Anda di halaman 1dari 63

PAKET PEMBELAJARAN

Diajukan sebagai salah satu syarat mengikuti Hibah Penulisan Paket Pembelajaran
dan Modul Pembelajaran Program Hibah TIK Inherent
Universitas Siliwangi Tasikmalaya
Tahun 2007

Oleh,
A.A. Gde Somatanaya, M.Pd.
NIP. 131 122 805

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SILIWANGI
2007

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah
melimpahkan rahmatnya kapada kita semua, sehingga Paket Pembelajaran
Evaluasi Pembelajaran Matematika ini dapat diselesaikan. Paket Pembelajaran
dimaksudkan Diajukan sebagai salah satu syarat mengikuti Hibah Penulisan
Paket Pembelajaran dan Modul Pembelajaran Program Hibah TIK Inherent
Universitas Siliwangi Tasikmalaya Tahun 2007
Terima kasih kepada teman sejawat dosen dan pimpinan Program Studi
Pendidikan Matematika FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya atas
dorongannya untuk menyusun paket Pembelajaran ini. Semoga tulisan ini
dapat bermanfaat bagi kita, begitu pula bagi mahasiswa dapat dimanfaatkan
sebagai bahan penyusunan skripsi.
Penulis telah berusaha maksimal dalam menyusun paket pembelajaran
ini, namun demikian masih saja dirasakan ada kekurangan, oleh karena itu
tegur sapa dari pembaca yang sifatnya kritik membangun akan diterima
dengan hati terbuka.
Tasikmalaya, Desember 2007
Penulis,

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................


DAFTAR ISI ....................................................................................
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V

i
ii

PENDAHULUAN .............................................................
BENTUK DAN ALAT PENILAIAN ...................................
BENTUK INSTRUMEN DAN PENSKORAN TES ..............
KUALITAS ALAT EVALUASI ...........................................
PENILAIAN HASIL BELAJAR .........................................

1
7
20
35
47

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................

60

ii

BAB I
PENDAHULUAN

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM


Mahasiswa mengetahui penilaian dan pengukuran
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS
1. Mahasiswa mampu mendeskripsikan pengertian penilaian (evaluation)
2. Mahasiswa mampu mendeskripsikan pengukuran (measurement)
POKOK BAHASAN
PENILAIAN DAN PENGUKURAN
A. Pengertian Evaluasi
Menurut Edwind Wand dan Gerald W. Brown (1957): Evaluation refer
to the act or process to determining the value of something. Menurut
definisi ini, maka istilah evaluasi itu menunjuk kepada atau mengandung
pengertian suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari
sesuatu. Apabila pendapat di atas untuk memberikan definisi tentang
evaluasi pendidikan, maka pengertian pendidikan itu dapat diberi
pengertian sebagai; suatu tindakan atau kegiatan-(yang didasarkan
dengan maksud untuk)-atau suatu proses-(yang berlangsung dalam
rangka)-menentukan nilai dari segala sesuatu dalam dunia pendidikan
(yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan, atau yang terjadi di
lapangan pendidikan). Atau singkatnya, evaluasi pendidikan adalah
kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat
diketahui mutu atau hasil-hasilnya.
BAGAN TENTANG EVALUASI PENDIDIKAN
Tujuan Pendidikan yang
telah di tentukan

Proses/Kegiatan
Pencapaian Tujuan

Hasil-hasil Pendidikan
yang dapat dicapai

Pembandingan antara
Tujuan dengan Hasil
yang telah di capai

Informasi (Sesuai/Tidak Sesuai,


Berhasil/gagal, Bermutu/Kurang
Bermutu? Mengapa Bagaimana?

Sumber: Sudijono, Anas (1998:3)

Feed Back/Umpan Balik-Upaya


Perbaikan/ Penyempurnaan
Program Pendidikan

B. Hubungan Antara Penilaian (Evaluation) dengan Pengukuran


(Measurement)
Pengukuran yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan
measurement dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk
mengukur sesuatu. Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan
sesuatu dengan atau atas dasar ukuran tertentu.
Antara evaluasi, pengukuran dan penilaian terdapat hubungan yang
erat yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Norman E. Gronlund (1976:6)
melukiskan hubungan sebagai berikut:
1. Evaluasi adalah deskripsi kuantitatif siswa (measurement, pengukuran)
yang ditetapkan dengan penentuan nilai.
2. Evaluasi adalah deskripsi kualitatif siswa (judgement, pertimbangan,
penilaian) yang ditetapkan dengan penentuan nilai.
Pengukuran itu adalah bersifat kuantitatif, hasil pengukuran itu
berwujud keterangan-keterangan yang berupa angka-angka atau
bilangan-bilangan. Istilah mengukur (to measure) adalah membandingkan
sesuatu dengan suatu ukuran tertentu. Evaluasi adalah bersifat kualitatif;
evaluasi pada dasarnya adalah merupakan penafsiran atau interpretasi
yang sering bersumber pada data kuantitatif. Istilah menilai (to value, to
judge) adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan
ukuran baik buruk atau kategori lainnya.
Menurut Masroen (Anas Sudijono, 1998:5) penilaian mempunyai arti
yang lebih luas ketimbang istilah pengukuran, sebab pengukuran itu
sebenarnya hanyalah merupakan suatu langkah atau tindakan yang
kiranya perlu diambil dalam rangka pelaksanaan evaluasi. Namun
demikian tidak dapat disangkal adanya kenyataan bahwa evaluasi dalam
bidang pendidikan sebagian besar bersumber dari hasil-hasil pengukuran.
C. Fungsi Evaluasi
Untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan prestasi belajar
siswa perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi tidak hanya memberikan
gambaran tentang kemampuan yang dimiliki siswa, tetapi bisa pula untuk
memberikan informasi lain. Misalnya tentang sikap, minat, bakat, dan
kepribadian siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau sesudahnya.
Selain daripada itu, evaluasi bisa pula bermanfaat untuk menentukan
kebijakan dan balikan (feed back).

Secara terinci fungsi evaluasi adalah sebagai berikut:


1. Sebagai alat seleksi.
Evaluasi dapat digunakan untuk melakukan penyaringan (seleksi)
dalam penerimaan siswa baru dari suatu sekolah. Dengan evaluasi
dapat ditentukan sejumlah siswa tertentu yang memenuhi syarat dari
sejumlah siswa pendaftar sebagai calon siswa yang akan diterima.
2. Sebagai alat pengukur keberhasilan.
Fungsi evaluasi sebagai alat pengukur keberhasilan adalah untuk
mengukur seberapa jauh tujuan pembelajaran dapat dicapai setelah
kegiatan belajar mengajar dilaksanakan.
3. Sebagai alat penempatan
Untuk dapat mengetahui dengan baik termasuk kelompok mana
seorang siswa harus ditempatkan digunakan evaluasi. Sekelompok
siswa yang mempunyai hasil evaluasi yang sama ditempatkan pada
kelompok yang sama pula. Penempatan yang cocok dengan kondisi
masing-masing
siswa
lebih
memungkinkan
untuk
dapat
mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal, sehingga
hasil belajarnya pun akan mencapai tujuan dengan baik.
4. Sebagai alat diagnostik
Guru bisa mendiagnosa kesulitan belajar siswa, ia bisa mengetahui
letak kelemahan dan kebaikan siswa dalam penguasaan setiap konsep
matematika yang telah diajarkan apabila guru telah melaksanakan
evaluasi. Kemudian memeriksa setiap jawaban yang diberikan oleh
siswa pada setiap butir soal. Dengan kegiatan ini ia dapat mengetahui
setiap butir soal yang dapat di jawab oleh kebanyakan siswa dengan
benar dan butir soal yang dijawab salah oleh kebanyakan siswa.
D. Tujuan Evaluasi
Sesuai dengan fungsi evaluasi, evaluasi mempunyai tujuan sebagai
berikut:
1. Dalam fungsi evaluasi sebagai alat seleksi terkandung di dalamnya
tujuan evaluasi, yaitu untuk mendapatkan calon siswa pilihan yang
cocok dengan suatu jurusan dan jenjang pendidikan tertentu.
2. Dalam fungsi evaluasi sebagai alat pengukur keberhasilan dan
diagnostik mengetahui seberapa jauh hasil yang telah dicapai dalam
proses pendidikan yang telah dilaksanakan.
3. Dalam fungsi evaluasi sebagai alat penempatan (replacement),
evaluasi bertujuan untuk menentukan pendidikan lanjutan siswa agar
sesuai dengan minat, bakat dan kemampuannya.

4. Evaluasi dalam rangka kegiatan belajar mengajar yang dikenal dengan


istilah tes awal, yaitu evaluasi yang dilaksanakan sebelum kegiatan
belajar mengajar berlangsung. Evaluasi ini bertujuan untuk
mengetahui taraf kesiapan siswa dalam memahami bahan pelajaran
yang akan dipelajarinya.
5. Dalam rangka promosi, evaluasi bertujuan untuk mendapatkan bahan
informasi dalam menentukan siswa untuk naik kelas atau mengulang
pada tingkat kelas yang sama.
6. Secara intuitif, seorang guru dalam mengajar telah berusaha untuk
memilih metode mengajar yang paling tepat sesuai dengan kondisi
siswa, lingkungan, ataupun sifat materi yang disajikan.
E. Kedudukan Evaluasi
Sesuai dengan fungsi dan tujuan evaluasi dalam pendidikan,
kedudukan evaluasi dalam kegiatan belajar mengajar berada sebelum,
selama, dan sesudah kegiatan belajar berlangsung.
F. Ruang Lingkup Evaluasi
Sesuai dengan tujuan pendidikan di sekolah khususnya tujuan
pengajaran matematika, ruang lingkup evaluasi terdiri dari Objek Evaluasi,
Ciri-ciri Evaluasi dalam Pendidikan, Evaluasi Program, Evaluasi Hasil
Belajar (Tes), dan Evaluasi Non Hasil Belajar (Non Tes).
1. Objek Evaluasi
Objek atau sasaran evaluasi adalah segala sesuatu yang menjadi
titik pusat pengamatan evaluasi.
a. Masukan (input)
Calon siswa yang akan dibentuk menjadi manusia-manusia dewasa
yang berpribadi utuh merupakan subjek didik dalam kegiatan
belajar mengajar. Karakteristik siswa sebagai input dalam proses
belajar mengajar yang dievaluasi mencakup: kemampuan,
kepribadian, sikap, intelegensi.
b. Proses (process)
Unsur-unsur yang terlibat dalam proses tersebut adalah kurikulum,
materi pelajaran, pendekatan dan metode, cara menilai, sarana
dan media, sistem administrasi, guru dan personal lainnya. Unsurunsur tersebut saling berinteraksi secara fungsional satu sama lain
dalam rangka kelancaran kegiatan belajar mengajar.

c. Keluaran (output)
Output pendidikan adalah lulusan suatu jenjang pendidikan
tertentu. Ini berarti kata output dipakai bagi mereka yang telah
menamatkan dan berhasil lulus dari suatu jenjang pendidikan, dari
tingkat awal sampai dengan tingkat akhir jenjang pendidikan
tersebut.
2. Ciri-ciri Evaluasi dalam Pendidikan
Evaluasi pendidikan mempunyai ciri khusus yaitu di antaranya:
a. Evaluasi dilakukan secara tidak langsung. Untuk mengevaluasi
kepandaian matematika diukur melalui kemampuan menyelesaikan
soal-soal matematika.
b. Kebanyakan menggunakan ukuran kuantitatif berupa skor yang
pada akhirnya diinterpretasikan ke dalam bentuk kualitatif.
c. Menggunakan satuan yang relatif tetap yang disepakati bersama.
Misalnya skala 10 atau skala 5.
d. Hasil evaluasi bersifat relatif, yaitu hasil evaluasi seorang siswa
tidak akan sama persis untuk materi yang sama yang
diselenggarakan dalam waktu yang berlainan.
e. Hasil evaluasi sering terjadi galat (error). Galat ini dapat
disebabkan oleh alat evaluasi, pelaksanaan evaluasi, kondisi siswa,
dan subjektivitas evaluator.
3. Evaluasi Program Pendidikan
Program adalah rencana kegiatan yang dirumuskan secara
operasional dengan memperhitungkan segala faktor yang berkaitan
dengan pelaksanaan dan pencapaian program tersebut. Program
pendidikan adalah program yang sesuai dengan rumusan dalam ruang
lingkup pendidikan. Ada dua macam cara untuk mengevaluasi program
pendidikan, yaitu:
a. Evaluasi secara rasional.
Cara ini bisa dilakukan sebelum suatu program dilaksanakan atau
pada saat suatu program selesai dibuat. Evaluasi dengan cara ini
tidak mendapatkan hasil evaluasi yang bersifat kuantitatif, akan
tetapi berupa dugaan-dugaan tentang kelayakan program yang
dievaluasi itu.
b. Evaluasi secara empirik
Empirik berarti berdasarkan pengalaman nyata di lapangan, dalam
hal ini sekolah. Jadi evaluasi program pendidikan secara empirik
diperoleh dari pelaksanaan program tersebut, tidak hanya melalui

pertimbangan rasional yang sifatnya dugaan. Tolak ukur yang


digunakan dalam cara ini adalah tolak ukur empirik.
4. Evaluasi Hasil Belajar (Tes)
Evaluasi hasil belajar dapat dilakukan pada saat kegiatan belajar
mengajar berlangsung atau sesudahnya. Selama kegiatan belajar
mengajar berlangsung siswa dapat dievaluasi melalui tanya jawab lisan
sambil mengarahkannya pada konsep atau materi baru. Evaluasi pada
akhir kegiatan bisa dilaksanakan pada setiap akhir pertemuan, pada
setiap Minggu, setiap akhir semester.
5. Evaluasi Non Tes
Evaluasi non tes adalah evaluasi yang berkenaan dengan evaluasi
proses dan hasil belajar. Jika evaluasi hasil belajar dalam matematika
dititikberatkan pada bidang kognitif dan psikomotorik, maka evaluasi
non tes titik beratnya adalah bidang afektif, seperti sikap dan minat
siswa terhadap pelajaran matematika.
SOAL-SOAL LATIHAN
1. Apakah yang dimaksud dengan penilaian dan pengukuran?.
2. Bagaimanakah hubungan antara penilaian dan pengukuran?.
3. Sebutkan fungsi evaluasi.!
4. Apakah tujuan evaluasi?.
5. bagaimanakah kedudukan evaluasi?.

