Anda di halaman 1dari 16

STABILITAS

Tim Pengajar Farmasi Fisik


Disampaikan dalam mata kuliah Farmasi Fisik
Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Tahun Ajaran 2014/2015
Tujuan Pembelajaran
Diharapkan mahasiswa dapat:
- Menjelaskan proses degradasi suatu obat
- Menjelaskan dan menghitung laju reaksi dan orde reaksi
- Menghitung waktu paruh dan shelf life sediaan obat
- Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas obat bentuk
sediaan cair dan padat
- Menjelaskan jenis uji stabilitas
- Menganalisis data hasil uji stabilitas obat
Stabilitas diartikan sebagai kemampuan suatu produk bertahan dalam
batas yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan,
tetap mempunyai sifat dan karakteristik sama dengan yang dimiliki pada saat
dibuat. Sifat dan karakteristik yang dimaksud adalah kestabilan dalam hal :
1. Kimia
2. Fisika
3. Mikrobiologi
4. Terapi
5. Toksikologi
Jika salah satu dari kelima karakteristik di atas tidak terpenuhi, suatu obat tidak
dapat dikatakan stabil. Stabilitas merupakan hal yang sangat penting dalam
bidang farmasi. Ketidakstabilan suatu produk dapat menimbulkan efek yang
tidak diinginkan, antara lain:
- Penurunan/hilangnya aktivitas obat
- Peningkatan kadar zat aktif
- Perubahan bioavailabilitas
- Pembentukan hasil degradasi bersifat toksik
- Penampilan fisik produk yang buruk
- Menurunkan aseptabilitas pasien
Perubahan warba pada larutan yang mengandung adrenalin hanya
sedikit mempengaruhi kadar, tetapi sudah tidak akseptabel
- Penurunan status mikrobiologi
- Hilangnya keseragaman kandungan
- Rusaknya kemasan
Manfaat Data Stabilitas
a. Pemilihan bahan tambahan dapat ditentukan dengan cepat
b. Stabilitas sediaan dapat dievaluasi sebelum diedarkan
c. Jangka waktu pemasaran dapat diperhitungkan
d. Waktu kedaluarsa dapat diketahui
e. Kondisi dan persyaratan penyimpanan dapat ditentukan dengan mudah
f. Perhitungan konsentrasi yang dilebihkan pada formulasi dapat dilakukan
agar jangka waktu penyimpanan yang telah diperhitungkan sediaan
tersebut masih potensial

g. Dapat digunakan untuk memperbaiki formulasi sediaan obat


DEGRADASI KIMIA
Degradasi kimia terjadi melalui proses:
Hidrolisis
Oksidasi
Isomerisasi
Degradasi FotokimiaPhotochemical degradation
Polimerisasi
Reaksi kimia banyak terjadi di larutan dibandingkan sediaan padat. Stabilitas
suspensi lebih besar dibanding larutan.
Hidrolisis
Hidrolisis melibatkan reaksi molekul dengan air yang menghasilkan perpecahan
molekul yang bersangkutan. Bisa juga suatu enzim mengkatalisis timbulnya
hidrolisis, contoh: glikosida jantung pada daun digitalis. Hidrolisis tidak hanya
terjadi pada larutan tetapi juga suspensi (obat kurang larut). Bila suatu obat
merupakan turunan asam karboksilat atau mengandung gugus fungsional
semisal: ester, amida, lakton, laktam, imida atau karbamat, maka obat-obat
tersebut cenderung mengalami hidrolisis (Tabel 1).
Tabel 1. Struktur kimia yang Cenderung mengalami hidrolisis (Florence &
Attwood, 2006)

Obat mengandung gugus ester: acetylsalicylic acid (aspirin), physostigmine,


methyldopate, tetracaine & procaine. Hidrolisis ester biasanya merupakan
reaksi bimolekular melibatkan pemisahan antara asil dan oksigen. Contoh:
procaine

Gambar 1. Reaksi Hidrolisis Ester pada Procaine (Florence & Attwood, 2006)
Hidrolisis Amida melibatkan pemecahan rantai amida
chloramphenicol, ergometrine and benzylpenicillin sodium)

