Anda di halaman 1dari 13

HERPES ZOSTER

Abstrak
Herpes Zoster atau shingles adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
dengan karakteristik kulit yang nyeri disertai gelembung/lepuhan yang terdapat pada satu sisi
area terbatas di tubuh (kanan atau kiri), biasanya berbentuk garis. Infeksi ini merupakan hasil
reaktifasi virus varicella zoster dan biasanya terjadi setahun setelah infeksi primer virus
tersebut.
Dilaporkan sebuah kasus anak laki-laki berusia enam tahun dengan herpes zooster.
Pasien datang dengan keluhan timbul lepuhan/bintil-bintil di daerah wajah sebelah kanan.
Tiga hari sebelum masuk Rumah Sakit, Pasien merasakan mata kanan terasa sakit dan
kemerahan, demam, sakit kepala, pegal-pegal dan terasa lemas. Setelah gejala tersebut,
kemudian muncul bintil-bintil di daerah seluruh wajah sebelah kanan mulai dari pelipis,
daerah mata, pipi sampai mulut. Bintil-bintil tersebut terasa gatal, panas, nyeri dan
berkelompok serta tidak keras. Kemudian sebagian bintil-bintil tersebut pecah dan
mengeluarkan cairan jernih. Pasien tidak dapat membuka mata bagian kanan.
Pada pemeriksaan dermatologis ditemukan gambaran eritema, vesikel, edema, dan
pustul. Namun tidak dilakukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut untuk membantu
menegakkan diagnosis. Pada kasus, pasien diterapi dengan kompres NaCl 0.9%, antibiotik
topical pada bagian yang lecet berupa gentamycin zalf dan antivirus berupa acyclovir 200mg
lima kali perhari. Efek terapi pada pasien mulai terlihat ditandai dengan lesi yang mengering,
mata mulai bisa membuka kembali dan gejala penyakit berkurang
Kata kunci : Herpes Zoster, Varicella zoster, Acyclovir
Abstract
Herpes Zoster or shingles is a viral disease characterized by a painful skin with
blister in a limited area on one side of the body (left or right), often in a stripe. This infection
resulting from reactivation of the varicella-zoster virus (VZV) and usually occurs years after
primary infection with the varicella (chickenpox) virus.
A reports of a six years old boy with Herpes Zoster, The patients present with blister
that appears on on the right side of the face. three days before, the patients feel pain and
redness on his right eye, fever, headache, sore, and weak. After that, a several of blister
1|Page

appears to the surface of skin on a right side face form forehead, around of eye, cheek, and
around of mouth. The blister are flocking and feel sore, itchy and hot. And than a several of
blister are rupture and release a clear fluid. The patients cant open his eye.
On dermatological examination found a erythema, vesicle, oedema, and pustules. but
further investigation hasnt been done to help make the diagnosis. In this case, the patients
treated with 0.9% NaCl compresses, topical antibiotics such as gentamycin and a antiviral
Acyclovir 200mg five times a day. Therapeutic effect on the patients can be marked as crust
appears on the skin, the patients can open his eye and many symptoms are reduced
Keyword : Herpes Zoster, Varicella zoster, Acyclovir

