Evaluasi Dan Upaya Penanganan Limpasan
Evaluasi Dan Upaya Penanganan Limpasan
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam penambangan terbuka
khususnya pada penambangan batubara adalah masalah penanganan air, atau lebih
umum disebut dengan istilah penirisan tambang. Air merupakan salah satu faktor
penting dalam kegiatan penambangan batubara namun dalam takaran yang sesuai,
apabila melebihi kebutuhan maka dapat mempengaruhi kegiatan penambangan
khususnya pada penurunan nilai produksi.
Umumnya pada penambangan batubara metode penambangan yang
digunakan adalah metode open pit. Salah satu resiko dari metode penambangan
ini adalah terbentuknya cekungan yang luas sehingga sangat potensial untuk
menjadi zona tampungan air, baik yang berasal dari air limpasan permukaan
maupun air tanah. Pada saat kondisi curah hujan yang tinggi maka air yang
berasal dari limpasan permukaan dapat menggenangi lantai dasar dan
menyebabkan berlumpurnya front penambangan. Permasalahan tersebut akan
menghambat aktifitas penambangan yang sedang berlangsung.
Untuk meninjau masalah limpasan permukaan, diperlukan suatu bentuk
upaya yang optimal untuk penanganan air yang masuk ke pit melalui suatu kajian
teknik sistem penyaliran tambang dengan menganalisis aspek-aspek yang
berpengaruh terhadap penanganan air yang masuk ke pit, khususnya yang berasal
dari curah hujan (mine dewatering).
1.2
Rumusan Masalah
Adapun masalah penelitian yang dikaji adalah :
1.3
Batasan Masalah
Penelitian tugas akhir ini difokuskan pada data sekunder yaitu data curah
hujan dan data primer yaitu pengukuran debit pada pit penambangan terhadap
sistem penyaliran mine dewatering yang ada. Penelitian ini mengacu pada
masalahmasalah yang menyangkut debit air hujan, daya tampung sumuran dan
jumlah pompa yang dipakai. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini yakni :
1. Data sekunder (data curah hujan) yang dipakai selama 5 tahun.
2. Pembahasan difokuskan pada mine dewatering.
1.4
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
BAB II
DASAR TEORI
2.1
Siklus Hidrologi
Hidrologi adalah cabang ilmu geografi yang mempelajari tentang
pergerakan, distribusi, dan kualitas air di bumi, termasuk siklus hidrologi dan
sumber daya air. Siklus hidrologi merupakan proses sirkulasi air yang tidak
pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer. Pemanasan air
laut oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat
berjalan secara terus menerus. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai
presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan
gerimis atau kabut.
Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi
kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman
sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak
secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:
a) Evaporasi / transpirasi
Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb. kemudian akan
menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada
keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang
selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk,
rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir
membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi
dalam komponen-komponen siklus hidrologi. Jumlah air di bumi secara
keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya. Tempat
terbesar terjadi di laut.
Macam-Macam dan Tahapan Proses Siklus Air :
a) Siklus Pendek / Siklus Kecil
Dimana air laut menguap menjadi uap gas karena panas matahari
kemudian terjadi kondensasi dan pembentukan awan dari uap air laut tersebut
lalu hujan terjadi di permukaan laut.
b) Siklus Sedang
Pada tahap ini air laut menguap menjadi uap gas karena panas matahari
terjadi proses evaporasi pada uap tersebut. Uap yang terevaporasi bergerak
oleh tiupan angin ke darat dan terjadi proses pembentukan awan sehingga
turun hujan di permukaan daratan. Air hujan yang jatuh kemudian mengalir di
sungai menuju ke laut kembali.
c) Siklus Panjang / Siklus Besar
Air laut menguap menjadi uap gas karena panas matahari kemudian uap
air mengalami sublimasi sehingga terjadi proses pembentukan awan yang
mengandung kristal es. Awan tersebut bergerak oleh tiupan angin ke darat dan
terjadi salju, salju yang jatuh membentukan gletser. Pada saat gletser mencair
akan membentuk aliran sungai yang akan menuju ke laut.
2.2
Metode Penyaliran
Pengertian dari sistem penyaliran tambang adalah suatu usaha yang
2.3
Curah Hujan
Hujan merupakan air yang jatuh ke permukaan bumi dan merupakan uap air
di atmosfir yang terkondensasi dan jatuh dalam bentuk tetesan air. Sistem
penyaliran tambang dewasa ini lebih ditujukan pada penanganan air permukaan,
ini karena air yang masuk ke dalam lokasi tambang sebagian besar adalah air
hujan.