(cinhocaine,

Gambar 2. Reaksi Hidrolisis Amida pada Cinchocaine (Florence & Attwood,


2006)
Dampak hidrolisis dapat memberikan efek yang tidak diinginkan dalam sediaan
obat. Hidrolisis cincin -laktam, benzylpenicillin mengakibatkan penurunan
aktivitas antimikroba. Timbulnya zat toksik dapat terjadi dalam reaksi ini, sebagai
contoh: pembentukan epianhidrotetrasiklin yang terbentuk dari hidrolisis
tetrasiklin dan amin bebas produksi degradasi iodipamide.
Degradasi tidak hanya dialami oleh bahan aktif, tetapi juga oleh eksipien:
- Hidrolisis sorbitan ester mengakibatkan hilangnya kemampuan
membentuk lapisan antarmuka emulsi pecah
- Hidrolisis pengawet metilhidroksibenzoat dapat menurunkan kadar
aktifnya
sehingga
tidak
mampu
menghambat
pertumbuhan
mikroorganisme.
Tabel 2. Obat yang mengalami hidrolisis (Guillory and Poust 2002)

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengontrol terjadinya hidrolisis obat dalam
larutan
Menentukan pH stabilitas maksimum.
Perubahan konstanta dielektrik dengan penambahan solven selain air:
alkohol, gliserin, propylene glycol
Membuat obat menjadi kurang larut
Stabilitas penisilin dalam suspensi procain-penicillin meningkat dengan
menurunkan kelarutan karena penambahan sitrat, dekstrosa, sorbitol dan
glukonat
Menambahkan senyawa yang membentuk kompleks
Penambahan caffein pada larutan benzocain, procaine dan tetracaine
Melarutkan obat dengan surfaktan

Oksidasi

Pada reaksi oksidasi akan terjadi perpindahan atom elektropositif, radikal atau
elektron, atau penambahan atom elektronegatif atau radikal. Oksidasi dapat
terjadi karena auto-oksidasi, yang melibatkan tiga tahap reaksi :
- Inisiasi : Terbentuknya radikal bebas R dari senyawa organik akibat
paparan cahaya, panas atau transisi logam (tembaga dan besi)
X + RH R + XH
- Propagasi : oksigen dan radikal bebas R membentuk peroksi-radikal
ROO. Peroksi radikal mengambil H (hidrogen) dari molekul senyawa
organik untuk membentuk hidroperoksida ROOH yang selanjutnya
membentuk radikal bebas baru.
R + O2 ROO
ROO + RH ROOH + R
Reaksi ini akan terus berlanjut hingga radikal bebas dihancurkan oleh
adanya inhibitor atau reaksi samping yang memutus rantai propagasi ini.
- Terminasi
ROO + ROO produk stabil
ROO + R produk stabil
R + R produk stabil
Produk peruraian ROOH menghasilkan aldehida, keton dan asam lemak rantai
pendek yang menimbulkan bau tengik . Hidroperoksida ROOH bersifat fotolabil
sehingga akan terurai menjadi hidroksi (HO) dan atau alkoxyl (RO) yang
memiliki sifat mengoksidasi dirinya sendiri.
Obat yang rentang mengalami oksidasi
Golongan steroids and sterols menggambarkan contoh obat yang
rentan terhadap oksidasi karena adanya ikatan rangkap karbon-karbon
(alkena)
Simvastatin , mengandung ikatan rangkap terkonjugasi, penambahan
radikal peroxyl memicu terbentuknya polymeric peroxides (simvastatin
berpolimerisasi hingga pentamer), perpecahan ini menghasilkan
epoksida yang selanjutnya terdegradasi menjadi aldehida atau keton.

Ikatan rangkap terkonjugasi

Gambar 3. Simvastatin (Florence & Attwood, 2006)


Amphotericin B yang mengandung 7 ikatan rangkap terkonjugasi, diserang oleh
radikal peroxyl dan memicu terjadinya agregasi dan hilangnya aktivitas
antibiotik.

Gambar 4. Amphotericin B (Florence & Attwood, 2006)


Tabel 3. Obat yang menjadi target Auto-Oksidasi (Guillory and Poust 2002)

Pencegahan Oksidasi
Oksigen dalam wadah digantikan dengan nitrogen atau karbon dioksida
Hindari kontak obat dengan ion logam berat seperti besi, kobalt atau
nikel
Penyimpanan pada suhu rendah
Antioksidan (ascorbic acid, sodium metabisulfit)
Isomerisasi
Isomerisasi geometrik : Adanya isomerisasi cis-trans menjadi penyebab
hilangnya potensi obat bila terdapat dua bentuk isomer geometrik dengen

perbedaan aktivitas terapi. Contoh Vitamin A (trans-retinol) dioksidasi oleh


enzim menjadi aldehida kemudian diisomerisasi menghasilkan 11-cis-retinal,
yang memiliki aktivitas lebih rendah dibandingkan bentuk trans.