BAB II
BENTUK DAN ALAT PENILAIAN

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM


Mahasiswa memahami bentuk dan alat penilaian.
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS
1. Mahasiswa mampu merumuskan bentuk penilaian.
2. Mahasiswa mampu membuat alat penilaian.
POKOK BAHASAN
BENTUK DAN ALAT PENILAIAN
A. Bentuk Penilaian dan Bentuk Tes
Bentuk penilaian berkaitan erat dengan bentuk teknik penilaiannya.
Misalnya data untuk penilaian penempatan dihimpun dengan
menggunakan teknik penilaian berupa tes pada awal pelajaran yang
disebut tes penempatan. Hasilnya diolah untuk mengetahui tingkat
kemampuan yang telah dimiliki siswa.
Data untuk penilaian diagnostik dihimpun menggunakan tes
diagnostik. Hasilnya diolah untuk mengetahui kesulitan belajar yang
dihadapi siswa, termasuk kesalahan pemahaman konsep. Tes ini
dilakukan apabila sebagian besar siswa gagal dalam pembelajaran.
Data untuk penilaian formatif dihimpun menggunakan tes formatif
dalam bentuk kuis, pertanyaan lisan, ataupun ulangan harian sepanjang
semester, datanya diolah dan digunakan untuk memperoleh masukan
tentang tingkat keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran. Data
penilaian sumatif dihimpun melalui tes sumatif pada akhir semester/akhir
tahun. Hasilnya diolah dan digunakan untuk menentukan keberhasilan
belajar siswa untuk pelajaran tertentu.
Untuk memperoleh data dan informasi sebagai dasar penentuan
tingkat keberhasilan siswa dalam penguasaan kompetensi dasar
diperlukan adanya tes. Setiap jenis tes memerlukan seperangkat alat
penilaian. Misalnya, untuk mengetahui penguasaan ranah kognitif oleh
siswa melalui ulangan harian dapat digunakan tes tulis dan tes lisan,
sedangkan untuk mengukur ranah psikomotor dilakukan tes perbuatan
berupa tes identifikasi, tes simulasi, atau yang lainnya.

Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) penilaian


pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan dengan
menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis maupun lisan,
pengamatan kinerja, sikap, penilaian hasil karya berupa proyek atau
produk, penggunaan portofolio dan penilaian diri. Berdasarkan KTSP jenis
penilaian yang dapat digunakan sebagai berikut:
1. Penilaian
pengamatan kinerja: diperoleh datanya dengan
menggunakan daftar cek (check-list) ataupun skala penilaian (rating
scale). Daftar cek lebih praktis jika digunakan untuk menghadapi
subjek dengan jumlah besar atau jika perbuatan yang dinilai memiliki
risiko tinggi, sedangkan skala penilaian cocok untuk menghadapi
subjek yang sedikit. Perbuatan yang diukur memakai skala penilaian
dengan rentangan dari sangat tidak sempurna sampai sangat
sempurna. Jika dibuat skala lima maka skala satu paling tidak
sempurna dan skala lima paling sempurna.
2. Penilaian sikap: penilaian sikap merupakan penilaian berbasis kelas
terhadap suatu konsep psikologi yang kompleks. Penilaian sikap dalam
berbagai mata pelajaran secara umum dapat dilakukan berkaitan
dengan berbagai objek sikap antara lain:
a. Sikap terhadap mata pelajaran.
b. Sikap terhadap guru mata pelajaran.
c. Sikap terhadap proses pembelajaran.
d. Sikap terhadap materi pembelajaran.
e. Sikap berhubungan dengan nilai-nilai yang ingin ditanamkan dalam
diri peserta didik melalui materi tertentu.
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
a. Observasi perilaku.
b. Pertanyaan langsung.
c. Laporan pribadi.
d. Penggunaan skala sikap.
3. Penilaian hasil kerja berupa proyek: penilaian proyek adalah penilaian
berbasis kelas terhadap tugas yang harus diselesaikan dalam waktu
tertentu. Penilaian proyek dilakukan mulai dari pengumpulan,
pengorganisasian, pengevaluasian, hingga penyajian data. Proyek juga
akan memberikan informasi tentang pemahaman dan pengetahuan
peserta didik pada proses pembelajaran tertentu, kemampuan peserta
didik dalam mengaplikasikan pengetahuan, dan kemampuan peserta
didik untuk mengomunikasikan informasi.

4. Penilaian hasil kerja berupa produk disebut juga penilaian produk:


penilaian hasil kerja peserta didik (produk) adalah penilaian berbasis
kelas terhadap penguasaan keterampilan peserta didik dalam
membuat suatu produk (proses) dan penilaian kualitas kerja peserta
didik (produk tertentu). Dalam penilaian produk terdapat dua konsep
penilaian berbasis kelas yaitu penilaian peserta didik tentang:
a. Pemilihan, cara menggunakan alat, dan prosedur kerja.
b. Kualitas teknis maupun estetik suatu karya/produk.
Pelaksanaan penilaian terhadap produk meliputi penilaian berbasis
kelas terhadap tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Tahap persiapan. Menilai keterampilan merencanakan, merancang,
menggali, atau mengembangkan ide.
b. Tahap produksi. Menilai kemampuan memilih dan menggunakan
bahan, alat, dan teknik kerja.
c. Tahap penilaian (appraisal).
5. Penilaian portofolio. Penilaian portofolio merupakan penilaian berbasis
kelas terhadap sekumpulan karya peserta didik yang tersusun secara
sistematis dan terorganisasi yang diambil selama proses pembelajaran
dalam kurun waktu tertentu, digunakan oleh guru dan peserta didik
untuk memantau perkembangan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap peserta didik dalam mata pelajaran tertentu. Beberapa hal yang
sangat penting dalam penilaian portofolio antara lain:
a. Guru harus membedakan antara penilaian portofolio secara
individu, kelompok kecil atau kelompok besar.
b. Guru harus membuat penilaian portofolio sesuai dengan standar
kompetensi, kompetensi dasar, maupun indikator yang telah
ditetapkan dalam KTSP.
c. Jika dipandang perlu, guru harus membuat kriteria yang
membedakan antara penilaian portofolio untuk kelompok maupun
untuk peserta didik secara individu.
d. Guru harus membuat kriteria yang sesuai dengan potensi dasar
maupun indikator pencapaian hasil belajar.
e. Guru harus membuat kriteria yang mencakup rentang kemampuan
yang jelas mulai dari kemampuan yang kurang sampai dengan
kemampuan yang baik dan mudah dikomunikasikan kepada peserta
didik, orang tua, ataupun pihak lain sehingga mereka dapat dengan
mudah memahami kriteria yang dimaksud.

f. Kriteria penilaian haruslah terbebas dari perbedaan jenis kelamin


peserta didik. Jangan sampai terjadi lebih baik untuk laki-laki atau
sebaliknya.
g. Kriteria penilaian harus dapat digunakan oleh siapa saja (guru yang
berbeda) dan dapat menghasilkan pengertian yang sama untuk
evidence yang sama.
Seperangkat alat penilaian dan jenis tagihan yang dapat digunakan
antara lain sebagai berikut ini.
1. Kuis : digunakan untuk menanyakan hal-hal yang prinsip dari pelajaran
yang lalu secara singkat, bentuknya berupa isian singkat, dan
dilakukan sebelum pelajaran.
2. Pertanyaan lisan di kelas : digunakan untuk mengungkap penguasaan
siswa tentang pemahaman konsep, prinsip, atau teorema.
3. Ulangan harian : dilakukan secara periodik pada akhir pengembangan
kompetensi, untuk mengungkap penguasaan pemahaman, sampai
evaluasi, atau untuk mengungkap penguasaan pemakaian alat atau
suatu prosedur.
4. Tugas individu : dilakukan secara periodik untuk diselesaikan oleh
setiap siswa dan dapat berupa tugas rumah. Tugas individu dipakai
untuk mengungkap kemampuan aplikasi sampai evaluasi atau untuk
mengungkap penguasaan hasil latihan dalam menggunakan alat
tertentu, melakukan prosedur tertentu.
5. Tugas kelompok : digunakan untuk menilai kemampuan kerja
kelompok dalam upaya pemecahan masalah. Jika mungkin kelompok
siswa diminta melakukan pengamatan atau merencanakan sesuatu
proyek menggunakan data informasi dari lapangan.
6. Ulangan semester : digunakan untuk menilai ketuntasan penguasaan
kompetensi pada akhir program semester. Kompetensi yang diujikan
berdasarkan kisi-kisi yang mencerminkan kompetensi dasar yang
dikembangkan dalam semester yang bersangkutan. Dari aspek kognitif
untuk mengungkap mengingat sampai evaluasi. Untuk aspek
psikomotor dilakukan ujian praktek. Untuk aspek afektif dilakukan
dengan pengumpulan data/hasil pengamatan dalam kurun waktu satu
semester.
7. Ulangan kenaikan : digunakan untuk mengetahui ketuntasan siswa
untuk menguasai materi dalam satu tahun ajaran. Pemilihan
kompetensi ujian harus mengacu pada kompetensi dasar,
berkelanjutan, memiliki nilai aplikatif, atau dibutuhkan untuk belajar
pada bidang lain.

10

Penilaian otentik perlu dilakukan terhadap keseluruhan kompetensi


yang telah dipelajari siswa melalui kegiatan pembelajaran. Ditinjau dari
dimensi kompetensi yang ingin dicapai, ranah yang perlu dinilai meliputi
ranah kognitif, psikomotor, dan afektif.
1. Ranah kognitif
Kompetensi ranah kognitif meliputi tingkatan menghafal,
memahami, mengaplikasikan, menganalisis, menyintesis, dan
mengevaluasi.
a. Tingkatan hafalan mencakup kemampuan menghafal verbal atau
menghafal parafrase materi pembelajaran berupa fakta, konsep,
prinsip, dan prosedur.
b. Tingkatan pemahaman meliputi kemampuan membandingkan
(menunjukkan persamaan dan perbedaan), mengidentifikasi
karakteristik, menggeneralisasi, dan menyimpulkan.
c. Tingkatan aplikasi mencakup kemampuan menerapkan rumus, dalil
atau prinsip terhadap kasus-kasus nyata yang terjadi di lapangan.
d. Tingkatan
analisis
meliputi
kemampuan
mengklasifikasi,
menggolongkan, memerinci, mengurai suatu objek.
e. Tingkatan sintesis meliputi kemampuan memadukan berbagai
unsur atau komponen, menyusun, membentuk bangunan,
mengarang, melukis, menggambar, dan sebagainya.
f. Tingkatan evaluasi/penilaian mencakup kemampuan menilai
(judgement) terhadap objek studi menggunakan kriteria tertentu,
misalnya menilai kesesuaian suatu bangunan dengan bestek.
2. Ranah Psikomotor
Berkenaan dengan ranah psikomotor, kompetensi yang dicapai
meliputi tingkatan gerakan awal, semi rutin, gerakan rutin. Penilaian
terhadap pencapaian kompetensi tersebut, adalah sebagai berikut :
a. Tingkatan penguasaan gerakan awal berisi kemampuan siswa
dalam menggerakkan sebagian anggota badan.
b. Tingkatan gerakan semi rutin meliputi kemampuan melakukan atau
menirukan gerakan yang melibatkan seluruh anggota badan.
c. Tingkatan gerakan rutin berisi kemampuan melakukan gerakan
secara menyeluruh secara sempurna dan sampai pada tingkatan
otomatis.

11

3. Ranah Afektif
Berkenaan dengan ranah afektif, ada dua hal yang perlu dinilai,
yaitu pertama kompetensi afektif, dan kedua sikap dan minat siswa
terhadap mata pelajaran dan proses pembelajaran. Kompetensi afektif
yang ingin dicapai dalam pembelajaran meliputi tingkatan pemberian
respon, apresiasi, penilaian, dan internalisasi.
Berbagai jenis tingkatan ranah afektif yang dinilai adalah
kemampuan siswa dalam :
a. Memberikan respon atau reaksi terhadap nilai-nilai yang
dihadapkan kepadanya dilakukan ujian praktek. Untuk aspek afektif
dilakukan dengan pengumpulan data/hasil pengamatan dalam
kurun waktu 1 semester.
b. Laporan kerja praktek atau laporan praktikum : dipakai untuk mata
pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya, seperti Fisika, Kimia,
Biologi, dan Bahasa.
c. Responsi atau ujian praktek : dipakai untuk mata pelajaran yang
ada kegiatan praktikumnya, seperti Fisika, Kimia, Biologi, dan
Bahasa yaitu untuk mengetahui penguasaan akhir baik dari aspek
kognitif maupun psikomotor.
B. Alat Penilaian
Alat penilaian ada yang berbentuk tes dan ada yang berbentuk non
tes. Alat penilaian berbentuk tes merupakan semua alat penilaian yang
hasilnya dapat dikategorikan menjadi benar dan salah, misalnya alat
penilaian untuk mengungkap aspek kognitif dan psikomotor. Alat penilaian
non tes hasilnya tidak dapat dikategorikan benar salah, dan umumnya
dipakai untuk mengungkap aspek afektif.
1. Alat Penilaian Berbentuk Tes
Bentuk tes ada yang berupa tes non verbal (perbuatan) dan verbal.
Tes non verbal dipakai untuk mengukur kemampuan psikomotor. Tes
verbal dapat berupa tes tulis dan dapat berupa tes lisan. Tes tulis
dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu tes objektif dan tes
nonobjektif.
a. Tes untuk Mengukur Ranah Kognitif
Penguasaan kognitif diukur dengan menggunakan tes lisan di
kelas atau berupa tes tulis. Tes lisan berupa pertanyaan lisan yang
digunakan untuk mengetahui daya serap siswa terhadap masalah
yang berkaitan dengan kognitif. Tes tertulis dilakukan untuk

