mengurangi paparan debu
asbestosis di lingkungan kerja, penggunaan kontrol debu dapat
13

mengurangi penderita asbestosis. Tetapi mesptelioma dapat terjadi


pada orang yang sudah terpapar empat puluh tahun lamanya.
Berikan ventilasi udara yang cukup diruang kerja, pekerja dapat
menggunakan masker untuk mengurangi paparan. Agar resiko
kanker paru berkurang disarankan perkerja berhenti merokok.bila
terdapat infeksi saluran pernafasan dilakukan perawatan medis.
Sementara itu guna menghindari sumber penyakit yang akan
tersebar pada pihak keluarga, disarankan setiap pekerja untuk
mencuci pakaian kerjanya di pabrik, dan menggantinya dengan
pakaian bersih untuk kembali ke rumah. Sehingga semua pakaian
kerja tidak ada yang dibawa pulang, dan pekerja membersihkan diri
atau mandi sebelum kembali kerumah masing-masing.
b. Silikosis
Pengertian
Silikosis merupakan penyakit paru fibrotic restiktif yang terjadi
akibat inhalasi partikel silicon dioksida (kuarsa) yang biasanya
terjadi di tempat kerja. Pekerjaan yang tersering yang berkaitan
dengan silikosis adalah pertambangan, sandblasting, pengeboran,
pembuatan terowongan dan pemotongan batu. Silika dan silikon
dioksid merupakan komponen yang berasal dari lapisan kulit bumi.
Ketika bahan tersebut banyak digunakan di bidang industri menjadi
bahan yang potensial terjadinya penyakit paru kerja. Tempat kerja
dengan risiko terkena silikosis antara lain pertambangan emas, besi,
timah, granit, pasir, batu tulis, pengecoran logam, pabrik semen,
keramik dan gelas.
Klasifikasi
Berdasarkan intensitas pajanan ke silica dan perjalanan waktu
munculnya gejala, silikosis dapat dibedakan menjadi beberapa
bentuk yang berbeda.
1) Silikosis kronis simplek, terjadi akibat pemaparan sejumlah
kecil debu silika dalam jangka panjang (lebih dari 20 tahun).

14

Nodul-nodul peradangan kronis dan jaringan parut akibat silika


terbentuk di paru-paru dan kelenjar getah bening dada.
2) Silikosis akselerata, terjadi setelah terpapar oleh sejumlah silika
yang lebih banyak selama waktu yang lebih pendek (4-8 tahun).
Peradangan, pembentukan jaringan parut dan gejala-gejalanya
terjadi lebih cepat.
3) Silikosis akut, terjadi akibat pemaparan silikosis dalam jumlah
yang sangat besar, dalam waktu yang lebih pendek. Paru-paru
sangat meradang dan terisi oleh cairan, sehingga timbul sesak
nafas yang hebat dan kadar oksigen darah yang rendah.
Pada silikosis simplek dan akselerata bisa terjadi fibrosif masif
progresif. Fibrosis ini terjadi akibat pembentukan jaringan parut dan
menyebabkan kerusakan pada struktur paru yang normal.
Etiologi
Silikosis terjadi pada orang-orang yang telah menghirup debu silika
selama beberapa tahun. Silika adalah unsur utama dari pasir,
sehingga pemaparan biasanya terjadi pada:
buruh tambang logam
pekerja pemotong batu dan granit
pekerja pengecoran logam
pembuat tembikar
Patofisiologi
Jika partikel silica yang mempunyai sifat fibrogenik terhirup, akan
dibentuk lesi nodular diseluruh paru. Dengan berjalannya waktu
dan pemajanan lebih lanjut nodulus membesar dan bersatu. Masa
padat terbentuk pada bagian atas paru-paru, mengakibatkan
penurunan volume paru. Penyakit paru restriktif (ketidakmampuan
paru-paru untuk mengembang dengan sempurna) dan terjadi
penyakit paru obstruktif yang sekunder emfisema. Rongga dapat
terbentuk sebagai akibat tuberculosis yang memburuk. Biasanya
dibutuhkan pemajanan selama 10 20 tahun sebelum penyakit
terjadi dan sesak napas muncul. Destruksi fibrotik jaringan paru
dapat mengarah pada emfisema, hipertensi paru dan kor pulmonal.
15

