Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
Siska Rotua Uli
Hardianti Purba
Noer Wudda Chan
Tetty Ulina
Ratu Ayu Mawarini
Fahmi Widha Devara Rayhan
2013349129
2013349130
2014349068
2014349072
2014340076
2014340091
Makanan yang sehat dan aman untuk dikonsumsi dapat ditinjau dari aspek gizi
(nutrisi) dan cemaran (kontaminasi). Dari segi nutrisi, kandungan gizi makanan hendaknya
tidak kekurangan ataupun kelebihan yang dapat menyebabkan bebagai penyakit malnutrisi.
Aman yang dimaksud disini berarti bebas dari cemaran fisik, intrinsik dan ekstrinsik berupa
toksin alami dan zat antinutrisi dalam bahan pangan, kontaminasi biologis, mikrobiologis,
kimia, logam berat serta cemaran lain yang dapat mengganggu, merugikan dan
membahayakan kesehatan manusia.
Di Indonesia, bahan pangan dan hasil pertanian (termasuk di dalamnya hasil
peternakan dan perikanan) banyak mengalami kerusakan sebelum dikonsumsi. Keadaan ini
memang sering terjadi karena bahan pangan tersebut mempunyai sifat mudah rusak
(perishable foods). Tanpa adanya pengolahan lebih lanjut, bahan pangan tersebut lama
kelamaan akan mengalami perubahan akibat pengaruh fisiologi, mekanik, kimiawi dan
mikrobiologi yang dapat menyebabkan kerusakan dan selanjutnya tidak dapat dikonsumsi.
Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk menghambat kecepatan kerusakan bahan pangan
agar daya simpannya menjadi lebih panjang.
Pengawetan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghambat
kecepatan kerusakan bahan pangan agar daya simpannya menjadi lebih panjang. Pengawetan
terbagi dalam beberapa cara dan metode. Dalam makalah ini akan dibahas pengawetan bahan
pangan menggunakan suhu rendah dan suhu tinggi.
Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan
metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran
tetap berlangsung setelah panen, sampai buah dan sayuran itu membusuk, dan pertumbuhan
bakteri di bawah suhu 1000C akan semakin lambat dengan semakin rendahnya suhu. Proses
metabolisme sendiri terganggu apabila terjadi perubahan suhu. Sehingga penyimpanan suhu
rendah dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan dalam bahan pangan karena
penurunan aktivitas respirasi dan aktivitas mikroorganisme. Lambatnya pertumbuhan
mikroba pada suhu yang lebih rendah ini menjadi dasar dari proses pendinginan dan
pembekuan dalam pengawetan pangan. Proses pendinginan dan pembekuan tidak mampu
membunuh semua mikroba, sehingga pada saat dicairkan kembali (thawing), sel mikroba
yang tahan terhadap suhu rendah akan mulai aktif kembali dan dapat menimbulkan masalah
kebusukan pada bahan pangan yang bersangkutan.
Metode ini sering digunakan sebagai alternative pengawetan karena bahan pangan
tidak akan kehilangan nutrisi yang terkandung di dalamnya, selain itu rasa dan tekstur dari
bahan pangan yang diawetkan dengan cara ini. Selain itu sifat fisik dan sifat kimia dari bahan
pangan tidak akan berubah seperti pengawetan yang dilakukan melalui proses kimia atau
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengawetan
Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makanan
memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia
makanan. Dalam mengawetkan makanan harus diperhatikan jenis bahan makanan yang
diawetkan, keadaan bahan makanan, cara pengawetan, dan daya tarik produk
pengawetan makanan. Teknologi pengawetan makanan yang dikembangkan dalam skala
industri masa kini berbasis pada cara-cara tradisional yang dikembangkan untuk
memperpanjang masa konsumsi bahan makanan.
Sejak manusia dapat berbudidaya tanaman dan hewan, hasil produksi panen
menjadi berlimpah. Namun bahan-bahan tersebut ada yang cepat busuk, makanan yang
disimpan dapat menjadi rusak, misalnya karena oksidasi atau benturan. Contohnya lemak
menjadi tengik karena mengalami reaksi oksidasi radikal bebas. Untuk menangani hal
makanan. Dalam pengawetan bahan pangan harus diperhatikan jenis bahan pangan yang
diawetkan, keadaan bahan pangan,cara pengawetan. Prinsip pengawetan pangan ada tiga,
yaitu:
1. Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk serangan
hama
2. Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan
Dapat dilakukan dengan cara destruksi atau inaktivasi enzim pangan, misalnya
dengan proses blansir dan atau dengan memperlambat reaksi kimia, misalnya
mencegah reaksi oksidasi dengan penambahan anti oksidan.