BAB I
PENDAHULUAN
2|Page

Herpes zoster atau shingles, dampa atau cacar ular telah dikenal sejak zaman yunani
kuno. Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus yang sama dengan varisela, yaitu virus
varisela zoster ( VZV ). Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela zoster dari infeksi
endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus. Herpes
zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang
terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf
sensorik dan nervus kranialis.1,2
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka
kesakitan pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia.
Diperkirakan terdapat antara 2-5 per 1000 orang pertahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia di
atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun. 3
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi varisela, virus
varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf
sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion
sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak
bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius.
Herpes zoster pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela yang
terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang
berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor penting untuk
pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen.3
Infeksi pada mata terjadi jika reaktivasi virus berada pada ganglion sensoris dari
nervus trigeminus (N.V), meskipun masuknya virus dari luar juga mungkin dapat terjadi.
Reaktivasi terjadi saat imunitas seluler terhadap virus menurun. Penyakit ini jarang
ditemukan pada anak-anak, tetapi terjadi konstan pada usia 20-50 tahun dan lebih tinggi pada
usia >60 tahun. Faktor risiko lainnya adalah pengobatan dengan kortikosteroid, terapi radiasi,
imunosupresi, transplantasi organ dan penyakit sistemik seperti SLE, AIDS, leukemia, atau
lymphoma. Pada orang dewasa muda lebih sering terjadi reaktivasi dikarenakan penggunaan
obat imunosupresif dan meningkatnya AIDS pada usia ini.4
Herpes zoster jarang pada anak, jika terkena HZ gejalanya lebih ringan pada anakanak, self limiting dan durasinya lebih pendek. Pada anak biasanya karena system imun yang
3|Page

abnormal atau terinfeksi varicella pada tahun pertama kehidupan serta tidak mendapat
imunisasi campak.6
Gambaran klinis penyakit ini berupa eritema yang dalam waktu singkat menjadi
vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema. Vesikel ini berisi
cairan yang jernih, kemudian menjadi keruh dan dapat menjadi pustule dan krusta.
Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang
terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang persisten setelah
krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3
kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari ganglion yang terkena secara
langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi herpes zoster generalisata. Hal ini dapat
terjadi oleh karena defek imunologi karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.5,6
Pada Herpes zoster oftalmikus dapat terjadi berbagai komplikasi, diantaranya ptosis
paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioretinitis, dan neuritis optic. Paralisis motorik
terdapat pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat penjalaran virus secara perkontinuitatum dari
ganglion sensorik ke system saraf berdekatan. Paralisis muncul biasanya dalam 2 minggu
sejak awitan munculnya lesi. Umumnya akan sembuh spontan.6
Pada makalah ini akan dibahas sebuah kasus anak laki-laki usia enam tahun dengan
kecurigaan Herpes zoster berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan dermatologis yang
ditemukan. Pembahasan terbatas pada keadaan klinis yang ditemukan baik melalui anamnesis
maupun pemeriksaan fisik, dan terapi yang diberikan serta prognosis pasien setelah
mendapatkan terapi.

BAB II
LAPORAN KASUS
4|Page

Dilaporkan seorang anak berusia enam tahun datang ke Rumah Sakit Umum Daerah
Sekarwangi dengan keluhan timbul lepuhan/bintil-bintil di daerah wajah sebelah kanan. tiga
hari sebelum masuk Rumah Sakit, pasien juga merasakan mata kanan terasa sakit dan
kemerahan, demam, sakit kepala, pegal-pegal dan terasa lemas. Setelah gejala tersebut,
kemudian muncul bintil-bintil di daerah seluruh wajah sebelah kanan mulai dari pelipis,
daerah mata, pipi sampai mulut. Bintil-bintil tersebut terasa gatal, panas, nyeri dan
berkelompok serta tidak keras. Kemudian sebagian bintil-bintil tersebut pecah dan
mengeluarkan cairan jernih. Pasien tidak dapat membuka mata bagian kanan. Keluhan seperti
anoreksia disangkal.
Riwayat penyakit dahulu yang sama seperti yang dikeluhkan sekarang disangkal
keluarga pasien. Keluarga menyangkal keluhan sempat diobati sebelum dibawa ke rumah
sakit. Riwayat sama pada keluarga disangkal namun diakui ada tetangga yang menderita
penyakit yang sama. Riwayat alergi, asma, ataupun riwayat atopic lainnya disangkal
keluarga. Pasien merupakan anak yang berasal dari keluarga menengah ke bawah. Pasien
merupakan anak yang aktif, sering bermain di luar rumah bersama temannya. Kebersihan
tubuh diakui dirawat cukup baik oleh keluarga. Pasien diakui tidak diberikan imunisasi
campak saat berusia 9 bulan.
Pasien tampak sakit ringan dengan kesadaran composmentis dan tanda-tanda vital
dalam batas normal (Tekanan darah tidak dilakukan pemeriksaan, frekuensi nafas : 21x
permenit, frekuensi nadi : 90 x permenit, suhu : 36.3oC). Status generalisata lain dalam batas
normal.
Pada pemeriksaan dermatologis ditemukan lesi berupa eritema, vesikel, edema, dan
pustul di regio facialis dextra, orbitalis dextra, dan frontalis dextra (gambar 1). Pemeriksaan
penunjang tambahan lain tidak dilakukan.

