Anda di halaman 1dari 15

Presentasi Kasus

KEMATIAN SEORANG LAKI LAKI USIA 63 TAHUN AKIBAT TRAUMA


KEPALA DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS

Oleh:
Eksy Andhika W
Amanda Yessica A
Finda Kartika G
Mutiara Rizky A
Aryo Seno

G99141067
G99141068
G99141069
G99141070
G99141071

Pembimbing :
dr. Adji Suwandono, S.H
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2014

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Trauma Kepala


Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang
menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau
gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury
Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan
bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan
fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, RutlandBrown, Thomas, 2006).
B. Trauma Kepala
B.1. Jenis Trauma
Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi
trauma (Sastrodiningrat, 2009). Cedera yang tampak pada kepala bagian luar
terdiri dari dua, yaitu secara garis besar adalah trauma kepala tertutup dan
terbuka. Trauma kepala tertutup merupakan fragmen-fragmen tengkorak yang
masih intak atau utuh pada kepala setelah luka. The Brain and Spinal Cord
Organization 2009, mengatakan trauma kepala tertutup adalah apabila suatu
pukulan yang kuat pada kepala secara tiba-tiba sehingga menyebabkan jaringan
otak menekan tengkorak.
Trauma kepala terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah menembus
sampai kepada dura mater. (Anderson, Heitger, and Macleod, 2006).
Kemungkinan kecederaan atau trauma adalah seperti berikut;
a) Fraktur
Menurut American Accreditation Health Care Commission,
terdapat 4 jenis fraktur yaitu simple fracture, linear or hairline fracture,
depressed fracture, compound fracture. Pengertian dari setiap fraktur
adalah sebagai berikut:
Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit
Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa
depresi, distorsi dan splintering.
Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke arah otak.
Compound : retak atau kehilangan kulit dan splintering pada
tengkorak. Selain retak terdapat juga hematoma subdural (Duldner,
2008).
Terdapat jenis fraktur berdasarkan lokasi anatomis yaitu terjadinya
retak atau kelainan pada bagian kranium. Fraktur basis kranii retak pada
basis kranium. Hal ini memerlukan gaya yang lebih kuat dari fraktur
linear pada kranium. Insidensi kasus ini sangat sedikit dan hanya pada
4% pasien yang mengalami trauma kepala berat (Graham and Gennareli,
2000; Orlando Regional Healthcare, 2004). Terdapat tanda-tanda yang
menunjukkan fraktur basis kranii yaitu rhinorrhea (cairan serobrospinal
keluar dari rongga hidung) dan gejala raccoons eye (penumpukan darah
pada orbital mata). Tulang pada foramen magnum bisa retak sehingga

menyebabkan kerusakan saraf dan pembuluh darah. Fraktur basis kranii


bisa terjadi pada fossa anterior, media dan posterior (Garg, 2004).
Fraktur maxsilofasial adalah retak atau kelainan pada tulang
maxilofasial yang merupakan tulang yang kedua terbesar setelah tulang
mandibula. Fraktur pada bagian ini boleh menyebabkan kelainan pada
sinus maxilari (Garg, 2004).
b) Luka memar (kontosio)
Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan
dimana pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan
sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan.
Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak. Biasanya
terjadi pada ujung otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital. Kontusio
yang besar dapat terlihat di CT-Scan atau MRI (Magnetic Resonance
Imaging) seperti luka besar. Pada kontusio dapat terlihat suatu daerah yang
mengalami pembengkakan yang di sebut edema. Jika pembengkakan cukup
besar dapat mengubah tingkat kesadaran (Corrigan, 2004).
c) Laserasi (luka robek atau koyak)
Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda
tumpul atau runcing. Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh
benda bermata tajam dimana lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka
robek adalah apabila terjadi kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah
kulit. Luka ini biasanya terjadi pada kulit yang ada tulang dibawahnya pada
proses penyembuhan dan biasanya pada penyembuhan dapat menimbulkan
jaringan parut.
d) Abrasi
Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial.
Luka ini bisa mengenai sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai
pada jaringan subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujungujung saraf yang rusak.
e) Avulsi
Luka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit
terkelupas,tetapi sebagian masih berhubungan dengan tulang kranial. Dengan
kata lain intak kulit pada kranial terlepas setelah kecederaan (Mansjoer,
2000).
B.2. Perdarahan Intrakranial
1.

