Anda di halaman 1dari 14

1. Nn.

Fanny, 22 tahun, datang ke poli bedah RSMH dengan keluhan utama terdapat benjolan
di leher kiri dan kanan sejak 6 bulan yll. Benjolan makin lama makin besar, tidak disertai
nyeri. Benjolan mula-mula terjadi di leher kiri, 1 bulan terakhir teraba juga di leher kanan.
e. Mengapa benjolan yang terjadi tidak disertai nyeri? Tia
Pada skenario, Nn. Fanny tidak merasakan nyeri karena bengkaknya KGB tidak
sampai menekan ujung-ujung saraf. Tidak ditemukannya rasa nyeri juga menunjukkan bahwa
benjolan pada Nn. Fanny tersebut bukan radang akut melainkan radang kronik dimana pada
kasus Nn. Fanny mengalami limfadenitis kronik spesifik. Sedangkan jika terasa nyeri
biasanya digolongkan pada reaksi radang akut, yang memiliki ciri-ciri Dolor (nyeri), Kalor
(panas), Rubor (kemerahan), Tumor (bengkak), Functio laesa (fungsi menurun atau hilang).
h. Apa saja penyakit yang dapat menyebabkan benjolan di leher? Tia
Kasus-kasus tersering yang ditemukan apabila terdapat benjolan di leher, yaitu pembesaran
kelenjar tiroid (struma), pembesaran kelenjar getah bening (linfadenopati), dan kista duktus
tiroglosus.
Struma uninoduler toksik (morbus Plummer)
Morbus Plummer merupakan suatu noduler yang non toksik dalam jangka waktu
antara 15-20 tahun dapat menjadi struma noduler toksik dengan keluhan seperti sukar
menelan, batuk, gangguan pernafasan, dan suara serak.
Karsinoma tiroid
Karsinoma tiroid yang jinak lebih sering ditemukan pada wanita dan pada orang yang
telah berusia lebih dari 40 tahun. Sebagian kecil pasien, khususnya pasien dengan nodul
tiroid yang besar, mengeluh adanya gejala penekanan pada esofagus dan trakea.
Gondok atau Goiter atau Struma
Goiter adalah suatu pembengkakan pada kelenjar tiroid yang dapat menyebabkan
pembengkakan di daerah leher dan laring. Klasifikasi gondok menurut derajatnya dibedakan
menjadi

Diffuse Goiter yaitu struma yang menyebar seleuruhnya melalui kelenjar tiroid (dapat
berupa simple goiter dan multinodular goiter
Toxic goiter yaitu struma dengan keadaan hipertiroidisme, paling banyank disebabkan oleh
Grave disease, tapi dapat juga disebabkan oleh multinodular goiter dan inflamasi
(Tirotoksikosis)

Non Toxic Goiter yakni goiter yang disebabkan oleh tipe lain misalnya oleh karena
akumulasi lithium atau dapat karena penyakit autoimun.
TNG (Toxic Nodular Goiter)
TNG merupakan keadaan dimana kelenjar tiroid mengandung nodul tiroid yang
berfungsi secara otonom yang mengakibatkan hipertiroidisme atau dengan kata lain terjadi
hipersekresi hormon-hormon tiroid yang menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang
bernodul-nodul.
Thyroid Papillary Carcinoma
Bentuk ganas pada kelenjar tiroid. Sangat jarang terjadi, namun apabila terjadi dapat
menyebabkan hiperfungsi hormon-hormon tiroid sehingga sekresinya berlebihan di dalam
darah menyebabkan tirotoksikosis dan hipertiroid.
Macro and Micro Pituitary Adenoma
Tumor jinak pada hipofisis. Apabila tumor lebih dari 10 mm disebut sebagai
makroadenoma , dan bila kurang dari 10mm disebut mikroadenoma.
Selain itu dapat pula disebabkan oleh penyakit Kanker kepala, kanker leher, penyakit
hodgkin, limfoma non hodgkin, leukimi, kanker paru-paru, kanker payudara, kanker kulit
Infeksi bakteri antara lain abses peritonsilar, radang tenggorokan, radang amandel,
tuberkulosis
5. Dokter bedah dilakukan biopsy pada kelenjar limfe leher kiri dan specimen dikirim ke Lab
Patologi Anatomi

untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi. Hasil pemeriksaan

histopatologi: Tampak kelenjar getah bening berkapsul jaringan ikat tipis, bagian korteks
tampak folikel limfoid hyperplasia, berbagai ukuran, dengan germinal centre aktif. Tampak
bagian kelenjar getah bening yang mengalami nekrosis perkijuan dikelilingi oleh sel-sel
limfosit, makrofag, epiteloid, 1-2 sel datia langhans dapat dijumpai. Tidak dijumpai tandatanda ganas.
h. Apa jenis reaksi hipersensitivas pada kasus ini? Tia
Reaksi hipersensitivitas type IV disebut juga reaksi hipersensitivitas type lambat yang
diperantarai oleh sistem imun selular, yaitu melalui perantara sel T yang tersensitisasi secara
khusus dan bukan diperantarai antibody. Reaksi hipersensitivitas type IV dibagi menjadi
dua type dasar yaitu:
1.

Delayed

type

hypersensitivity

(DTH)

yang

diinisiasi

oleh

sel

CD4+

2. T cell mediated cytolysis / sitotoksitas sel langsung yang diperantarai oleh sel T CD8+
Pada hipersensitivitas type lambat, sel T CD4+ type TH1 menyekresikan sitokin sehingga
menyebabkan adanya perekrutan sel-sel lain, terutama makrofag, yang merupakan sel efektor
yang utama. Sedangkan pada sitotoksitas selular, sel T CD8+ sitotoksik menjalankan fungsi
efektor. Pada Kasus, yang merupakan respon utama mycobacterium tuberculosis, di mediasi
oleh sel T CD4+ (Delayed type hypersensitivity (DTH) yang diinisiasi oleh sel T CD4+)

Terekspos oleh
antigen dari
tuberculi Basil

Difagosit
oleh
makrofag
Bisa masuk
kedalam
makrofag
karena adanya
reseptor
mannosa dari
makrofag
yang
berikatan dng
mannose

Manipulasi
endosom
makrofag

+ 3 minggu
terpajan,
terbentuk
imun seluler
pada KGB

Dalam bentuk
MHC kelas II
membentuk
ikatan MHC IIMtb antigenreseptor sel T
dengan bantuan

Kerusakan
Oksidatif
konstituen Mtb
dari dinding-DNA

Mengumpulny
a sel epiteloid
giant cell
datia
langhans

Kadar NO

(Oksidato
r Kuat)

Sel
Epiteloid
histiosito
sis

Lama kelamaan
Terbentuk
fibrosis

Bersifat
Langsung
membunu
h antigen

Terjadi Diferensiasi
perkembangan sel T
CD4+ naiive
Mengeluarkan beberapa
sitokin :
IFN-
Aktivasi makrofag gen
inducible Nitrid Oxyd
Synthesis (iNOS)

TNF
Rekrutmen monosit aktif dan
berdiferensiasi

IL-2
Menghasilkan parakrin dan
autokrin dari sel T,
menyebabkan akumulasi
sitokin secara terus menerus

