Anda di halaman 1dari 19

Syahidnya Husein Radhiallahu anhu di

Padang Karbala
-Tulisan berikut ini diterjemahkan dari tulisan dan sebagian ceramah Syaikh Utsman
al-Khomis, seorang ulama yang terkenal sebagai pakar dalam pembahasan Syiah-.
Pembahasan tentang terbunuhnya cucu Rasulullalllah, asy-syahid Husein bin
Alialaihissalam telah banyak ditulis, namun beberapa orang ikhwan meminta saya
agar menulis sebuah kisah shahih yang benar-benar bersumber dari para ahli sejarah.
Maka saya pun menulis ringkasan kisah tersebut sebagai berikut sebelumnya Syaikh
telah menulis secara rinci tentang kisah terbunuhnya Husein di buku beliau Huqbah min
at-Tarikh-.

Pada tahun 60 H, ketika Muawiyah bin Abu Sufyan wafat, penduduk Irak mendengar
kabar bahwa Husein bin Ali belum berbaiat kepada Yazid bin Muawiyah, maka orangorang Irak mengirimkan utusan kepada Husein yang membawakan baiat mereka secara
tertulis kepadanya. Penduduk Irak tidak ingin kalau Yazid bin Muawiyah yang menjadi
khalifah, bahkan mereka tidak menginginkan Muawiyah, Utsman, Umar, dan Abu
Bakar menjadi khalifah, yang mereka inginkan adalah Ali dan anak keturunannya
menjadi pemimpin umat Islam. Melalui utusan tersebut sampailah 500 pucuk surat lebih
yang menyatakan akan membaiat Husein sebagai khalifah.
Setelah surat itu sampai di Mekah, Husein tidak terburu-buru membenarkan isi surat
itu. Ia mengirimkan sepupunya, Muslim bin Aqil, untuk meneliti kebenaran kabar baiat
ini. Sesampainya Muslim di Kufah, ia menyaksikan banyak orang yang sangat
menginginkan Husein menjadi khalifah. Lalu mereka membaiat Husein melalui
perantara Muslim bin Aqil. Baiat itu terjadi di kediaman Hani bin Urwah. Dia
menghantar surat kepada Hussien supaya datang.

Kabar ini akhirnya sampai ke telinga Yazid bin Muawiyah di ibu kota kekhalifahan,
Syam, lalu ia mengutus Ubaidullah bin Ziyad (ahli politik yang paling kejam) menuju
Kufah untuk mencegah Husein masuk ke Irak dan meredam pemberontakan penduduk
Kufah terhadap otoriti kekhalifahan. Saat Ubaidullah bin Ziyad tiba di Kufah, masalah
ini sudah sangat memanas. 17 orang saja yang bersamanya. Umurnya 28 tahun.
Ia terus menanyakan perihal ini hingga akhirnya ia mengetahui bahwa kediaman Hani
bin Urwah (pro Umayyah tapi berpihak kepada Hussein) adalah sebagai tempat
berlangsungnya pembaiatan dan di situ juga Muslim bin Aqil tinggal. Dia menjadi
governor di Kufah.
Ubaidullah menemui Hani bin Urwah dan menanyakannya tentang gejolak di Kufah.
Ubaidullah ingin mendengar sendiri penjelasan langsung dari Hani bin Urwah
walaupun sebenarnya ia sudah tahu tentang segala kabar yang beredar. Dengan berani
dan penuh tanggung jawab terhadap keluarga Nabi (Muslim bin Aqil adalah keponakan
Nabi), Hani bin Urwah mengatakan, Demi Allah, sekiranya (Muslim bin Aqil)
bersembunyi di kedua telapak kakiku ini, aku tidak akan memberitahukannya
kepadamu! Ubaidullah lantas memukulnya dan memerintahkan agar ia ditahan.
Mendengar kabar bahwa Ubaidullah memenjarakan Hani bin Urwah, Muslim bin Aqil
bersama 4000 orang yang membaiatnya mengepung istana Ubaidullah bin Ziyad.
Pengepungan itu terjadi di siang hari.
Ubaidullah bin Ziayd merespon ancaman Muslim dengan mengatakan akan
mendatangkan sejumlah pasukan dari Syam. Ternyata gertakan Ubaidullah membuat
takut Syiah (pembela) Husein ini. Mereka pun berkhianat dan satu demi satu
meninggalkan Muslim bin Aqil hingga tersisa 30 orang saja yang bersama Muslim bin
Aqil, dan belumlah matahari terbenam hanya tersisa Muslim bin Aqil seorang diri.
Muslim pun ditangkap dan Ubaidullah memerintahkan agar ia dibunuh. Sebelum
dieksekusi, Muslim meminta izin untuk mengirim surat kepada Husein, keinginan
terakhirnya dikabulkan oleh Ubaidullah bin Ziyad. Isi surat Muslim kepada Husein
adalah Pergilah, pulanglah kepada keluargamu! Jangan engkau tertipu oleh penduduk
Kufah. Sesungguhnya penduduk Kufah telah berkhianat kepadamu dan juga kepadaku.

Orang-orang pendusta itu tidak memiliki pandangan (untuk mempertimbangkan


masalah). Muslim bin Aqil pun dibunuh, padahal saat itu adalah hari Arafah.
Husein berangkat dari Mekah menuju Kufah di hari tarwiyah. Banyak para sahabat Nabi
menasihatinya agar tidak pergi ke Kufah. Di antara yang menasihatinya adalah
Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Abu Said al-Khudri,
Abdullah bin Amr, saudara tiri Husein, Muhammad al-Hanafiyah dll.