3. Mencegah atau memperlambat kerusakan microbial
Dapat dilakukan dengan cara:
Mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis);
Mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi;
Penanganan aseptis
pencoklatan pada buah dan sayur dapat diperlambat dengan mengurangi kehadiran
oksigen.
Pengawetan jangka panjang dapat dilakukan dengan cara pemanasan pada suhu
tinggi (100C), penggunaan pengawet kimia, pengeringan, pengeluaran udara
(pemvakuman), pembekuan dan kombinasi proses. Pemanasan pada suhu tinggi yang
dilakukan bersama-sama dengan pengemasan yang bisa mencegah rekontaminasi, dapat
menghambat/merusak mikroorganisme dan enzim.
B. Pengawetan dengan Suhu Rendah
Setiap jaringan-jaringan hidup seperti bahan hasil pertanian mempunyai suhu
optimum untuk berlangsungnya proses metabolisme secara normal. Pada kondisi suhu
yang lebih tinggi atau rendah dari suhu optimum, proses metabolisme akan berjalan lebih
lambat, atau malahan dapat berhenti sama sekali pada suhu yang terlalu tinggi atau
rendah. Pada umumnya proses metabolisme berlangsung terus setelah bahan hasil
pertanian dipanen, sampai bahan menjadi mati dan akhirnya membusuk.
Pengaturan suhu memiliki peran yang sangat penting dalam pengawetan bahan
pangan. Baik suhu rendah maupun suhu tinggi sangat berperan dalam mempertahankan
mutu bahan. Pada suhu yang lebih rendah kerusakan bahan pangan dapat ditekan kenilai
yang minimum. Secara umum dapat disebutkan bahwa setiap penurunan suhu 10 oC
(18oF) akan mengurangi laju reaksi kerusakan bahan pangan setengah kalinya atau laju
metabolisme akan berkurang setengahnya. Sebaliknya, laju reaksi ini dalam batasan
kisaran suhu fisiologis meningkat secara eksponensial dengan peningkatan suhu. Vant
Hoff seorang ahli kimia Belanda menjelaskan bahwa, laju reaksi kimia kurang lebih dua
kali untuk setiap kenakan suhu 10oC (18oF).
Fenomena hubungan antara laju proses metabolisme dengan suhu inilah yang
menjadi dasar pengawetan bahan pangan dengan penggunaan suhu rendah. Penyimpanan
bahan pangan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan di
dalam bahan pangan tersebut. Hal ini bukan hanya keaktifan proses metabolisme
menurun, tetapi juga karena pertumbuhan mikroba penyebab kerusakan dapat
diperlambat. Selain itu laju reaksi-reaksi kimia dan enzimatis juga diperlambat pada suhu
rendah. Semakin rendah suhu semakin lambat proses tersebut.
Sejarah
Alat pendingin yang pertama digunakan manusia adalah gua-gua alam,
terutama didaerah vulkanik dengan cuaca dingin dan kering. Dari sini manusia
mempelajari bahwa bila dia menggali lubang di dalam tanah, mereka dapat
menyimpan makanannya untuk jangka waktu yang cukup lama. Menyimpan
makanan di dalam air ternyata juga efektif. Setelah manusia dapat membangun
rumah, mereka mulai melihat bahwa ruang bawah (basement or cellor) bisa
digunakan sebagai tempat menyimpan, sayuran seperti umbi-umbian, ketimun,
wortel dan seledri. Suhu pada tempat ini ternyata kadang-kadang melebihi 150 0C,
untuk mempertahankan suhu ini maka ruang bawah tanah harus diberi konstruksi
yang dapat menjamin terjadinya penghambatan panas oleh tanah.
Penggunaan es sebagai pendinginan dimulai tahun 1800 segera didapatkan
bahwa bila di tambah garam es kan memberi pengaruh dingin yang lebib rendah.
Pangan yang disimpan di simpan di udara dingin sama saja hasilnya bila disimpan di
dalam es. Pada akhir abad ke 18, penyimpanan bahan pangan dalam "refrigerator"
atau lemari pendingin mulai dikembangkan. Dalam lemari pendingin, suhu dapat
dicapai jauh lebih rendah daripada menyimpan dengan es, juga dapat digunakan
untuk menyimpan berbagai bahan pangan seperti buah, sayuran, daging, telur dan
susu dalam waktu terbatas. Perubahan yang disebabkan oleh enzim dari mikroba
dapat dipertahankan walaupun tidak seluruhnya dapat dicegah.