Selain mengeluarkan sitokin


efek dari perkembangan sel
T CD4+ naiive juga akan
mempermudah
terbentuknya CD8+ (T

i. Bagaimana tatalaksana dari kasus ini? Kokoh, aku, tia


Pengobatan TB paru terbagi atas 2 fase :
- fase intensif (2-3 bulan)
- fase lanjutan (4-7 bulan)
Obat yang dipakai :
- lini 1 (obat utama)
- lini 2 (obat tambahan)
Lini 1
- Rifampisin (R)
- INH (H)
- Piazinamid (Z)
- Etambutol (E)
- Streptomisim (S)
Kemasan
- Obat tunggal : disajikan secara terpisah
masing-masing R,H,Z,E,S
- Obat kombinasi dosis tetap (FDC =Eixed
Dose Combination)
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengklasifikasikan limfadenitis TB ke dalam
TB di luar paru dengan paduan obat 2RHZE/10RH. British Thoracic Society Research
Committee and Compbell (BTSRCC) merekomendasikan pengobatan selama 9 bulan dalam
regimen 2RHE/7RH.16
Ada 2 (dua) kategori Obat Anti Tuberkulosa (OAT):17 1. OAT Utama (first-line
Antituberculosis Drugs), yang dibagi menjadi dua (dua) jenis berdasarkan sifatnya yaitu:
Bakterisidal, termasuk dalam golongan ini adalah INH, rifampisin, pirazinamid dan
streptomisin.
Bakteriostatik, yaitu etambutol. Kelima obat tersebut di atas termasuk OAT utama
OAT sekunder (second Antituberculosis Drugs), terdiri dari Para-aminosalicylicAcid (PAS),
ethionamid, sikloserin, kanamisin dan kapreomisin. OAT sekunderini selain kurang efektif
juga lebih toksik, sehingga kurang dipakai lagi.
Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka prinsipprinsip yang dipakai adalah: 17 y Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti

Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk mencegah
timbulnya kekebalan terhadap OAT. y Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan
obat, pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed
Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). y Pengobatan TB diberikan dalam
2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap Intensif y Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. y Bila pengobatan tahap
intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. y Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA
negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan y Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama y Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman
persister (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan Regimen pengobatan yang
digunakan adalah: 17 y Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan. Kemudian diteruskan
dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4
bulan. Obat ini diberikan untuk: Penderita baru TB Paru BTA Positif. Penderita baru TB Paru
BTA negatif Rntgen Positif yang sakit berat Penderita TB Ekstra Paru berat
kategori 3 (2HRZ/4H3R3).Obat ini diberikan untuk: Penderita baru BTA negatif dan rntgen
positif sakit ringan, Penderita TB ekstra paru ringan.
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan
dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu. Kategori 1
Tahap Pengobatan Lamanya Dosis per hari/kali Kaplet Rifampicin @ 450 mg 1 Tablet
Pirazinamid @ 500 mg 3 Tablet Etambutol @ 250 mg 3
Pengobatan Tablet Isoniazid @ 300 mg
Tahap intensif (dosis 2 bulan harian) Tahap lanjutan (dosis 4 bulan 3x seminggu)
Kategori 3 Tahap Pengobatan Lama Pengobatan Tablet Isoniazid Tablet @ 300 mg
Rifampicin @450 mg Tahap intensif 2 bulan 1 1 Tablet Pirezinamid 500 mg 3 @
(dosis harian) Tahap (dosis 3xseminggu) lanjutan 3x 4 bulan 2 1 -------

Reaksi immunologi (tia)