Abu Said al-Khudri radhiallahu anhu mengatakan, Sesungguhnya aku adalah seorang
penasihat untukmu, dan aku sangat menyayangimu. Telah sampai berita bahwa orangorang yang mengaku sebagai Syiahmu (pembelamu) di Kufah menulis surat kepadamu.
Mereka mengajakmu untuk bergabung bersama mereka, janganlah engkau pergi
bergabung bersama mereka karena aku mendengar ayahmu Ali bin Abi Thalibmengatakan tentang penduduk Kufah, Demi Allah, aku bosan dan benci kepada
mereka, demikian juga mereka bosan dan benci kepadaku. Mereka tidak memiliki sikap
memenuhi janji sedikit pun. Niat dan kesungguhan mereka tidak ada dalam suatu
permasalahan (mudah berubah pen.). Mereka juga bukan orang-orang yang sabar ketika
menghadapi pedang (penakut pen.).
Abdullah bin Umar radhiallahu anhu mengatakan, Aku hendak menyampaikan
kepadamu beberapa kalimat. Sesungguhnya Jibril datang kepada Nabi shallallahu
alaihi wa sallam. Kemudian memberikan dua pilihan kepada beluai antara dunia dan
akhirat, maka beliau memilih akhirat dan tidak mengiginkan dunia. Engkau adalah
darah dagingnya, demi Allah tidaklah Allah memberikan atau menghindarkan kalian
(ahlul bait) dari suatu hal, kecuali hal itu adalah yang terbaik untuk kalian. Husein
tetap enggan membatalkan keberangkatannya. Abdullah bin Umar pun menangis, lalu
mengatakan, Aku titipkan engkau kepada Allah dari pembunuhan.

Setelah meneruskan keberangkatannya, datanglah kabar kepada Husein tentang


tewasnya Muslim bin Aqil. Husein pun sadar bahwa keputusannya ke Irak keliru, dan
ia hendak pulang menuju Mekah atau Madinah, namun anak-anak Muslim mengatakan,
Janganlah engkau pulang, sampai kita menuntut hukum atas terbunuhnya ayah kami.
3

Karena menghormati Muslim dan berempati terhadap anak-anaknya, Husein akhirnya


tetap berangkat menuju Kufah dengan tujuan menuntut hukuman bagi pembunuh
Muslim.
Bersamaan dengan itu Ubaidullah bin Ziyad telah mengutus al-Hurru bin Yazid atTamimi dengan membawa 1000 pasukan untuk menghadang Husein agar tidak
memasuki Kufah. Bertemulah al-Hurru dengan Husein di Qadisiyah, ia mencoba
menghalangi Husein agar tidak masuk ke Kufah. Husein mengatakan, Celakalah
ibumu, menjauhlah dariku.
Al-Hurru menjawab, Demi Allah, kalau saja yang mengatakan itu adalah orang
selainmu akan aku balas dengan menghinanya dan menghina ibunya, tapi apa yang akan
aku katakan kepadamu, ibumu adalah wanita yang paling mulia, radhiallahu anha.
Saat Husein menginjakkan kakinya di daerah Karbala, tibalah 4000 pasukan lainnya
yang dikirim oleh Ubaidullah bin Ziyad dengan pimpinan pasukan Umar bin Saad.
Husein mengatakan, Apa nama tempat ini? Orang-orang menjawab, Ini adalah
daerah Karbala. Kemudian Husein menanggapi, Karbun (musibah)
danbalaa (bencana).
Melihat pasukan dalam jumlah yang sangat besar, Husein radhiallahu anhumenyadari
tidak ada peluang baginya. Lalu ia mengatakan, Aku ada dua alternatif pilihan, (1)
kalian mengawal (menjamin keamananku) pulang atau (2) kalian biarkan aku pergi
menghadap Yazid di Syam.
Engkau pergi menghadap Yazid, tapi sebelumnya aku akan menghadap Ubaidullah bin
Ziyad terlebih dahulu kata Umar bin Saad. Ternyata Ubadiullah menolak jika Husein
pergi menghadap Yazid, ia menginginkan agar Husein ditawan menghadapnya.
Mendengar hal itu Husein menolak untuk menjadi tawanan.
Terjadilah peperangan yang sangat tidak imbang antara 73 orang di pihak Husein
berhadapan dengan 5000 pasukan Irak. Kemudian 30 orang pasukan Irak dipimpin oleh
al-Hurru bin Yazid at-Tamimi membelot dan bergabung dengan Husein. Peperangan
yang tidak imbang itu menewaskan semua orang yang mendukung Husein, hingga
tersisa Husein seorang diri.