Perdarahan Epidural
Perdarahan epidural adalah antara tulang kranial dan dura mater. Gejala
perdarahan epidural yang klasik atau temporal berupa kesadaran yang semakin
menurun, disertai oleh anisokoria pada mata ke sisi dan mungkin terjadi
hemiparese kontralateral. Perdarahan epidural di daerah frontal dan parietal atas

tidak memberikan gejala khas selain penurunan kesadaran (biasanya somnolen)


yang membaik setelah beberapa hari.
2. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan antara dura mater dan araknoid, yang
biasanya meliputi perdarahan vena. Terbagi atas 3 bagian yaitu:
a) Perdarahan subdural akut
Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan
kebingungan, respon yang lambat, serta gelisah.
Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral
pupil.
Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan cedera otak
besar dan cedera batang otak.
b) Perdarahan subdural subakut

Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 7 sampai 10 hari setelah


cedera dan dihubungkan dengan kontusio serebri yang agak berat.

Tekanan serebral yang terus-menerus menyebabkan penurunan tingkat


kesadaran.

c) Perdarahan subdural kronis


Terjadi karena luka ringan.
Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang subdural.
Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar membran vaskuler
dan secara pelan-pelan ia meluas.
Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa minggu atau beberapa
bulan.
Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik.
3.

Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan antara rongga otak dan lapisan
otak yaitu yang dikenal sebagai ruang subaraknoid (Ausiello, 2007).
4.

Perdarahan Intraventrikular
Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada ventrikel
otak. Perdarahan intraventrikular selalu timbul apabila terjadi perdarahan
intraserebral.
5.

Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada jaringan otak.
Di mana terjadi penumpukan darah pada sebelah otak yang sejajar dengan
hentaman, ini dikenali sebagai counter coup phenomenon. (Hallevi, Albright,
Aronowski, Barreto, 2008).

B.3. Trauma Murni atau Multipel


Menurut Barell, Heruti, Abargel dan Ziv (1999), sebanyak 1465 korban
mengalami trauma kepala, sedangkan 1795 korban mengalami trauma yang
multipel dalam penelitian di Israel. Kecederaan multipel berkaitan dengan
keparahan dan ia adalah asas dalam mendiagnosa gambaran keseluruhan
kecederaan. Dengan merekam seluruh kecederaan yang dialami oleh korban, ia
dapat membantu dalam mengidentifikasi kecederaan yang sering mengikut
penyebab trauma pada korban.
1. Trauma Murni
Trauma Murni adalah apabila korban didiagnosa dengan satu kecederaan
pada salah satu regio atau bagian anatomis yang mayor (Barell, Heruti, Abargel dan
Ziv, 1999).
2. Trauma Multipel
Trauma multipel atau politrauma adalah apabila terdapat 2 atau lebih
kecederaan secara fisikal pada regio atau organ tertentu, dimana salah satunya bisa
menyebabkan kematian dan memberi impak pada fisikal, kognitif, psikologik atau
kelainan psikososial dan disabilitas fungsional. Trauma kepala paling banyak
dicatat pada pasien politrauma dengan kombinasi dari kondisi yang cacat seperti
amputasi, kelainan pendengaran dan penglihatan, post-traumatic stress syndrome
dan kondisi kelainan jiwa yang lain (Veterans Health Administration Transmittal
Sheet).
a. Trauma servikal, batang otak dan tulang belakang
Trauma yang diakibatkan kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat yang
tinggi serta pada aktivitas olahraga yang berbahaya boleh menyebabkan cedera
pada beberapa bagian ini. Antara kemungkinan kecederaan yang bisa timbul
adalah seperti berikut:
Kerusakan pada tulang servikal C1-C7; cedera pada C3 bisa menyebabkan
pasien apnu. Cedera dari C4-C6 bisa menyebabkan pasien kuadriplegi,
paralisis hipotonus tungkai atas dan bawah serta syok batang otak.
Fraktur Hangman terjadi apabila terdapat fraktur hiperekstensi yang
bilateral pada tapak tulang servikal C2.
Tulang belakang torak dan lumbar bisa diakibatkan oleh cedera kompresi
dan cedera dislokasi.
Spondilosis servikal juga dapat terjadi.
Cedera ekstensi yaitu cedera Whiplash terjadi apabila berlaku ekstensi
pada tulang servikal.
b. Trauma toraks
Trauma toraks bisa terbagi kepada dua yaitu cedera dinding toraks dan
cedera paru.
1) Cedera dinding torak seperti berikut:
Patah tulang rusuk.