Radang Kronik Imun Spesifik
Organ imunologi perifer
Limfosit terdapat sebagai sel yang berada di dalam darah, limfe, jaringan pengikat
dan epitel, terutama dalam lamina propria tractus respiratorius dan tractus
digestivus, limfosit terlihat bersama dengan plasmasit dan makrofag sebagai
kumpulan yang padat dalam jaringan pengikat longgar. Apabila jaringan
penyusunnya terdiri atas sel-sel limfosit saja maka jaringan tersebut disebut
jaringan limfoid, sedangkan organ limfoid adalah jaringan limfoid yang
membentuk bangunan sendiri. Jadi, jaringan dan organ limfoid adalah jaringan
yang mengandung terutama limfosit, terlepas apakah terdapat bersama dengan
plasmasit dan makrofag atau tidak.
Berdasarkan atas fungsinya, jaringan limfoid terbagi menjadi:
1. Jaringan limfoid primer/sentral
Jaringan limfoid primer berfungsi sebagai tempat diferensiasi limfosit yang
berasal dari jaringan myeloid. Terdapat dua jaringan limfoid primer , yaitu
kelenjar thymus yang merupakan diferensiasi limfosit T dan sumsum tulang
yang merupakan diferensiasi limfosit B. Pada aves, limfosit B berdiferensiasi
dalam bursa fabricius. Jaringan limfoid primer mengandung banyak sel-sel
limfoid diantara sedikit sel makrofag dalam anyaman sel stelat yang berfungsi
sebagai stroma dan jarang ditemukan serabut retikuler.
2. Jaringan limfoid perifer/sekunder
Jaringan limfoid sekunder berfungsi sebagai tempat menampung sel-sel
limfosit yang telah mengalami diferensiasi dalam jaringan sentral menjadi selsel yang imunokompeten yang berfungsi sebagai komponen imunitas tubuh.
Dalam jaringan limfoid sekunder, sebagai stroma terdapat sel retikuler yang
berasal dari mesenkim dengan banyak serabut-serabut retikuler. Jaringan
limfoid yang terdapat dalam tubuh sebagian besar tergolong dalam jaringan
ini, contohnya nodus lymphaticus, limfa dan tonsilla.
3. Nodus Lymphaticus

Nodus lymphaticus merupakan organ kecil yang terletak berderet-deret


sepanjang pembuluh limfe. Jaringan parenkimnya merupakan kumpulan yang
mampu mengenal antigen yang masuk dan memberi reaksi imunologis secara
spesifik. Organ ini berbentuk seperti ginjal atau oval dengan ukuran 1-2,5 mm.
Bagian yang melekuk ke dalam disebut hillus, yang merupakan tempat keluar
masuknya pembuluh darah. Pembuluh limfe aferen masuk melalui permukaan
konveks dan pembuluh limfe eferen keluar melalui hillus. Nodus lymphaticus
tersebar pada ekstrimitas, leher, ruang retroperitoneal di pelvis dan abdomen
dan daerah mediastinum.
Dinding pembuluh limfe yang tipis mudah ditembus oleh makromolekul dan
sel-sel yang berkelana dari jaringan pengikat, sehingga tidak dijumpai adanya
barier yang mencegah bahan-bahan antigenik, baik endogen maupun eksogen.
Sel bakteri dapat dengan mudah melintasi epidermis dan epitel membrana
mukosa yang membatasi ruangan dalam tubuh, yang apabila luput dari
perngrusakan oleh fagosit dalam darah maka akan berproliferasi dan
menghasilkan

toksin

yang

mudah

masuk

dalam

limfe.

Nodus lymphaticus berfungsi sebagai filtrasi terhadap limfe yang masuk


karena terdapat sepanjang pembuluh limfe sehingga akan mencegah pengaruh
yang merugikan dari bakteri tersebut. Fungsi imunologis nodus lymphaticus
disebabkan adanya limfosit dan plasmasit dengan bantuan makrofag untuk
mengenal antigen dan pembuangan antigen fase terakhir. Nodus lymphaticus
juga merupakan tempat penyebaran sel-sel yang baru dilepas oleh thymus atau
sumsum tulang.
4. Lien
Lien merupakan organ limfoid yang terletak di cavum abdominal di sebelah
kiri atas di bawah diafragma dan sebagian besar dibungkus oleh peritoneum.
Lien merupakan organ penyaring yang kompleks yaitu dengan membersihkan
darah terhadap bahan-bahan asing dan sel-sel mati disamping sebagai
pertahanan imunologis terhadap antigen. Lien berfungsi pula untuk degradasi
hemoglobin, metabolisme Fe, tempat persediaan trombosit, dan tempat
limfosit T dan B. Pada beberapa binatang, lien berfungsi pula untuk
pembentukan eritrosit, granulosit dan trombosit.