Suhu dalam lemari pendingin berbeda untuk masing-masing tempat di
dalam ruang "refrigerator". Suhu yang paling tinggi adalah pada suhu bagian
terbawah dari kabinet dan yang terendah pada tempat tepat dibawah ruang beku.
Umumnya suhu di dalam laci buah dan sayuran kira-kira 10% atau lebih rendah.
Suhu pada bagian tengah lemari pendingin biasanya antara 3,3 - 5,5 0C, dan suhu di
bawah ruang beku adalah 1,60C atau lebih rendah. Setiap saat perlu dilakukan
pemeriksaan suhu pada masing-masing lokasi tadi. Hal ini disebabkan bahan pangan
mempunyai suhu pendingin yang berbeda untuk mempertahankan mutunya. Suhu
yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan berpengaruh tidak baik pada beberapa
bahan pangan seperti yang terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1.Suhu yang cocok untuk penyimpanan dingin berbagai bahan pangan
Suhu maksimum yang dapat diterima untuk
3,3 7,60C
0,5 3,30C
-5 - -1,10C
Makanan beku
-17,7 - -28,80C
diatas
suhu
dibawahnya dan pertumbuhan akan melambat pada suhu 100C. Apabila air
dalam bahan pangan telah sempurna membeku maka mikroba tidak dapat
berkembang biak. Tetapi pada beberapa bahan pangan sebagian air belum
membeku sampai suhu -9 - 50C, hal ini disebabkan adanya kandungan gula,
garam atau zat-zat lainnya yang menurunkan titik beku. Meskipun suhu
pendinginan dapat menghambat pertumbuhan atau aktivitas mikroba, namun
tidak dapat digunakan untuk membunuh bakteri.
Hasil pertanian khususnya buah-buahan dan sayur-sayuran tropis
sensitif terhadap pendinginan. Penyimpanan pada suhu rendah akan
menyebabkan kerusakan bahan pangan yang disebut chilling injury. Pembekuan
yang dilakukan terhadap buah-buahan dan sayur-sayuran menyebabkan bahan
menjadi lunak, jika bahan pangan dikeluarkan dari tempat pembekuan. Hal ini
disebabkan karena di luar bahan pangan akan mengalami pencairan dari air yang
telah membeku, sehingga tekstur yang keras menjadi lunak.
Pengaruh pendinginan terhadap bahan pangan diantaranya penurunan
suhu akan mengakibatkan penurunan proses kimia, proses mikrobiologi, proses
biokimia yang berhubungan dengan kerusakan atau pembusukan. Pada suhu
dibawah 00C air akan membeku dan terpisah dari larutan membentuk es.
Pengaruh pembekuan pada jaringan tergantung pada kadar air dan komposisi
sel. Pengaruh pembekuan pada suhu -120C belum dapat diketahui secara pasti,
oleh sebab itu penyimpanan makanan beku pada suhu dibawah 180C akan
mencegah kerusakan mikrobiologis.
3.
Pembekuan (freezing)
Menurut FG Winarno, dkk, pembekuan adalah penyimpanan bahan
pangan dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada
suhu -12C sampai -24C. Pembekuan cepat (quick freezing) dilakukan pada
suhu -24 sampai -40C. Perbedaaan antara pendinginan dan pembekuan adalah
dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroba di dalam bahan pangan.
Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat menyebabkan
kematian bakteri secara sempurna, sehingga jika bahan pangan beku misalnya
dikeluarkan dari penyimpanan dan dibiarkan sehingga mencair kembali, maka
keadaan ini masih memungkinkan terjadinya pertubuhan bakteri pembusuk yang
berjalan dengan cepat.
Menurut Prof. Supli Effendi, pembekuan dapat mempertahankan rasa
dan nilai gizi bahan pangan yang lebih baik daripada metode lain, karena
pengawetan dengan suhu rendah yaitu pembekuan dapat menghambat aktifitas
mikroba, mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia dan aktifitas enzim yang
dapat merusak kandungan gizi bahan pangan. Walaupun pembekuan dapat
mereduksi jumlah mikroba yang sangat nyata tetapi tidak dapat mensterilkan
makanan dari mikroba.