12

mengungkap penguasaan siswa dalam aspek/ranah kognitif mulai


dari jenjang pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis,
sintesis, sampai evaluasi. Bentuknya dapat berupa isian singkat,
menjodohkan, pilihan ganda, pilihan berganda, uraian objektif,
uraian nonobjektif, hubungan sebab akibat, hubungan konteks,
klasifikasi, atau kombinasinya.
Ranah kognitif juga dapat diukur menggunakan portofolio.
Portofolio adalah kumpulan tugas/pekerjaan seseorang. Dalam
bidang pendidikan, portofolio diartikan sebagai kumpulan dari
tugas-tugas siswa. Hal yang penting pada penilaian yang
didasarkan pada portofolio adalah mampu mengukur kemampuan
membaca dan menulis yang lebih luas,
siswa menilai
kemampuannya sendiri, mewakili sejumlah karya siswa.
Penilaian portofolio pada dasarnya adalah menilai karya-karya
siswa berkaitan dengan mata pelajaran tertentu. Semua tugas
yang dikerjakan siswa dikumpulkan, dan di akhir satu unit program
pembelajaran diberikan penilaian. Dalam menilai dilakukan diskusi
antara siswa dan guru untuk menentukan skornya. Prinsip penilaian
portofolio adalah siswa dapat melakukan penilaian sendiri
kemudian hasilnya dibahas. Karya yang dinilai meliputi hasil ujian,
tugas mengarang, atau mengerjakan soal. Jadi portofolio adalah
suatu metode pengukuran dengan melibatkan siswa untuk menilai
kemajuannya berkaitan dengan mata pelajaran terkait.
b. Tes untuk Mengukur Ranah Psikomotor
Tes untuk mengukur aspek psikomotor adalah tes untuk
mengukur penampilan, perbuatan atau kinerja (performance) yang
telah dikuasai siswa. Berikut adalah contoh-contoh tes penampilan
atau kinerja :
1) Tes paper and pencil : walaupun bentuk aktivitasnya seperti tes
tulis, namun yang menjadi sasarannya adalah kemampuan
siswa dalam menampilkan karya, misal berupa desain alat,
desain grafis dan sebagainya.
2) Tes identifikasi : lebih ditujukan untuk mengukur kemampuan
siswa dalam mengidentifikasi sesuatu hal, misal menemukan
bagian yang rusak atau yang tidak berfungsi dari suatu alat.
3) Tes simulasi : dilakukan jika tidak ada alat yang sesungguhnya
yang dapat dipakai untuk memperagakan penampilan siswa,
sehingga dengan simulasi tetap dapat dinilai apakah seseorang

13

sudah menguasai keterampilan dengan bantuan peralatan


tiruan atau berperaga seolah-olah menggunakan suatu alat.
4) Tes petik kerja (work sample) : dilakukan dengan alat yang
sesungguhnya dan tujuannya untuk mengetahui apakah siswa
sudah menguasai atau terampil menggunakan alat tersebut.
c. Tes untuk Mengukur Ranah Afektif
Komponen afektif juga ikut menentukan keberhasilan belajar
matematika siswa. Ada dua komponen afektif yang penting untuk
diukur, yaitu sikap dan minat siswa terhadap pelajaran matematika.
Sikap siswa terhadap pelajaran matematika bisa positif, bisa negatif
atau netral. Siswa yang memiliki minat terhadap pelajaran
matematika bisa diharapkan prestasi belajar matematikanya akan
meningkat, bagi yang tidak berminat sulit untuk meningkatkan
prestasi belajar matematikanya. Oleh karena itu, guru memiliki
tugas untuk membangkitkan minat siswa, agar prestasi belajar
matematika meningkat.
Langkah-langkah pembuatan instrumen afektif adalah sebagai
berikut.
1) Pilih ubahan afektif yang akan dinilai, misalnya sikap atau
minat.
2) Tentukan indikator minat: misalnya kehadiran di kelas, banyak
bertanya, tepat waktu mengumpulkan tugas, catatan di buku
rapi, dan sebagainya. Hal ini selanjutnya ditanyakan pada siswa.
3) Pilih tipe skala yang digunakan, misalnya Likert dengan 5 skala:
sangat senang, senang, sama saja, kurang senang, dan tidak
senang.
4) Telaah instrumen oleh sejawat.
5) Perbaiki instrumen.
6) Siapkan inventori laporan diri.
7) Skor inventori.
8) Analisis hasil inventori skala minat dan skala sikap.
2. Alat Penilaian Berbentuk Non Tes
Komponen afektif ikut menentukan keberhasilan belajar siswa.
Paling tidak ada dua komponen afektif yang penting untuk diukur,
yaitu sikap dan minat terhadap suatu pelajaran. Sikap siswa terhadap
pelajaran bisa positif bisa negatif atau netral. Hal ini tidak dapat
dikategorikan benar atau salah. Guru memiliki tugas untuk
membangkitkan dan meningkatkan minat siswa terhadap mata

14

pelajaran, serta merubah dari sikap negatif ke sikap positif. Beberapa


jenis skala sikap misalnya skala Likert, skala Thurstone, dan skala
perbedaan semantik untuk mengetahui sikap terhadap suatu hal, baik
berupa mata pelajaran ataupun kegiatan. Skala Bogardus untuk
mengetahui sikap sosial siswa. Skala chapin untuk mengetahui tingkat
keterlibatan siswa dalam organisasi.
Keterlibatan atau sikap siswa terhadap kegiatan juga dapat dinilai
dengan memanfaatkan teman sekelompok (peer assessement). Hasil
penilaian antar teman dapat dipakai untuk dijadikan pertimbangan
dalam memberikan saran-saran agar siswa lebih termotivasi juga agar
mau lebih baik berinteraksi sesama teman.
C. Bentuk Instrumen Tes
Tes merupakan instrumen untuk mengevaluasi hasil belajar siswa
dalam aspek kognitif dan psikomotorik. Tujuan tes adalah untuk: 1)
mengetahui kompetensi awal siswa, 2) tingkat pencapaian standar
kompetensi, 3) mengetahui perkembangan kompetensi siswa, 4)
mendiagnosa kesulitan belajar siswa, 5) mengetahui hasil suatu proses
pembelajaran, 6) memotivasi siswa belajar, dan 7) memberi umpan balik
kepada guru untuk memperbaiki program pembelajarannya. Non tes
merupakan instansi untuk mengevaluasi aspek afektif.
1. Instrumen untuk Mengungkap Aspek Kognitif
Instrumen yang digunakan berupa tes yang bertujuan untuk :
a. Mengetahui kompetensi awal siswa.
b. Mengetahui perkembangan siswa.
c. Mengetahui tingkat penguasaan siswa.
d. Mendiagnosa siswa.
e. Memberi umpan balik untuk guru.
f. Mengetahui pencapaian kurikulum.
g. Mendorong guru agar mengajar lebih baik.
Bentuk tes kognitif yang sering digunakan adalah:
a. Tes Pilihan Ganda
Tes pilihan ganda sulit menyusunnya tetapi mudah penskorannya,
mudah digunakan dan objektif. Tes pilihan ganda terdiri dari item
(pokok soal) dan alternatif jawaban.
b. Jawaban Singkat
Tes jawaban singkat adalah tes yang menghendaki satu jawaban
tertentu dengan cara mengisi titik-titik yang telah disediakan. Oleh

15

c.
d.
e.

f.

karena itu soal harus jelas dan benar-benar mengarah hanya ke


satu jawaban.
Tes Menjodohkan.
Tes menjodohkan adalah tes yang memasangkan dua pernyataan
yang memiliki hubungan logika tertentu.
Tes Benar-Salah (True-False).
Tes ini terdiri dari satu pernyataan dan siswa diminta untuk menilai
pernyataan tersebut benar atau salah.
Tes Uraian Objektif.
Tes uraian objektif digunakan untuk mengukur kompetensi yang
bersifat hierarkis dan berurutan. Tiap tahap atau jenjang
kompetensi diberi nilai, sehingga skor total mencerminkan
keutuhan kompetensi siswa.
Tes ini berbentuk pertanyaan yang menuntut siswa untuk
menjawab pertanyaan secara terurai dengan harapan dapat
mengungkap fakta-fakta yang menghadap dalam struktur kognitif
siswa untuk dimunculkan sesuai dengan apa yang sedang
dipikirkannya.
Pada umumnya tes bentuk uraian ini menggunakan kata-kata:
selesaikanlah, tentukan, buktikan, hitunglah, dan sebagainya.
Tes Bentuk Uraian Non Objektif
Bentuk tes ini adalah soal bentuk uraian yang menuntut
kompetensi siswa untuk menyampaikan, memilih, menyusun, dan
memadukan pendapat atau pikirannya atau pandangan pribadi
yang dimilikinya dengan menggunakan kata-kata sendiri. Kunci
jawaban bersifat relatif karena ada kemungkinan jawaban siswa
dapat bervariasi.
Keunggulan tes bentuk ini adalah dapat mengukur tingkat
berpikir dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu mulai dari
hafalan sampai dengan evaluasi, namun sebaliknya hindarkan
pertanyaan yang mengungkap hafalan seperti pertanyaan yang
dimulai dengan kata: apa, siapa, di mana.
Soal bentuk uraian non objektif mudah membuatnya dan
kelemahan tes bentuk ini adalah: (1) penskoran sering dipengaruhi
oleh subjektivitas penilai, (2) memerlukan waktu yang lama untuk
memeriksa lembar jawaban, dan (3) cakupan materi yang diujikan
sangat terbatas. Untuk menghindari kelemahan tersebut cara yang
ditempuh adalah: (1) jawaban tiap soal tidak panjang sehingga
bisa mencakup materi yang banyak, (2) tidak melihat nama peserta

16

tes, (3) memeriksa tiap butir secara keseluruhan tanpa istirahat,


(4) menyiapkan pedoman penskoran.
Kaidah penulisan soal bentuk uraian non objektif sebagai
berikut:
1) Gunakan kata-kata: mengapa, uraikan, jelaskan, bandingkan,
hitunglah, buktikan.
2) Gunakan bahasa Indonesia yang baku.
3) Hindarkan penggunaan kata-kata yang dapat ditafsirkan ganda.
4) Hindarkan penggunaan pertanyaan: siapa, apa, bila.
5) Buat petunjuk pengerjaan soal.
6) Buat kunci jawaban dan pedoman penskoran.
g. Pemilihan Bentuk Tes
Pemilihan bentuk tes yang tepat ditentukan oleh tujuan tes,
jumlah peserta tes, waktu yang tersedia untuk memeriksa tes,
cakupan materi, dan karakteristik pelajaran yang diujikan. Bentuk
tes pilihan ganda maupun bentuk benar-salah tepat digunakan bila
jumlah peserta tes banyak.
h. Panjang Tes
Panjang tes ditentukan oleh waktu yang tersedia untuk
melakukan tes dengan memperhatikan bahan yang diujikan dan
tingkat kelelahan peserta tes. Untuk tes pilihan ganda dengan
tingkat kesulitan rata-rata sedang diperlukan waktu 1-2 menit
untuk setiap butir soal sedang untuk uraian, waktu yang disediakan
tergantung dari kompleksitas soal.
2. Instrumen untuk Mengungkap Aspek Psikomotor
Instrumen untuk tes psikomotor dapat berupa: 1) tes tertulis
(paper and pencil test), 2) tes identifikasi, 3) tes simulasi, 4) tes
contoh kerja (work sample). Daftar cek mudah digunakan untuk
menilai tes psikomotorik di mana guru/pengamat tinggal memberi
tanda cek ( ) pada kompetensi yang muncul.
Untuk bidang matematika instrumen ini jarang digunakan dan
dapat dikatakan tidak pernah dilakukan.
Contoh instrumen untuk mengungkap aspek psikomotorik dalam
kegiatan mengukur tinggi pohon dengan menggunakan klinometer.

17

Nama
: ...............................
Tanggal
: ...............................
Praktikum : Penggunaan Klinometer
No

Komponen

1.
2.
3.
4.
5.

Memegang klinometer.
Mengamati ujung tiang bendera.
Mengamati letak lope (teropong).
Mengamati letak busur.
Mengamati ujung tiang bendera melalui
lope.
Memegang benang berbandul pada
busur.
Membaca letak benang pada busur.
Menentukan besar sudut elevasi.

6.
7.
8.

Tepat

Tidak
Tepat

Catatan: Berikan tanda rumput ( ) pada salah satu kolom Tepat


atau Tidak Tepat.
3. Instrumen untuk Mengungkap Aspek Afektif
Komponen afektif turut menentukan keberhasilan hasil belajar
siswa. Paling tidak ada dua komponen afektif yang penting untuk
diukur yaitu sikap dan minat dan untuk matematika yang digunakan
hanya sikap dan minat terhadap pelajaran matematika, karena
keduanya ini sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Sebagai contoh
antara lain untuk mengungkap sikap siswa dan minat siswa terhadap
pelajaran matematika seperti di bawah ini.
Contoh instrumen untuk mengukur sikap siswa terhadap pelajaran
matematika.
Berilah tanda ( ) di bawah SS jika sangat setuju, S jika setuju, R jika
ragu-ragu, TS jika tidak setuju, dan STS jika sangat tidak setuju.
No
Pernyataan
1. Matematika membuat saya berpikir
logis, sistematis dan tepat.
2. Saya tertarik dengan masalahmasalah yang berhubungan dengan
matematika.
18

SS

TS

STS

No
Pernyataan
3. Matematika adalah pelajaran yang
menyenangkan.

SS

TS

STS

Contoh soal untuk mengungkap minat siswa terhadap pelajaran


matematika.
Berilah tanda ( ) di bawah SS jika sangat setuju, S jika setuju, R jika
ragu-ragu, TS jika tidak setuju, dan STS jika sangat tidak setuju.
No
Pernyataan
1. Dalam waktu senggang saya
mengerjakan
permainan
matematika.
2. Saya merasa pelajaran matematika
menyenangkan.
3. Waktu belajar yang tersedia hampir
sebagian besar saya gunakan untuk
belajar matematika.

SS

TS

STS

SOAL-SOAL LATIHAN
1. Jelaskan jenis penilaian yang dapat digunakan pada Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP)!.
2. Jelaskan jenis tagihan yang dapat digunakan pada Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP)!.
3. Sebutkan ranah yang perlu dinilai ditinjau dari dimensi kompetensi yang
ingin dicapai!.
4. Sebutkan tes untuk mengukur ranah psikomotor!.
5. Bagaimanakah langkah-langkah pembuatan instrumen afektif?.

