Anda di halaman 1dari 9

Latar Belakang

Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sakral dalam membentuk sebuah keluarga. Pada
dasarnya, semua agama di dunia ini menganjurkan penganutnya untuk melaksanakan perkawinan yang
akan mengatur kehidupan serta pergaulan laki-laki dan wanita secara sah. Asas perkawinan yang baik
adalah pengkondisian hidup yang kekal dalam suasana rumah tangga yang harmonis, bukan sekedar
memenuhi tuntutan nafsu naluri semata-mata. Poligami merupakan salah satu persoalan yang
kontroversial dan paling banyak dibicarakan. poligami adalah ikatan perkawinan dalam hal mana suami
mengawini lebih dari satu istri dalam waktu yang sama, pria yang melakukan bentuk perkawinan seperti
itu dikatakan bersifat poligami.
Poligami adalah masalah yang sering diperhatikan di Indonesia, salah satu negara yang
memperbolehkan poligami dengan syarat tertentu. Poligami memang termasuk ajaran agama Islam,
agama yang dipeluk oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Namun demikian, pemahaman orang
Islam terhadap poligami dalam ajaran agama berbeda-beda. Dalam media massa Indonesia, sering ada
berita tentang poligami. Persoalan ini perlu diperjelas agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan. Tujuan
Makalah ini adalah untuk mengetahui masalah-masalah apakah yang timbul dalam perkawinan
poligami, bagaimanakah penyesuaian perkawinan pria yang melakukan pernikahan poligami, dan
faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perkawinan pria yang melakukan pernikahan
poligami seperti itu

Rumusan Masalah
- Apa itu poligami
- Kenapa orang bisa poligami?
- Bagaimana kehidupan seseorang setelah poligami
- Bagaimana agama menyikapi poligami

Tujuan Penulisan

Agar masyarakat mengenal apa itu poligami?


Agar masyarakat mengetahui sisi baik dan buruknya poligami?

Landasan Teori
Poligami
Kata poligami berasal dari bahasa Yunani, yaitu polyatau polusyang berarti banyak dan gameinatau
gamos yang berarti kawin atau perkawinan. Jadi menurut bahasa poligami adalah suatu
perkawinan yang banyak atau suatu perkawinan yang lebih dari seorang baik pria maupun
wanita. Sedangkan poligami menurut istilah adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak
mengawini beberapa (lebih dari satu) dalam waktu bersamaan. Poligami ini dapat digolongkan menjadi
tiga bentuk,yaitu:
a.

Poligini adalah sistem perkawinan yang membolehkan seorang laki-laki


memiliki atau mengawini beberapa perempuan sebagai isterinya dalam waktu
yang bersamaan.

b.

Poliandri adalah sistem perkawinan yang membolehkanseorang perempuan


mempunyai suami lebih dari satu orang dalam waktu yang bersamaan.

c.

Perkawinan kelompok merupakan kombinasi poliandri dan poligini.

Namun poligami yang berkembang di masyarakat adalah seorang suami yang mempunyai istri lebih dari
satu.

Sejarah Poligami
Keberadaan poligami atau menikah lebih dari seorang isteri dalam lintasan sejarah bukan
merupakan masalah baru. Poligami telah ada dalam kehidupan manusia sejak dahulu kala di
antara berbagai kelompok masyarakat di berbagai kawasan dunia. Orang-orang Arab telah
berpoligami jauh sebelum kedatangan Islam, demikian pula masyarakat lain di sebagian besar
kawasan dunia selama masa itu, termasuk di Indonesia. Para raja dan pembesar kerajaan
umumnya memiliki isteri lebih dari seorang. Poligami ada setiap zaman sebelum Nabi Muhammad,
poligami ini juga telah dilakukan oleh orang-orang Yunani yang berkebudayaan tinggi dan bangsabangsa lainnya di dunia.Bila orang menelaah kitab suci agama Yahudi dan Nasrani, maka akan
mendapatkan bahwa poligami telah merupakan jalan hidup yang diterima. Semua nabi yang
disebutkan dalam Talmud, Perjanjian Lama (Bibble), dan Al-Quran, beristeri lebih dari seorang,
seperti Nabi Ibrahim, Nabi daud, Nabi Sulaiman dan lain-lain. Para ahli ilmu pengetahuan yang
mengadakan pembahasan sekitar sebabsebab poligami mempunyai beberapa pendapat, antara lain:
1. Poligami timbul sebagai pengaruh dari sifat yang ada pada laki-laki terhadap
wanita.