Air tambang akan ditampung dalam lopak (sump), selanjutnya dikeluarkan
dengan pompa melalui jalur pemipaan ke kolam pengendapan (Settling Pond). Air
limpasannya (overflow) akan dibuang atau dialirkan ke luar lokasi tambang atau
ke sungai terdekat dan lumpur endapannya (underflow) dibersihkan secara
berkala.
Curah hujan adalah jumlah atau volume air hujan yang jatuh pada satu
satuan luas, dinyatakan dalam satuan mm (milimeter). 1 mm berarti pada luasan
1m2 jumlah air hujan yang jatuh sebanyak 1 Liter. Sumber utama air permukaan
pada suatu tambang terbuka adalah air hujan.
Curah hujan merupakan salah satu faktor penting dalam suatu sistem
penyaliran, karena besar kecilnya curah hujan akan mempengaruhi besar kecilnya
air tambang yang harus diatasi. Besar curah hujan dapat dinyatakan sebagai
volume air hujan yang jatuh pada suatu areal tertentu, oleh karena itu besarnya
curah hujan dapat dinyatakan dalam meter kubik per satuan luas, secara umum
dinyatakan dalam tinggi air (mm). Pengamatan curah hujan dilakukan oleh alat
penakar curah hujan.
Analisis curah hujan dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya
metode analisis frekuensi langsung (direct frequency analysis). Analisis ini
dilakukan untuk menentukan curah hujan berdasarkan data curah hujan yang
tersedia. Jika waktu pengukuran curah hujan lebih lama (jumlah data lebih
banyak), maka hasil analisis semakin baik.
Analisis frekuensi langsung dapat dilakukan dengan dua sajian data curah
hujan, yaitu :
Besar kecilnya nilai curah hujan hasil analisis akan mempengaruhi besar
kecilnya air tambang yang harus ditangani. Untuk mengantisipasi kemungkingan
terburuk yang timbul akibat curah hujan maka perlu diperhitungkan beberapa hal
antara lain:
Hr = +
10
Keterangan :
Hr
SD
= Standart Deviation.
Yn
= Reduced Mean.
Sn
Yt
= Reduced Variate.
Yn =- ln[ - ln (
)] ......................................................................... 1.2
Keterangan :
n = Jumlah Sampel
m = Urutan Sampel
Nilai Reduced Variate (Yt) dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :
Yt = -ln [-ln(
Keterangan :
PU = Periode Ulang Hujan (Tahun)
11
Nilai dari Reduced Standart Deviation (Sn) dan Standart Deviation (SD)
ditentukan dengan rumus :
Sn =
SD =
biasanya akan berulang pada suatu periode tertentu, yang dikenal dengan Periode
Ulang Hujan. Periode ulang hujan adalah periode (tahun) dimana suatu hujan
dengan tinggi intensitas yang sama kemungkinan bisa terjadi lagi. Kemungkinan
terjadinya adalah satu kali dalam batas periode (tahun) ulang yang ditetapkan.
Penentuan periode ulang hujan dan resiko hidrologi dihitung dengan
menggunakan rumus :
Rh = 1 (1 -
Keterangan :
Rh = risiko hidrologi (kemungkinan suatu kejadian akan terjadi minimal 1 kali
pada periode ulang tertentu)
Pu = Periode Ulang Hujan
n = Umur fasilitas tambang
12
singkat, biasanya satuan yang digunakan adalah mm/jam. Intensitas curah hujan
biasanya dinotasikan dengan huruf I.
Rumus untuk mengolah data intensitas curah hujan yaitu:
I=
..................................................
1.7
Keterangan :
I = Intensitas Curah Hujan (mm/jam)
= Curah Hujan Max (mm)
T = Lama Waktu Hujan (Jam)
13
peta topografi. Berdasarkan kondisi daerahnya seperti adanya daerah hutan, lokasi
penimbunan, kepadatan alur drainase, serta kondisi kemiringan (gride).
Sumber utama air limpasan permukaan pada suatu tambang terbuka adalah
air hujan, jika curah hujan yang relatif tinggi pada daerah tambang maka perlu
penanganan air hujan yang baik (sistem drainase) yang tujuannya agar
produktivitas tidak menurun.