19

BAB III
BENTUK INSTRUMEN DAN PENSKORAN TES

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM


Mahasiswa mengenal bentuk instrumen dan penskoran tes.
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS
1. Mahasiswa mampu memilih bentuk instrumen.
2. Mahasiswa mampu melaksanakan penskoran tes.
POKOK BAHASAN
BENTUK INSTRUMEN DAN PENSKORAN TES
A. Bentuk Instrumen dan Penskoran Tes Kognitif
Pedoman penskoran merupakan petunjuk yang menjelaskan tentang
batasan atau kata-kata kunci untuk melakukan penskoran terhadap suatu
butir soal. Pedoman pemberian skor untuk setiap butir soal harus disusun
segera setelah perumusan kalimat-kalimat butir soal.
1. Pertanyaan lisan
Penskoran pertanyaan lisan dapat dilakukan dengan pola kontinu 0
sampai dengan 10, atau 0 sampai dengan 100, untuk memudahkan
penskoran, dibuat rambu-rambu jawaban yang akan dijadikan acuan.
2. Pilihan ganda
Bentuk soal pilihan ganda dapat dipakai untuk menguji penguasaan
kompetensi pada tingkat berpikir rendah seperti pengetahuan (recall)
dan pemahaman sampai pada tingkat berpikir tinggi seperti aplikasi,
analisis, sintesis dan evaluasi. Pedoman pembuatan tes bentuk pilihan
ganda adalah :
(1) pokok soal harus jelas; (2) isi pilihan jawaban homogen; (3)
panjang pilihan jawaban relatif sama; (4) tidak ada petunjuk jawaban
benar; (5) hindari menggunakan pilihan jawaban : semua benar atau
semua salah; (6) pilihan jawaban angka diurutkan; (7) semua pilihan
jawaban logis; (8) jangan menggunakan negatif ganda; (9) kalimat
yang digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta tes;
(10) bahasa yang digunakan baku; (11) letak pilihan jawaban benar
ditentukan secara acak; dan (12) penulisan soal diurutkan ke bawah.

20

Penskoran tes bentuk pilihan ganda ada dua, yaitu (1) tanpa
koreksi terhadap jawaban dugaan; dan (2) dengan koreksi terhadap
jawaban dugaan. Penskoran terhadap jawaban dugaan adalah satu
untuk setiap butir yang dijawab benar, sehingga jumlah skor yang
diperoleh siswa adalah jumlah butir yang dijawab benar.
Penskoran pilihan ganda tanpa koreksi dapat digunakan rumus.
B
Skor = 100
N
Keterangan:
B = banyaknya butir soal yang dijawab benar
N = banyaknya butir soal
Penskoran dengan koreksi terhadap jawaban dugaan adalah
sebagai berikut :

S
Skor = B
N
P 1

Keterangan:
B = banyaknya butir soal yang dijawab benar
S = banyaknya butir soal yang dijawab salah
P = banyaknya pilihan jawaban
N = banyaknya butir soal
Catatan: Butir soal yang tidak dijawab diberi skor 0.
3. Bentuk uraian
a. Uraian objektif. Pertanyaan yang biasa digunakan adalah
simpulkan, tafsirkan, rasionalkan dan sebagainya.
Langkah untuk membuat tes uraian (1) menulis soal berdasarkan
indikator pada kisi-kisi; dan (2) mengedit pertanyaan.
Untuk mengedit pertanyaan perlu diperhatikan hal sebagai berikut:
apakah pertanyaan mudah dimengerti;
apakah data yang digunakan benar;
apakah tata letak keseluruhan baik;
apakah pemberian bobot soal sudah tepat;
apakah kunci jawaban sudah benar;
apakah waktu untuk mengerjakan tes cukup.
Penskoran instrumen uraian objektif dapat dilakukan dengan
memberikan skor yang ditentukan tiap langkah dalam menjawab
soal.

21

Contoh :
Rasionalkan penyebut pecahan

2
3 5

b. Uraian bebas. Bentuk instrumen ini dapat dipakai untuk mengukur


kompetensi siswa dalam semua tingkat ranah kognitif.
Kaidah penulisan instrumen bentuk uraian bebas adalah : (1)
gunakan kata-kata seperti mengapa, uraikan, jelaskan,
bandingkan, tafsirkan, hitunglah, dan buktikan; (2) hindari
penggunaan pertanyaan seperti siapa, apa, dan bagaimana;
(3) gunakan bahasa yang baku; (4) hindari penggunaan kata-kata
yang dapat ditafsirkan ganda; (5) buat petunjuk untuk
memudahkan penskoran; dibuat rambu-rambu jawaban yang akan
dijadikan acuan.

Penskoran soal uraian

Butir soal : Persamaan kuadrat x2 2x 15 = 0 mempunyai dua


akar nyata dan berlainan. Gunakan rumus abc untuk
mencari akar persamaan itu, dengan menuliskan
bagaimana cara kamu menemukan kedua akar itu.
Pedoman Penskoran :
Langkah
Kunci Jawaban
Skor
Rumus abc :
1.
3

b b2 4ac
2a
dari persamaan kuadrat diperoleh
a = 1, b = -2, dan c = -15. Jadi
x1,2 =

2.

3.

x1,2

4.

(2) (2)2 4(1)(15)


=
2(1)
=

2 4 + 60
2

28
2

2
1

5.

6.

Jadi, x1 = 5 dan x2 = -3

Skor maksimum

10

22

Jadi nilai kurang dari 7,5 berarti masih belum berhasil menentukan
akar-akar persamaan kuadrat
Rumus yang digunakan untuk penghitungan adalah
a
SBS = c
b
Keterangan:
SBS = Skor Butir Soal
a
= Skor mentah yang diperoleh
b
= Skor mentah maksimum soal
c
= Bobot soal
Skor Total Siswa (STS) untuk seperangkat tes yang bersangkutan
diperoleh dengan menjumlahkan skor butir soal (SBS)

Contoh :
No
Soal
1
2
3
4
Jumlah

Skor
Mentah
Perolehan
20
20
20
30
90

Skor
Mentah
Maksimum
20
20
40
60
140

Bobot
Soal
30
20
30
20
100

Skor
Butir
Soal
30
20
15
10
75 (STS)

Selain rumus di atas, untuk penskoran bentuk uraian dapat juga


digunakan rumus:
Skor = Ja b
Keterangan:
Ja = Jawaban benar
b = Bobot soal
4. Jawaban singkat atau isian singkat.
Tes bentuk jawaban/isian singkat dibuat dengan menyediakan
tempat konsep yang di sediakan bagi siswa untuk menuliskan
jawaban. Jenis soal jawaban singkat ini berupa pertanyaan dan
melengkapi atau isian.
Penskoran isian singkat dapat dilakukan dengan memberikan skor 1
untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah.
Contoh : Himpunan penyelesaian dari persamaan x2 4 = 0 adalah

23

5. Menjodohkan.
Bentuk ini cocok untuk mengetahui fakta dan konsep. Cakupan
materi bisa banyak, namun tingkat berpikir yang terlibat cenderung
rendah.
6. Portofolio
Portofolio merupakan kumpulan pekerjaan seseorang (Popham,
1999), dalam bidang pendidikan berarti kumpulan dari tugas-tugas
peserta didik. Portofolio adalah kumpulan tugas-tugas atau
pekerjaan siswa yang disusun berdasarkan urutan kategori
kegiatan. Tugas-tugas ini dipilih, kemudian dinilai sehingga dapat
menggambarkan perkembangan kemampuan siswa. Portofolio
dapat terdiri dari: deskripsi dan hasil investigasi dalam matematika,
deskripsi dan diagram dari proses penyelesaian masalah, analisis
lebih lanjut tentang masalah investigasi dalam matematika, studi
statistik dan representasi grafik respon terhadap suatu masalah
terbuka atau pekerjaan rumah.
Guru perlu memiliki jurnal penilaian portofolio. Setiap kali
menilai tugas yang dikerjakan siswa, guru mencantumkan catatan
dan komentar kemajuan belajar siswa dilihat dari portofolionya.
Untuk memberi nilai, maka perlu ada kriteria tertentu yang telah
ditetapkan, misalnya kriteria kelengkapan, kebermaknaan, dan
kualitas isi.
Secara umum penskoran untuk masing-masing tugas
didasarkan pada ketiga aspek berikut :
(1) Penyelesaian masalah: kemampuan pemahaman masalah dan
penggunaan strategi yang sesuai dan efisien.
(2) Penalaran: kemampuan menggunakan penalaran yang
perspektif, kreatif, dan kompleks.
(3) Komunikasi: kemampuan menggunakan bahasa yang sesuai,
tepat, dan tajam.
Penskoran portofolio dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Misalkan suatu portofolio terdiri dari n tugas, dengan skor masingmasing t1, t2, t3, , tn dan bobot masing-masing w1, w2, w3, , wn di
mana w1 + w2 + w3 + + wn = 1 maka skor akhir portofolio
dinyatakan oleh :
Skor = (t1 w1 ) + (t 2 w 2 ) + (t 3 w 3 ) + ... + (t n w n )

24

Contoh pedoman penskoran portofolio.


No
1
2
3
:
n

Nama Tugas
Tugas 1
Tugas 2
Tugas 3
:
Tugas n

Skor
t1
t2
t3
:
tn

Bobot
w1
w2
w3
:
wn

Skor Akhir
t1w1
t2w2
t3w3
:
tnwn
n

Skor portofolio

t w
i=1

B. Bentuk Instrumen dan Penskoran Tes Psikomotor


Penskoran untuk tes psikomotor (unjuk kerja) umumnya dilakukan
secara langsung ketika siswa melakukan kerja (unjuk kerja) dan dapat
diamati. Agar pengamatan dapat dilakukan secara cermat dan objektif
digunakan lembar pengamatan (check list) yang berisi aspek-aspek
keterampilan atau tahapan-tahapan yang harus dilakukan dengan masingmasing mempunyai bobot sendiri. Misalnya menskor prestasi siswa ketika
menggambarkan
segitiga-segitiga
untuk
mendapatkan
teorema
Phytagoras. Cara penskorannya dapat dilakukan secara berjenjang seperti
pada tes uraian misalnya 1 6, 1 5, atau 1 4 tergantung bobot tugas.
Tes psikomotorik untuk pelajaran matematika jarang dan bahkan banyak
tidak dapat dilakukan.

Contoh:

Lingkarilah angka 5 jika sangat tepat, angka 4 jika tepat, angka 3 jika
agak tepat, angka 2 jika tidak tepat, angka 1 jika sangat tidak tepat.
5 4 3 2 1
Menggambar persegi dalam kertas berpetak dengan
panjang sisi (b + c) satuan panjang.
5 4 3 2 1
Menggambar empat segitiga siku-siku yang
kongruen dengan dua titik sudutnya di sisi persegi
yang diketahui dengan panjang sisi siku-siku b dan
c satuan panjang.
5 4 3 2 1
Menghitung luas persegi yang baru yang titik-titik
sudutnya pada persegi yang besar (dengan panjang
sisi a)
5 4 3 2 1
Menggambar persegi lain yang ukurannya sama
dengan persegi pertama.
5 4 3 2 1
Menggambar persegi panjang dengan panjang sisi
(b dan c) satuan panjang dalam persegi yang
kedua.
25

Membuat garis pada kedua persegi panjang


sehingga membentuk empat segitiga yang
kongruen.
Menghitung luas persegi dalam persegi kedua yang
luasnya b2.
Menggambar segitiga siku-siku dengan panjang sisi
siku-siku masing-masing b dan c satuan panjang
dan sisi miring panjang c satuan panjang.
Menggambar persegi pada sisi-sisi segitiga.

Dalam hal ini akan lebih tepat bila kriteria dari setiap butir, jarak mulai
dari skala 1 sampai 5. Dengan demikian penilai yang manapun akan
dengan tepat dapat menilai karena sudah ada kriteria bahwa seseorang
diberi angka 1 untuk langkah yang menyangkut cara membuktikan
teorema Phytagoras.

Contoh:

Jika seorang siswa:


Untuk butir 1 memperoleh skor 4 berarti siswa tepat menggambarkan
persegi tetapi masih ada kesalahan misalnya pertemuan sisi pada
salah satu sudutnya tidak sempurna.
Untuk butir 2 memperoleh skor 1 berarti siswa tersebut benar-benar
salah menggambar empat segitiga siku-siku yang konkuren.
Untuk butir 3 memperoleh skor 5 berarti benar-benar tepat
menghitung luas persegi yang baru.
Untuk butir 4 memperoleh skor 2 berarti tidak benar menggambar
persegi yang lain yang ukurannya sama dengan persegi yang pertama.
Untuk butir 5 memperoleh skor 3 berarti sedikit tepat dalam
menggambar persegi panjang dengan sisi b dan c satuan panjang
dalam persegi yang kedua.
Untuk butir 6 memperoleh skor 2 berarti tidak tepat dalam membuat
garis pada kedua persegi panjang.
Untuk butir 7 memperoleh skor 2 berarti tidak tepat menghitung luas
persegi.
Untuk butir 8 memperoleh skor 3 berarti dapat menggambar segitiga
siku-siku tapi tidak sempurna.
Untuk butir 9 memperoleh skor 5 berarti tepat sekali menggambar
persegi pada sisi-sisi segitiga.

26

Total skor yang dicapai siswa tersebut adalah (4 + 1 + 5 + 2 + 3 +


2 + 2 + 3 + 5) = 27. Seorang siswa akan gagal jika memperoleh skor 9
dan berhasil kalau memperoleh skor 45. Media skornya adalah
9 + 45
= 27 . Jika dibagi menjadi 4 kategori, maka yang memperoleh skor
2
9 17 dinyatakan gagal, skor 18 26 dinyatakan kurang berhasil, skor 27
35 dinyatakan berhasil dan skor 36 45 dinyatakan sangat berhasil.
Dengan demikian siswa dengan skor 27 dapat dinyatakan berhasil tetapi
belum sempurna.
Jika sifat keterampilan absolut, maka setiap butir harus dicapai dengan
sempurna (skala 5). Dengan demikian hanya siswa yang memperoleh skor
total 45 dinyatakan berhasil dengan kategori sempurna.
C. Bentuk Instrumen dan Penskoran Tes Afektif
Dalam pemberian skor untuk aspek afektif umumnya digunakan skala
Likert dengan rentang 1 5 . Ini berarti bila menggunakan 20 butir
pernyataan/pertanyaan maka akan diperoleh skor maksimum 100 dan
skor minimum 20.
Bila digunakan kategori sebagai berikut:
Skor
0 20
21 40
41 60
61 80
81 100

Kriteria
Tidak berminat
Kurang berminat
Cukup berminat
Berminat
Sangat berminat

Apabila seorang siswa menjawab pertanyaan suatu angket berkaitan


dengan sikap siswa terhadap mata pelajaran matematika dan memperoleh
skor 90 berarti siswa tersebut sangat berminat terhadap pelajaran
matematika.
D. Contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Berdasarkan
Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP)
Contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) diambil dari
Standar Kompetensi 3, Kompetensi Dasar 3.1.