Cedera pada sternum atau steering wheel.


Flail chest.
Open sucking pneumothorax.
2) Cedera pada paru adalah seperti berikut:
Pneumotoraks.
hematorak.
Subcutaneous(SQ) dan mediastinal emphysema.
Kontusio pulmonal.
Hematom pulmonal.
Emboli paru.
c. Trauma abdominal
Trauma abdominal terjadi apabila berlaku cedera pada bagian organ dalam
dan bagian luar abdominal yaitu seperti berikut:
Kecederaan yang bisa berlaku pada kuadran kanan abdomen adalah
seperti cedera pada organ hati, pundi empedu, traktus biliar, duodenum
dan ginjal kanan.

Kecederaan yang bisa berlaku pada kuadran kiri abdomen adalah seperti
cedera pada organ limpa, lambung dan ginjal kiri.

Kecederaan pada kuadran bawah abdomen adalah cedera pada salur


ureter, salur uretral anterior dan posterior, kolon dan rektum.

Kecederaan juga bisa terjadi pada organ genital yang terbagi dua yaitu
cedera penis dan skrotum.
d. Tungkai atas
Trauma tungkai atas adalah apabila berlaku benturan hingga menyebabkan
cedera dan putus ekstrimitas. Cedera bisa terjadi dari tulang bahu, lengan atas,
siku, lengan bawah, pergelangan tangan, jari-jari tangan serta ibu jari.
e. Tungkai bawah
Kecederaan yang paling sering adalah fraktur tulang pelvik. Cedera pada
bagian lain ekstrimitas bawah seperti patah tulang femur, lutut atau patella, ke
arah distal lagi yaitu fraktur tibia, fraktur fibula, tumit dan telapak kaki (James,
Corry dan Perry, 2000).
C. Penyebab Trauma Kepala
1. Mekanisme Terjadinya Kecederaan
Beberapa mekanisme yang timbul terjadi trauma kepala adalah seperti translasi
yang terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala bergerak ke suatu
arah atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya yang kuat searah dengan gerakan
kepala, maka kepala akan mendapat percepatan (akselerasi) pada arah tersebut.
Deselerasi apabila kepala bergerak dengan cepat ke suatu arah secara tibatiba dan dihentikan oleh suatu benda misalnya kepala menabrak tembok maka
kepala tiba-tiba terhenti gerakannya. Rotasi adalah apabila tengkorak tiba-tiba

mendapat gaya mendadak sehingga membentuk sudut terhadap gerak kepala.


Kecederaan di bagian muka dikatakan fraktur maksilofasial (Sastrodiningrat, 2009).
2. Penyebab Trauma Kepala
Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma
kepala adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%,
karena disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan sebanyak
11% dan akibat ledakan di medan perang merupakan penyebab utama trauma
kepala (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).
Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap pasien
trauma kepala yaitu sebanyak 32,1 dan 29,8 per100.000 populasi. Kekerasan adalah
penyebab ketiga rawat inap pasien trauma kepala mencatat sebanyak 7,1
per100.000 populasi di Amerika Serikat ( Coronado, Thomas, 2007). Penyebab
utama terjadinya trauma kepala adalah seperti berikut:
a) Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor
bertabrakan dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga
menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan raya
(IRTAD, 1995).
b) Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau
meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih
di gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah.
c) Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau
perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau
matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau
orang lain (secara paksaan).