Pada prinsipnya pembekuan dikenal 2 macam yaitu:
a. Slow freezing atau pembekuan lambat
Pada slow freezing pembekuan makanan berlangsung antara 3 jam
sampai 72 jam dan temperatur freezing makanan akan berkisar antara 15C
sampai -30C atau kadang-kadang suhu antara -24C sampai 40C.
b. Quick freezing atau pembekuan cepat
Pada quick freezing makanan akan menjadi beku dalam waktu 30 menit
atau tidak boleh lebih dari 2 jam. Pada quick freezing dapat ditimbulkan
dengan sistem pencelupan langsung dari makanan dalam suatu larutan
dingin, seperti halnya pada freezing ikan, air blast freezing, dimana udara
dingin dengan suhu -15C sampai -30C atau kadang-kadang suhu antara
-15C sampai -30C, yang dihembuskan melalui material yang akan
dibekukan.
Quick freezing leih baik dari pada slow freezing karena:
a. Kristal-kristal es yang dibentuk pada quick freezing kecil-kecil,
sehingga tidak atau kurang terjadi dekstruksi dari sel-sel makanan.
b. Karena waktunya cepat, maka tidak terjadi pemisahan material dari
protoplasma
c. Karena waktunya cepat, kerja mikroorganisme dapat dihambat
d. Enzim-enzim cepat dihambat
Menurut Irving dan Sharp (1976), mutu bahan pangan yang dibekukan
akan menurun dengan kecepatan yang tergantung dari suhu penyimpanan dan
jenis bahan pangan. Pada umumnya sebagian besar bahan pangan akan
mempunyai mutu penyimpanan yang baik sekurang-kurangnya 12 bulan bila
disimpan pada suhu -180C, kecuali bahan pangan dengan kandungan lemak
tinggi. Bila suhu penyimpanan naik 30C maka kecepatan kerusakan akan
berlipat ganda. Makanan beku yang mempunyai Mutu penyimpanan yang baik
selama 12 bulan pada suhu -18OC, akan tahan simpan masing-masing hanya 6
bulan atau 3 bulan pada suhu -150C atau -120C.
Penggunaan suhu rendah terutama untuk beberapa hasil pertanian
tertentu perlu mendapat perhatian kerena kerusakan fisiologis dapat lebih cepat
terjadi terutama justru pada suhu rendah, misalnya kerusakan akibat proses
pendinginan (chilling injuries) dan kerusakan proses pembekuan (freezing
injuries).
Manfaat Pembekuan
Pembekuan memberikan berbagai manfaat dalam penyimpanan
produk pangan terutama bagi industri pangan, misalnya untuk menghambat
penurunan kadar nutrisi, menghambat pertumbuhan mikroorganisme
perusak pangan dan bahkan pada beberapa produk pangan memberikan
manfaat organoleptik (rasa pangan yang lebih enak). Kebutuhan pembekuan
ini juga sangat dirasakan pada pengiriman dan transportasi produk-produk
pangan dari produsen ke tangan konsumen.
Pada umumnya pembekuan produk
pangan
menggunakan
Teknologi kriogenik
Kriogenik (cryogenic) merupakan salah satu teknologi pembekuan
yang sebetulnya bukan tergolong ide yang baru. Metode pembekuan pada
teknologi ini menggunakan gas yang dimampatkan menjadi cairan (liquid)
misalnya nitrogen (N2) dan karbon dioksida (CO2). Nitrogen cair memiliki
titik didih pada suhu -195,80C, sedangkan karbon dioksida cair -570 C. Pada
suhu yang lebih tinggi dari suhu tersebut, nitrogen dan karbon dioksida
akan berbentuk gas volatil, sehingga umumnya nitrogen cair dan karbon
dioksida cair berada pada suhu lebih rendah daripada titik didihnya. Dengan
suhu yang sedemikian dingin, baik nitrogen cair maupun karbon dioksida
cair mempunyai kemampuan membekukan bahan organik yang relatif lebih
efektif daripada pendingin berbahan amonia ataupun freon.
Beberapa kelebihan teknologi kriogenik untuk pembekuan produk
pangan dibandingkan teknologi pembekuan konvensional telah ditemukan,
di antaranya yaitu:
Teknologi kriogenik mempunyai kemampuan mencegah rusaknya
adenosintrifosfat (ATP) pada produk pangan laut segar selama periode
penyimpanan.
Mampu mempercepat pembekuan produk pangan seperti daging dan
telur.
Menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak produk pangan
lebih baik.