2. Poligami adalah pengaruh dari faktor seksual yang ada pada laki-laki dan wanita.
3. Poligami adalah pengaruh Undang-undang alam yang amat mempermudah hidup wanita
lebih mudah dari hidup kaum lelaki.

Faktor penyebab Poligami


Adapun faktor yang menyebabkan poligami yang dilakukan oleh para pelaku poligami dapat dilihat pada
tabel berikut ini:

(sumber: xxxxxxx )
Dari jawaban para pelaku poligami, ada banyak aspek yang menjadi sebab mereka berpoligami,
dalam hal ini alasan berpoligami tidak lagi didasarkan pada hal-hal yang bersesuai dengan historical.
Alasan-alasan yang dikemukakan pelaku poligami cenderung berkaitan dengan kondisi perkembangan di
masyarakat, oleh sebab itulah banyak hal yang baru dijadikan sebagai alasan untuk berpoligami, seperti:
(1) Kebutuhan seksual suami ; (2) Kehadiran wanita lain ; . (3) Istri kurang merawat diri; (4) Penyakit istri
yang tidak dapat disembuhkan. (5). Masalah ekonomi. (6) Kurangnya pelayanan istri. (7) Adat dan
budaya. Menurut istri yang dipoligami, alasan ini yang cukup sering terjadi pada pola poligami saat ini,
di mana poligami yang dilakukan atau terkadang terpaksa dilakukan karena terjadi perselingkuhan
antara seorang suami dengan wanita lain yang disebabkan kebersamaan mereka dalam lingkungan
kerja dan lainnya.
Dalam hal ini, poligami juga dilangsungkan karena keterdesakan ekonomi keluarga. Ada wanita
yang mau menjadi madu disebabkan keinginannya untuk meningkatkan ekonomi keluarga yang
mengalami kesulitan akibat ketiadaan pekerjaan. Sehingga dengan menjadi madu, wanita tersebut
dapat memberi nafkah dan makan bagi keluarga. Masih kentalnya adat dan budaya dalam pola pikir
masyarakat, mengakibatkan salah satu sebab terjadinya poligami karena pengaruh adat dan budaya.

ANALISA
Poligami dalam Hukum yang Berlaku di Indonesia
Poligami merupakan salah satu persoalan dalam perkawinan yang paling banyak dibicarakan
sekaligus kontroversial. Satu sisi poligami ditolak dengan berbagai macam argumenasi baik yang
bersifat normatif, psikologis bahkan selalu dikaitkan dengan ketidakadilan jender. Pada sisi yang lain,
poligami dikampanyekan dianggap memiliki sandaran normatif yang tegas dan dipandang sebagai salah
satu alternatif untuk menyelesaikan fenomena selingkuh dan prostitusi.
A. Poligami dalam Perspektif UU No. 1 tahun 1974
Undang-undang perkawinan menganut asas monogami seperti yang terdapat didalam pasal
3 ayat 1 yang menyatakan, Pada dasarnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh
mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Namun
pada bagian yang lain dinyatakan bahwa dalam keadaan tertentu poligami dibenarkan. Seperti
yang tercantum dalam UU No 1 tahun 1974 pada pasal 3 ayat 2 yang berbunyi, Pengadilan
dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila
dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Kebolehan poligami di dalam undang-undang
perkawinan sebenarnya hanyalah pengecualian dan untuk itu pasal-pasalnya
mencamtumkan alasan-alasan yang membolehkan poligami tersebut. Dalam pasal 4 pada ayat 2
Undang-undang perkawinan dinyatakan; seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang
apabila:
a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagaiisteri.
b. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Tampaknya alasan-alasan ini bernuansa fisik kecuali alasan nomor tiga, terkesan karena
suami tidak memperoleh kepuasan yang maksimal dari isterinya, maka alternatifnya adalah
poligami. Namun demikian ternyata undang-undang perkawinan juga memuat syarat-syarat
untuk kebolehan poligami. Seperti yang termuat dalam pasal 5 ayat 1 undang-undang
perkawinan, syarat-syarat yang dipenuhi bagi seorang suami yang ingin melakukan poligami
ialah:
1. Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteriisteri dan
anak-anak mereka;
3. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri dan anakanak
mereka.