27

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)


No. 3
Satuan Pendidikan : SMA
Mata Pelajaran
: Matematika
Kelas / Semester
: X / 1 (satu)
Alokasi Waktu
: 2 45 (2 jam pelajaran)
A.

Standar Kompetensi

B.

Kompetensi Dasar

C.

Tujuan Pembelajaran

D.

Indikator Pencapaian

E.

Model
Metode

F.

: 3. Memecahkan
masalah
yang
berkaitan
dengan
sistem
persamaan
linear
dan
pertidaksamaan satu variabel.
: 3.1. Menyelesaikan sistem persamaan
linear dan sistem persamaan
campuran linear dan kuadrat
dalam dua variabel
: 1. Siswa
diharapkan
minimal
mampu menyebutkan langkahlangkah sistem persamaan linear
tiga variabel.
2. Siswa
diharapkan
minimal
mampu
menentukan
penyelesaian sistem persamaan
linear tiga variabel.
3. Siswa
diharapkan
minimal
mampu menggunakan sistem
persamaan
linear
untuk
menyelesaikan soal cerita.
: 3.1.1. Menentukan penyelesaian
sistem
persamaan
linear
tiga
variabel.

Pendekatan

: Pembelajaran Kontekstual
: Tanya jawab, diskusi, pemberian tugas
dengan kerja kelompok
: Kontekstual

Materi Pelajaran

: Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel

28

G.

Strategi Belajar Mengajar


1. Kegiatan Awal ( 10 menit)
a. Guru menghubungkan pelajaran sekarang dengan yang lalu
dengan cara mengajukan pertanyaan kepada siswa tentang
pengertian persamaan linear dan persamaan kuadrat.
b. Guru
menyampaikan
tujuan
pembelajaran
dan
menginformasikan
model
pembelajaran
yang
akan
dilaksanakan yaitu pembelajaran kontekstual.
2. Kegiatan Inti ( 60 menit)
a. Mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok, masingmasing kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang.
b. Guru membagikan bahan ajar dan LKS, guru mempersilakan
siswa untuk memahami bahan ajar.
c. Siswa berdiskusi dalam kelompok mengenai bahan ajar,
kemudian guru meminta siswa ke depan menyelesaikan bahan
ajar.
d. Siswa menyelesaikan LKS.
e. Beberapa siswa dipilih sebagai wakil kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusinya dan kemudian kelompok
lain memberikan tanggapan (guru memandu jalannya diskusi
dan membimbing siswa untuk mengambil kesimpulan
bersama).
f. Sebagai umpan balik siswa secara acak ditunjuk untuk
menjawab pertanyaan dari guru.
g. Siswa kembali kepada tempat duduk semula.
3. Kegiatan Akhir ( 20 menit)
a. Guru membimbing siswa untuk merangkum materi pelajaran.
b. Guru memberi evaluasi secara tertulis
c. Menugaskan siswa untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang
harus dikumpulkan pada pertemuan berikutnya.

H.

Media dan Sumber


Media
: Bahan Ajar
Sumber Belajar : 1. Buku Matematika SMA XA
2. LKS

29

I.

Penilaian
Jenis Tagihan
Teknik
Bentuk
Soal

: Tugas Individu (PR), Tugas Kelompok,


Ulangan Harian
: Tes Tertulis
: Uraian
: Terlampir

Catatan: Untuk setiap pembuatan RPP harus dilengkapi dengan bahan


ajar dan LKS
E. Contoh Bahan Ajar, Lembar Kerja Siswa (LKS) dan Tugas
Individu (Pekerjaan Rumah)
Contoh bahan ajar yang disajikan adalah dari Standar Kompetensi 3,
Kompetensi Dasar 3.1 sebagai berikut:
SISTEM PERSAMAAN LINEAR TIGA VARIABEL
Bentuk umum Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel adalah:

a1 x + b1 y + c1z = d1 ........... persamaan (1)

a2 x + b2 y + c 2 z = d2 ........... persamaan (2)


a x + b y + c z = d ........... persamaan (3)
3
3
3
3
di mana a1, b1, c1, a2, b2, c2, a3, b3, c3, R
Apabila kita temukan harga x = xq, harga y = yq, dan harga z = zq yang
memenuhi persamaan-persamaan itu, maka pasangan berurutan yang
ditulis: (xq, yq, zq) merupakan penyelesaian. Sedangkan himpunan
penyelesaiannya ditulis {(xq, yq, zq)}.
Langkah-langkahnya:
Langkah (1): Eliminasikan salah satu variabel dari dua
persamaan linear dengan tiga variabel yang dipilih.
Langkah (2): Menyelesaikan sistem dua persamaan dengan
dua variabel.

30

Perhatikan contoh soal dan penyelesaian Sistem Persamaan Linear Tiga


Variabel berikut ini:

Ada tiga bilangan, apabila dijumlahkan sama dengan 75. Bilangan yang
pertama lebih lima daripada jumlah bilangan yang lainnya, sedangkan 4
kali bilangan kedua sama dengan jumlah bilangan yang lainnya. Carilah
bilangan-bilangan itu !
Penyelesaian:
Misalkan: variabel untuk bilangan pertama adalah x.
variabel untuk bilangan kedua adalah y.
variabel untuk bilangan ketiga adalah z.
Buat dulu model
x + y + z = 75

x = y + z + 5
4y = x + z

matematika sesuai dengan data soal di atas.


x + y + z = 75 .......... persamaan (1)

x y z = 5 .......... persamaan (2)


x 4y + z = 0 .......... persamaan (3)

Penyelesaian dengan metode gabungan substitusi dan eliminasi


Eliminasikan variabel z dari persamaan (1) dan persamaan (2)
Persamaan (1): x + y + z = 75
Persamaan (2): x y z = 5 +
= .
= .
Eliminasikan variabel z dari persamaan (2) dan persamaan (3)
Persamaan (2): x y z = 5
x 4y + z = 0 +
= . persamaan (4)
Substitusi x = . ke persamaan (4), diperoleh:
2x 5y = 5
..
..
..
y = ..

31

Substitusi x = . dan y = . ke persamaan (1), diperoleh:


x + y + z = 75
..
..
..
z = ..
Jadi, bilangan pertama adalah
bilangan kedua adalah
bilangan ketiga adalah
Contoh lembar kerja Siswa (LKS) yang disajikan adalah dari Standar
Kompetensi 3, Kompetensi Dasar 3.1 sebagai berikut:
LEMBAR KERJA SISWA
Nama
Kelompok
Hari/Tanggal
Waktu

:
:
:
:

.............................
.............................
.............................
20 menit

SKOR:

SISTEM PERSAMAAN LINEAR TIGA VARIABEL

Kerjakanlah soal-soal di bawah ini!

1. Ali, Yogi, dan Susi berbelanja bersama-sama. Mereka membeli gula,


beras, dan telur. Ali membeli 2 kilogram gula, 3 kilogram beras, dan 1
kilogram telur seharga Rp. 17.000,00. Yogi membeli 1 kilogram gula, 2
kilogram beras, dan 2 kilogram telur seharga Rp. 18.500,00. Susi
membeli 3 kilogram gula, 1 kilogram beras, dan 1 kilogram telur
seharga Rp. 15.500,00. Buat kalimat matematikanya dan tentukan
harga 1 kilogram gula, 1 kilogram beras, serta 1 kilogram telur !

Penyelesaian:

Diketahui: ........................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
32

Ditanyakan:
.......................................................................................................
.......................................................................................................
Jawab:
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
2. Dewi memiliki tiga buah bilangan. Bilangan pertama ditambah dua kali
bilangan kedua dikurangi bilangan ketiga sama dengan 5. Dua kali
bilangan pertama dikurangi bilangan kedua ditambah bilangan ketiga
sama dengan 1. Tiga kali bilangan pertama dikurangi bilangan kedua
ditambah dua kali bilangan ketiga sama dengan 8. Carilah ketiga
bilangan tersebut !.

Penyelesaian:

Diketahui: ........................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
Ditanyakan:
.......................................................................................................
.......................................................................................................
Jawab:
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................

33

.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
Contoh Tugas Individu (Pekerjaan Rumah) yang disajikan adalah dari
Standar Kompetensi 3, Kompetensi Dasar 3.1 sebagai berikut:
TUGAS INDIVIDU
Nama
: .............................
No. Absen
: .............................
Hari/Tanggal : .............................

SKOR:

SISTEM PERSAMAAN LINEAR TIGA VARIABEL

Kerjakanlah soal-soal di bawah ini!

1. Jumlah uang Ato, Beben dan Cepi adalah Rp. 45.000,00. Jika uang Ato
Rp. 4.000,00 lebihnya dari uang Beben, sedangkan besar uang Cepi
sama dengan 1,5 kali besar uang Ato. Berapa besar uang masingmasing?
2. Tiga buah bilangan jumlahnya 33, jika bilangan pertama sepertiga dari
bilangan kedua dan bilangan kedua sama dengan setengah dari
bilangan ketiga. Tentukan ketiga bilangan itu!
3. Suatu parabola mempunyai persamaan y = px2 + qx + r, melalui titiktitik A (0,-6), B (1,-4), dan C(2,0). Carilah nilai a, b, dan c, kemudian
tulislah persamaan parabolanya!

SOAL-SOAL LATIHAN
Silakan anda membuat soal-soal matematika untuk kelas X SMA semester 2
beserta kunci jawabannya, kemudian soal tersebut berikan kepada siswa
sesuai dengan materi yang diteskan. Hasilnya, coba diberi skor kemudian di
analisis !.

34

BAB IV
KUALITAS ALAT EVALUASI

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM


Mahasiswa mengetahui alat evaluasi yang baik.
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS
1. Mahasiswa mampu menghitung validitas butir soal.
2. Mahasiswa mampu menghitung reliabilitas butir soal.
3. Mahasiswa mampu menghitung daya pembeda.
4. Mahasiswa mampu menghitung indeks kesukaran.
5. Mahasiswa mampu menentukan efektivitas option.
POKOK BAHASAN
KUALITAS ALAT EVALUASI
Untuk mendapatkan hasil evaluasi yang baik, tentunya diperlukan alat
evaluasi yang tentunya baik pula, di samping faktor lain yang dapat
mempengaruhinya. Misalnya pelaksanaan evaluasi (pengawasan), kondisi
tester (pembuat dan pemeriksa hasil tes), dan keadaan lingkungan. Untuk
mendapatkan alat evaluasi yang kualitasnya baik harus diperhatikan
beberapa kriteria di bawah ini:
1. Validitas
2. Reliabilitas
3. Objektivitas
4. Praktikabilitas
5. Derajat Kesukaran
6. Daya Pembeda
7. Efektivitas Option
8. Efisiensi
Untuk lebih jelasnya di bawah ini di bawah mengenai:
A. Validitas
1. Pengertian Validitas
Suatu alat evaluasi di sebut valid (absah atau sahih) apabila alat
tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi.

35

2. Macam-macam Validitas
a. Validitas Teoritik
Validitas teoritik atau validitas logik adalah validitas alat
evaluasi yang dilakukan berdasarkan pertimbangan (judgement)
teoritik atau logika. Validitas teoritik diuraikan lagi menjadi:
1) Validitas Isi (content validity)
Validitas isi suatu alat evaluasi artinya ketepatan alat tersebut
ditinjau dari segi materi yang dievaluasikan, yaitu materi
(bahan) yang dipakai sebagai alat evaluasi tersebut yang
merupakan sampel representatif dari pengetahuan yang harus
dikuasai. Suatu tes matematika dikatakan memiliki validitas ini
apabila dapat mengukur indikator yang telah dirumuskan. Oleh
karena itu validitas isi suatu alat evaluasi disebut juga validitas
kurikuler.
2) Validitas Muka (Face Validity)
Validitas muka suatu alat evaluasi disebut pula validitas bentuk
soal (pertanyaan, pernyataan, suruhan) atau validitas tampilan,
yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal
sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan tafsiran
lain.
3) Validitas Konstruksi Psikologik (Contrast Validity)
Pada umumnya alat evaluasi yang sering menyangkut validitas
konstruksi ini berkenaan dengan aspek sikap, kepribadian,
motivasi, minat, bakat. Jadi berupa evaluasi non tes.
b. Validitas Kriterium (Criterion Related Validity)
Validitas kriterium atau lengkapnya validitas berdasarkan
kriteria atau validitas yang ditinjau dalam hubungannya dengan
kriterium tertentu. Validitas ini diperoleh dengan melalui observasi
atau pengalaman yang bersifat empirik, kriterium itu dipergunakan
untuk menentukan tinggi rendahnya koefisien validitas alat evaluasi
yang dibuat melalui perhitungan korelasi.
Ada dua macam validitas yang termasuk ke dalam validitas
kriterium ini, yaitu:
1) Validitas Banding (Concurrent validity)
Validitas banding sering kali disebut validitas bersama atau
validitas yang ada sekarang. Validitas ini kriteriumnya terdapat
pada waktu yang bersamaan dengan alat evaluasi yang
diselidiki validitasnya, atau hampir bersamaan. Biasanya
dilakukan terhadap subjek yang sama.

36

2) Validitas Ramal (Predictive Validity)


Memprediksi artinya meramal berkenaan dengan hal yang akan
datang berdasarkan kondisi yang ada sekarang. Sebuah alat
evaluasi dikatakan memiliki validitas prediksi yang baik jika ia
mempunyai kemampuan untuk meramalkan hal-hal yang akan
terjadi di masa depan.
c. Koefisien Validitas
Cara menentukan tingkat validitas kriterium ialah dengan cara
menghitung koefisien korelasi antara alat evaluasi yang akan
diketahui validitasnya dengan alat ukur lain yang telah
dilaksanakan dan diasumsikan telah memiliki validitas yang tinggi
(baik), sehingga hasil evaluasi yang digunakan sebagai kriterium itu
telah mencerminkan kemampuan siswa yang sebenarnya.
Cara mencari koefisien validitas dapat digunakan tiga macam
yaitu dengan menggunakan rumus:
1) Korelasi produk momen memakai simpangan.
Rumusnya:
xy

rxy =

(x 2 )(y 2 )

dengan:
rxy = koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
x = X X , simpangan terhadap rata-rata dari setiap data
pada kelompok variabel x.
y = Y Y , simpangan terhadap rata-rata dari setiap data
pada kelompok variabel y.
2) Korelasi produk momen memakai angka kasar (raw skor).
Rumusnya:
N xy ( x)( y )
r xy =
{N x 2 ( x) 2 }{ N y 2 ( y ) 2 }
dengan:
r xy = koefisien korelasi antara variabel x dengan variabel y
N

= banyak subyek (testi) / responden

37

3) Korelasi metode Rank (Rank Methode Correlation).