Gambar 5. Isomerisasi geometrik vitamin A (Florence & Attwood, 2006)


Isomerisasi optikal
- Epimerisasi
Pada kondisi asam, tetrasiklin mengalami epimerisasi pada atom karbon
no-4 dan membentuk kesetimbangan campuran tetrasiklin dan epimer, 4epi-tetracycline. Epimer tersebut bersifat toksik,yang kandungannya tidak
boleh lebih dari 3% dalam obat.

Gambar 6. Epimerisasi Tetrasiklin (Florence & Attwood, 2006)


-

Rasemisasi
Perubahan bentuk aktif yang berdampak pada efek terapetik
Contoh : Adrenaline rasemisasi perubahan bentuk terapetik aktif ,
bentuk levo isomer yang kurang aktif

Gambar 7. Rasemisasi Adrenalin (Stepensky et al. 2003)


Dekomposisi Fotokimia
Berbagai senyawa obat, antara lain phenothiazine, hidrokortison, prednisolon,
asam askorbat dan asam folat, terdegradasi bila terpapar cahaya.
Dampaknya ialah hilangnya potensi obat, sering disertai dengan perubahan

fisik produk (warna, presipitasi). Dekomposisi ini tidak hanya terjadi pada saat
penyimpanan namun juga saat penggunaan. Beberapa gugus fungsi yang
cenderung reaktif terhadap cahaya : karbonil, aryl halida, alkena, polyene dan
sulfida.
Degradasi ketoprofen (Gambar 8) akibat cahaya melibatkan reaksi
dekarboksilasi (1) membentuk senyawa antara yang selanjutnya mengalami
reduksi (2) atau dimerisasi (3) ketoprofen.

Gambar 8. Degradasi Ketoprofen (Florence & Attwood, 2006)


Cara mengatasi dekomposisi fotokimia
- Gunakan wadah gelas berwarna dan disimpan di tempat yang
gelap/terhindar dari cahaya
- Penyalutan tablet dengn film polimer yang mengandung absorber
ultraviolet
Polimerisasi
Proses yang melibatkan penggabungan dua atau lebih molekul obat yang
identik dan membentuk molekul kompleks.

Gambar 9. Polimerisasi Chlorpromazine pada Kondisi Anaerob Akibat Irradiasi


Ultraviolet (Florence & Attwood, 2006)
Contoh:
- Polimerisasi Chlorpromazine (Gambar 9)
- Polimerisasi yang terjadi saat penyimpanan larutan ampicillin sodium.
Ikatan beta laktam reaktif pada ampicillin akan dibuka/dilepas oleh
reaksi rantai samping molekul ampicillin kedua dan terbentuklah dimer
(penggabungan 2 molekul)
- Penyimpanan formaldehida hidrat pada suhu dingin menimbulkan
deposit putih (paraformaldehid) akibat reaksi polimerisasi
- Sterilisasi infus glukosa menggunakan autoklaf menginduksi pembentukan
5-hidroksifurfural, yang kemudian berpolimerisasi menghasilkan produk
yang berwarna
DEGRADADI FISIKA
Ketidakstabilan Fisika dapat dipantau dari:
Perubahan bentuk kristal (polimorfisa)
Pemudaran warna/ timbul warna pada sediaan tablet
Pecahnya emulsi
Penurunan/peningkatan laju disolusi dan disintegrasi
Timbul endapan pada sediaan cair
dll
KINETIKA REAKSI
Kinetika reaksi akan mempelajari kecepatan reaksi (dalam hal ini reaksi
dekomposisi) dan mekanisme reaksi kimia. Dengan kinetika reaksi, dapat
dihitung kecepatan degradasi bahan obat/eksipien (dari hasil uji stabilitas pada
kondisi tertentu).
Kecepatan Reaksi
Besarnya perubahan konsentrasi zat pereaksi dan hasil reaksi persatuan
waktu penambahan (+) atau pengurangan (-) konsentrasi C dalam
selang waktu dt dC/dt
Teori Dasar : Hk.Aksi Masa kecepatan reaksi sebanding dengan hasil
kali konsentrasi molar reaktan yang masing2 dipangkatkan dengan
jumlah molekul senyawa yang terlibat dalam reaksi.
Misal :
mA + nB produk
Kecepatan reaksinya : V = k(A)m (B)n
-d[A] = k(A)m (B)n
dt
k = konstanta kecepatan reaksi
Order reaksi
Berdasar hukum aksi massa, akan didapat garis lurus bila kecepatan reaksi
diplot sebagai fungsi dari konsentrasi reaktan yang dipangkatkan dengan
bilangan tertentu. Order reaksi didapatkan dari jumlah pangkat konsentrasi
(m+n).
Order nol : Reaktan berkurang dalam jarak waktu yang tetap terhadap
waktu, tidak tergantung konsentrasi reaktan
Order satu (reaksi monomolekular): Kecepatan reaksi tergantung kadar 1
jenis reaktan