Untuk membedakan persyaratan yang ada dalam pasal 4dan 5 adalah pasal 4 disebut dengan
persyaratan alternatif yang artinya salah satu harus ada untuk dapat mengajukan permohonan
poligami. Sedangkan pasal 5 adalah Persyaratan kumulatif dimana seluruhnya harus dapat
dipenuhi suami yang akan melakukan poligami.
Ketentuan syarat-syarat bersifat kumulatif tersebutdalam arti bahwa kesemua syarat yang
tersebut harus terpenuhi dan dibuktikan dengan persetujuan tertulis untuk
diperbolehkannya berpoligami.
Terkait dengan prosedur melaksanakan poligami, aturannya dapat dilihat didalam PP
No.9/1975. pada pasal 40 dinyatakan:
Apabila seorang suami bermaksud untuk beristeri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan
permohonan secara tertulis kepada pengadilan. Sedangkan tugas pengadilan di atur di dalam
pasal 41 PP N0. 9 tahun 1975 yang berbunyi sebagai berikut:
Pengadilan kemudian memeriksa mengenai:
a. ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seseorang suami kawin lagi.
b. Ada atau tidaknya adanya persetujuan dari isteri, baik persetujuan lisan
maupun tertulis, apabila persetujuan itu merupakan persetujuan lisan, persetujuan itu harus
diucapkan di depan sidang pengadilan.
c. Ada atau tidaknya adanya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup isteri-isteri
dan anak-anak, dengan memperlihatkan:
i. Surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditandatangani
oleh bendahara tempat bekerja; atau
ii. Surat keterangan pajak penghasilan; atau
iii. Surat keterangan lain yang dapat di terima oleh pengadilan
d. Ada atau tidaknya adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri
dan anak-anak mereka dengan pernyataan atau janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang
di tetapkan untuk itu. Berikutnya pada pasal 42 juga dijelaskan keharusan pengadilan untuk
memanggil para isteri untuk memberikan penjelasan atau kesaksian. Di dalam pasal ini juga
dijelaskan, bahwa pengadilan diberi waktu selama 30 hari untuk memeriksa permohonan
poligami setelah diajukan oleh suami lengkap dengan persyaratannya. Pengadilan Agama
memiliki wewenang untuk memberi izin kepada seseorang untuk melakukan poligami. Hal
ini dinyatakan di dalam pasal 43 yang berbunyi: Apabila Pengadilan berpendapat bahwa
cukup alasan bagi pemohon untuk beristeri lebih dari seorang, maka pengadilan
memberikan putusannya yang berupa izin untuk beristeri lebih dari seorang. Izin Pengadilan

Agama tampaknya menjadi sangat menentukan, sehingga didalam pasal 44 dijelaskan


bahwa Pegawai Pencatat di larang untuk melakukan pencatatan perkawinan seorang suami
yang akan beristeri lebih dari seorang sebelum adanya izin Pengadilan.

Poligami dalam Perspektif Kompilasi Hukum Islam (KHI)


Sementara itu, masalah poligami juga diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Secara
umum, peraturan mengenai poligami dalam KHI dapat dibedakan menjadi dua: pengaturan
mengenai proses poligami dan pengaturan mengenai syaratsyarat poligami. Kompilasi Hukum Islam
(KHI) memuat masalah poligami ini pada bagian IX dengan judul, Beristeri lebih dari satu orang yang
diungkapkan dari pasal 55 sampai pasal 59. pada pasal 55 dinyatakan:
1. Beristeri lebih dari satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai
empat orang isteri.
2. Syarat utama beristeri lebih dari satu orang, suami harus mampu berlaku adil
terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.
3. Apabila Syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, suami
dilarang beristeri lebih dari satu orang.
Lebih lanjut dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) padapasal 56 di jelaskan:
1. Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan
Agama.
2. Pengajuan permohonan izin dimaksudkan pada ayat 1 dilakukan menurut tata cara
sebagaimana diatur dalam Bab VII PP No.9 tahun 1975.
3. Perkawinan yang di lakukan dengan isteri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari
Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Terkait dengan prosedur poligami. Pada pasal 57 di jelaskan: Pengadilan Agama hanya memberi izin
kepada suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:
a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri.
b. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat di sembuhkan.
c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Selain syarat-syarat yang telah di terangkan di atas, terdapat syarat-syarat lain juga yang harus dipenuhi
oleh suami yang akan melakukan pernikahan poligami atau beristeri lebih dari seorang. Seperti yang di
jelaskan pada pasal 58 Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang berbunyi:
1. Selain syarat utama yang di sebut pada pasal 55 ayat 2 maka untuk memperoleh izin
Pengadilan Agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat

yang ditentukan pada pasal 5 undang-undang No.1 tahun 1974, yaitu:


a. adanya persetujuan isteri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri
dan anak- anak mereka.
2. Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 41 huruf b Peraturan Pemerintah No.9 tahun
1975, persetujuan isteri atau isteri-isteri dapat diberikan secara tertulis atau dengan lisan, tetapi
sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan isteri
pada siding Pengadilan Agama.
3. Persetujuan dimaksud pada ayat 1 huruf a tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri atau
isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam
perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari isteri atau isteri-isterinya sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun atau karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian Hakim. Selanjutnya pada pasal 59
Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga digambarkan betapa besarnya wewenang Pengadilan Agama dalam
memberikan persetujuan kepada suaminya untuk berpoligami, persetujuan itu dapat diambil alih
oleh Pengadilan Agama. Lebih lengkapnya bunyi pasal tersebut sebagai berikut: Dalam hal isteri tidak
mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk beristeri lebih dari satu orang
berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat (2) dan 57, Pengadilan Agama dapat
menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar isteri yang bersangkutan di
persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini isteri atau suami dapat mengajukan
banding atau kasasi.Demikianlah penjelasan tentang poligami bila di tinjau dari sudut pandang atau
dari perspektif perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia. Bila kita melihat
dari pemaparan penjelasan di atas, maka perundangundangan di Indonesia juga mengatur terkait
dengan masalah poligami, hal ini tertuang pada Undang-undang Perkawinan No.1 tahun 1974 ,
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang
Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, maupun juga terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam
(KHI).

Menyikapi Poligami
Dalam menyikapi poligami, harus dilihat dari berbagai sisi. Tidak bisa hanya memandang dari
keuntungan dari pihak suami yang melakukan poligami. Dalil yang bisa digunakan untuk
mempersoalkan poligami, yaitu berbagai kewajiban yang ditetapkan oleh agama untuk orang yang
berpoligami. Kewajiban yang paling pokok adalah bisa berlaku adil kepada isteri-isterinya dan bisa
memberikan nafkah kepada mereka. Jika tidak memenuhi kewajiban itu, maka ancaman akhiratnya
sangat berat. Oleh karena itu, jika kira-kira tidak bisa memenuhi berbagai tanggung jawab dan
kewajibannya, maka jangan coba-coba melakukan poligami. Tetapi, kemudian poligami menjadi isu
yang selalu memancing reaksi di Indonesia yang mana mayoritas penduduknya muslim. Masalah
poligami ini hanyalah pertarungan opini, sehingga menimbulkan pro dan kontra. Namun, jika kedua
belah pihak yang pro dan kontra tersebut sama-sama jernih dalam bersikap dan berpandangan, maka

poligami bisa menjadi solusi ekonomi, solusi moral dan juga kesucian diri, baik laki-laki maupun
perempuan. Bila seluruh lelaki yang ekonominya mapan mendapat rekomendasi kawin dua dari
isterinya, maka minimal hal itu akan mengurangi angka pelacuran karena alasan ekonomi.Namun,
juga dibarengi dengan syarat-syarat dan ketentuan yang telah di tentukan, sehingga poligami benarbenar dapat menjadi solusi di tengah masyarakat dan tidak ada yang merasa dirugikan atas praktik
poligami tersebut.

Anda mungkin juga menyukai