BAB III
VISUM ET REPERTUM

VISUM ET REPERTUM
Nomor : VER/
/SMF-ML/IX/2014
Pro Justitia
Berdasarkan surat dari Kepolisian, yang ditandatangani oleh: S. Rudi P, S.H.; Jabatan: -;
Pangkat: Brigadir; NRP 83091081; Nomor: -; Klasifikasi: Biasa; Lampiran: -; Perihal:
permintaan visum et repertum mayat atas nama Sukarno, maka saya yang bertanda
tangan di bawah ini dr. Adji Suwandono, SH sebagai dokter jaga pada Instalasi
Kedokteran Forensik Dan Medikolegal RSUD Dr. Moewardi menerangkan bahwa pada
hari Kamis, tanggal 11 September 2014 pukul 19.00 Waktu Indonesia Barat bertempat di
Ruang Otopsi Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD. Dr. Moewardi
telah melakukan pemeriksaan luar dan dalam atas jenazah yang menurut surat saudara:
----------------------------------------------------------------------------------------------------------Nama
Jenis Kelamin
Usia
Agama
Pekerjaan
Kewarganegaraan
Tempat tinggal rumah

: Sukarno
: Laki - laki
: 63 tahun
: Islam
:: Indonesia
: Simo Mulyo 4/6 Kebak Kramat.

Hasil pemeriksaan itu ialah sebagai berikut :-----------------------------------------------------I.


1.

PEMERIKSAAN
Keadaan Jenazah

2.

Sikap Jenazah di
Atas Meja Otopsi

Jenazah tak bermaterai terletak di atas meja


autopsi aluminum dengan tertutup kain warna
hitam bertuliskan basarnas. Bungkus dibuka,
tampak jenazah dalam keadaan memakai kaos
kerah warna hijau, celana panjang hitam, ketika
baju dan celana dibuka tampak celana pendek
selutut warna hitam. Dikantung samping kanan
celana panjang terdapat uang sejumlah Rp
125.000,-. Baju robek di kedua bahu. Ditemukan
bungkus rokok di saku kanan celana. ----------------

Jenazah terlentang dengan muka menghadap ke


atas. Lengan kanan lurus dengan tangan kanan
sejajar sumbu badan. Lengan kiri lurus dengan

tangan kiri sejajar sumbu badan. Kaki kiri dan


kanan lurus. ---------------------------------------------3.

Kaku Jenazah

Tidak terdapat kaku jenazah, dan persendian


mudah digerakkan.--------------------------------------

4.

Bercak Jenazah

Tidak terdapat bercak jenazah.------------------------

5.

Pembusukan Jenazah

Tidak ada pembusukan jenazah. ----------------------

6.

Ukuran Jenazah

Panjang 164 cm. ----------------------------------------

7.

Kepala
a. Rambut

Warna hitam tidak berubah, dengan ukuran


terpanjang 8 cm, sukar dicabut, dalam keadaan
lurus dan teratur. ----------------------------------------

b. Bagian yang
tertutup rambut

Terdapat adanya luka disebelah kanan belakang


dengan ukuran 2x2x0,5 cm, 6 cm dari garis
tengah. Luka lecet ukuran 2x2 cm dengan jarak
7,5 cm dari puncak kepala dan 7 cm dari garis
tengah. Luka robek di belakang telinga kiri dengan
ukuran 3x1x0,8 cm dengan jarak 5 cm dari telinga.
Terdapat hematom di bagian belakang kepala
dengan ukuran 10x10 cm. Tidak ada retak tulang. -

c. Dahi

Terdapat adanya luka robek ukuran 4x1,5x0,5 cm


di sebelah kanan dengan jarak 2,5 cm dari garis
tengah. Tidak ada hematom dan retak tulang.-------