5|Page

Foto pasien pada tanggal 25 Agustus 2014

Gambar 1 : eritema, vesikel, edema, dan pustul pada pasien (panah merah)
Pada kasus, pasien diterapi dengan kompres NaCl 0.9%, antibiotik topical pada
bagian yang lecet berupa gentamycin zalf dan antivirus berupa acyclovir 200mg lima kali
perhari. Pasien juga diberikan obat tetes mata berupa polydex sebanyak 1 tetes dua kali
perhari dan cendo homatro 0,5% sebanyak 1 tetes dua kali perhari. Efek terapi pada pasien
mulai terlihat ditandai dengan lesi yang mengering, mata mulai bisa membuka kembali dan
gejala penyakit berkurang
Prognosis Quo ad vitam pada pasien ad bonam, Quo ad Functionam : dubia ad
bonam, Quo ad sanationam : ad bonam.

Foto pasien tanggal 27 agustus 2014

Gambar 2 : lesi krusta dan mata mulai membuka

6|Page

BAB III
DISKUSI DAN PEMBAHASAN

Dilaporkan seorang anak laki-laki berusia enam tahun datang ke Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Sekarwangi dengan keluhan yang dicurigai sebagai herpes zoster. Jika
dilihat dari segi usia pasien, hal ini kurang sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa
Angka kesakitan Herpes zoster meningkat dengan peningkatan usia. Lebih dari 2/3 kasus
berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun.1
Herpes zoster jarang pada anak, jika terkena gejalanya lebih ringan pada anak-anak,
self limiting dan durasinya lebih pendek. Pada anak biasanya karena system imun yang
abnormal atau terinfeksi varicella pada tahun pertama kehidupan serta tidak mendapat
imunisasi campak. Insiden Herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada
perbedaan angka kesakitan pria dan wanita.6
Pasien yang dicurigai dengan Herpes zoster datang dengan keluhan Muncul
lepuhan/bintil-bintil di daerah seluruh wajah sebelah kanan mulai dari pelipis, daerah mata,
pipi sampai mulut. Bintil-bintil tersebut terasa gatal, panas, nyeri dan berkelompok serta tidak
keras. Kemudian bintil-bintil tersebut pecah dan mengeluarkan cairan jernih. Tiga hari
sebelum masuk Rumah Sakit, pasien juga merasakan mata kanan terasa sakit dan kemerahan,
demam, sakit kepala, pegal-pegal dan terasa lemas. Pada pemeriksaan dermatologis
ditemukan lesi berupa eritema, vesikel, edema, dan pustul. Gambaran klinis ini cocok dengan
gambaran klinis pada pasien Herpes zoster. Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa
rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari
menjelang timbulnya erupsi. Gejala konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan demam,
terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi
erupsi.
Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan
unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada
daerah

kulit

yang

dipersarafi

oleh

salah

satu

ganglion

saraf

sensorik.

Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh empat jam
kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga. Seminggu
sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap
7|Page

hingga 2-3 minggu. Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anakanak hanya timbul keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada
penderita lanjut usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah menghilang.7,8,9