Orang-orang Kufah merasa takut dan segan untuk membunuhnya, masih tersisa sedikit
rasa hormat mereka kepada darah keluarga Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam. Namun ada seorang laki-laki yang bernama Amr bin Dzi al-Jausyan semoga
Allah menghinakannya- melemparkan panah lalu mengenai Husein, Husein pun
terjatuh lalu orang-orang mengeroyoknya, Husein akhirnya syahid, semoga Allah
meridhainya.
Ada yang mengatakan Amr bin Dzi al-Jausyan-lah yang memotong kepala Husein
sedangkan dalam riwayat lain, orang yang menggorok kepala Husein adalah Sinan bin
Anas, Allahu alam. Yang perlu pembaca ketauhi Ubaidullah bin Ziyad, Amr bin Dzi
al-Jausyan, dan Sinan bin Anas adalah pembela Ali (Syiah nya Ali) di Perang Shiffin.
Ini adalah sebuah kisah pilu yang sangat menyedihkan, celaka dan terhinalah orangorang yang turut serta dalam pembunuhan Husein dan ahlul bait yang bersamanya. Bagi
mereka kemurkaan dari Allah. Semoga Allah merahmati dan meridhai Husein dan
orang-orang yang tewas bersamanya. Di antara ahlul bait yang terbunuh bersama
Husein adalah:
Anak-anak Ali bin Abi Thalib: Abu Bakar, Muhammad, Utsman, Jafar, dan Abbas.
Anak-anak Husein bin Ali: Ali al-Akbar dan Abdullah.
Anak-anak Hasan bin Ali: Abu Bakar, Abdullah, Qosim.
Anak-anak Aqil bin Abi Thalib: Jafar, Abdullah, Abdurrahman, dan Abdullah bin
Muslim bin Aqil.
Anak-anak dari Abdullah bin Jafar bin Abi Thalib: Aun dan Muhammad.
Dari Ummu Salamah bawasanya Jibril datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa
sallam Jibril mengatakan, Apakah engkau mencintai Husein wahai Muhammad?
Nabi menjawab, Tentu Jibril melanjutkan, Sesungguhnya umatmu akan
membunuhnya. Kalau engkau mau, akan aku tunjukkan tempat dimana ia akan
terbunuh. Kemudian Nabi diperlihatkan tempat tersebut, sebuah tempat yang
dinamakan Karbala. (HR. Ahmad dalam Fadhailu ash-Shahabah, ia mengatakan hadis
ini hasan).

Adapun berita-berita bahwa langit menurunkan hujan darah, dinding-dinding berdarah,


batu yang diangkat lalu di bawahnya terdapat darah, dll. karena sedih dengan tewasnya
Husein, berita-berita ini tidak bersumber dari rujukan yang shahih.

Benarkah Sikap Husein alaihissalam Pergi ke Irak?


Tidak ada kemaslahatan dalam hal dunia maupun akhirat dari sikap
Huseinalaihissalam yang keluar menuju Irak. Oleh karena itu, banyak sahabat Nabi
yang berusaha mencegahnya dan melarangnya berangkat ke Irak. Husein pun
menyadari hal itu dan ia sempat hendak pulang, namun anak-anak Muslim bin Aqil
memintanya mengambil sikap atas terbunuhnya ayah mereka. Husein dengan penuh
tanggung jawab tidak lari dari permasalahan ini. Dari peristiwa ini tampaklah kezaliman
dan kesombongan orang-orang Kufah (Syiah-nya Husein) terhadapahlul
bait Nabi alaihumu ash-shalatu wa salam.
Sekiranya Husein alaihissalam menuruti nasihat para sahabat tentu tidak terjadi
peristiwa ini, akan tetapi Allah telah menetapkan takdirnya. Terbunuhnya Husein ini
tentu saja tidak sebesar peristiwa terbunuhnya para Nabi, semisal dipenggalnya kepala
Nabi Yahya oleh seorang raja, karena calon istri raja tersebut meminta kepala Nabi
Yahya bin Zakariya sebagai mahar pernikahan. Demikian juga dibunuhnya Nabi
Zakariya oleh Bani Israil, dan nabi-nabi lainnya. Demikian juga dengan dibunuhnya
Umar dan Utsman. Semua kejadian itu lebih besar dibanding dengan peristiwa
dibunuhnya Husein alaihissalam.

Bagaimana Sikap Kita Terhadap Peristiwa Karbala?


Tidak diperbolehkan bagi umat Islam, apabila disebutkan tentang kematian Husein,
maka ia meratap dengan memukul-mukul pipi atau merobek-robek pakaian, atau bentuk
ratapan yang semisalnya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Bukan
termasuk golongan kami, orang-orang yang menampar-nampar pipi dan merobek saku
bajunya. (HR. Bukhari).
Seorang muslim yang baik, apabila mendengar musibah ini hendaknya ia mengatakan
sebuah kalimat yang Allah tuntunkan dalam firman-Nya,





Orang-orang yang apabila mereka ditimpa musibah, mereka mengtakan sesungguhnya
kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami akan kembali. (QS. Al-Baqarah:
155)
Tidak pernah diriwayatkan bahwa Ali bin Husein atau putranya Muhammad, atau Jafar
ash-Shadiq atau Musa bin Jafar radhiallahu anhum, para imam dari kalangan ahlul
bait maupun selain mereka pernah memukul-mukul pipi mereka, atau merobek-robek
pakaian atau berteriak-teriak, dalam rangka meratapi kematian Husein. Tirulah mereka
kalau engkau tidak bisa serupa dengan mereka, karena meniru orang-orang yang mulia
itu adalah kemuliaan.
Tidak seperti orang-orang yang mengaku Syiah (pembela) Husein, Syiahnya ahlul
bait Nabi pada hari ini, mereka merusak anggota tubuh, memukul kepala dan tubuh
dengan pedang dan rantai, mereka katakan kami bangga menyucurkan darah bersama
Husein. Demi Allah, sekiranya mereka berada pada hari dimana Husein terbunuh
mereka akan turut serta dalam kelompok pembunuh Husein karena mereka adalah
orang-orang yang selalu berhianat.
7