Rumusnya menggunakan korelasi rank dari Spearman-Brown
sebagai berikut:
6d2
r xy = 1
N ( N 2 1)
dengan:
d = selisih rank antara x dan y
Interpretasi yang lebih rinci mengenai nilai rxy tersebut dibagi
ke dalam kategori-kategori seperti, berikut ini (Guilford,J.P.,
1956:145).
0, 90 r xy 1,00

korelasi sangat tinggi

0, 70 r xy < 0,90

korelasi tinggi

0, 40 r xy < 0,70

korelasi sedang

0, 20 r xy < 0,40

korelasi rendah

r xy < 0,20

korelasi sangat rendah

Maka untuk menentukan tingkat (derajat) validitas alat evaluasi


dapat digunakan kriterium di atas. Dalam hal ini nilai rxy diartikan
sebagai koefisien validitas, sehingga kriteriumnya menjadi
0, 90 r xy 1,00

validitas sangat tinggi (sangat baik)

0, 70 r xy < 0,90

validitas tinggi (baik)

0, 40 r xy < 0,70

validitas sedang (cukup)

0, 20 r xy < 0,40

validitas rendah (kurang)

0, 00 r xy < 0,20

validitas sangat rendah

r xy < 0,00

tidak valid

38

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Validitas


Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil suatu evaluasi
sehingga menjadi bias, menyimpang dari keadaan sebenarnya
untuk suatu penggunaan yang dimaksudkan. Beberapa di
antaranya berasal dari alat evaluasi itu sendiri. Faktor-faktor yang
bisa merendahkan validitas alat evaluasi:
1) Petunjuk yang tidak jelas.
Petunjuk yang tidak jelas tantang hal-hal yang harus dilakukan
oleh peserta ujian (testi) cenderung akan mengurangi validitas.
2) Perbendaharaan kata dan struktur kalimat yang sukar.
Terlalu banyak menggunakan kata-kata yang kurang dikenal
dan struktur kalimat yang berbelit-belit akan lebih mengukur
kemampuan berbahasa atau aspek intelegensi daripada tingkah
laku murid (testi) dalam aspek tertentu, misalnya matematika.
3) Penyusunan soal yang kurang baik terutama dalam penyajian
soal tipe objektif, sering kali kalimat yang disajikan memberi
petunjuk pada jawaban yang benar atau yang tidak benar,
sehingga jawabannya mudah di tebak tanpa harus memahami
konsep yang terkandung dalam soal itu.
4) Kekaburan.
Pernyataan yang kurang jelas maknanya atau bisa ditafsirkan
dengan makna lain dapat membingungkan peserta tes,
sehingga ia menjawab salah bukan karena tidak memahami
konsep dalam soal tersebut, tetapi karena ketidakjelasan soal
tersebut.
5) Derajat kesukaran soal yang tidak cocok
Penyajian soal-soal yang sangat sukar akan mengakibatkan hal
yang jelek bagi kebanyakan atau bahkan semua peserta tes,
sebaliknya penyajian soal yang sangat mudah peserta tes atau
kebanyakan mendapat nilai baik.
6) Materi tes tidak representatif.
Jika kita menyajikan soal tes sedikit, maka materi yang
tersajikan dalam tes itu tidak akan mewakili bahan pelajaran
yang telah disajikan dan dipelajari siswa, sehingga faktor
keberuntungan akan berperan.
7) Pengaturan soal yang kurang tepat
Penyajian soal hendaknya disusun dari yang mudah menuju
soal-soal yang sukar.
8) Pola jawaban yang dapat diidentifikasi

39

Penempatan jawaban dalam soal tipe objektif menurut pola


tertentu akan mendorong siswa untuk menebak jawaban,
sehingga konsep dalam soal tidak dipikirkan lagi.
3. Reliabilitas
a. Pengertian Reliabilitas
Reliabilitas suatu alat ukur atau alat evaluasi dimaksudkan
sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang tetap sama
(konsisten, ajeg). Hasil pengukuran itu harus tetap sama (relatif
sama) jika pengukurannya diberikan pada subjek yang sama
walaupun oleh orang yang berbeda, dan tempat yang berbeda
pula. Alat ukur yang reliabilitasnya tinggi disebut alat ukur yang
reliabel.
b. Pendekatan Tes Tunggal
Tes tunggal sering kali disebut dalam bahasa aslinya (Inggris)
adalah single test atau single trial. Analisis data untuk pendekatan
tes tunggal bisa dibagi ke dalam dua macam teknik yaitu teknik
belah dua (Split-Half Technique) dan Teknik Non Belah Dua (Non
Split-Half Technique).
1) Teknik Belah Dua
Dalam menentukan reliabilitas suatu perangkat tes dengan
menggunakan teknik belah dua, dilakukan dengan jalan
membelah alat evaluasi tersebut menjadi dua bagian yang
sama. Sehingga masing-masing testi memiliki dua bagian skor.
Kedua macam skor itu adalah skor untuk bagian (belahan)
pertama dan kelompok skor untuk belahan kedua dari
perangkat
alat
evaluasi
tadi.
Tolak
ukur
untuk
menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi dapat
digunakan tolak ukur yang dibuat oleh Guilford, J.P. (1956:145)
r 11 < 0,20 derajat reliabilitas sangat rendah
0,20 r 11 < 0,40 derajat reliabilitas rendah
0,40 r 11 < 0,70 derajat reliabilitas sedang
0,70 r 11 < 0,90 derajat reliabilitas tinggi
0,90 r 11 1,00 derajat reliabilitas sangat tinggi
Untuk menentukan koefisien reliabilitas suatu alat evaluasi
dengan teknik belah dua ada tiga macam teknik perhitungan
yaitu:

40

a) Formula Spearman-Brown
Prinsip penggunaan formula spearmen brown adalah dengan
menghitung koefisien korelasi di antara kedua belah sebagai
koefisien reliabilitas sebagian (setengah) dari alat evaluasi
tersebut. Untuk menghitung r bisa digunakan rumus
korelasi produk moment dengan angka kasar dari Karl
Pearson yaitu:
N x1 x2 ( x )( x2 )
r =
2
2
{Nx1 ( x1 ) 2 }{ N x2 ( x2 ) 2 }
dengan:
n = banyak subjek
x1 = kelompok data belahan pertama.
X2 = kelompok data belahan kedua.
Untuk menghitung koefisien reliabilitas alat evaluasi
keseluruhan atau satu perangkat Spearman-Brown
mengemukakan rumus:
2r1 1
22
r11 =
1 + r1 1
22

Syarat yang harus dipenuhi dalam menggunakan rumus


adalah:
1) Butir soal kedua belahan harus setara, yaitu banyak butir
soal harus sama, memiliki nilai rerata yang sama,
mempunyai variabilitas yang sama, dan bentuk distribusi
frekuensi yang sama pula.
2) Butir di atas hanya berlaku untuk power test dan tidak
diperuntukkan bagi speed testy
b) Formula Planagan
Untuk mengatasi kelemahan penggunaan formula spearman
brown, planagan mengemukakan suatu formula:
s2 + s2
r11 = 21 1 2 2
st

dengan:
r11 = koefisien reliabilitas seluruh alat tes.
S12 = varian belahan pertama
S22 = varian belahan kedua

41

St2 = varian skor total


c) Formula Rulon
Cara lain untuk menghitung koefisien reliabilitas dengan
menggunakan teknik belah dua adalah cara yang
dikemukakan oleh Rulon.
s2
r11 = 1 d2
st
dengan
sd2 = varian selisih skor subjek pada kedua belahan.
St2 = varian skor total.
2) Teknik Non Belah Dua
Pakar yang mengemukakan teknik non belah dua ini
adalah Kuder dan Richardson. Rumusnya adalah rumus KR-21
sebagai berikut:
n x1 (n x1 )
r 11 =
1
nSt2
n 1
dengan:
n
= banyak butir soal
x1
= rerata skor total
2
St
= varian skor total
3) Mencari Koefisien Reliabilitas Tes bentuk uraian
Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas
bentuk uraian dikenal dengan rumus Alpha, rumusnya sebagai
berikut:
2
n Si
1

r 11 =

S t2
n 1
Keterangan :
r = koefisien reliabilitas
n
= banyak butir soal
2
S i = jumlah varian skor setiap Item
S t2

= varian skor total

42

4. Daya Pembeda (Discriminating Power)


Pengertian daya pembeda (DP) dari sebuah butir soal menyatakan
seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan
antara testi yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi
yang tidak dapat menjawab soal tersebut (atau testi yang menjawab
salah).
a. Menentukan Daya Pembeda
Rumus untuk menentukan daya pembeda adalah
JB A JBB
JBA JBB
DP =
atau DP =
JS A
JS B
dengan :
JBA = jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal itu dengan
benar atau jumlah benar untuk kelompok atas.
JBB = jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal itu
dengan benar atau jumlah benar untuk kelompok bawah.
JSA = jumlah siswa kelompok atas
JSB = jumlah siswa kelompok bawah
B

b. Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda


Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda adalah sebagai berikut:
0,00
0,20
0,40
0,70

<
<
<
<

DP < 0,00
DP < 0,20
DP < 0,40
DP < 0,70
DP < 1,00

sangat jelas
jelek
cukup
baik
sangat baik

5. Indeks Kesukaran (Derajat Kesukaran)


Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan
yang disebut indeks kesukaran. Rumus yang digunakan
JBA + JBB
JBA + JBB
JBA + JBB
IK =
atau IK =
atau IK =
JS A + JS B
2 JS A
2 JS B
dengan :
IK = Indeks kesukaran.
JBA = jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal itu dengan
benar atau jumlah benar untuk kelompok atas.
JBB = jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan
benar atau jumlah benar untuk kelompok bawah.
JSA = jumlah siswa kelompok atas
JSB = jumlah siswa kelompok bawah
B

43

Klasifikasi indeks kesukaran adalah sebagai berikut:


0,00
0,20
0,40
0,70

<
<
<
<

IK = 0,00
IK < 0,30
IK < 0,70
IK < 1,00
IK = 1,00

soal
soal
soal
soal
soal

terlalu sukar
sukar
sedang
mudah
sangat mudah

6. Efektivitas Option
Kata lain dari option adalah alternatif jawaban atau kemungkinan
jawaban yang harus dipilih. Dengan demikian arti kata dari kata option
adalah kemungkinan jawaban yang disediakan pada butir soal (tes)
tipe objektif bentuk pilihan ganda atau memasangkan untuk dipilih
oleh peserta tes, sesuai dengan petunjuk yang diberikan.
Suatu option dikatakan efektif jika memenuhi fungsinya atau
tujuan disajikannya option tersebut tercapai. Hal ini berarti bahwa
setiap option yang disajikan masing-masing mempunyai kemungkinan
yang sama untuk dipilih, jika testi menjawab soal itu dengan menerkanerka (spekulasi). Option yang merupakan jawaban yang benar
disebut option kunci (key option), sedangkan option lainnya disebut
option pengecoh (distractor option)

44

7. Objektivitas
Mengingat tes yang satu berbeda dari tes yang lain dalam hal
tujuan dan jenisnya, maka objektivitas tes juga mempunyai tingkatan
yang berbeda pula. Tingkatan-tingkatan tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Objektivitas tinggi
Tes yang memiliki objektivitas tinggi adalah tes yang telah di uji
coba, sehingga hasil pemeriksaan mempunyai objektivitas yang
sama antara satu penilaian dengan penilaian lainnya.
b. Objektivitas sedang
Ada tes yang tergolong tes baku, namun dalam pemeriksaannya
terdapat hal-hal yang mendorong ke arah penilaian subjektif.
c. Objektivitas Fleksibel.
Tes yang mempunyai objektivitas fleksibel adalah tes yang
dimaksudkan untuk tujuan-tujuan tertentu. Misalnya tes untuk
mengetahui kepribadian siswa, motivasi, minat siswa, tes psikologi.
8. Praktikabilitas
Tes yang baik harus bersifat praktis, dalam arti mudah dilaksanakan
dan efisien dari segi biaya dan tenaga. Dalam penyusunan tes
hendaknya biaya yang diperlukan, tidak terlampau tinggi namun masih
memenuhi persyaratan sebuah tes yang baik. Sebuah tes disebut
praktis bila pemeriksaannya mudah dan dapat di analisis dalam waktu
relatif singkat.
SOAL-SOAL LATIHAN
Diketahui data perolehan skor ulangan harian kelas VII F SMP Negeri Y
Tasikmalaya.
No Subjek
1
2
3
4
5
6
7

S-1
S-2
S-3
S-4
S-5
S-6
S-7

Skor Butir Soal Nomor


1
2
3
4
5
16 14 18 16 23
18 14 18 18 20
20 15 20 18 25
18 12 20 18 23
14 12 16 16 18
18 14 20 18 20
20 15 20 18 25
45

STS
87
88
98
91
76
90
98

No Subjek
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

S-8
S-9
S-10
S-11
S-12
S-13
S-14
S-15
S-16
S-17
S-18
S-19
S-20

Skor Butir Soal Nomor


1
2
3
4
5
20 15 20 18 25
20 15 20 16 25
20 15 20 20 25
14 12 16 16 20
16 14 20 18 15
14 12 18 18 15
18 15 18 18 23
18 15 20 20 23
18 15 18 20 23
20 14 20 20 25
20 15 20 20 25
20 15 20 20 23
20 15 16 18 18

STS
98
96
100
78
83
77
92
96
94
99
100
98
87

Silakan Anda tentukan koefisien validitas, derajat koefisien reliabilitas, daya


pembeda, dan indeks kesukaran dari data di atas !