d. Mata kanan

Mata menutup, terdapat rambut mata warna hitam


dengan panjang 1 cm, kelopak mata bagian luar
didapatkan hematom dan di bagian bawah mata
terdapat luka lecet ukuran 4x4 cm, bagian dalam
mata berwarna pucat dengan perdarahan di sudut
mata. Pada perabaan lunak, tidak ada retak tulang.
Kornea mata berwarna jernih. Sklera mata
berwarna merah, pupil ukuran 0,4 cm, bola mata
utuh tak tampak kelainan dan pada perabaan teraba
lunak. -----------------------------------------------------

e. Mata kiri

Mata menutup, terdapat rambut mata warna hitam


panjang 1 cm, kelopak mata bagian luar tidak ada
kelainan, tidak ada luka, bagian dalam berwarna
pucat. Sekitar mata tidak ada kelainan. Pada
perabaan tidak ada retak tulang. Kornea mata

8.

berwarna jernih. Sklera mata berwarna putih, pupil


ukuran 0,4 cm, bola mata utuh, tidak menonjol, tak
tampak kelainan dan pada perabaan teraba lunak. Dari kedua lubang hidung keluar cairan darah.
Pada pangkal hidung terdapat adanya luka lecet
dengan ukuran 4x1 cm. Tidak didapatkan adanya
hematom, dan retak tulang.----------------------------

f. Hidung

g. Mulut

Mulut dalam keadaan terbuka 0,5 cm, dengan gigi


palsu atas tampak 7, dan gigi palsu bawah terlepas.
Dari mulut tidak tampak adanya cairan. Pada bibir
atas terdapat adanya luka lecet dengan ukuran
1,5x1 cm di sebelah kanan tepat di bawah lubang
hidung kanan. Pada bibir atas sebelah kiri terdapat
luka lecet ukuran 2x0,5 cm. Tidak didapatkan
hematom. Lidah tidak tergigit dan tidak dalam
keadaan terjulur keluar. Bagian dalam mulut tidak
dapat dilihat.---------------------------------------------

h. Dagu

Pada dagu terdapat adanya rambut putih sepanjang


0,5 cm. Tidak terdapat luka, tidak ada hematom,
tidak ada retak tulang.----------------------------------

i. Pipi kanan

Terdapat adanya luka lecet dengan ukuran 4x2 cm.


Tidak terdapat retak tulang. Tidak terdapat
hematom.-------------------------------------------------

j. Pipi kiri

Tidak tampak adanya luka maupun retak tulang.


Tidak terdapat hematom. ------------------------------

k. Telinga

Daun telinga kanan sebelah luar didapatkan


adanya memar, dan telinga kiri didapatkan 1x0,2
cm. Tampak cairan darah keluar dari kedua
telinga. Tidak ada retak tulang.------------------------

l. Leher

Tidak terdapat adanya jeratan. Tidak terdapat luka


lecet pada leher. Terdapat hematom di sebelah
tengah bagian belakang leher dengan ukuran 11x4
cm. Tidak terdapat retak tulang.-----------------------

Dada

Tidak terdapat luka. Tidak terdapat hematom. Pada


perabaan didapatkan seluruh tulang iga patah di
sebelah kanan samping hingga ke belakang. Di
sebelah kiri terdapat retak tulang iga. Pada ketukan
terdengar redup di seluruh lapang dada. -------------

9.

Perut

Permukaan sejajar tinggi dengan permukaan dada.


Tidak terdapat hematom. Tidak terdapat luka.
Pusat cekung ke dalam. Pada perabaan teraba
lunak. Pada ketukan terdengar timpani di seluruh
bagian perut. ---------------------------------------------

10.

Jenis Kelamin

Jenis kelamin laki laki, sudah disunat. Rambut


kelamin warna hitam dengan beberapa putih,
keriting, dengan panjang 8 cm, sukar dicabut.
Batang zakar tidak ada kelainan, dari lubang
kelamin keluar cairan warna putih. Kantong pelir
tidak ada kelainan dan buah pelir tampak ada dua.

11.