Posisi Yazid Dalam Peristiwa Ini


Dalm permasalahan ini, Yazid sama sekali tidak turut campur. Aku mengatakan hal ini
bukan untuk membela Yazid tetapi hanya untuk mendudukan permasalahan yang
sebenarnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, Yazid bin Muawiyah tidak
memerintahkan untuk membunuh Husein. Ini adalah kesepatakan para ahli sejarah.
Yazid hanya memerintahkan Ubaidullah bin Ziyad agar mencegah Husein untuk
memasuki wilayah Irak. Ketika Yazid mendengar tewasnya Husein, Yazid pun terkejut
dan menangis. Setelah itu Yazid memuliakan keluarga Husein dan mengamankan
anggota keluarga yang tersisa sampai ke daerah mereka. Adapun riwayat yang
menyatakan bahwa Yazid merendahkan perempuan-perempuanahlul bait lalu
membawa mereka ke Syam, ini adalah riwayat yang batil. Bani Umayyah (keluarga
Yazid) selalu memuliakan Bani Hasyim (keluarga Rasulullah).
Sebelumnya Yazid telah mengirim surat kepada Husein ketika di Mekah, ternyata saat
surat itu tiba Husein telah berangkat menuju Irak. Surat itu berisikan syair dari Yazid
untuk melunakkan hati Husein agar tidak berangkat ke Irak dan Yazid juga menyatakan
kedekatan kekerabatan mereka. Bibi Yazid, Ummu Habibah adalah istri Rasulullah dan
kakek (Jawa: mbah buyut) Yazid dan Husein adalah saudara kembar.
Kepala Husein
Tidak ada riwayat yang shahih yang menyatakan bahwa kepala Husein dikirim kepada
Yazid di Syam. Husein tewas di Karbala dan kepalanya didatangkan kepada Ubaidullah
bin Ziyad. Tidak diketahui dimana makamnya dan makam kepalanya.
Wallahu Taala ala wa alam, wa shallallahu ala nabiyyina muhammad wa ala aalihi
wa shohbihi ajmain.
Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan dalam kitab Aqidah al-Wasithiyyah
: "Ahlussunnah menahan lidah dari permasalahan atau pertikaian yang
terjadi diantara para Sahabat Radhiyallahu 'anhum. Dan mereka juga
8

mengatakan: Sesungguhnya riwayat-riwayat yang dibawakan dan sampai


kepada kita tentang keburukan-keburukan para Sahabat Radhiyallahu
'anhum (pertikaian atau peperangan) ada yang dusta dan ada juga yang
ditambah, dikurangi dan dirubah dari aslinya (serta ada pula yang shahihpen). Riwayat yang shahih. menyatakan, bahwa para Sahabat Radhiyallahu
'anhum ini ma'dzrn (orang-orang yang diberi udzur). Baik dikatakan
karena mereka itu para mujtahid yang melakukan ijtihad dengan benar
ataupun juga para mujtahid yang ijtihadnya keliru.[1]
Ahlussunah wal Jama'ah memposisikan riwayat-riwayat ini. Ketiga riwayat
ini bertebaran dalam kitab-kitab tarikh (sejarah). Dan ini mencakup semua
kejadian dalam sejarah Islam, termasuk kisah pembunuhan Husain bin Ali
Radhiyallahu 'anhuma di Karbala. Sebagian besar riwayat tentang peristiwa
menyedihkan ini adalah kebohongan belaka. Sebagian lagi dhaif dan ada
juga yang shahih. Riwayat yang dinyatakan shahih oleh para ulama ahli
hadits yang bersesuaian dengan kaidah ilmiah dalam ilmu hadits, inilah yang
wajib dijadikan pedoman dalam mengetahui apa yang terjadi sebenarnya.
Dari sini, kita dapat memahami betapa sanad itu sangat penting untuk
membungkam para pendusta dan membongkar niat busuk mereka.
Sufyan ats-Tsauri rahimahullah mengatakan, "Sanad itu senjata kaum
muslimin, jika dia tidak memiliki senjata lalu apa yang dia pergunakan
dalam berperang" Perkataan ini diriwayatkan oleh al-Hkim dalam kitab alMadkhal.
'Abdullah bin Mubrak rahimahullah mengatakan, "Sanad ini termasuk
bagian dari agama. kalau tidak ada isnad, maka siapapun bisa berbicara
semaunya." Perkataan ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam
Muqaddimah kitab Shahih beliau rahimahullah.
Di tempat yang sama, Imam Muslim raimahullah juga membawakan
perkataan Ibnu Srin, "Dahulu, mereka tidak pernah bertanya tentang
sanad. Ketika fitnah mulai banyak, mereka mengatakan, "Sebutkanlah nama
orang-orangmu yang meriwayatkannya" !
KRONOLOGI TERBUNUHNYA HUSAIN RADHIYALLAHU 'ANHUMA
Berkait dengan peristiwa Karbala, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullah mengatakan, "Orang-orang yang meriwayatkan pertikaian
Husain Radhiyallahu 'anhu telah memberikan tambahan dusta yang sangat
banyak, sebagaimana juga mereka telah membubuhkan dusta pada
peristiwa pembunuhan terhadap 'Utsman Radhiyallahu 'anhu, sebagaimana
9

mereka juga memberikan tambahan cerita (dusta) pada peristiwa-peristiwa


yang ingin mereka besar-besarkan, seperti dalam riwayat mengenai
peperangan, kemenangan dan lain sebagainya. Para penulis tentang berita
pembunuhan Husain Radhiyallahu 'anhu, ada diantara mereka yang
merupakan ahli ilmu (ulama) seperti al-Baghawi rahimahullah dan Ibnu Abi
Dun-ya dan lain sebagainya. Namun demikian, diantara riwayat yang
mereka bawakan ada yang terputus sanadnya. Sedangkan yang
membawakan cerita tentang peristiwa ini dengan tanpa sanad,
kedustaannya sangat banyak"[2]
Oleh karenanya, dalam pembahasan tentang peristiwa ini perlu diperhatikan
sanadnya.
RIWAYAT SHAHIH TENTANG PERISTIWA KARBALA
Riwayat yang paling shahih ini dibawakan oleh Imam al-Bukhri, no, 3748 :
