Mencegah rusaknya nutrisi produk pangan lebih baik.
Laju Pembekuan
Laju pembekuan dapat diatur dan sangat menentukan sifat dan
mutu produk beku yang dihasilkan. Sifat produk yang diakibatkan oleh
pembekuan yang sangat cepat sangat berbeda dari produk yang dihasilkan
dari pembekuan lambat. Pembekuan yang sangat cepat akan menghasilkan
kristal es yang kecil tersusun secara merata pada jaringan. Sedangkan
pembekuan lambat akan menyebabkan terbentuknya kristal es yang besar
yang tersusun pada ruang antar sel dengan ukuran pori yang besar. Dari segi
kecepatan
berproduksi,
pembekuan
secara
sangat
cepat
dianggap
merupakan
metode
yang
sangat
baik
untuk
Metode Pembekuan
Metode yang umum digunakan adalah :
Penggunaan udara dingin yang ditiupkan atau gas lain dengan suhu
rendah kontak langsung dengan makanan, misalnya dengan alat-alat
pembeku tiup (blast), terowongan (tunnel), bangku fluidisasi (fluidised
bed), spiral, tali (belt) dan lain-lain.
Kontak langsung misalnya alat pembeku lempeng (plate freezer),
dimana makanan atau cairan yang telah dikemas kontak dengan
permukaan logam (lempengan, silindris) yang telah didinginkan
dengan mensirkulasi cairan pendingin (alat pembeku berlempeng
banyak).
Perendaman langsung makanan ke dalam cairan pendingin, atau
menyemprotkan cairan pendingin di atas makanannya (misalnya
nitrogen cair dan freon, larutan gula atau garam).
berkurang
jumlah
mikroorganismenya.
Kerusakan-Kerusakan Akibat Penyimpanan Suhu Rendah
Untuk menjaga mutunya, produk-produk hortikultura (buah-buahan dan
sayuran) memerlukan suhu penyimpanan tertentu, seperti terlihat pada Tabel 2 di
bawah ini.
Tabel 2. Penyimpanan beberapa buah-buahan dan sayur-sayuran pada suhu rendah
Bahan
Buah-buahan:
Alpukat
Anggur
Apel
Jeruk
Mangga
Nanas
Pepaya
Suhu
terbaik(0C)
penyimpanan terbaik
7,5
7,5
12
23
10
10 30
7.5
Pisang
13.5
7.5 10
4.5
7.5
0
7 10
13
10
0 1.5
Sayur-sayuran:
Buncis
Kentang
Ketimun
Kol
Terong
Tomat hijau
Tomat matang
Wortel
Pecah
Pecah
Gambar 1. Refigerator
2.
Freezer
Lemari es freezer dapat membekukan atau menjadikan sesuatu menjadi
es di setiap bagiannya (Effendi, 2009).
Gambar 2.Freezer
harus dimatikan.
Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan.
Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan.
Dikenal beberapa tingkatan pemberian panas atau proses termal yang umum
Blansing
Blansing dilakukan dengan pemanasan menggunakan air atau uap pada
kisaran suhu dibawah 100oC selama 3-5 menit. Tujuan blansing adalah
inaktivasi enzim-enzim yang masih terkandung dalam bahan pangan. Blansing
juga bertujuan membersihkan bahan dari kotoran dan untuk mengurangi jumlah
mikroba dalam bahan dan digunakan untuk menghilangkan bau, flavor, dan
lendir yang tidak dikehendaki. Blansing biasanya digunakan sebagai perlakuan
pendahuluan sebelum perlakuan pengolahan berikutnya. Dengan perlakuan ini,
tekstur sayuran atau buah yang diblansing biasanya akan menjadi lunak. Contoh
sederhana blansing adalah ketika kita memasukkan sayuran atau buah kedalam
air mendidih selama 3-5 menit. Dalam kondisi ini enzim-enzim menjadi tidak
aktif dan kehilangan nutrisi dapat diminimalisir meskipun beberapa mineral,
2.
vitamin larut air, dan komponen-komponen lain yang larut air akan hilang.
Pasteurisasi
harus
Plate Exchanger.
LTLT/Low Temperature Long Time, yaitu pemanasan dengan suhu rendah
c.
3.
tinggi
pula
ketahanannya
terhadap pemanasan.
Umur mikrobia
- Sel bakteri paling tahan terhadap pemanasan pada fase stasioner.
- Pada fase logaritmik sel tidak tahan terhadap pemanasan.