Anggota Gerak Atas

Kanan: Pada lengan atas terdapat luka lecet ukuran


15x13 cm. Pada lengan bawah terdapat luka lecet
2x0,5 cm, dengan jarak 5,5 cm di bawah siku.
Terdapat luka lecet dengan ukuran 2x0,5 cm
dengan jarak 11 cm dari siku. Pada pergelangan
tangan didapatkan luka lecet dengan ukuran 5x3
cm dan pada pangkal ibu jari di dapatkan luka
lecet ukuran 1x1 cm. Pada ke empat pangkal jari
lainnya, di dapatkan luka lecet masing masing
ukuran 1x1 cm.Tidak terdapat hematom. Tidak
terdapat retak tulang.-----------------------------------Kiri: Pada lengan atas terdapat luka lecet dengan
ukuran 3x2 cm di bagian bahu. Pada lengan bawah
terdapat luka lecet di siku bagian luar dengan
ukuran 2x3 cm, di siku bagian dalam terdapat luka
lecet ukuran 2x2 cm. Pada tangan terdapat luka
lecet di pergelangan tangan dengan ukuran 2x1 cm
dan 1,5x1 cm. Tidak terdapat hematom. Tidak
terdapat retak tulang.------------------------------------

12.

Anggota Gerak
Bawah

Kanan: Pada paha, tungkai bawah, dan kaki tidak


terdapat luka, hematom, maupun retak tulang.-----Kiri: Pada paha tidak terdapat luka, hematom,
maupun retak tulang. Pada tungkai bawah terdapat
luka lecet dengan ukuran 3x1 cm di lutut. Pada
kaki terdapat luka lecet di ibu jari ukuran 1,5 x 0,5
cm. Tidak terdapat hematom, maupun retak tulang.

13.

Punggung

Pada punggung kanan ditemukan adanya luka


lecet dengan ukuran 5x3 cm, 12 cm dari garis
tengah, dan 25 cm dari pundak kanan. Pada

10

perabaan didapatkan adanya patah pada tulang


belakang sepanjang 10 cm, dengan lokasi 20 cm
dari perbatasan rambut dan leher. Tidak terdapat
hematom. Tidak terdapat lebam mayat.-------------14.

Pantat

Tidak ditemukan adanya luka, memar, maupun


retak tulang. ---------------------------------------------

15.

Dubur

Tidak tampak adanya kelainan. -----------------------

II.
KESIMPULAN
Telah dilakukan pemeriksaan luar atas laki-laki beridentitas jelas pada hari Kamis
tanggal 11 September 2014 pukul 19.00. Waktu kematian kurang lebih 0-6 jam
sebelum pemeriksaan. Pada pemeriksaan luar di dapatkan adanya luka di kepala
sebelah kanan belakang dengan ukuran 2x2x0,5 cm berjarak 6 cm dari garis tengah,
luka lecet ukuran 2x2 cm dengan jarak 7,5 cm dari puncak kepala dan 7 cm dari garis
tengah, luka robek di belakang telinga kiri dengan ukuran 3x1x0,8 cm dengan jarak 5
cm dari telinga. Terdapat hematom di bagian belakang kepala dengan ukuran 10x10
cm. Dari kedua hidung dan telinga keluar darah. Pada perabaan dada didapatkan
seluruh tulang iga patah di sebelah kanan samping hingga ke belakang. Di sebelah kiri
terdapat retak tulang iga. Pada punggung didapatkan adanya patah pada tulang
belakang sepanjang 10 cm, dengan lokasi 20 cm dari perbatasan rambut dan leher.
Penyebab kematian diduga akibat adanya benturan pada kepala sehingga menyebabkan
perdarahan pada kepala. Penyebab pasti kematian tidak dapat ditentukan karena tidak
dilakukan visum dalam. Visum dalam tidak dilakukan sesuai dengan permintaan. ------III. PENUTUP
Demikian Visum et Repertum ini dibuat dengan mengingat sumpah pada waktu
menerima jabatan berdasarkan Lembaran Negara Nomor 350 tahun 1937 dan Undangundang Nomor 8 Tahun 1981.--------------------------------------------------------------------Surakarta 11 September 2014
Dokter Pemeriksa,

dr. Adji Suwandono, S.H.