Limfosit dalam lien sebagian beupa limfosit T, sebagian dari medulla oseum
yang dibawah pengaruh Limfosit B. Makrofag dalam lien kemungkinan
berasal dari sel induk dalam medulla osseum. Apabila lien diangkat, maka
fungsinya akan diambil alih oleh organ lain. Apabila terjadi luka, akan terjadi
kesembuhan dengan timbulnya jaringan pengikat.
5. Tonsilla
Lubang penghubung antara cavum oris dan pharynx disebut faucia. Di daerah
ini membran mukosa tractus digestivus banyak mengandung kumpulan
jaringan limfoid dan terdapat infiltrasi kecil-kecil diseluruh bagian di daerah
tersebut. Selain itu diyemukan juga organ limfoid dengan batas-batas nyata.
Rangkaian organ limfoid ini (cincin Waldeyer) meliputi:
a. Tonsila Lingualis
Tonsilla lingualis terdapat pada facies dorsalis radix linguae sebagai
tonjolan-tonjolan bulat. Dalam jaringan limfoid tampak adanya nodus
lymphaticus.
b. Tonsila Palatina
Diantara arcus glossoplatinus dan arcus pharyngopalatinus terdapat dua
buah jaringan limfoid dibawah membrane mukosa yang masing-masing
disebut tonsilla palatine.
c. Tonsila Pharyngealis
Pada atap dan dinding dorsal nasopharynx terdapat kelompok jaringan
limfoid yang ditutupi pula oleh epitel yang dinamakan tonsilla
pharyngealis.

Reaksi imunopatologi yang mendasari terjadinya pembentukan granuloma

Peran sel T :
Fungsi pengendali; sel T penolong /CD4 (cluster of deferentiation 4)
Fungsi pelaksana; sel T sitotoksik (pemusnah) / CD8 => mampu mematikan
sel terinfeksi virus, sel tumor
Fungsi Sel CD4 :

Pengendali ; mengaitkan sist monosit-makrofag ke sist limfoid


berinteraksi dg sel penyaji antigen untuk mengendalikan Ig
Menghasilkan sitokin yang memungkin tumbuhnya sel CD4 dan CD8
Berkembang menjadi sel pengingat

Fungsi imunitas seluler :

Sel CD8 mematikan scr langsung sel sasaran


Sel T menyebabkan reaksi hipersensitifitas tipe lambat
Sel T memiliki kemampuan menghasilkan sel pengingat
Sel T sbg pengendali CD4 dan CD8 memfasilitasi dan menekan respon imun
seluler dan humoral

Hipersensitifitas yang dimediasi sel(tipe IV) :


Dimediasi limfosit T yang tersensitisasi spesifik
Hipersensitifitas tipe lambat dan sitotoksisitas dimediasi sel T
Hipersensitifitas tipe lambat :

Respon utama: Mycrobacterium tuberculosis, fungus, protozoa, parasit,

dermatitis kontak, rejeksi allograf


Mediasi: sel CD4+ TH1 digerakkan oleh IL12 yg disekresi makrofag aktif
Sitokin TH1: interferon(IFN-, IL2 dan TNF-
Sitokin merekrut monosit dan makrofag (non spesifik)
Ag persisten/tidak dpt diurai sel T & makrofag diganti nodul makrofag aktif
(epitelioid) granuloma

Type IV: Sensitization Phase


First exposure to antigen

Antigen-presenting cell (dendritic cells, macrophages)

MHC II presentation

Nave CD4+ T cells

Activated, antigen-specific T helper 1 cells


T helper 1 tersensitisasi akan tetap berada di dalam sirkulasi selama bertahuntahun
Type IV: Effector Phase
Second exposure

Memory T helper 1 activated (mengalami transformasi dan proliferasi yang luar


biasa)

Effector T helper 1

Inflammatory cytokines (ex. IFN, IL-12, IL-2, TNF, dan limfotoksin)


(bertanggung jawab mengendalikan respon DTH)
Chemokines for phagocyte recruitment

More activated macrophages to exposure site

Gambar: Pembentukan granuloma pada TB primer


Bentuk khas dari granuloma adalah adanya nekrosis caseosa di tengahtengahnya yang dikelilingi oleh giant cell.