Order satu semu : Reaksi melibatkan 2 jenis reaktan namun kcepatan


reaksi mengikuti kinetika order 1. Bila salah satu jumlah reaktan
sedemikian besar dibanding reaktan lainnya, perubahan kadar reaktan
tersebut dapat diabaikan sehingga yang berperan dalam kecepatan
reaksi hanya satu reaktan.
Order dua (reaksi bimolekular): Kecepatan reaksi tergantung kadar 2 jenis
reaktan
Waktu paruh / t50 : waktu yang dibutuhkan reaktan untuk terdekomposisi
sebesar setengah dari konsentrasi awal
Usia guna (shelf life)/t90 : waktu yang diperlukan reaktan untuk
terdekomposisi sebanyak 10% dari konsentrasi awal/ waktu yang
diperlukan reaktan mengalami dekomposisi hingga tinggal 90%
konsentrasi awal.
Tabel Persamaan yang digunakan dalam Order Reaksi
Order 0
Order 1
Order 2
Bentuk
Ct = Co-kt
Log Ct = Log Co 1/Ct = 1/Co + kt
Persamaan
kt
2,303
Slope
-k
-k/2,303
k
Satuan k
Kadar waktu-1
waktu-1
Kadar-1 waktu-1
-1
-1
-1
Contoh :
Mol L s
s
L mol-1 s-1
Intercept
Co
Log Co
1/Co
t50
0,5Co/k
0,693/k
1/(Co.k)*
t90
0,1 Co/k
0,105/k
0,11 / (Co.k)
Catatan : *) dalam kondisi kadar awal kedua reaktan sama, bila kadar awal
kedua reaktan tidak sama, maka t50 tidak dapat dihitung

Gambar 10. Plot Kurva Konsentrasi vs Waktu Tiap Order Reaksi


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STABILITAS KIMIA
Kecepatan reaksi kimia obat atau eksipien dapat dipengaruhi berbagai faktor
seperti pH, kekuatan ion atau sifat fisik produk itu sendiri. Sifat dan konsentrasi
obat dan eksipien juga mempengauhi kecepatan degradasi. Suhu, intensitas
cahaya, kelembaban relatif dan kondisi lingkungan lain mempengaruhi
stabilitas kimia produk obat selama proses produksi, penyimpanan dan
penggunaan.
pH

Perubahan pH katalisis asam/basa spesifik. Terdapat 3 macam profil


pH (log k vs pH) : Bentuk V. Kurva Sigmoid, Kurva Bentuk Lonceng. Pada oksidasi,
pH bisa mempengaruhi kecenderungan obat dioksidasi. Kecepatan oksidasi
obat yang mengandung gugus fenol (contoh: adrenalin dan dopamin) atau
gugus sulfhidril (eq: captopril) sangat sensitif terhadap pH oleh karena bentuk
terion obat ini teroksidasi. Reaksi hidrolisis sering dikatalisis baik oleh ion hidrogen
maupun ion hidroksida. Selama ion hidroksida yang biasanya memiliki efek
katalitik yang lebih besar dibanding ion hidrogen, kecepatan degradasi
minimum (stabilitas maksimum) mayoritas obat berkisar pada pH 2-5. Pengaruh
suhu juga ikut mempengaruhi efek pH. Sebagai contoh: kecepatan minimum
hidrolisis physostigmin dalam air adalah pada pH 3,7 suhu 25C dan pH 3,1 suhu
75C. Efek pH terhadap stabilitas bisa menjadi lebih kompleks dengan adanya
beberapa bentuk ion.