46

BAB V
PENILAIAN HASIL BELAJAR

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM


Mahasiswa mengenal cara menilai hasil belajar.
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS
1. Mahasiswa mampu mengubah skor menjadi nilai berdasarkan PAP.
2. Mahasiswa mampu mengubah skor menjadi nilai berdasarkan PAN.
POKOK BAHASAN
PENILAIAN HASIL BELAJAR
A. Lingkup Penilaian Hasil Belajar
Kurikulum dan Hasil Belajar setiap mata pelajaran memuat tiga
komponen utama, yaitu kompetensi dasar, hasil belajar, dan indikator
pencapaian hasil belajar.
Kompetensi dasar merupakan pernyataan minimal atau memadai
tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak setelah siswa
menyelesaikan suatu aspek atau sub-aspek mata pelajaran tertentu.
Kompetensi menentukan apa yang harus dilakukan siswa untuk mengerti,
menggunakan,
meramalkan,
menjelaskan,
mengapresiasi
atau
menghargai. Kompetensi adalah gambaran umum tentang apa yang dapat
dilakukan siswa. Bagaimana cara menilai seorang siswa sudah meraih
kompetensi tertentu tidak langsung digambarkan di dalam pernyataan
tentang kompetensi. Rincian yang lebih banyak tentang apa yang
diharapkan dari siswa digambarkan dalam hasil belajar dan indikator hasil
belajar.
Hasil Belajar merupakan uraian untuk menjawab pertanyaan Apa
yang harus digali, dipahami, dan dikerjakan siswa. Hasil belajar ini
merefleksikan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas (secara bergradasi)
dan digambarkan secara jelas serta dapat diukur dengan teknik-teknik
penilaian tertentu. Perbedaan antara kompetensi dengan hasil belajar
terdapat pada batasan dan patokan-patokan kinerja siswa yang dapat
diukur.

47

Indikator Hasil Belajar dapat digunakan sebagai dasar penilaian


terhadap siswa dalam mencapai pembelajaran dan kinerja yang
diharapkan. Indikator hasil belajar merupakan uraian kemampuan yang
harus dikuasai siswa dalam berkomunikasi secara spesifik serta dapat
dijadikan ukuran untuk menilai ketercapaian hasil pembelajaran. Siswa
diberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan, pengetahuan dan
sikap yang sudah mereka kembangkan selama pembelajaran dalam
menyelesaikan tugas-tugas yang sudah ditentukan. Selama proses ini,
guru dapat menilai apakah siswa telah mencapai suatu hasil belajar yang
ditunjukkan dengan pencapaian beberapa indikator dari hasil belajar
tersebut. Apabila hasil belajar siswa telah direfleksikan dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak maka siswa tersebut telah mencapai suatu
kompetensi.
Penilaian harus mengacu pada ketercapaian standar nasional yang
didasarkan pada hasil belajar dan indikator hasil belajar.
Penilaian yang dilakukan perlu memberikan cukup perhatian terhadap
aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan
(psikomotor) secara seimbang. Beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam pelaksanaan Penilaian Berbasis Kelas adalah sebagai berikut.
1. Penilaian aspek kognitif dilakukan setelah siswa mempelajari suatu
kompetensi dasar yang harus dicapai, akhir dari semester, dan jenjang
satuan pendidikan.
2. Penilaian terhadap aspek afektif yang dilakukan selama
berlangsungnya kegiatan belajar mengajar baik di dalam maupun di
luar kelas.
3. Penilaian terhadap aspek psikomotor dilakukan selama berlangsungnya
proses kegiatan belajar mengajar.
Keseimbangan ketiga ranah dalam penilaian hasil belajar perlu
mendapat perhatian dalam merancang alat penilaian. Sebagai contoh
perhatikan tabel matriks berikut.
Mata
Pelajaran
Matematika

Indikator Keberhasilan Pembelajaran


Aspek
Aspek Kognitif
Aspek Afektif
Psikomotorik
Mengetahui dan
memahami fakta,
konsep dan
algoritma sesuai
kompetensi dasar
yang diharapkan
Penilaian :
Tes tertulis/lisan

Memiliki
pengetahuan dan
menyenangi
matematika

Dapat membuat dan


menggunakan alat
pelajaran
matematika dengan
baik dan benar

Penilaian :
Tes skala sikap

Penilaian :
Non tes, berupa
observasi

48

Tujuan utama kegiatan penilaian adalah untuk mengetahui apakah


kompetensi dasar yang seharusnya dicapai dalam serangkaian
pembelajaran sudah dikuasai siswa atau belum. Oleh karena itu, untuk
menentukan ketepatan aspek yang hendak diukur untuk suatu
kompetensi perlu disusun prosedur penilaian yang biasanya dituangkan
dalam kisi-kisi pengukuran, seperti : (a) menetapkan aspek yang hendak
diukur; (b) alat penilaian, seperti tes prestasi belajar, pengumpulan
dokumen; (c) menentukan teknik pengukurannya, seperti tes tertulis,
lisan, perbuatan; dan (d) bentuk soal beserta pedoman penyekorannya.
Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), telah
ditentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai.
Oleh karena itu, prosedur penilaian yang lebih tepat untuk digunakan
adalah prosedur Penilaian Acuan Patokan (Criterion Reference
Assessment) dengan patokan penilaian yang secara eksplisit jelas dan
tersedia.
Kompetensi, Indikator
dan Kriteria Penilaian

Bukti Kinerja, dari :


Pengamatan di tempat
kegiatan
Kumpulan contoh hasil
Portofolio
Simulasi (tes kompetensi,
tes keterampilan,
proyek/tugas)

Bukti/informasi dari hasil


belajar sebelumnya.
(laporan, rancangan, hasil
karya siswa, dokumen dari
sumber lain)

Bukti tambahan, dari :


Pertanyaan lisan
Tulisan terbuka
(ringkas, panjang,
esai, dsb)
Tes pilihan ganda,
dsb)

Diagram Alur : Prosedur Pengumpulan Bukti dan Informasi Pencapaian KD

B. Jenis-jenis Penilaian Berbasis Kelas


Standar kompetensi, kompetensi dasar, maupun indikator tertentu
mungkin efektif dinilai melalui tes tertulis, tetapi kompetensi dasar dan
indikator lainnya efektif dinilai dengan tes praktek. Secara umum penilaian
berbasis kelas antara lain terdiri atas ulangan harian, pemberian tugas,
dan ulangan umum. Berbagai jenis penilaian berbasis kelas antara lain tes
tertulis, tes perbuatan, pemberian tugas, penilaian kinerja (performance
asessment), penilaian proyek, penilaian hasil kerja peserta didik (product

49

asessment), penilaian sikap, dan penilaian portofolio. Tentunya, guru


harus yakin bahwa tidak ada satu pun jenis penilaian yang tepat untuk
setiap saat. Jenis penilaian sangat bergantung kepada kompetensi dasar
maupun indikator yang diuraikan dalam kurikulum.

1. Tes tertulis
Tes tertulis merupakan alat penilaian berbasis kelas yang penyajian
maupun penggunaannya dalam bentuk tertulis. Peserta didik
memberikan jawaban atas pertanyaan atau pernyataan maupun
tanggapan atas pertanyaan atau pernyataan yang diberikan. Tes
tertulis dapat diberikan pada saat ulangan harian dan ulangan umum.
Bentuk tes tertulis dapat berupa pilihan ganda, menjodohkan, benarsalah, isian singkat, dan uraian (esai). Tes tertulis biasanya sangat
cocok untuk hampir semua kompetensi yang terdapat dalam
kurikulum.
2. Tes perbuatan
Tes perbuatan dilakukan pada saat proses pembelajaran
berlangsung yang memungkinkan terjadinya praktek. Pengamatan
dilakukan terhadap perilaku peserta didik pada saat proses
pembelajaran berlangsung.
3. Pemberian tugas
Pemberian tugas dilakukan untuk semua mata pelajaran mulai awal
kelas sampai akhir kelas sesuai dengan materi pelajaran dan
perkembangan peserta didik. Pelaksanaan pemberian tugas perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
a. Banyaknya tugas satu mata pelajaran diusahakan agar tidak
memberatkan peserta didik, karena peserta didik memerlukan
waktu untuk bermain, belajar mata pelajaran lain, bersosialisasi
dengan teman, dan lingkungan sosial lainnya.
b. Jenis dan materi pemberian tugas harus didasarkan kepada tujuan
pemberian tugas yaitu untuk melatih peserta didik menerapkan
atau menggunakan hasil pembelajarannya dan memperkaya
wawasan pengetahuannya. Materi tugas dipilih yang esensial
sehingga peserta didik dapat mengembangkan keterampilan hidup
yang sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, perkembangan,
dan lingkungannya.
c. Diupayakan pemberian tugas dapat mengembangkan kreativitas
dan rasa tanggung jawab serta kemandirian.

50

Selain tes tertulis, tes perbuatan, dan pemberian tugas digunakan juga
penilaian proyek, penilaian produk, penilaian sikap, dan penilaian
portofolio sama seperti yang diuraikan pada Bab II.
C. Acuan Penilaian
Menurut Woodworth dalam Suherman (2003 : 201) ada dua jenis
pedoman yang bisa digunakan untuk menentukan nilai (mengubah skor
menjadi nilai) sebagai hasil evaluasi, yaitu :
1. Dengan cara membandingkan skor yang diperoleh seorang individu
(siswa) dengan suatu standar yang sifatnya mutlak (absolut), dan
2. Dengan cara membandingkan skor yang diperoleh seorang (siswa)
dengan skor yang diperoleh siswa lainnya dalam kelompok tes
tersebut.
Cara pertama disebut dengan Penilaian Acuan patokan (PAP),
terjemahan dari Criterion Referenced Test (CRT) atau Criterion
Referenced Evaluation (CRE). Sedangkan cara kedua disebut Penilaian
Acuan Normatif (PAN), terjemahan dari Normative Referenced Test (NRT)
atau Normative Referenced Evaluation (NRE).
Dari pengertian di atas, PAP orientasinya adalah tingkat penguasaan
siswa terhadap seluruh materi yang diteskan, sehingga nilai yang
diperoleh mencerminkan persentase tingkat penguasaannya. Berdasarkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pengubahan dari skor
menjadi nilai digunakan sistem Penilaian Acuan Patokan (PAP).
Sebagai standar yang sifatnya absolut (mutlak) tersebut adalah SMI yang
sebenarnya telah ditetapkan oleh guru atau pembuat soal, berdasarkan
jumlah bobot untuk setiap butir soal yang disajikan. Nilai untuk setiap
individu dicari dengan membandingkan skor yang bersangkutan dengan
SMI tersebut, sehingga merupakan persentase tingkat penguasaannya.
Sedangkan PAN orientasinya adalah kedudukan siswa (individu) dalam
kelompok, sehingga nilai yang diperoleh dengan sistem PAN ini tidak atau
kurang mencerminkan tingkat penguasaan siswa terhadap seluruh materi
tes yang diberikan.
Dalam sistem PAN, seorang siswa tidak dapat menjawab dengan benar
seluruh butir soal yang disajikan, tetapi mendapat skor tertinggi dalam
kelompoknya, ia akan memperoleh nilai tertinggi. Sebaliknya jika seorang
siswa mendapat skor terendah di antara kelompoknya, meskipun cukup
banyak butir soal yang dapat dijawab dengan benar, ia akan memperoleh
nilai yang paling rendah. Dengan demikian PAN bisa juga disebut norma
kelompok, karena kualitas seorang individu sangat dipengaruhi oleh
kualitas kelompoknya. Seorang siswa dalam suatu kelompok tertentu bisa

51

disebut pandai, tetapi dalam kelompok lain bisa saja menjadi tergolong
siswa yang bodoh. Dengan menggunakan sistem PAN kelompok pandai
bisa diuntungkan dan sebaliknya kelompok bodoh bisa dirugikan.
Dari pengertian di atas tampak bahwa sistem PAP pengolahan skornya
didasarkan atas SMI, skor aktual yang diperoleh siswa dikonversikan pada
SMI. Sedangkan untuk sistem PAN pengolahan skor didasarkan atas skor
aktual dan tidak memperhatikan lagi SMI.
Kedua sistem penilaian tersebut di atas, masing-masing mempunyai
keunggulan dan kelemahan. Keunggulan pada sistem PAP antara lain
adalah kualitas hasil belajar dapat terkontrol, karena nilai yang diperoleh
bisa mencerminkan tingkat penguasaan siswa, tetapi kondisi siswa
peserta tes tidak diperhatikan baik secara individu maupun kelompok. Di
samping itu, sistem PAP kurang memperhatikan bahwa pada hakikatnya
setiap penilaian itu bersifat relatif. Artinya acuan mutlak bagi penilai
(guru) yang satu dengan yang lainnya pada umumnya tidak sama, begitu
pula jika ditinjau dari butir soalnya. Misalnya, dengan menggunakan
sistem PAP, dua orang siswa mendapat nilai 10 (tertinggi) pada mata
pelajaran yang sama. Nilai tersebut belum tentu penguasaan kedua siswa
tersebut sama, jika gurunya berlainan atau materi tesnya berlainan.
Keunggulan pada sistem PAN adalah kedudukan relatif siswa dalam
kelompoknya dapat diketahui, sesuai dengan sifat dari nilai tersebut yang
tidak mutlak (relatif). Tetapi dengan sistem PAN ini tingkat penguasaan
siswa terhadap materi tes tidak dapat diketahui, sehingga kualitas hasil
belajar siswa tidak dapat terkontrol.
Untuk mengatasi kedua kekurangan pada sistem penilaian tersebut,
sekaligus keunggulan saling mendukung, digunakan sistem penilaian yang
merupakan kombinasi dari sistem PAP dan sistem PAN. Untuk
penggunaan sistem kombinasi ini, ada dua cara yang bisa ditempuh, yaitu
dengan menentukan :
1. rerata x dan s dari hasil perhitungan sistem PAP dan sistem PAN, dan
2. batas lulus (pasing grade) untuk menjaga kualitas kelulusan
(penguasaan), kemudian dilakukan perhitungan dengan sistem PAN.
Dengan menggunakan sistem PAP, maka nilai rerata x bisa diambil
sebagai setengah SMI dan nilai simpangan baku s sama dengan sepertiga
dari rerata, atau
1
x =
SMI
2
1
s = x
3