NIP. 19801213 200912 1 004

11

BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh saat melakukan visum, didapatkan adanya tanda
tanda khas perlukaan pada kecelakaan lalu lintas berupa adanya luka lecet, luka gesek,
luka robek, memar dan didapati adanya beberapa fraktur. Hasil visum menunjukkan
adanya luka robek di kepala sebelah kanan belakang dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 0,5 cm
berjarak 6 cm dari garis tengah, luka lecet ukuran 2 cm x 2 cm dengan jarak 7,5 cm dari
puncak kepala dan 7 cm dari garis tengah, luka robek di belakang telinga kiri dengan
ukuran 3 cm x 1 cm x 0,8 cm dengan jarak 5 cm dari telinga. Terdapat hematom di bagian
belakang kepala dengan ukuran 10 cm x 10 cm. Dari kedua hidung dan telinga keluar
darah. Pada lengan atas terdapat luka lecet ukuran 15 cm x 13 cm. Pada perabaan dada
didapatkan fraktur costae dextra, dan retak costae sinistra. Pada punggung didapatkan
adanya fraktur pada vertebrae sepanjang 10 cm, dengan lokasi 20 cm dari perbatasan
rambut dan leher. Penyebab kematian diduga akibat adanya benturan pada kepala
sehingga menyebabkan perdarahan pada kepala. Dari hasil visum didapatkan adanya tanda
tanda fraktur basis cranii, diantara terdapatnya rhinorrhea dan ottorrhea.
Cedera kepala adalah penyebab utama kematian, dan kecacatan. Trauma tersebut
berpotensi menyebabkan fraktur tulang tengkorang, perdarahan di ruang sekitar otak,
memar pada jaringan otak, atau kerusakan hubungan antar nervus pada otak. Fraktur basis
cranii/Basilar Skull Fracture (BSF) merupakan fraktur akibat benturan langsung pada
daerah daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita); transmisi energy
yang berasal dari benturan pada wajah atau mandibula; atau efek remote dari benturan
pada kepala (gelombang tekanan yang dipropagasi dari titik benturan atau perubahan
bentuk tengkorak).
Dalam beberapa studi telah terbukti fraktur basis cranii dapat disebabkan oleh
berbagai mekanisme termaksud ruda paksa akibat fraktur maksilofacial, ruda paksa dari
arah lateral cranial dan dari arah kubah cranial, atau karena beban inersia oleh kepala.
Pasien dengan fraktur basis cranii (fraktur pertrous os temporal) dijumpai dengan otorrhea