Manifestasi Klinis
Penyakit silikosis ditandai dengan sesak nafas yang disertai batukbatuk. Batuk ini seringkali tidak disertai dengan dahak. Pada
silikosis tingkah sedang, gejala sesak nafas yang disertai terlihat
dan pada pemeriksaan fototoraks kelainan paru-parunya mudah
sekali diamati. Bila penyakit silikosis sudah berat maka sesak nafas
akan semakin parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi
jantung sebelah kanan yang akan mengakibatkan kegagalan kerja
jantung.
Pemeriksaan Penunjang
Biasanya akan ditanyakan secara terperinci mengenai jenis
pekerjaan, hobi dan aktivitas lainnya yang kemungkinan besar
merupakan sumber pemaparan silika. Pemeriksaan yang dilakukan:
1. Rontgen dada (terlihat gambaran pola nodul dan jaringan
parut)
Foto toraks berguna dalam mendeteksi dan memantau respon
paru untuk debu mineral, logam tertentu, dan debu organik
mampu mendorong pneumonitis hipersensitivitas. Organisasi
Perburuhan Internasional (ILO) International Klasifikasi
Radiografi dari Pneumoconioses mengklasifikasikan radiografi
dada sesuai dengan sifat dan ukuran dan kekeruhan melihat
sejauh mana keterlibatan parenkim tersebut. Secara umum,
kekeruhan linier terlihat di asbestosis.
2. Tes fungsi paru
Banyak debu mineral menghasilkan perubahan karakteristik
dalam mekanisme pernapasan dan volume paru-paru yang
secara jelas menunjukkan pola restriktif. Demikian pula,
pemaparan debu organik atau bahan kimia dapat menyebabkan
asma kerja atau PPOK. Pengukuran perubahan volume
ekspirasi paksa (FEV1) sebelum dan setelah shift kerja dapat
digunakan untuk mendeteksi respon bronchoconstrictive atau
peradangan akut.
3. Tes PPD

16

Tes PPD atau mantoux test digunakan untuk mengetahui


apakah pasien terkena TBC atau tidak karena pasien dengan
silikosis memiliki resiko lebih tinggi terkena penyakit TBC
karena siduga debu silika mempengaruhi sistem kekebalan
tubuh terhadap bakteri penyebab TBC.
Tata laksana
Tidak ada pengobatan khusus untuk silikosis. Untuk mencegah
semakin

memburuknya

penyakit,

sangat

penting

untuk

menghilangkan sumber pemaparan. Terapi suportif terdiri dari obat


penekan batuk, bronkodilator dan oksigen. Jika terjadi infeksi, bisa
diberikan antibiotik. Tindakan preventif lebih penting dan berarti
dibandingkan dengan tindakan pengobatannya. Penyakit silikosis
akan lebih buruk kalau penderita sebelumnya juga sudah menderita
penyakit TBC paru-paru, bronchitis, astma broonchiale dan
penyakit saluran pernapasan lainnya. Pengawasan dan pemeriksaan
kesehatan secara berkala bagi pekerja akan sangat membantu
pencegahan dan penanggulangan penyakit-penyakit akibat kerja.
Data kesehatan pekerja sebelum masuk kerja, selama bekerja dan
sesudah bekerja perlu dicatat untuk pemantauan riwayat penyakit
pekerja kalau sewaktu waktu diperlukan.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah:
Membatasi pemaparan terhadap silika
Berhenti merokok
Menjalani tes kulit untuk TBC secara rutin.
Penderita silikosis memiliki resiko tinggi

menderita

tuberkulosis (TBC), sehingga dianjurkan untuk menjalani tes


kulit secara rutin setiap tahun. . Silika diduga mempengaruhi
sistem kekebalan tubuh terhadap bakteri penyebab TBC. Jika
hasilnya positif, diberikan obat anti TBC.
Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien silikosis antara lain :
Bronkitis
Emphysenic (kembang paru-paru)
Kegagalan jantung berfungsi
c. Pneumokoniosis Tambang batu bara
17

Pneumokoniosis Tambang batu bara (penyakit paru hitam) merupakan


berbagai penyakit pernapasan yang ditemukan pada pekerja tambang
batubara yang telah menghirup debu batubara selama bertahun-tahun.
Debu ini merupakan campuran dari batubara, kaolin, mika dan silika.
d. Pneumoconiosis bauksit
Pneumoconiosis yang terjadi akibat menghirup aluminium oksida.
Umumnya pada pekerja tambang dan pembuatan barang-barang yang
berasal dari aluminium
e. Pneumoconiosis bedak
Pneumoconiosis yang terjadi akibat menghirup magnesium silikat.
Umumnya pada pekerja di pabrik yang membuat ban karet dan sepatu
f. Pneumoconiosis grafit
Pneumoconiosis yang terjadi akibat menghirup grafit. . Umumnya
pada pekerja tambang dan pekerja di tempat pengolahan grafit
g. Pneumoconiosis berilium
Pneumoconiosis yang terjadi akibat menghirup berilium. Umumnya
pada pekerja tambang dan pekerja di tempat pengolahan senyawa
berilium, pekerja di pabrik pembuat tabung pipa radio, dan pekerja
pada lembaga penelitian tenaga atom