"Aku diberitahu oleh Muhammad bin Husain bin Ibrhm, dia mengatakan :
aku diberitahu oleh Husain bin Muhammad, kami diberitahu oleh Jarr dari
Muhammad dari Anas bin Mlik Radhiyallahu 'anhu, dia mengatakan :
Kepala Husain dibawa dan didatangkan kepada 'Ubaidullah bin Ziyd[3].
Kepala itu ditaruh di bejana. Lalu 'Ubaidullah bin Ziyd menusuk-nusuk
(dengan pedangnya) seraya berkomentar sedikit tentang ketampanan
Husain. Anas Radhiyallahu 'anhu mengatakan, "Diantara Ahlul bait, Husain
adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam." Saat itu, Husain Radhiyallahu 'anhu disemir rambutnya dengan
wasmah (tumbuhan, sejenis pacar yang condong ke warna hitam)"
Kisahnya, Husain bin Ali Radhiyallahu 'anhuma tinggal di Mekah bersama
beberapa Shahabat, seperti Ibnu 'Abbs dan Ibnu Zubair Radhiyallahu
'anhuma. Ketika Muawiyah Radhiyallahu 'anhu meninggal dunia pada tahun
60 H, anak beliau Yazd bin Muwiyah menggantikannya sebagai imam kaum
muslimin atau khalifah. Saat itu, penduduk Irak yang didominasi oleh
pengikut 'Ali Radhiyallahu 'anhu menulis surat kepada Husain Radhiyallahu
'anhuma meminta beliau Radhiyallahu 'anhuma pindah ke Irak. Mereka
berjanji akan membai'at Husain Radhiyallahu 'anhuma sebagai khalifah
karena mereka tidak menginginkan Yazd bin Muwiyah menduduki jabatan
Khalifah. Tidak cukup dengan surat, mereka terkadang mendatangi Husain
10

Radhiyallahu 'anhuma di Mekah mengajak beliau Radhiyallahu 'anhu


berangkat ke Kufah dan berjanji akan menyediakan pasukan. Para Sahabat
seperti Ibnu Abbs Radhiyallahu 'anhuma kerap kali menasehati Husain
Radhiyallahu 'anhuma agar tidak memenuhi keinginan mereka, karena ayah
Husain Radhiyallahu 'anhuma, Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu, dibunuh
di Kufah dan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu khawatir mereka membunuh
Husain juga disana. Husain Radhiyallahu 'anhuma mengatakan, "Saya sudah
melakukan istikharah dan akan berangkat kesana".
.
Sebagian riwayat menyatakan bahwa beliau Radhiyallahu 'anhuma
mengambil keputusan ini karena belum mendengar kabar tentang
sepupunya Muslim bin 'Aqil yang telah dibunuh di sana.
Akhirnya, berangkatlah Husain Radhiyallahu 'anhuma bersama keluarga
menuju Kufah.
Sementara di pihak yang lain, 'Ubaidullah bi n Ziyd diutus oleh Yazid bin
Muawiyah untuk mengatasi pergolakan di Irak. Akhirnya, 'Ubaidullah dengan
pasukannya berhadapan dengan Husain Radhiyallahu 'anhuma bersama
keluarganya yang sedang dalam perjalanan menuju Irak. Pergolakan ini
sendiri dipicu oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan Husain
Radhiyallahu 'anhuma. Dua pasukan yang sangat tidak imbang ini bertemu,
sementara orang-orang Irak yang membujuk Husain Radhiyallahu 'anhuma,
dan berjanji akan membantu dan menyiapkan pasukan justru melarikan diri
meninggalkan Husain c dan keluarganya berhadapan dengan pasukan
Ubaidullah. Sampai akhirnya, terbunuhlah Husain Radhiyallahu 'anhuma
sebagai orang yang terzhalimi dan sebagai syahid. Kepalanya dipenggal lalu
dibawa kehadapan 'Ubaidullah bin Ziyd dan kepala itu diletakkan di bejana.
Lalu 'Ubaidullah yang durhaka[4] ini kemudian menusuk-nusuk hidung,
mulut dan gigi Husain, padahal di situ ada Anas bin Mlik, Zaid bin Arqam
dan Abu Barzah al-Aslami Radhiyallahu 'anhum. Anas Radhiyallahu 'anhu
mengatakan, "Singkirkan pedangmu dari mulut itu, karena aku pernah
melihat mulut Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mencium mulut itu!"
Mendengarnya, orang durhaka ini mengatakan, "Seandainya saya tidak
melihatmu sudah tua renta yang akalnya sudah sudah rusak, maka pasti
kepalamu saya penggal."
Dalam riwayat at- Tirmidzi dan Ibnu Hibbn dari Hafshah binti Sirn dari
Anas Radhiyallahu 'anhu dinyatakan :

11



"Lalu 'Ubaidullah mulai menusukkan pedangnya ke hidung Husain
Radhiyallahu 'anhu".
Dalam riwayat ath-Thabrni rahimahullah dari hadits Zaid bin Arqam
Radhiyallahu 'anhu :






"Lalu dia mulai menusukkan pedang yang di tangannya ke mata dan hidung
Husain Radhiyallahu 'anhu. Aku (Zaid bin Arqam) mengatakan, "Angkat
pedangmu, sungguh aku pernah melihat mulut Rasulullah (mencium) tempat
itu".
Demkian juga riwayat yang disampaikan lewat jalur Anas bin Mlik
Radhiyallahu 'anhu :