Gambar 11. Plot pH vs Log konstanta kecepatan degradasi pada beberapa


obat (Guillory and Poust 2002)
Suhu
Kenaikan suhu /10C, kecepatan degradasi meningkat 2-3 kali. Pengaruh
temperatur terhadap kecepatan reaksi sesuai dengan persamaan Arrhenius

k : konstanta kecepatan reaksi (kec reaksi spesifik)


A : konstanta yang disebut sebagai faktor frekuensi
Ea : Energi aktivasi
R : konstanta gas (1.987 kal/derajat mol)
T : temperatur absolut (K)

Gambar 12. Grafik hubungan antara 1/T (sb.X) VS log k (sb.Y) menghasilkan
persamaan garis linier dengan kemiringan (slope) sebesar Ea/2.303.R dan
intersep sebesar log A.
Seringkali untuk menunjukkan shelf life (t90) atau waktu yang diperlukan untuk
terdegradasinya 10% obat, digunakan persamaan Arrhenius. Dengan
menurunkan persamaan Arrhenius maka dapat dihitung k2 jika k1 pada T1
diketahui :

Kebanyakan obat memiliki Energi aktivasi yang berkisar antara 10-30 kcal/mol.
Asam dan basa (Umum)
Reaksi hidrolisis tertentu dikatalisis asam dan basa jenis lain, semisal garam
yang digunakan sebagai buffer di larutan obat. Sebagai contoh, kecepatan
hidrolisis kloramfenikol tidak tergantung pada pH rentang 2-7 tetapi dikatalisis
oleh beberapa asam dan basa yang umum, seperti ion monohidrogen fosfat,
ion monohidrogen dan dihidrogen sitrat dan asam asetat tak terionkan; namun
kecepatan degradasi tidak dipengaruhi adanya ion dihidrogen fosfat.
Kekuatan Ion
Penambahan elektrolit inert pada larutan (solven: air) memberikan efek
langsung pada stabilitas walaupun tidak terjadi interaksi kimia antara obat dan
elektrolit. Bila ion membawa muatan yang sama, penambahan garam
meningkatkan kecepatan degradasi. Sebaliknya bila ion ion memiloiki muatan
yang berlawanan, kecepatannya akan menurun. Bila salah satu reaktan tidak
bermuatan, penambahan garam harusnya tidak mempengaruhi stabilitas obat
(contoh: kloramfenikol)
Sifat solven
Pengaruh solven pada kecepatan degradasi obat terutama pada
konstanta dilektrik solven dan muatan elektrik obat. Bila solven air diganti
dengan solven yang konstanta dielektriknya rendah penurunan kecepatan
reaksi. Bila ion obat dan ion yang berinteraksi berlawanan pemilihan solven
nonpolar meningkatkan dekomposisi.
UJI STABILITAS

Berdasarkan tujuan dan tahap-tahap yang dilakukan, prosedur uji stabilitas


terbagi menjadi empat:
Real-Time stability testing/ Uji Stabilitas Jangka Panjang
Dilakukan dalam rentang waktu panjang sehingga dapat diamati
terjadinya perubahan produk dalam jumlah yang sesuai rekomendasi
kondisi penyimpanan
Accelerated stability testing/ Uji Stabilitas dipercepat
Dilakukan dalam kondisi yang mempercepat terjadinya dekomposisi
produk, umumnya dengan meingkatkan suhu. Konsep uji stabilitas
dipercepat ini berdasarkan pada persamaan Arrhenius
Retained sample stability testing
Cyclic temperature stress testing
Uji stabilitas dilakukan pada kondisi yang dipersyaratkan sesuai zona iklim
Tabel 4. Pembagian Zona Iklim (Bajaj et al. 2012)

Protokol Uji Stabilitas


Diperlukan data sekurang-kurangnya 3 batch produk
Tiap batch harus memiliki formula dan wadah yang sama, serta memiliki
spesifikasi yang sama
Long term untuk produk yang diinginkan memiliki shelf life sekurangnya
12 bulan frekuensi uji setidaknya tiap 3 bulan pada tahun pertama, tiap
6 bulan pada tahun kedua, dan selanjutnya tiap tahun
Accelerated pada 3 titik, termasuk titik awal dan titik akhir (pada bulan
ke-0, 3, dan 6)
Produk-produk yang harus dilakukan uji stabilitas, adalah;
Produk baru (biasanya dilakukan pada skala pilot)
Kemasan baru (yang berbeda dari standar yang telah ditetapkan)
Perubahan formula (metode pengolahan, sumber/bahan dan bahan
pengemas primer)
Batch yang diluluskan dengan pengecualian, misalnya bets yang sifatnya
berbeda dari standar atau batch yang diolah ulang
Produk yang beredar

Parameter Uji: disolusi atau disintegrasi , penetapan kadar, produk degradasi.