18

BAB III
Asuhan Keperawatan Pneumokionosis
Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Pengkajian identitas pasien Nama ,umur, sex, pekerjaan. Silikosis lebih
sering diderita oleh kalangan pekerja industri/bangunan dan sebagian
besar dilakukan oleh pria sehingga lebih sering menyerang pria
dibanding wanita.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien dengan silikosis pada umumnya mengalami sesak saat bernafas,
batuk berdahak
c. Keluhan utama
Pada klien akan mengeluh sesak, batuk, demam
d. Riwayat Penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah mengalami infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA) dengan gejala luka tenggorok, riwayat
bronchitis,TBC.
e. Riwayat penyakit keluarga
Umumnya klien silikosis tidak memiliki penyakit keluarga yang
berhubungan dengan penyakit ini tapi pada asbestosis bisa terjadi pada
anggota keluarga lain.
f. Riwayat Psikososial
Perawat perlu mengkaji tentang perasaan, status emosional, dan
perilaku klien. Misalnya, klien sering merasa cemas akibat nyeri yang
kronis dan mengisolasi diri karena penyakit yang diderita.

19

g. Pemeriksaan Fisik:
1.) B1 (Breath) : sesak napas, batuk berdahak, adanya penggunaan otot
bantu pernafasan inspirasi,
2.) B2 (Blood) : cyanosis, hypoxia, hipoksemia,
3.) B3 (Brain) : demam
4.) B4 (Bladder) : 5.) B5 (Bowel) : nafsu makan turun, BB turun, Pasien lemah
6.) B6 (Bone) : malaise
2. Diagnosis keperawatan
1) Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif

b/d sekresi mukus meningkat

ditandai dengan pasien mengeluh batuk dan berdahak,sesak napas.


2) Gangguan Pertukaran gas b.d penurunan difusi ditandai dengan pasien
mengeluh sesak napas,hipoksia,hipoksemia,cyanosis
3) Perubahan pola napas b/d penurunan ekspansi paru ditandai dengan
dispneu,nyeri dada, cemas,penggunaan otot bantu pernapasan saat
inspirasi.
4) Hipertermi b/d peningkatan laju metabolisme sekunder dari reaksi
peradangan pada alveoli ditandai dengan takikardia,suhu >37,5 derajat
celcius,kulit terasa hangat,pasien mengeluh demam,leukosit diatas
10.000mg/dl.

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
1

Tujuan dan criteria Hasil

Intervensi

Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif Tujuan :


NIC :
Pasien akan menunjukan
b/d sekresi mukus meningkat
1) Monitor
20

status

ditandai dengan pasien mengeluh bersihan jalan napas yang

oksigen pasien

batuk dan berdahak,sesak napas.

R /sebagai data

efektif selama perawatan


Criteria Hasil:
Dalam waktu 2x24 jam
pasien dapat

dalam

menentukan
intervensi

Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas

dasar

yang

bersih,

tidak ada sianosis dan


dyspneu

(mampu

mengeluarkan sputum,
mampu

bernafas

dengan mudah)
Menunjukkan

2) Auskultasi suara
nafas,

catat

adanya

suara

tambahan
R

/suara

tambahan
menunjukan

jalan

adanya
penumpukan

nafas

yang

paten

(klien

tidak

merasa

tercekik, irama nafas,


frekuensi

selanjutnya.

pernafasan

sekret
3) Lakukan
fisioterapi

dalam rentang normal,

dada,postural

tidak ada suara nafas

drainase,vibrasi

abnormal)

dan

clapping

jika perlu
R

/untuk

meningkatkan
mobilisasi
sekresi

yang

mengganggu
oksigenasi.
Pantau

sputum

untuk
mengefektifkan
21

terapi.
4) Ajarkan

teknik

batuk efektif.
R

/membantu

mengeeluarkan
sputum.
5) Lakukan
nebulaiser sesuai
indikasi
R

/aerosol

berfungsi untuk
mengencerkan
dahak sehingga
mudah

untuk

dikeluarkan
6) Berikan

cairan

sekurangkurangnya 3 liter
perhari

atau

sesuai indikasi
R

/hidrasi

membantu
mengencerkan
dahak
7) Berikan

O2

sesuai indikasi
8) Berikan
bronkodilator
bila perlu
2

Gangguan

Pertukaran

gas

b.d Tujuan :
NIC :
Pasien akan mempunyai
22

penurunan difusi ditandai dengan fungsi paru dalam batas


pasien

sesak normal
Criteria hasil:
napas,hipoksia,hipoksemia,cyanosis
Dalam waktu 3x24 jam
Definisi