12

dan memar pada mastoids (battle sign). Presentasi dengan fraktur basis cranii fossa
anterior adalah dengan Rhinorrhea dan memar di sekitar palpebra (raccoon eyes).
Tipe dari BSF yang parah adalah jenis ring fracture, karena area ini mengelilingi
foramen magnum, apertura di dasar tengkorak di mana spinal cord lewat. Ring fracture
komplit biasanya segera berakibat fatal akibat cedera batang otak. Ring fracture in
komplit lebih sering dijumpai (Hooper et al. 1994). Kematian biasanya terjadi seketika
karena cedera batang otak disertai dengan avulsi dan laserasi dari pembuluh darah besar
pada dasar tengkorak.
Fraktur basis cranii telah dikaitkan dengan berbagai mekanisme termasuk benturan
dari arah mandibula atau wajah dan kubah tengkorak, atau akibat beban inersia pada
kepala (sering disebut cedera tipe whiplash). Terjadinya beban inersia, misalnya, ketika
dada pengendara sepeda motor berhenti secara mendadak akibat mengalami benturan
dengan sebuah objek misalnya pagar. Kepala kemudian secara tiba tiba mengalami
percepatan gerakan namun pada area medulla oblongata mengalami tahanan oleh foramen
magnum, beban inersia tersebut kemudian meyebabkan ring fracture. Ring fracture juga
dapat terjadi akibat ruda paksa pada benturan tipe vertikal, arah benturan dari inferior
diteruskan ke superior (daya kompresi) atau ruda paksa dari arah superior kemudian
diteruskan ke arah occiput atau mandibula. Huelke et al. (1988) menyelidiki sebuah
pandangan umum bahwa fraktur basis cranii akibat hasil dari benturan area kubah kranial.
Kasus benturan pada area kubah non-kranial, yang disajikan dalam berbagai jenis
kecelakaan kendaraan bermotor, telah didokumentasikan. Para peneliti menemukan
fraktur basis cranii juga bisa disebabkan oleh benturan pada area wajah saja.
Pada studi eksperimen berdasarkan pengujian mayat, Gott et al.(1983) meneliti
secara rinci tengkorak dari 146 subjek yang telah mengalami benturan/ruda paksa pada
area kepala. 45 kasus skull fraktur diamati secara rinci. Terdapat 22 BSF pada grup ini.
Penyebab dari kasus tersebut disebabkan oleh ruda paksa pada area frontal (5 kasus),
daerah Temporo-parietal tengkorak (1 kasus), seluruh wajah (2 kasus) dan berbagai jenis
ruda paksa kepala lainnya (14 kasus). Beberapa peneliti mengamati complex kepala-leher
terhadap ruda paksa dari arah superior-inferior. Secara umum, menunjukkan bahwa lokasi
skull fraktur hasil dari ruda paksa langsung. Ketika area kepala terlindungi, leher menjadi
wilayah yang paling rentan terhadap cedera pada tingkat kekuatan di atas 4 kN (Alem et al

13

1984). Para peneliti menguji 19 cadaver dalam posisi supine dan hanya mampu
menghasilkan BSF tunggal. Fraktur basis cranii membutuhkan durasi yang rendah (3 ms),
energi tinggi (33 J) ruda paksa dengan kekuatan benturan dari 17 kN pada kecepatan ruda
paksa 9 m /s.
Hopper et al. (1994) melakukan dua studi eksperimental pada mayat bertujuan
untuk memahami mekanisme biomekanik yang mengakibatkan fraktur basis cranii ketika
kepala mandibula yang dikenakan ruda paksa:
1. Pada studi awal, cedera yang dapat ditoleransi oleh mandibula ketika mengalami ruda
paksa adalah pada area pertengahan simfisis atau area mentalis (dagu). Enam dampak
yang dinamis dengan jalur vertikal pada satu tes dilakukan dengan menggunakan uji
quasi-static. Suatu ruda paksa yang bervariasi diberikan untuk menilai pengaruh yang
terjadi. Ditemukan bahwa toleransi energi ruda paksa untuk fraktur mandibula pada ke
enam tes tersebut adalah 5270 + 930N. Pada setiap tes, dijumpai fraktur mandibula secara
klinis namun tidak menghasilkan fraktur basis cranii.
2. Studi kedua menilai toleransi fraktur basis cranii ketika beban langsung diberikan
kearah Temporo-mandibula joint yang secara tidak langsung menghasilkan pembebanan
secara lokal sekitar foramen magnum. Kekuatan puncak dan energi untuk setiap
kegagalan ditentukan dalam setiap pengujian. Beban rata rata pada setiap fraktur
ditemukan dengan kekuatan energi 4300 +350 N. Peneliti dapat menghitung energi untuk
fraktur pada tiga dari tes dengan rata-rata 13,0 + 1.7 J. Cedera dihasilkan dengan cara ini
konsisten dengan pengamatan klinis fraktur basis cranii.
Peneliti menyimpulkan bahwa hasil penelitian ini mendukung hipotesis bahwa
ruda paksa pada mandibula saja biasanya hanya menyebabkan fraktur mandibula.
Selanjutnya, complete dan partial ring type BSF membutuhkan ruda paksa temporomandibular yang secara tidak langsung menghasilkan pembebanan pada daerah sekitar
foramen magnum.

14

Anda mungkin juga menyukai