" : ,



Aku (Anas bin Malik) mengatakan kepadanya, "Sungguh aku telah melihat
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mencium tempat dimana engkau
menaruh pedangmu itu." Lalu Ubaidullah mengangkat pedangnya.
Demikianlah kejadiannya, setelah Husain Radhiyallahu 'anhuma terbunuh,
kepala beliau Radhiyallahu 'anha dipenggal dan ditaruh di bejana. Dan mata,
hidung dan gigi beliau Radhiyallahu 'anhu ditusuk-tusuk dengan pedang.
Para Sahabat Radhiyallahu anhum yang menyaksikan hal ini meminta
kepada 'Ubaidullah orang durhaka ini, agar menyingkirkan pedang itu,
karena mulut Rasulullah pernah menempel tempat itu. Alangkah tinggi rasa
hormat mereka kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan alangkah
sedih hati mereka menyaksikan cucu Rasulullah Shallallahu 'aiahi wa sallam,
orang kesayangan beliau n dihinakan di depan mata mereka.
Dari sini, kita mengetahui betapa banyak riwayat palsu tentang peristiwa ini
yang menyatakan bahwa kepala Husain Radhiyallahu 'anhuma diarak sampai
diletakkan di depan Yazid rahimahullah. Para wanita dari keluarga Husain
Radhiyallahu 'anhuma dikelilingkan ke seluruh negeri dengan kendaaraan
tanpa pelana, ditawan dan dirampas. Semua ini merupakan kepalsuan yang
dibuat Rafidhah (Syiah). Karena Yazid t saat itu sedang berada di Syam,
sementara kejadian memilukan ini berlangsung di Irak.
12

Syaikhul Islam Taimiyyah rahimahullah mengatakan, "Dalam riwayat dengan


sanad yang majhul dinyatakan bahwa peristiwa penusukan ini terjadi di
hadapan Yazid, kepala Husain Radhiyallahu 'anhuma dibawa kehadapannya
dan dialah yang menusuk-nusuknya gigi Husain Radhiyallahu 'anhuma.
Disamping dalam cerita (dusta) ini terdapat isyarat yang menunjukkan
bahwa cerita ini bohong, maka (untuk diketahui juga-red) para Sahabat
yang menyaksikan peristiwa penusukan ini tidak berada di Syam, akan
tetapi di negeri Irak. Justru sebaliknya, riwayat yang dibawakan oleh
beberapa orang menyebutkan bahwa Yazid tidak memerintahkan 'Ubaidullah
untuk membunuh Husain."[5]
Yazid rahimahullah sangat menyesalkan terjadinya peristiwa menyedihkan
itu. Karena Mu'awiyah berpesan agar berbuat baik kepada kerabat
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka, saat mendengar kabar bahwa
Husain dibunuh, mereka sekeluarga menangis dan melaknat 'Ubaidullah.
Hanya saja dia tidak menghukum dan mengqisas 'Ubaidullah, sebagai wujud
pembelaan terhadap Husain secara tegas.[6]
Jadi memang benar, Husain Radhiyallahu 'anhuma dibunuh dan kepalanya
dipotong, tapi cerita tentang kepalanya diarak, wanita-wanita dinaikkan
kendaraan tanpa pelana dan dirampas, semuanya dhaif (lemah). Alangkah
banyak riwayat dhaif serta dusta seputar kejadian menyedihkan ini
sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di atas.
Kemudian juga, kisah pertumpahan darah yang terjadi di Karbala ditulis dan
diberi tambahan-tambahan dusta. Tambahan-tambahan dusta ini bertujuan
untuk menimbulkan dan memunculkan fitnah perpecahan di tengah kaum
muslimin. Sebagian dari kisah-kisah dusta itu bisa kita dapatkan dalam kitab
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Minhjus Sunnah IV/517
dan 554, 556 :
- Ketika Hari pembunuhan terhadap Husain, langit menurunkan hujan darah
lalu menempel di pakaian dan tidak pernah hilang dan langit nampak
berwarna merah yang tidak pernah terlihat sebelum itu.
- Tidak diangkat sebuah batu melainkan di bawahnya terdapat darah
penyembelihan Husain Radhiyallahu 'anhuma.
- Kemudian mereka juga menisbatkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam sebuah perkataan yang berbunyi :

13

Mereka ini adalah titipanku pada kalian, kemudian Allah Azza wa Jalla
menurunkan ayat :
"Katakanlah:"Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku
kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan" [asy Syr/42:23]
Riwayat ini dibantah oleh para ulama diantaranya Ibnu Taimiyyah
rahimahullah dengan mengatakan, "Apa masuk di akal, Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam menitipkan kepada makhluk padahal Allah Azza
wa Jalla tempat penitip yang terbaik. Sedangkan ayat di atas yang mereka
anggap diturunkan Allah Azza wa Jalla berkenaan dengan peristiwa
pembunuhan Husain Radhiyallahu 'anhuma, maka ini juga merupakan satu
bentuk kebohongan. Karena ayat ini terdapat dalam surat as-Syr dan
surat ini Makkiyah. Allah Azza wa Jalla menurunkan surat ini sebelum Ali
Radhiyallahu 'anhu dan Fathimah Radhiyallahu anha menikah.
HUSAIN RADHIYALLAHU 'ANHUMA TERBUNUH SEBAGAI ORANG YANG
TERZHALIMI DAN MATI SYAHID
Ini merupakan keyakinan Ahlussunnah. Pendapat ini berada diantara dua
pendapat yang saling berlawanan. Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan,
"Tidak disangsikan lagi bahwa Husain Radhiyallahu 'anhuma terbunuh dalam
keadaan terzhalimi dan syahid. Pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu
'anhuma merupakan tindakan maksiat kepada Allah Azza wa Jalla dan rasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam dari para pelaku pembunuhan dan orangorang yang membantu pembunuhan ini. Di sisi lain, merupakan musibah
yang menimpa kaum muslimin, keluarga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam dan yang lainnya. Husain Radhiyallahu 'anhuma berhak mendapatkan
gelar syahid, kedudukan dan derajat ditinggikan".[7]
Kemudian, di halaman yang sama, Ibnu Taimiyyah rahimahullah
mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu 'anhuma
tidak lebih besar daripada pembunuhan terhadap para rasul. Allah Azza wa
Jalla telah memberitahukan bahwa bani Israil telah membunuh para nabi
tanpa alasan yang benar. Pembunuhan terhadap para nabi itu lebih besar
dosanya dan merupakan musibah yang lebih dahsyat. Begitu pula
pembunuhan terhadap 'Ali Radhiyallahu 'anhu (bapak Husain Radhiyallahu
'anhuma) lebih besar dosa dan musibahnya, termasuk pembunuhan
terhadap 'Utsman juga Radhiyallahu 'anhu.
Ini merupakan bantahan telak bagi kaum Syi'ah yang meratapi kematian
14