mengeluh

Kelebihan

atau selama perawatan


Mendemonstrasikan
kekurangan dalam oksigenasi dan
peningkatan ventilasi
atau pengeluaran karbondioksida di
dan oksigenasi yang

dalam membran kapiler alveoli

adekuat
Mendemonstrasikan
tidak ada sianosis dan

1 Monitor rata
rata, kedalaman,
irama dan usaha
respirasi
R /sebagai data
dasar

dalam

menentukan
intervensi
selanjutnya.
2 Pantau

tanda-

dyspneu,sesak napas
Tanda tanda vital

tanda vital,irama

dalam rentang normal


Laboratorium (AGD)

dan hemoglobin

dalam batas normal.

jantung,AGD
R

/perubahan

salah

satu

parameter
tersebut

dapat

mengindikasikan
keparahan
penyakit
3 Ajarkan
pasien

pada
teknik

bernapas

dan

relaksasi
R
/meminimalisir
penggunaan
oksigen.
4 Jelaskan
penggunaan alat
bantu
23

yang

diperlukan
R

/mengurangi

tingkat
kecemasan
pasien

oleh

karena

alat

bantu.
5 Informasikan
kepada

pasien

bahwa merokok
itu dilarang.
R/
merokok
dapat
memperburuk
suplay

oksigen

ke jaringan.
6 Berikan oksigen
R/
bantuan
asupan

oksigen

dari luar tubuh


mempermudah
kerja
3

Hipertermia b/d Peningkatan laju Tujuan :


Pasien akan menunjukan
metabolisme sekunder dari reaksi
termoregulasi
yang
sistemis silica ditandai dengan
adekuat
demam,kelamahan,hasil lab tes
Criteria evaluasi:
serologi mengalami peningkatan.
Dalam waktu 1x24 jam
pasien akan menunjukan
Suhu tetap normal
Definisi : suhu tubuh naik diatas
Nadi dalam batas
rentang normal
normal
24

organ

pernapasan.
NIC :
Monitor suhu
sesering
mungkin
R
/untuk
meyakinkan
perbandingan
data
akurat

yang

Leukosit dalam batas


normal

(5000-

10000mg/dl)
Akral tidak panas

Monitor IWL
R /sebagai data
dasar

dalam

menentukan
intervensi
selanjutnya
Monitor warna
dan suhu kulit
R
/kulit
kemerahan dan
akral

panas

menandakan
adanya
peningkatan
suhu
Monitor
tekanan darah,
nadi dan RR
R /perubahan
salah

satu

parameter
pemeriksaan
menandakan
adanya
peningkatan
suhu tubuh.
Monitor
penurunan
tingkat
kesadaran
R /perubahan
tingkat
kesadaran
25

menandakan
hipoksia
jaringan otak
Monitor WBC,
Hb, dan Hct
R /perubahan
salah

satu

laboratorium
menandakan
adanya
peningkatan
suhu tubuh
Monitor intake
dan output
R /sebagai data
dasar

dalam

menentukan
intervensi
Berikan cairan
intravena
R
/hidrasi
dapat
menurunkan
suhu.
Kompres
pasien

pada

lipat paha dan


aksila
R

/untuk

menurunkan
panas
Atur
pemberian
antibiotic dan
26

antipiretik
R /antibiotic
mengurangi
infeksi

dan

antipiretik
menurunkan
panas.
4

Ketidak seimbangan nutrisi kurang Tujuan :


NIC :
Pasien
akan Kaji
adanya
dari kebutuhan tubuh b.d intake
mempertahankan
status
alergi makanan
nutrisi inadekuat sekunder terhadap
R
/untuk
gizi yang adekuat selama
proses penyakit.
menetukan
perawatan
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup Criteria evaluasi:
rencana
Adanya peningkatan
untuk
keperluan
metabolisme
intervensi
berat
badan
sesuai
tubuh.
selanjutnya
dengan tujuan
Monitor jumlah
Berat badan ideal
nutrisi
dan
sesuai dengan tinggi
kandungan
badan
kalori
Mampu
R/
menjaga
mengidentifikasi
keseimbangan
kebutuhan nutrisi
Menunjukan asupan
makanan

oral

yang

nutrisi tubuh
Berikan
informasi

adekuat

tentang
kebutuhan
nutrisi
R
/melibatkan
klien

dalam

menentukan

nutrisinya
Kaji kemampuan
pasien

untuk

mendapatkan
27

nutrisi

yang

dibutuhkan
R/
membantu
menentukan
intervensi

yang

tepat bagi pasien

Timbang

BB

klien

pada

interval

yang

tepat
R /mengevaluasi
keefektifan

intervensi
Monitor
lingkungan
selama makan
R /lingkungan
yang

nyaman

meningkatkan
napsu

makan

pasien
Monitor
makanan
kesukaan
R /memberikan
makanan
kesukaan
meningkatkan
napsu

klien
Anjurkan
makan
tapi sering

28

makan
klien
sedikit

R /meningkatkan
asupan
adekuat
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Penyakit paru akibat kerja adalah penyakit paru yang terjadi pada waktu okupasi,
akibat pemanjaan terhadap partikel debu organik atau anorganik (mineral) dan
gas-gas beracun (aerosol dan kabut).
Kistik fibrosis adalah kelainan genetik yang bersifat resesif heterogen dengan
gambaran patobiologik yang mencerminkan mutasi pada gen regulator
transmembran.
Silikosis merupakan penyakit paru fibrotic restiktif yang jarang, terjadi akibat
inhalasi partikel silicon dioksida (kuarsa) yang biasanya terjadi di tempat kerja.
Pekerjaan yang tersering yang berkaitan dengan silikosis adalah pertambanagan,
sandblasting, pengeboran, pembuatan terowongan dan pemotongan batu.
Asbestosis adalah fibrosis paru yang terjadi akibat paparan asbestos. Asbestosis
merupakan fibrosis paru akibat paparan silikat fibrosa yang ditemukan di alam
sebagai mineral-mineral krisotil, amosit, dan krokidolit

DAFTAR PUSTAKA
Cecily & Linda. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC. Hal : 122
http://bapelkescikarang.or.id diakses tanggal 15 September 2014 jam 20.15 wib
Buku saku keperawatan pediatik, Leyn. B. C 2009. EGC : Jakarta
29

yang

Retnowulan, Winariani. SILIKOSIS PADA PEKERJA KERAMIK. Majalah


Kedokteran Respirasi Vol. 1. No. 1 April 2010
Atmaja, Aditya Surya dan Ardyanto, Denny. IDENTIFIKASI KADAR DEBU DI
LINGKUNGAN KERJA DAN KELUHAN SUBYEKTIF
PERNAFASAN TENAGA KERJA BAGIAN FINISH MILL.
JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VO 172 L.3, NO.2,
JANUARI 2007 : 161 172
Lestari, Fatma. 2010. Bahaya Kimia : Sampling & Pengukuran Kontaminan
Kimia di Udara. Jakarta : EGC
Wardhana , W.A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan.Andi.Yogyakarta,
Corwin, Elizabeth J..2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Harrington, J. M., Gill, F. S..2005. Pocket Consultant Occupational Health.
Jakarta : EGC
Delf, Mohlan H., Manning, Robert T..1996. Majors Physical Diagnosis.
Jakarta : EGC
Palupi, Widyastuti.2006. Bahaya bahan kimia pada kesehatan manusia dan
lingkungan;EGC:Jakarta

30

Partikel silika terinhalasi


Silika tertahan di alveolus
Sel pembersih (makrofag) akan
mencernanya

Serat Abses 1-3 mikron


masuk ke saluran nafas

Masuk ke
alveoli

SiO2
SiO3
Arang
batu

Makrofag menghasilkan enzim


sebagai mekanisme pertahanan

Debu
metal

Terjadinya radang dan


membentuk Jaringan parut

Sel Peratahan
mencoba
merusak serat
asbes melalui
makrofag

Terbentuknya jaringan parut pada paru


Mesothelioma
Paru tercemar silika

Asbestosis
Ca
Bkonkhogenik

SILIKOSIS

Breath (B1)
Menyempitnya
saluran bronchial

Blood (B2)
Reaksi sistemik silika

Bowel (B5)
Perasaan tidak
nyaman

Metabolisme
dispnea

Nafsu makan

Bone (B6)
Elastisitas paru
Paru-paru tidak dapat
mengembang

MK : Hipertermi
Elastisitas paru

Intake nutrsi

Difusi gas
MK : Gangguan
pertukaran gas

MK : Perubahan nutrisi kurang


31
dari kebutuhan tubuh

Energi yang digunakan untuk


respirasi meningkat

Kelemahan fisik
MK : Intoleransi
aktivitas

Anda mungkin juga menyukai