Gambar 3: effloresensi herpes zoster


Tempat predileksi lesi pada pasien berada di daerah seluruh wajah sebelah kanan
mulai dari pelipis, daerah mata, pipi sampai mulut, sedangkan frekuensi Herpes zoster
menurut dermatom terbanyak pada torakal (55%), cranial (20%), lumbal (15%), dan sacral
(5%). Kelainan pada wajah diakibatkan oleh gangguan nervus trigeminus (dengan ganglion
gaseri) yang salah satu gejalanya adalah herpes zoster ophtalmicus atau nervus fasialis dan
optikus (dari ganglion genikulatum) yang disebut Ramsay Hunt Sindrom. 7,8,9
Pada Herpes zoster oftalmikus ditandai erupsi herpetic unilateral pada kulit. Gejala
prodromal seperti lesu, demam ringan, mual muntah dapat timbul. Gejala prodromal
berlangsung 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Tanda iritasi meningeal seperti
kaku kuduk juga dapat timbul. Selain itu timbul juga gejala fotofobia, banyak keluar air mata,
kelopak mata bengkak dan sukar dibuka karena perjalanan cabang dari nervus ophtalmicus
yang memberi cabang ke nervus Arnold rekuren dan N III dan N VI.7,8,9
Diagnosis pada pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang dilakukan. Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang tambahan lain untuk membantu
menegakkan diagnosis. Berdasarkan teori yang ada, Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesa dan gambaran klinis dari penyakit, pemeriksaan penunjang dapat digunakan untuk
membantu menegakkan diagnosis dan menyingkirkan kemungkinan diagnosa banding.
Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzank membantu menegakkan diagnosis
8|Page

dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian pula pemeriksaan cairan vesikula atau
material biopsy dengan mikroskop electron, serta tes serologic. Pada pemeriksaan
histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf,
proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi bungkus ganglion.
Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop electron dan antigen virus herpes zoster dapat
dilihat secara imunofloresensi. Apabila gejala klinis jelas tidaklah sulit untuk menegakkan
diagnosis. Akan tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan penunjang
tersebut.7,9

Gambar 4 : Tzanck smear : ditemukan multinuclear giant cell


Diagnosis banding dari Herpes zoster, antara lain:
1. Herpes simpleks
Ditandai dengan erupsi berupa vesikel bergerombol dengan dasar eritema. Sebelum
timbul vesikel, biasanya didahului oleh rasa gatal atau seperti terbakar yang
terlokalisasi, dan kemerahan pada daerah kulit. Terdapat 2 tipe, yaitu tipe 1 dan 2.
Pada tipe 1 terdapat lesi di daerah bibir, rongga mulut, tenggorokan, dan jari tangan.
Pada tipe 2 terdapat lesi di bawah pusat, terutama di sekitar alat genital eksterna.
2. Varisela
Gejala klinis berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah
menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini seperti tetesan embun ( tear drop). Vesikel akan
berubah menjadi pustule dan kemudian menjadi krusta. Lesi menyebar secara
sentrifugal dari badan ke muka dan ekstremitas

9|Page

3. Impetigo bulosa
Terdapat lesi berupa vesikel dan bula yang mudah pecah dan menjadi krusta. Tempat
predileksi di ketiak, dada dan punggung. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada
anak-anak.9
Pada kasus, pasien diterapi dengan kompres NaCl 0.9%, antibiotik topical pada
bagian yang lecet berupa Gentamycin zalf dan antivirus berupa Acyclovir 200mg lima kali
perhari. Di literatur disebutkan Penatalaksaan herpes zoster bertujuan untuk:

1. Mengatasi infeksi virus akut


2. Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster
3. Mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik.8
Pengobatan Umum
Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan
kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan defisiensi imun.
Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju yang longgar
untuk mencegah infeksi sekunder.10
Pengobatan Khusus
1. Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir
dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir
dapat diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya diberikakn pada 3 hari
pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 5800 mg/hari
selama 7 hari, sedangkan melalui intravena biasanya hanya digunakan pada pasien yang
imunokompromise atau penderita yang tidak bisa minum obat.
Obat lain yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah valasiklovir.
Valasiklovir diberikan 31000 mg/hari selama 7 hari, karena konsentrasi dalam plasma
tinggi.. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor
DNA polimerase. Famsiklovir diberikan 3200 mg/hari selama 7 hari. Jika lesi baru masih