Hasil semua hal tersebut menunjukkan shelf life dan kondisi penyimpanan
produk

Tabel 5. Kondisi Penyimpanan dan Kelembaban Relatif pada Uji Stabilitas (Bajaj
et al. 2012)

Tabel 6. Contoh Pemeriksaan dalam Uji Stabilitas Berbagai Jenis Sediaan (Bajaj
et al. 2012)

Analisa data
1. Penentuan konsentrasi sampel
2. Penentuan tingkat/orde reaksi
a. Metode Substitusi
Dengan mensubstitusikan kons sampel ke dalam persamaan tingkat
reaksi. Jika diperoleh harga k yang relatif konstan maka reaksi
berlangsung pada tingkat reaksi tersebut
b. Membuat grafik hubungan antara konsentrasi sampel terhadap waktu
c. Metode Waktu Paruh
3. Penentuan harga k (konstanta kecepatan reaksi) k pada suhu
percobaan
4. Penentuan nilai Ea
5. Penentuan harga k25
6. Penentuan waktu kadaluarsa & paruh
SOAL LATIHAN
1. Data berikut diperoleh hidrolisis homatropin dalam 0,226 mol/L HCl pada suhu
90 C. Persentase homatropin yang tertinggal ada pada tabel berikut
Waktu
1,35
3,0
6,0
8,6
12
17
(jam)
(a-x)/a
93,4
85,2 75,9 63,1 52,5
41,8
a. Buktikan kinetika tersebut mengikuti orde 1 (buat plot nya)!
b. Hitung k, t1/2, dan shelf life!
2. Dari data monografi diketahui pH stabilitas maksimum larutan ampicillin 5,8
dengan konstanta kecepatan 2 x 10-7 s-1 (35C). t90 larutan tersebut adalah 6,1
hari. Dibuat sediaan suspensi ampicillin dengan dosis 125 mg/5ml. Kelarutan
ampicillin 1,1 g/100 ml. Hitung k0 dan t90 sediaan ini!!!
3. Konstanta kecepatan reaksi untuk dekomposisi 5-fluorourasil pada pH 9,0
adalah sbb:
Suhu (C)
K (detik) x 10-6
80
0,96
70
0,32
60
0,118
a. Tentukan Ea pada pH tersebut
b. Ekstrapolasikan pada suhu kamar (25 C) dan tentukan k serta t90 pada
suhu tersebut (order 1)?
4. Degradasi dari obat kanker baru mengikuti kinetika order satu, dan konstanta
laju degradasinya 0,0001 per jam pada 60C dan 0,0009 per jam pada 80C.
Berapa nilai Ea?
5.Tentukan order reaksi dan hitung nilai k!
T (min)
0
30
60
C
59,7
24,3
9,87
(mmol/L)
6.Tentukan order reaksi dan hitung nilai k!

90
4,01

120
1,63

150
0,67

T (min)
C (g/mL)

0
20

30
16,4

60
12,8

90
9,2

120
5,6

150
2

7. Dari data-data dibawah ini , tentukan k25

DAFTAR PUSTAKA
Aulton, M. E., 1988, Pharmaceutics : The Science of Dosage Form Design,
Churchill Livingstone,
Bajaj, S, Singla, D, Sakhuja, N, 2012, 'Stability Testing of Pharmaceutical
Products',Journal of Applied Pharmaceutical Science 02(03):129-138
Stepensky, D, Chorny, M, Dabour, Z, Schumacher, I,'Long-Term Stability Study of
L-Adrenaline Injections: Kinetics of Sulfonation and Racemization Pathways of
Drug Degradation', Journal of Pharmaceutical Sciences, 2004: 93(4)
Guillory, JK, Poust, RI, ' Chemical Kinetics and Drug Stability', In: Banker, GS and
Rhodes, CT (eds),2002, Modern Pharmaceutics 4th ed, revised and expanded,
Marcel Dekker, Inc, New York
Attwood, David, Alexander T Florence, 2008, FASTtrack Physical Pharmacy,
London : Pharmaceutical Press.
Sinko, P.J., dan Sing, Y., Martins Physical Pharmacy and Pharmaceutical
Science, 6th Edition, 2011, Lippincott Williams & Wilkins
Lund, Walter, 1994, The Pharmaceutical Codex, London : The Pharmaceutical
Press
Attwood, D., dan Florence, A.T., 2006, Physicochemical Principle of Pharmacy,
Pharmaceutical Press
Cara Pembuatan Obat yang Baik, 2006

Anda mungkin juga menyukai