14
Kerapatan vegetasi
Daerah dengan vegetasi yang rapat, akan memberikan nilai C yang kecil,
karena air hujan yang masuk tidak dapat langsung mengenai tanah, melainkan
akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan, sedangkan tanah yang gundul akan
memberi nilai C yang besar.
daripada daerah hutan atau perkebunan, karena pada daerah persawahan misalnya
padi, air hujan yang jatuh akan tertahan pada petak-petak sawah, sebelum
akhirnya menjadi limpasan permukaan.
Kemiringan tanah
Daerah dengan kemiringan yang kecil (<3%), akan memberikan nilai C
yang kecil, daripada daerah dengan kemiringan tanah yang sedang sampai curam
untuk keadaan yang sama.
Kemiringan
Agak Miring 3 % - 15 %
Koefisien Limpasan
Persawahan rawa-rawa
0.2
Hutan, perkebunan
0.3
Permukiman
0.4
Hutan, perkebunan
0,4
Pemukiman
0,5
Vegetasi ringan
0,6
Tanah gundul
0,7
15
Kemiringan
Kegunaan Lahan
Koefisien Limpasan
Hutan
0,6
Pemukiman
0,7
Vegetasi ringan
0,8
Curam
Kemiringan > 15 %
Tanah gundul,
0,9
penambangan
( Sumber :Diktat Tambang Terbuka , 2013)
Keterangan:
Q = Debit Air Limpasan Maksimum (
/detik)
C = Koefisien Limpasan
I = Intensitas Curah Hujan (mm/jam)
A = Luas Daerah Tangkapan Hujan (
16
2.5
Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk aliran air dapat
mengalir dari titik terjauh sampai ke titik yang akan dituju. Lama waktu
konsentrasi bergantung pada jarak dan kemiringan (Grade). Menurut Kirpich
(1940) waktu konsentrasi dapat dihitung dengan :
= 0.0195
Keterangan :
= Waktu Konsentrasi (menit)
L = Jarak dari titik terjauh sampai ke titik yang dituju (meter)
S = Kemiringan / Grade (%)
2.6
Pompa
Pompa digunakan untuk mengangkat air yang masuk ke sump agar tidak
membanjiri sump. Harus ada keseimbangan antara air yang masuk dengan air
17
yang akan dikeluarkan. Air yang mengalir pada pipa hisap kemudian diteruskan
oleh pipa keluar. Pipa ini nantinya akan digunakan untuk mengalirkan air dari
dalam sump menuju ke kolam pengendapan lumpur.
Hubungan pompa dengan curah hujan ialah untuk mengetahui seberapa besar
jumlah air yang masuk dan dapat ditampung oleh sump. Agar air yang berada
pada sump tersebut dapat dikelola, maka jumlah pompa yang dibutuhkan melalui
volume air yang masuk dibagi dengan volume pemompaan.
.................1.10
.........................................1.11
Keterangan :
HT = total head pompa, m
Hs = head statis total, m
18
Hv = head kecepatan, m
Hf = head gesekan, m
Hb= head belokan, m
Dengan :
-
.................................................. 1.14
) ..................................................
Dimana:
h1 = Elevasi sisi isap (m)
h2 = Elevasi sisi keluar (m)
Q = Debit air limpasan (
/detik)
1.15
1.16
19
2.7
Dimana :
V = Volume air (
20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penjadwalan Kegiatan :
Kegiatan
Bulan
Februari
1 2 3 4
Persiapan
Kajian Pustaka
Kegiatan lapangan
Pengolahan data
Penyusunan Laporan
Dan Konsultasi
Maret
1 2
April
4 1
2 3
Mei
4
21
3.1.2
Data Sekunder
Data Sekunder adalah data-data penunjang yang digunakan dalam
pembuatan tugas akhir.
22
3.1.3
Tahapan Penelitan
Adapun tahapan penelitian sebagai berikut :
Mulai
Perilaku Hujan
Curah
Hujan
Morfologi
Koefisien Limpasan
DTH
Intensitas Hujan
23
Q Limpasan
V. Limpasan
Sump (Sumuran)
Max. V Sump
Rekomemndasi
Jumlah Kebutuhan
Pompa
Pompa
Alternatif
Pengalihan
Volume Limpasan
Over V. Samp)
Settling Pond
24
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
____,http://mheea-nck.blogspot.com/2011/01/sistem-penirisan-tambang.hmtl
(18 November 2014)
6.