Gambar: granuloma, pada tengahnya terdapat nekrosis susu (necrosis


caseosa) yang dikelilingi oleh giant cell tipe Langhan. (courtesy: Robin).
Granuloma adalah bentuk khusus DTH yang terjadi pada saat antigen bersifat
persisten dan / tidak dapat didegradasi). Infiltrat awal sel CD4+ T perivaskular
secara progresif digantikan oleh makrofag dalam waktu 2 hingga 3 minggu,
makrofag yang terakumulasi ini secara khusus menunjukkan bukti morfologias

adanya aktivasi, yaitu semakin membesar, memipih dan eosinofilik (disebut


sebagai sel epiteloid). Sel epiteloid kadang-kadang bergabung di bawah
pengaruh sitokin tertentu (misalnya, IFN ) untuk membentuk sel raksasa atau
giant cell berinti banyak. Suatu agregat mikroskopis sel epiteloid secara
khusus dikelilingi oleh suatu lingkaran limfosit, yang disebut sebagai
inflamasi granulomatosa. Granuloma yang lebih dahulu terbentuk membentuk
suatu sabuk rapat fibroblas dan jaringan ikat.
Problematic consequence (ex. Mycobacterium tuberculosis)bacteria cannot be
cleared

Granuloma formation

Continuous macrophage + T helper 1 activation

High lytic enzyme secretion

Tissue damage
HIPERSENSITIVITAS
Definisi
Reaksi hipersensitivitas adalah reaksi imun yang patologik, tidak
normal, yang terjadi akibat respon imun yang berlebihan terhadap suatu pajanan antigen
yang sama untuk kedua kalinya, sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.
Robert Coombs dan Philip HH Gell (1963)
Hipersensitivitas dapat diklasifikasikan atas dasar mekanisme imunologis yang memediasi
penyakitnya. Tipe-tipe klasifikasi hipersensitivitas adalah:
Tipe
Mekanisme Imun
Gangguan Prototipe
I
Tipe Anafilaksis
Alergen mengikat silang antibodi IgE Anafilaksis, beberapa
pelepasan amino vasoaktif dan mediator bentuk asma bronkial
lain dari basofil dan sel mast rekrutmen
sel radang lain
II
Antibodi
IgG atau IgM berikatan dengan antigen Anemia
hemolitik
terhadap Antigen pada permukaan sel fagositosis sel autoimun,
Jaringan
target atau lisis sel target oleh komplemen eritroblastosis fetalis,
Tertentu
atau sitotosisitas yang diperantarai oleh penyakit Goodpasture,
pemfigus vulgaris
sel yang bergantung antibody
III
Penyakit
Kompleks
antigen-antibodi
Reahsi Arthua, serum
Kompleks Imun
lupus
mengaktifkan komplemen menarik sickness,
eritematosus
sistemik,
perhatian neutrofil pelepasan enzim
bentuk
tertentu

IV

Hipersensitivitas
Selular (Lambat)

lisosom, radikal bebas oksigen, dan lainlain


Limfosit T tersensitisasi pelepasan
sitokin
dan
sitotoksisitas
yang
diperantarai oleh sel T

glomerulonefritis akut
Tuberkulosis,
dermatitis
kontak,
penolakan transplan

DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia. A, Et All ; Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6 , 2006.
Robbins, L. Stanley, Et All ; Buku Ajar Patologi, Edisi VII, EGC, 2007, Jakarta.
http://www.slideshare.net/beusav/81071297-limfadenitistuberkulosis
http://muhaiminrifai.lecture.ub.ac.id/files/2011/01/Alergi-hipersensitif-diktat1.pdf

Anda mungkin juga menyukai