Husain Radhiyallahu 'anhuma, namun, tidak meratapi kematian para nabi .


Padahal pembunuhan yang dilakukan oleh bani Israil terhadap para nabi
tanpa alasan yang benar lebih besar dosa dan musibahnya. Ini juga
menunjukkan bahwa mereka bersikap ghuluw (melampau batas) kepada
Husain Radhiyallahu 'anhu.
Sikap ghuluw ini mendorong mereka membuat berbagai hadits palsu.
Misalnya, riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam menyatakan, pembunuh Husain Radhiyallahu 'anhu akan berada di
tabut (peti yang terbuat dari api), dia mendapatkan siksa setengah siksa
penghuni neraka, kedua tangan dan kakinya diikat dengan rantai dari api
neraka, ditelungkupkan sampai masuk ke dasar neraka dan dalam keadaan
berbau busuk, penduduk neraka berlindung dari bau busuk yang keluar dari
orang tersebut dan dia kekal di dalamnya.
Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah rahimahullah mengomentari riwayat ini
dengan mengatakan, "Hadits ini termasuk di antara riwayat yang berasal
dari para pendusta".
MENYIKAPI PERISTIWA KARBALA
Menyikapi peristiwa wafatnya Husain Radhiyallahu 'anhuma, umat manusia
terbagi menjadi tiga golongan. Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan,
"Dalam menyikapi peristiwa pembunuhan Husain Radhiyallahu 'anhuma,
manusia terbagi menjadi tiga : dua golongan yang ekstrim dan satu berada
di tengah-tengah.
Golongan Pertama : Mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Husain
Radhiyallahu 'anhuma itu merupakan tindakan benar. Karena Husain
Radhiyallahu 'anhuma ingin memecah belah kaum muslimin. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :


"Jika ada orang yang mendatangi kalian dalam keadaan urusan kalian
berada dalam satu pemimpin lalu pendatang hendak memecah belah
jama'ah kalian, maka bunuhlah dia" [8]
Kelompok pertama ini mengatakan bahwa Husain Radhiyallahu 'anhuma
datang saat urusan kaum muslimin berada di bawah satu pemimpin (yaitu
Yazid bin Muawiyah) dan Husain Radhiyallahu 'anhuma hendak memecah
belah umat.
15

Sebagian lagi mengatakan bahwa Husain Radhiyallahu 'anhuma merupakan


orang pertama yang memberontak kepada penguasa.. Kelompok ini
melampaui batas, sampai berani menghinakan Husain Radhiyallahu
'anhuma. Inilah kelompok 'Ubaidullah bin Ziyd, Hajjj bin Yusf dan lainlain. Sedangkan Yazid bin Muwiyah rahimahullah tidak seperti itu. Meskipun
tidak menghukum 'Ubaidullah, namun ia tidak menghendaki pembunuhan
ini.
Golongan Kedua : Mereka mengatakan Husain Radhiyallahu 'anhu adalah
imam yang wajib ditaati; tidak boleh menjalankan suatu perintah kecuali
dengan perintahnya; tidak boleh melakukan shalat jama'ah kecuali di
belakangnya atau orang yang ditunjuknya, baik shalat lima waktu ataupun
shalat Jum'at dan tidak boleh berjihad melawan musuh kecuali dengan
idzinnya dan lain sebagainya. [9]
Kelompok pertama dan kedua ini berkumpul di Irak. Hajjj bin Ysuf adalah
pemimpin golongan pertama. Ia sangat benci kepada Husain Radhiyallahu
'anhuma dan merupakan sosok yang zhalim. Sementara kelompok kedua
dipimpin oleh Mukhtr bin Abi 'Ubaid yang mengaku mendapat wahyu dan
sangat fanatik dengan Husain Radhiyallahu 'anuhma. Orang inilah yang
memerintahkan pasukannya agar menyerang dan membunuh 'Ubaidullah bin
Ziyad dan memenggal kepalanya.
Golongan Ketiga : Yaitu Ahlussunnah wal Jama'ah yang tidak sejalan dengan
pendapat golongan pertama, juga tidak dengan pendapat golongan kedua.
Mereka mengatakan bahwa Husain Radhiyallahu 'anhuma terbunuh dalam
keadaan terzhalimi dan mati syahid. Inilah keyakinan Ahlussunnah wal
Jama'ah, yang selalu berada di tengah antara dua kelompok.
Ahlussunnah mengatakan Husain Radhiyallahu 'anhuma bukanlah
pemberontak. Sebab, kedatangannya ke Irak bukan untuk memberontak.
Seandainya mau memberontak, beliau Radhiyallahu 'anhuma bisa
mengerahkan penduduk Mekah dan sekitarnya yang sangat menghormati
dan menghargai beliau Radhiyallahu 'anhuma. Karena, saat beliau
Radhiyallahu 'anhuma di Mekah, kewibaannya mengalahkan wibawa para
Sahabat lain yang masih hidup pada masa itu di Mekkah. Beliau
Radhiyallahu 'anhuma seorang alim dan ahli ibadah. Para Sahabat sangat
mencintai dan menghormatinya. Karena beliaulah Ahli Bait yang paling
besar.

16

Jadi Husain Radhiyallahu 'anhuma sama sekali bukan pemberontak. Oleh


karena itu, ketika dalam perjalanannya menuju Irak dan mendengar
sepupunya Muslim bin 'Aql dibunuh di Irak, beliau Radhiyallahu 'anhuma
berniat untuk kembali ke Mekkah. Akan tetapi, beliau Radhiyallahu 'anhuma
ditahan dan dipaksa oleh penduduk Irak untuk berhadapan dengan pasukan
'Ubaidullah bin Ziyd. Akhirnya, beliau Radhiyallahu 'anhuma tewas
terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan mati syahid.
SETAN MENYEBARKAN BID'AH
Syaikhul Islam mengatakan[10], "Dengan sebab kematian Husain
Radhiyallahu 'anhuma, setan memunculkan dua bid'ah di tengah manusia.
Pertama : Bid'ah kesedihan dan ratapan para hari Asyra (di negeri kita ini,
acara bid'ah ini sudah mulai diadakan-pen) seperi menampar-nampar,
berteriak, merobek-robek, sampai-sampai mencaci maki dan melaknat
generasi Salaf, memasukkan orang-orang yang tidak berdosa ke dalam
golongan orang yang berdosa. (Para Sahabat seperti Abu Bakar dan Umar
dimasukkan, padahal mereka tidak tahu apa-apa dan tidak memiliki andil
dosa sedikit pun. Pihak yang berdosa adalah yang terlibat langsung kala itu).
Mereka sampai mereka berani mencaci Sbiqnal awwaln. Kemudian
riwayat-riwayat tentang Husain Radhiyallahu 'anhuma dibacakan yang
kebanyakan merupakan kebohongan. Karena tujuan mereka adalah
membuka pintu fitnah (perpecahan) di tengah umat.
Kemudian Syaikhul Islam rahimahullah juga mengatakan , "Di Kufah, saat
itu terdapat kaum yang senantiasa membela Husain Radhiyallahu 'anhuma
yang dipimpin oleh Mukhtr bin Abi 'Ubaid al-Kadzdzb (karena dia mengaku
mendapatkan wahyu-pen). Di Kufah juga terdapat satu kaum yang
membenci 'Ali dan keturunan beliau Radhiyallahu 'anhum. Di antara
kelompok ini adalah Hajjj bin Ysuf ats-Tsaqafi. Dalam sebuah hadits
shahh dijelaskan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Akan ada di suku Tsaqif seorang pendusta dan perusak"
Orang Syi'ah yang bernama Mukhtr bin Abi 'Ubaid itulah sang pendusta .
Sedangkan sang perusak adalah al-Hajjaj. Yang pertama membuat bid'ah
kesedihan, sementara yang kedua membuat bid'ah kesenangan. Kelompok
kedua ini pun meriwayatkan hadits yang menyatakan bahwa barangsiapa
melebihkan nafkah keluarganya pada hari 'Asyra, maka Allah Azza wa Jalla
17

melonggarkan rezekinya selama setahun itu."


Juga hadits, "barangsiapa memakai celak pada hari 'Asyra, maka tidak
akan mengalami sakit mata pada tahun itu dan lain sebagainya.
Kedua : Bida'ah yang kedua adalah bid'ah kesenangan pada hari Asyura :
Karena itu, para khatib yang sering membawakan riwayat ini - karena
ketidaktahuannya tentang ilmu riwayat atau sejarah - , sebenarnya secara
tidak langsung, masuk ke dalam kelompok al-Hajjj, kelompok yang sangat
membenci Husain Radhiyallahu 'anhuma. Padahal wajib bagi kita meyakini
bahwa Husain Radhiyallahu 'anhuma terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan
mati syahid. Dan wajib bagi kita mencintai Sahabat yang mulia ini dengan
tanpa melampaui batas dan tanpa mengurangi haknya, tidak mengatakan
Husain Radhiyallahu anhuma seorang imam yang ma'sum (terbebas dari
semua kesalahan), tidak pula mengatakan bahwa pembunuhan terhadap
Husain Radhiyallahu anhuma itu adalah tindakan yang benar. Pembunuhan
terhadap Husain Radhiyallahu 'anhuma adalah tindakan maksiat kepada
Allah dan RasulNya.
Itulah sekilas mengenai beberapa permasalahan yang berhubungan dengan
peristiwa pembunuhan Husain Radhiyallahu 'anhuma. Semoga bermanfaat
dan memberikan pencerahan. Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla
agar menghindarkan kita semua dari berbagai fitnah yang disebarkan oleh
setan dan para tentaranya.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XII/1430H/2009M.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Syarhu al'Aqidah al-Wsithiyyah Syaikh Sholeh al-Fauzan hal.198,
[2]. Minhjus Sunnah (IV/556)
[3]. Komandan pasukan yang memerangi Husain, pada tahun 60-61 H di
Irak di sebuah daerah yang bernama Karbala
[4]. Ia disebut orang durhaka, karena dia tidak diperintah untuk membunuh
Husain Radhiyallahu 'anhuma, namun melakukannya.
[5]. Minhjus Sunnah (IV/557)
[6]. Lihat Minhjus Sunnah (V/557-558)
[7]. Minhjus Sunnah (IV/550)
[8]. HR. Muslim, kitabul Imrah

18

[9]. Minhjus Sunnah (IV/553)


[10]. IV/554

19

Anda mungkin juga menyukai