- Pada permulaan fase lag sel dilaporkan tahan terhadap pemanasan .
- Spora bakteri yang tua lebih tahan terhadap panas dibandingkan spora muda.
- Mekanisme ketahanan panas dari sel yang kurang aktif belum sepenuhnya
diketahui.
Komponen inhibitor
- Ketahanan terhadap panas turun dengan adanya inhibitor Misalnya : antibiotik,
SO2, nitrit, dll.
- Inhibitor ditambahkan pada bahan makanan untuk mengurangi penggunaan
panas.
Waktu dan suhu
- Penambahan waktu pemanasan tidak selalu meningkatkan efek destruksi sel.
- Semakin tinggi suhu pemanasan, semakin besar pengaruhnya terhadap
destruksi sel.
- Ukuran
kontainer dan
komposisinya
(gelas,
logam,
plastik,
dll)
cocci lebih
tahan
dibandingkan
dengan
membentuk spora. Yeast dan jamur cenderung lebih sensitif terhadap panas.
- Endospora tidak hanya resisten terhadap panas, tetapi juga terhadap pengeringan,
pendinginan, bahan kimia, dan kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan
lainnya.
- Penambahan chelating agent menurunkan resistensi endospora terhadap panas.
- Penambahan Ca dan Mn dapat mengembaiikan daya tahannya terhadap panas.
Alat Pengolahan dengan Suhu Tinggi
1. Perebusan
Dalam proses pongolahan pangan ataupun pengawetan dengan cara
perebusa, memerlukan wadah yang akan di gunakan selama proses perebusan
itu perlangsung. Alat yang sering di gunakan dalam hal ini yaitu sebagai berikut:
tungku ataupun kompor, wajan, belanga.contoh bahan pangan yang di
olah/diawetkan dengan cara perebusan yaitu ; daging, ikan, pembuatan
2.
3.
4.
Pengasapan
Alat yang sering di gunakan antara lain : tungku, para para, ataupun
tempat pembakaran.contoh bahan pangan yang diolah/awetkan dengan cara
5.
6.
biasanya
menggunakan alat berupa tapis, tarpal ukuran kecil (kapasitas sedikit) ukuran
besar (kapasitas banyak), mie kering, kerupuk ubi, ikan kering, buah kakaodan
lain lain.
BAB III
SIMPULAN
Pengawetan adalah cara yang digunakan untuk membuat bahan pangan memiliki daya
simpan
pengawetan bahan pangan harus diperhatikan jenis bahan pangan yang diawetkan,keadaan
bahan pangan, dan cara pengawetan. Pengaturan suhu juga memiliki peran yang sangat
penting dalam pengawetan bahan pangan.Baik suhu rendah maupun suhu tinggi sangat
berperan dalam mempertahankan mutu bahan.
Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme, dimana pada
umumnya stiap penurun suhu 8C kecepatan reaksi akan berkurang menjadi kira-kira
setengahnya. Karena itu penyimpanan bahan pangan pada suhuu rendah dapat
memperpanjang masa hidup dari jaringan-jaringan di dalam bahan pangan tersebut.Beberapa
cara dalam proses pengawetan dan pengolahan bahan pangan dengan menggunakan suhu
rendah , yaitu pendinginan, dan pembekuan.
Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan pangan didasarkan kepada
kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian besar mikroba dan
menginaktifkan enzim. Beberapa cara dalam proses pengolahan/pengawetan bahan pangan
dengan menggunakan suhu tinggi antara lain yaitu ; Perebusan, Penggorengan, Penyangraian,
Pengasapan, Penjemuran di bawah sinar matahari
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Winarno F.G. Srikandi Fardiaz, Dedi Fardiaz (1980). Pengantar Teknologi Pangan. PT
Gramedia, Jakarta.
Effendi M. Supli (2009).Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Alfabeta, Bandung
Potter, N.N. & J.H. Hotchkiss. 1995. Food Science. Chapmann & Hall, New York-USA
Syamsir E. 2008. Prinsip dan Teknik Pengawetan Makanan (Pangan) diakses pada tanggal 23
November 2014 jam 23.06
http://suhirman-pengolahanhasilprikanan.blogspot.com/2011/04/pengawetan-dengan-suhurendah.html( Diakses pada tanggal 17 November 2014 jam 20.30 )
http://ajatindahgz2a.blogspot.com/201203/pengawetan-dengan-penggunaan-suhu.html
diakses pada tanggal 23 November 2014 jam 23.58