52

Jika digunakan sistem PAN, nilai x dan s dicari dari skor aktual dengan
menggunakan rumus statistika atau kalkulator.
1. Skala Sepuluh
Pembagian interval untuk skala 10, bisa dilakukan dengan cara
selang pada kurva normal dibagi menjadi 10 selang bagian yang sama
jaraknya, yaitu 0,6s. Cara lain yang lebih mudah dan banyak dipakai
adalah dengan menggunakan selang konversi untuk skala 11, dengan
membuang satu selang paling kiri (pada kurva normal) atau paling
bawah pada tabel konversi, sehingga selang untuk nilai 1 menjadi
lebih panjang. Tabel konversi untuk skala 10 tersebut adalah seperti di
bawah ini.

x
x
x
x
x
x
x
x
x

+ 2,25 s
+ 1,75 s
+ 1,25 s
+ 0,75 s
+ 0,25 s
0,25 s
0,75 s
1,25 s
1,75 s

< 10
< 9
< 8
< 7
< 6
< 5
< 4
< 3
< 2
< 1

<
<
<
<
<
<
<
<
<

x
x
x
x
x
x
x
x
x

+ 2,25 s
+ 1,75 s
+ 1,25 s
+ 0,75 s
+ 0,25 s
0,25 s
0,75 s
1,25 s
1,75 s

2. Skala Lima
Gambar pembagian interval untuk skala lima itu adalah seperti
tampak pada gambar di bawah ini.

C
D

E
x 1

A
1
s
2

1
s

x+

1
s
2

53

x +1

1
s
2

Tabel konversi
x + 1,5 s
x + 0,5 s
x 0,5 s
x 1,5 s

untuk skala lima adalah :


< A
< B < x + 1,5 s
< C < x + 0,5 s
< D < x 0,5 s
E < x 1,5 s

Dengan menggunakan persentase tingkat penguasaan terhadap materi


tes, kriteria nilai biasanya tergantung pada guru atau penilai berdasarkan
pertimbangan logik, dengan melihat jenis dan kesukaran materi tes yang
disajikan serta hubungan dengan yang lainnya. Misalkan, jika materi tes
itu sangat strategis (esensial) dalam menunjang atau menjadi dasar
materi lain, kategori skala lima yang digunakan bisa berbeda untuk materi
tes yang sifatnya kurang strategis.
Misalkan seorang guru menentukan batas lulus dalam suatu tes, jika
siswa telah menguasai 40% atau lebih dari materi yang harus
dikuasainya. Dengan menganggap bahwa nilai D adalah lulus, meskipun
kurang memadai, tabel konversinya bisa digunakan seperti berikut ini.
90 % < A < 100 %, istimewa, sangat baik;
75 % < B < 90 %,
baik;
55 % < C < 75 %,
sedang, cukup;
40 % < D < 55 %,
kurang;
00 % < E < 40 %,
jelek, buruk, tidak lulus.
Dalam menilai hasil belajar, guru hendaknya mengajukan 5 pertanyaan
sebagai berikut :
1. Mungkin penilaian ini memberi keuntungan pada siswa secara
langsung maupun tidak langsung ?
2. Apakah metode dan prosedur penilaian yang dibuat cukup valid untuk
hal-hal yang telah dipelajari siswa ?
3. Dapatkah hasil penilaian diberi skor secara adil dan menyeluruh ?
4. Dapatkah hasil penilaian menggambarkan informasi hasil belajar siswa
secara wajar ?
5. Adakah aspek penting dari pembelajaran yang dicakup dari penilaian ?
Pelaksanaan penilaian selama ini cenderung kurang mencerminkan
kelima hal itu. Atas dasar itu, penekanan penilaian pada peringkat dengan
mengklasifikasikan siswa dipandang sebagai hal yang tidak diinginkan,
karena gagal mengenali dan memperkuat pencapaian siswa yang kurang
mampu (lemah). Peringkat dan klasifikasi anak yang didasarkan pada tes

54

yang mengacu pada norma (norm-ref-test) mendorong kompetisi


daripada membangun semangat kerja sama. Lagi pula tidak menolong

sejumlah besar anak yang mengalami kegagalan.


Untuk mengetahui sejauh mana kompetensi-kompetensi telah dicapai
oleh siswa, selain menggunakan bentuk penilaian pensil dan kertas (pencil
and paper test), juga digunakan penilaian unjuk kerja siswa
(performance); guru dapat menilai hasil kerja anak , dengan cara
memberikan tugas/proyek atau menganalisis semua hasil kerja mereka
dalam bentuk portofolio. Penilaian jangan hanya menitikberatkan pada
aspek kognitif saja tetapi juga harus meliputi aspek tujuan pendidikan lain
terutama aspek non kognitif seperti pengembangan pribadi, kreativitas,
dan keterampilan interpersonal. Dengan demikian akan diperoleh
gambaran utuh tentang keunggulan dan atau kelemahan siswa.
Pada kenyataannya tidak ada satu pun metode dan teknik
penilaian yang dapat mengumpulkan informasi prestasi dan kemajuan
belajar siswa secara lengkap. Pengukuran tunggal tidak cukup untuk
memberikan gambaran atau informasi tentang kemampuan, keterampilan,
pengetahuan, dan sikap seorang siswa. Hasil tes juga tidak mutlak dan
tidak abadi karena siswa terus berkembang sesuai dengan pengalaman
belajar yang dialaminya.
Perlu dilaksanakan teknik penilaian yang menghargai keterampilan
atau kemampuan lain yang dimiliki siswa. Penetapan salah satu teknik
(misalnya hanya obyektif tes) akan menghambat pencapaian tujuantujuan kurikulum secara utuh. Teknik penilaian seperti itu sering kurang
memberikan informasi atau catatan yang cukup tentang umpan balik
(feed back) untuk mendiagnosis atau memodifikasi pengalaman belajar.
Guru hendaknya mengembangkan teknik penilaian yang berbeda untuk
mengukur jenis-jenis kompetensi yang beragam dari setiap tingkat
pencapaian. Hasil penilaian dapat menghasilkan rujukan terhadap
pencapaian siswa dalam aspek kognitif, sikap dan keterampilan, sehingga
menghasilkan profil siswa secara utuh.
Dengan demikian, Penilaian Berbasis Kelas untuk Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) hendaknya mencirikan hal-hal sebagai berikut
ini.
1. Menggeser tujuan penilaian dari keperluan untuk klasifikasi siswa
(diskriminasi) ke pelayanan individual siswa dalam mengembangkan
kemampuannya (diferensial).
2. Menggunakan penilaian yang berpatokan pada acuan (penilaian acuan
patokan) daripada norma (penilaian acuan normai)

55

3. Menjamin pencapaian tujuan-tujuan pendidikan yang tercantum dalam


kurikulum karena kompetensi dasar yang dirumuskan dalam kurikulum
menjadi acuan utama.
4. Menggunakan keseimbangan teknik dan alat penilaian termasuk tes
tertulis (kertas dan pensil), tes perbuatan dan berbagai cara lain untuk
menjamin validitas penilaian, sehingga prinsip keadilan lebih terjamin
karena kemampuan siswa lebih rinci terpapar dan tergambarkan.
5. Memberikan informasi yang lebih lengkap dan mudah dipahami
dengan profil kompetensi siswa sebagai hasil belajar bermanfaat bagi
siswa, orang tua, guru lain dan pengguna lulusan, sehingga dapat
menjamin prinsip akuntabilitas publik.
6. Memanfaatkan berbagai cara dan prosedur penilaian dengan
menerapkan berbagai pendekatan dan metode belajar termasuk
pendekatan aktif, yang dapat mengoptimalkan pengembangan
kepribadian, kemampuan bernalar, dan bertindak.
Pengumpulan informasi tentang kemajuan dan prestasi belajar siswa
dapat dilakukan dalam suasana resmi maupun tidak resmi, dengan tes
kemampuan non tes.
D. Pengambilan Keputusan Hasil Belajar
Ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan dalam mencacat atau
merekam dan menentukan hasil belajar siswa yaitu (1) kriteria untuk
menilai hasil belajar; (2) pilihan untuk mengambil keputusan terhadap
hasil belajar siswa; dan (3) jenis-jenis hasil pengambilan keputusan.
1. Kriteria untuk menilai hasil belajar
Kriteria diperlukan untuk menentukan pencapaian Indikator Hasil
Belajar yang sedang diukur. Dalam pengembangan kriteria untuk
menentukan kualitas respon siswa, perlu menggunakan sejumlah
pertimbangan penting.
Kriteria harus meluas tetapi tidak memakan waktu sehingga sulit
dilaksanakan.
Dapat dipahami dengan jelas oleh siswa, orang tua, dan guru.
Mencerminkan keadilan tidak merefleksikan variabel yang bias latar
belakang budaya, sosial-ekonomi, ras, dan gender.
2. Pengambilan keputusan terhadap hasil belajar
Keputusan penilaian terhadap suatu hasil belajar bermanfaat untuk
membantu siswa merefleksikan apa yang mereka ketahui, bagaimana
mereka belajar, dan mendorong tanggung jawab dalam belajar.

56

Keputusan penilaian dapat dibuat oleh guru, sesama siswa (peer) atau
oleh dirinya sendiri (self assessement). Pengambilan keputusan perlu
menggunakan pertimbangan yang berbeda-beda dan membandingkan
hasil penilaian. Pengambilan keputusan harus dapat membimbing pada
perbaikan pencapaian hasil belajar siswa.
3. Jenis-jenis hasil pengambilan keputusan.
Keputusan tentang suatu penilaian dibuat dengan skala rating
untuk keseluruhan indikator pencapaian dan tergambarkan dalam
sebuah skor tunggal yang dirujuk sebagai pertimbangan final.
Pertimbangan dibuat dengan skala rating yang mengalokasi skor ke
aspek yang berbeda pada pencapaian yang dirujuk sebagai
pertimbangan analitis atau diagnostik yang tergantung pada cara
mengelompokkan aspek hasil belajar dan tujuan penilaian.
Tes yang digunakan dalam penilaian beracuan kriteria adakalanya
dirancang untuk menghasilkan satu angka untuk tiap sasaran dan
tidak hanya satu angka untuk setiap satu pencapaian tujuan. Misalnya
setiap kompetensi dasar mungkin mempunyai 4 gugus indikator
pencapaian, misalnya tiap indikator diukur dengan 5 soal.
E. Penyajian Hasil Penilaian
Ada empat bentuk penilaian yang dapat dipergunakan guru untuk
menilai prestasi belajar siswa. Keempat bentuk penilaian itu adalah
sebagai berikut.
1. Penilaian dengan menggunakan angka artinya hasil yang diperoleh
siswa disajikan dalam bentuk angka, rentangan yang digunakan
misalnya 1 s.d 10 (skala 10) atau 1 s.d 100 (skala 100).
2. Penilaian dengan menggunakan kategori artinya hasil yang diperoleh
siswa disajikan dalam bentuk kategori, misalnya : baik, cukup, kurang,
sudah memahami, cukup memahami, belum memahami.
3. Penilaian dengan menggunakan uraian atau narasi. Artinya hasil yang
diperoleh siswa dinyatakan dengan uraian atau penjelasan misalnya:
siswa perlu bimbingan, keaktifan kurang, perlu pendalaman materi
tertentu, atau siswa dapat membaca dengan lancar.
4. Penilaian dengan menggunakan kombinasi. Artinya hasil yang
diperoleh siswa disajikan dalam bentuk kombinasi angka, kategori, dan
uraian atau narasi.

57

SOAL-SOAL LATIHAN
Ubahlah Skor di bawah ini ke dalam skala 5 menggunakan PAN dan ke dalam
skala 10 menggunakan PAP.
7,82
9,26
7,99
8,65
7,00

7,15
7,82
7,14
9,74
9,26

7,73
7,15
7,37
7,15
7,86

8,65
7,99
9,74
7,99
7,71

7,44
7,14
9,74
7,73
8,65

9,74
7,71
7,86
7,73
7,14

58

7,37
7,15
7,73
7,71
7,82

6,90
7,00
3,70
6,90
7,10

7,30
6,70
6,60
7,10

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006a). Panduan Kurikulum Tingkat


Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: BSNP.
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006b). Standar Isi. Jakarta: BSNP.
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006c). Standar Kompetensi &
Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika untuk SMA/MA. Jakarta:
BSNP.
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006d). Standar Kompetensi Lulusan
(SKL). Jakarta: BSNP.
(2001). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran
Matematika untuk Kelas I-VI. Jakarta: Badan Penelitian dan

Depdiknas.

Pengembangan Pusat Kurikulum.

Depdiknas. (2002). Pedoman Khusus Model 3. Jakarta: Direktorat Jenderal


Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat pendidikan Menengah
Umum.
Depdiknas. (2004a). Program dan Strategi Pelaksanaan Kurikulum 2004.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Direktorat pendidikan Menengah Umum.
Depdiknas. (2004b). Laporan Hasil Belajar Siswa Kurikulum 2004. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat
pendidikan Menengah Umum.
Depdiknas. (2004c). Pedoman Penyusunan Lembar Kerja Siswa. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat
pendidikan Menengah Umum.
Depdiknas. (2004d). Pengembangan Silabus dan Implementasi Pembelajaran
Kurikulum 2004. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah. Direktorat pendidikan Menengah Umum.

59

Depdiknas. (2004e). Kurikulum 2004 Standar kompetensi Kelas Tiga. Jakarta:


Depdiknas.
Depdiknas. (2004f). Pengembangan Sistem Penilaian Kurikulum 2004.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Direktorat pendidikan Menengah Umum.
Depdiknas. (2004g). Pedoman Khusus Pengembangan Sistem Penilaian
Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Jakarta:
Depdiknas.
Gronlund, N.E. (1976). Measurement and Evaluation in Teaching. New York:
mac Millan Publishing Co.Inc.
Guilford, J.P., (1956). Fundamental Statistics in Psychology and Education.
New York: Mc Graw Hill Book Co. Inc.
Ruseffendi, E. T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa
Khususnya dalam Pengajaran Matematika. Bandung: Tidak diterbitkan.
Sudijono, Anas. (1998). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Suherman, Erman. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung:
JICA.
Surapranata, S dan Hatta, M. (2004). Penilaian Portofolio Implementasi
Kurikulum 2004. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: JICA.
Wand, Edwind dan Gerald W. Brown. (1957). Essentials of Educational
Evaluation. New York: Holt Rinehart and Winston

60

Anda mungkin juga menyukai