10 | P a g e

tetap timbul obat-obat tersebut masih dapat diberikan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi
baru tidak timbul lagi 11,12
2. Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus herpes
zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis asam mefenamat adalah
1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri
muncul.11,12
3. Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian
harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa diberikan ialah
prednison dengan dosis 320 mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap.
Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung
dengan obat antivirus.9
Pengobatan topikal
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel
diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi
infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat
diberikan salap antibiotik.9
Pada Herpes Zoster Oftalmikus dibutuhkan pengobatan yang agresif dan monitoring
karena kemungkinan keterlibatan infeksi mata. Keterlibatan infeksi pada mata terjadi pada
setengah dari herpes zoster ophtalmicus. Secara sederhana, keterlibatan mata ditandai dengan
adanya vesikel pada ujung hidung karena keterlibatan cabang nasociliar (hukum
Hutchinson).13
Prognosis pada pasien ini Quo ad vitam: ad bonam, karena tidak adanya bukti herpes
zoster mengancam jiwa. Quo ad functionam : dubia ad bonam, pada pasien ini terjadi
masalah pada daerah mata yang tidak dapat membuka sebelum diberikan obat, dibutuhkan
pengobatan yang agresif dan monitoring karena kemungkinan keterlibatan infeksi mata.
Keterlibatan infeksi pada mata terjadi pada setengah dari herpes zoster ophtalmicus, Pada
Herpes zoster oftalmikus dapat terjadi berbagai komplikasi, diantaranya ptosis paralitik,
11 | P a g e

keratitis, skleritis, uveitis, korioretinitis, dan neuritis optic. Quo ad sanationam : ad bonam,
Pada dewasa dan anak-anak umumnya baik, tetapi usia tua risiko terjadinya komplikasi
semakin tinggi, dan secara kosmetika dapat menimbulkan makula hiperpigmentasi atau
sikatrik. Dengan memperhatikan higiene & perawatan yang teliti akan memberikan prognosis
yang baik & jaringan parut yang timbul akan menjadi sedikit.

12 | P a g e

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Melton CD. Herpes Zoster. eMedicine World Medical Library:


http://www.emedicine.com/EMERG/topic823.htm
2. Stawiski MA. Infeksi Kulit. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC, 1995; 1291.
3. Siregar RS. Penyakit Virus. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi Ke-2. Jakarta:
ECG, 2005 ; 84-7
4. Achdannasich. Herpes Zoster Bilateral Asimetris-Pada Anak. Perkembangan Penyakit
Kulit dan Kelamin Indonesia Menjelang Abad 21. Perdoski. Surabaya:
Airlangga University Press, 1999 ; 212-4.
5. Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000; 92-4
6. Djuanda, Adhi. 2010. Infeki kulit pada bayi dan anak dalam Buku Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin edisi ke-enam. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokeran
Universitas Indonesia.
7. Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu Penyakit kulit
dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2001.
8. Indrarini, Soepardiman L. Penatalaksaan Infeksi Virus Varisela-Zoster pada Bayi dan
Anak. Media Dermato-Venereologica Indonesiana. Volume 27. Jakarta:
Perdoski, 2000; 65s-71s
9. Djuanda, Adhi. 2010. Herpes zoster dalam Buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi
ke-enam. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokeran Universitas Indonesia.
10. Stankus SJ, Dlugopolski M, Packer D. Management of Herpes Zoster and Post Herpetic
Neuralgia.

eMedicine

World

Medical

Library:

http://www.emedicine.com/info_herpes_zoster
11. Andrews. Viral Diseases. Diseases of the Skin. Clinical Dermatology. 9th Edition.
Philadelphia: WB Saunders Company, 2000; 486-491.
12. Wilmana PF. Antivirus dan Interferon. Farmakologi dan Terapi. Edisi Ke-4. Jakarta:
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995; 617.
13. Naros WE. Tinjauan Retrospektif Penyakit Herpes Zoster Pada Penderita Yang Dirawat
Di Bagian Kulit Dan Kelamin RSUP DR. M. Djamil Padang Periode 1993
1997
13 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai