Anda di halaman 1dari 23

KRITIK ARSITEKTUR DAN TEORI

PERILAKU

Jenis Kritik Arsitektur


1. Kritik Normatif
Kritik ini berdasarkan pada pedoman baku normatif. Kritik normatif mempunyai
dasar berupa doktrin, sistem, tipe atau ukuran tertentu. Kritik ini bergantung pada
keyakinan yang digunakan sebagai pedoman baku untuk menilai rancangan
bangunan atau kota.
Hakikat kritik normatif adalah adanya keyakinan (conviction) bahwa di lingkungan
dunia manapun, bangunan dan wilayah perkotaan selalu dibangun melalui suatu
model, pola, standard atau sandaran sebagai sebuah prinsip. Dan melalui ini kualitas
dan kesuksesan sebuah lingkungan binaan dapat dinilai. Norma bisa jadi berupa
standar yang bersifat fisik, tetapi adakalanya juga bersifat kualitatif dan tidak dapat
dikuantifikasikan. Norma juga berupa sesuatu yang tidak konkrit dan bersifat umum
dan hampir tidak ada kaitannya dengan bangunan sebagai sebuah benda konstruksi.
Karena kompleksitas, abstraksi dan kekhususannya kritik normatif perlu dibedakan
dalam metode sebagai berikut :

a. Doktrin ( satu norma yang bersifat general, pernyataan prinsip yang tak terukur)
b. Sistem ( suatu norma penyusunan elemen-elemen yang saling berkaitan untuk satu
tujuan)
c. Tipe ( suatu norma yang didasarkan pada model yang digenralisasi untuk satu
kategori bangunan spesifik)
d. Ukuran ( sekumpulan dugaan yang mampu mendefinisikan bangunan dengan baik
secara kuantitatif)

a. D O K T R I N A L

Doktrin sebagai dasar dalam pengambilan keputusan desain arsitektur yang


berangkat dari keterpesonaan dalam sejarah arsitektur.

Sejarah arsitektur dapat meliputi : nilai estetika, etika, ideologi dan seluruh
aspek budaya yang melekat dalam pandangan masyarakat.

Melalui sejarah, kita mengenal terjadinya bentuk dalam arsitektur melalui


norma yang berkembang seperti :
o Form Follow Function
o Function Follow Form
o Form Follow Culture
o Form Follow World View
o Less is More
o Less is Bore
o Big is beauty
o Buildings should be what they wants to be

o Building should express : Structure, Function, Aspiration, Construction


Methods, Regional Climate and Material
o Ornament is Crime
o Ornament makes a sense of place, genius loci or extence of architecture.

Doktrin bersifat tunggal dalam titik pandangnya dan biasanya mengacu pada
satu ISME yang dianggap paling baik untuk mengukur kualifikasi arsitektur
yang diharapkan.

Tidak etik menggunakan keberhasilan arsitektur masa lalu untuk bangunan


fungsi mutakhir

Tidak etik memperlakukan teknologi secara berbeda dari yang dilakukan


sebelumnya

Jika akan mereproduce objek yang muncul pada masa lalu untuk masa kini
harus dipandang secara total dan dengan cara pandang yang tepat

Bahwa desain arsitektur selalu mengekspresikan keputusan desain yang tepat

Secara sosial bangunan akan tercela bila ia merepresentasikan sikap


seseorang dan tidak didasarkan pada hasrat yang tumbuh dari kebutuhan
masyarakatnya

b. S I S T E M A T I K

Bagi Kritikus dan Desainer bergantung pada hanya satu doktrin sangat riskan
untuk mendukung satu keputusan desain

Menggantungkan pada hanya satu prinsip akan mudah diserang sebagai :


menyederhanakan (simplistic), tidak mencukupi (inadequate) atau kadaluarsa
(out of dated )

Alternatifnya adalah bahwa ada jalinan prinsip dan faktor yang dapat
dibangun sebagai satu system untuk dapat menegaskan rona bangunan dan
kota.

Systematic Criticsm dipandang cukup lebih baik daripada doktrin yang tunggal
untuk dihadapkan pada kompleksitas kebutuhan dan pengalaman manusia

c. T E R U K U R
Kritik terukur menyatakan satu penggunaan bilangan atau angka hasil berbagai
macam observasi sebagai cara menganalisa bangunan melalui hukum-hukum
matematika tertentu. Norma yang terukur digunakan untuk memberi arah yang
lebih kuantitatif. Hal ini merupakan satu bentuk analogi dari ilmu pengetahuan
alam yang diformulasikan untuk tujuan kendali rancangan arsitektural.

Pengolahan melalui statistik atau teknik lain secara matematis dapat


mengungkapkan informasi baru tentang objek yang terukur dan wawasan
tertentu dalam studi arsitektur.

Perbedaan dari kritik normatif yang lain adalah terletak pada metode yang
digunakan yang berupa standardisasi desain yang sangat kuantitatif dan terukur
secara amtematis.

Bilangan atau standard pengukuran secara khusus memberi norma bagaimana


bangunan diperkirakan pelaksanaannya.

Standardisasi pengukuran dalam desain bangunan dapat berupa :


a. Ukuran batas minimum atau maksimum
b. Ukuran batas rata-rata (avarage)
c. Kondisi-kondisi yang dikehendaki

Adakalanya standard dalam pengukuran tidak digunakan secara eksplisit sebagai


metoda kritik karena masih belum cukup memenuhi syarat kritik sebagai sebuah
norma

Norma atau standard yang digunakan dalam kritik terukur bergantung pada
ukuran minimum/maksimum, rata-rata atau kondisi yang dikehendaki yang
selalu merefleksikan berbagai tujuan dari bangunan itu sendiri.

Tujuan dari bangunan biasanya diuraikan dalam tiga ragam petunjuk sebagai
berikut:
1. Tujuan Teknis ( Technical Goals)
Kesuksesan bangunan dipandang dari segi standardisasi ukurannya secara
teknis. Contoh : Sekolah, dievaluasi dari segi pemilihan dinding interiornya.
Pertimbangan yang perlu dilakukan adalah :

a. Stabilitas Struktur
- Daya tahan terhadap beban struktur
- Daya tahan terhadap benturan
- Daya dukung terhadap beban yang melekat terhadap bahan
- Ketepatan instalasi elemen-elemen yang di luar sistem
b. Ketahanan Permukaan Secara Fisik

- Ketahanan permukaan
- Daya tahan terhadap gores dan coretan
- Daya serap dan penyempurnaan air
c. Kepuasan Penampilan dan Pemeliharaan
- Kebersihan dan ketahanan terhadap noda
- Timbunan debu yang mungkin menempel
- Kemudahan dalam penggantian terhadap elemen-elemen yang rusak
- Kemudahan dalam pemeliharaan baik terhadap noda atau kerusakan
teknis dan alami.
2. Tujuan Fungsi ( Functional Goals)
Berkait pada penampilan bangunan sebagai lingkungan aktifitas yang khusus
maka ruang harus dipenuhi melalui penyediaan suatu area yang dapat
digunakan untuk aktifitas tersebut.
Pertimbangan yang diperlukan :
-

Keberlangsungan fungsi dengan baik

Khusus yang perlu dipenuhi

Kondisi-kondisi khusus yang harus diciptakan

Kemudahan-kemudahan penggunaan

Pencapaian dan sebagainya.

3. Tujuan Perilaku ( Behavioural Goals)


Bangunan tidak saja bertujuan untuk menghasilkan lingkungan yang dapat
berfungsi dengan baik tetapi juga lebih kepada dampak bangunan terhadap

individu. Kognisi mental yang diterima oleh setiap orang terhadap kualitas
bentuk fisik bangunan.
d.

T I P I K A L

Studi tipe bangunan saat ini telah menjadi pusat perhatian para sejarawan
arsitektur. Hal ini dapat dipahami karena desain akan menjadi lebih mudah dengan
mendasarkannya pada type yang telah standard, bukan pada innovative originals
(keaslian inovasi).

Studi tipe bangunan lebih didasarkan pada kualitas, utilitas dan ekonomi dalam
lingkungan yang telah terstandarisasi dan kesemuanya dapat terangkum dalam
satu typologi.

Menurut Alan Colquhoun (1969), Typology & Design Method, in Jencks, Charles,
Meaning in Architecture, New York: G. Braziller :
Type pemecahan standard justru disebut sebagai desain inovatif. Karena dengan ini
problem dapat diselesaikan dengan mengembalikannya pada satu convensi (type
standard) untuk mengurangi kompleksitas.

March, Lionel and Philip Steadman (1974), The Geometry of Environment,


Cambridge : MIT Press, bahwa pendekatan tipopolgis dapat ditunjukkan melalui
tiga rumah rancangan Frank Lloyd Wright didasarkan atas bentuk curvilinear,
rectalinear dan triangular untuk tujuan fungsi yang sama.

Kritik Tipikal diasumsikan bahwa ada konsistensi dalam pola kebutuhan dan
kegiatan

manusia

yang

secara

pembangunan lingkungan fisik


Elemen Kritik Tipikal

tetap

dibutuhkan

untuk

menyelesaikan

Typical Criticsm didasarkan atas :


1. Struktural (Struktur)
Tipe ini didasarkan atas penilaian terhadap lingkungan dikaitkan dengan lingkungan
yang dibuat dengan material yang sama dan pola yang sama pula.
2. Function (Fungsi)
Hal ini didasarkan pada pembandingan lingkungan yang didesain untuk aktifitas
yang sama.
3. Form (Bentuk)

Diasumsikan bahwa ada tipe bentuk-bentuk yang eksestensial dan


memungkinkan untuk dapat dianggap memadai bagi fungsi yang sama pada
bangunan lain.

Penilaian secara kritis dapat difocuskan pada cara bagaimana bentuk itu
dimodifikasi dan dikembangkan variasinya.

Sebagai contoh bagaimana Pantheon telah memberi inspirasi bagi bentukbentuk bangunan yang monumental pada masa berikutnya.

2. Kritik Penafsiran
Kritik ini merupakan penafsiran dan bersifat pribadi. Kritik ini menafsirkan dengan
pandangannya sendiri dan bukan dengan pedoman-pedoman baku dari luar.
Tujuannya adalah untuk menjadikan oran lain melihat lingkungan buatan seperti
yang dilihatnya. Unsur kritik penafsiran ada 3, yaitu:
a. Kritik Pembelaan

Menafsirkan dengan menggunakan cara baru untuk memandang obyek,


biasanya dengan mengubah hiasan atau analogi yang kita gunakan untuk
mengamati obyek bangunan.
b. Kritik Evokatif
Mempunyai maksud menimbulkan perasaan atau emosi yang serupa dengan
yang dialami kritikan ketika mengamati bangunan atau suasana kota
c. Kritik Impresionistib
Kritikus menggunakan obyek yang diamati sebagai dasar untuk menciptakan
karya seni yang lain. Masih terdapat unsur penafsiran tetapi fokus kritikan
terletak pada penciptaan sesuatu yang baru.

3. Kritik Deskriptif
Bersifat tidak menilai, tidak menafsirkan, semata-mata membantu orang melihat
apa yang sesungguhnya ada. Kritik ini berusaha mencirikan fakta-fakta yang
menyangkut sesuatu lingkungan tertentu.
Dibanding metode kritik lain descriptive criticism tampak lebih nyata(factual)
* Deskriptif mencatat fakta-fakta pengalaman seseorang terhadap bangunan
atau kota
* Lebih bertujuan pada kenyataan bahwa jika kita tahu apa yang
sesungguhnya suatu kejadian dan proses kejadiannya maka kita dapat lebih
memahami makna bangunan.
* Lebih dipahami sebagai sebuah landasan untuk memahami bangunan
melalui berbagai unsur bentuk yang ditampilkannya
* Tidak dipandang sebagai bentuk to judge atau to interprete. Tetapi sekadar

metode untuk melihat bangunan sebagaimana apa adanya dan apa yang
terjadi di dalamnya.
Jenis Metode Kritik Deskriptif
* Depictive Criticism (Gambaran bangunan)
Static (Secara Grafis)
* Depictive criticism dalam aspek static memfokuskan perhatian pada
elemen-elemen bentuk (form), bahan (materials) dan permukaan (texture).
Dynamic (Secara Verbal)
Tidak seperti aspek statis, aspek dinamis depictive mencoba melihat
bagaimana bangunan digunakan bukan dari apa bangunan di buat.
Aspek dinamis mengkritisi bangunan melalui : Bagaimana manusia bergerak
melalui ruang-ruang sebuah bangunan? Apa yang terjadi disana? Pengalaman
apa yang telah dihasilkan dari sebuah lingkungan fisik?
Process (Secara Prosedural)
Merupakan satu bentuk depictive criticism yang menginformasikan kepada
kita tentang proses bagaimana sebab-sebab lingkungan fisik terjadi seperti
itu.
Biographical Criticism (Riwayat Hidup)
Contextual Criticism ( Persitiwa)

JENIS TEORI PERILAKU


1. PRIVASI

Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang hidup dalam kelompok


dan mempunyai organisme yang terbatas di banding jenis makhluk lain
ciptaan Tuhan. Untuk mengatasi keterbatasan kemampuan organisasinya itu,
manusia

mengembangkan

sistem-sistem

dalam

hidupnya

melalui

kemampuan akalnya seperti sistem mata pencaharian, sistem perlengkapan


hidup dan lain-lain. Dalam kehidupannya sejak lahir manusia itu telah
mengenal dan berhubungan dengan manusia lain. Seandainya manusia itu
hidup sendiri, misalnya dalam sebuah ruangan tertutup tanpa berhubungan
dengan manusia lainnya, maka jenis jiwanya akan terganggu.

Naluri manusia untuk selalu hidup dan berhubungan dengan orang lain
disebut gregariousness dan oleh karena itu manusia disebut mahluk sosial.
Dengan adanya naluri ini, manusia mengembangkan pengetahuannya untuk
mengatasi kehidupannya dan memberi makna kepada kehidupannya,
sehingga timbul apa yang kita kenal sebagai kebudayaan yaitu sistem
terintegrasi dari perilaku manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Dengan demikian manusia dikenal sebagai mahluk yang berbudaya karena
berfungsi sebagai pembentuk kebudayaan, sekaligus apat berperan karena
didorong oleh hasrat atau keinginan yang ada dalam diri manusia yaitu :

1.

Menyatu

dengan

manusia

lain

yang

2. Menyatu dengan suasana dalam sekelilingnya

berbeda

disekelilingnya

Manusia itu pada hakekatnya adalah mahluk sosial, tidak dapat hidup
menyendiri. Ia merupakan Soon Politikon , manusia itu merupakan mahluk
yang hidup bergaul, berinteraksi. Perkembangan dari kondisi ini menimbulkan
kesatuan-kesatuan manusia, kelompok-kelompok sosial yang berupa
keluarga, dan masyarakat. Maka terjadilah suatu sistem yang dikenal sebagai
sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial yang mengatur kehidupan
mereka, memenuhi kebutuhan hidupnya.

Manusia Sebagai Mahluk Individu


Individu berasal dari kata latin individuum artinya yang tidak terbagi,
maka kata individu merupakan sebutan yang dapat digunakan untuk
menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Kata individu
bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi,
melainkan sebagai kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia
perseorangan. Dalam pandangan psikologi sosial, manusia itu disebut individu
bila pola tingkah lakunya bersifat spesifik dirinya dan bukan lagi mengikuti
pola tingkah laku umum. Ini berarti bahwa individu adalah seorang manusia
yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas didalam lingkungan
sosialnya, meliankan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku
spesifik dirinya.

Dalam perkembangannya setiap individu mengalami dan dibebankan


berbagai peranan, yang berasal dari kondisi kebersamaan hidup dengan
sesame manusia. Seringakli pula terdapat konflik dalam diri individu, karena
tingkah laku yang khas dirinya bertentangan dengan peranan yang dituntut
masyarakatnya. Keberhasilan dalam menyesuaikan diri atau memerankan diri
sebagai individu dan sebagai warga bagian masyarakatnya memberikan
konotasi maang dalam arti sosial. Artinya individu tersebut telah dapat
menemukan kepribadiannya atau dengan kata lain proses aktualisasi dirinya
sebagai

bagian

dari

lingkungannya

telah

terbentuk.

Pertumbuhan Individu
Perkembangan manusia yang wajar dan normal harus melalui proses
pertumbuhan dan perkembangan lahir batin. Dalam arti bahwa individu atau
pribadi manusia merupakan keseluruhan jiwa raga yang mempunyai cirri-ciri
khas tersendiri. Walaupun terdapat perbedaan pendapat diantara para ahli,
namun diakui bahwa pertumbuhan adalah suatu perubahan yang menuju
kearah yang lebih maju, lebih dewasa. Menurut para ahli yang menganut
aliran asosiasi berpendapat, bahwa pertumbuhan pada dasarnya adalah
proses asosiasi. Pada proses asosiasi yang primer adalah bagian-bagian.
Bagian-bagian yang ada lebih dahulu, sedangkan keseluruhan ada pada
kemudian. Bagian-bagian ini terikat satu sama lain menjadi keseluruhan
asosiasi. Dapat dirumuskan suatu pengertian tentang proses asosiasi yaitu
terjadinya perubahan pada seseorang secara tahap demi tahap karena
pengaruh timbal balik dari pengalaman atau empiri luar melalui pancaindera
yang menimbulkan sensations maupun pengalaman dalam mengenal
keadaan batin sendiri yang menimbulkan sensation.
Menurut aliran psikologi gestalt pertmbuhan adalah proses diferensiasi.
Dalam proses diferensiasi yang pokok adalah keseluruhan sedang bagianbagian hanya mempunyai arti sebagai bagian dari keseluruhan dalam
hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lain. Jadi menurut proses ini
keselurhan yang lebih dahulu ada, baru kemudian menyusul bagianbagiannya. Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ini adalah proses
perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal suatu yang
semula mengenal sesuatu secara keseluruhan baru kemudian mengenal
bagian-bagian dari lingkungan yang ada. Konsep aliran sosiologi tentang
pertumbuhan menganggap pertumbuhan itu adalah proses sosialisasi yaitu
proses perubahan dari sifat mula-mula yang asosial atau juga sosial kemudian
tahap demi tahap disosialisasikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan:
1. Pendirian Nativistik. Menurut para ahli dari golongan ini berpendapat

bahwa pertumbuhan itu semata-mata ditentukan oleh factor-faktor yang


dibawa sejak lahir
2. Pendirian Empiristik dan environmentalistik. Pendirian ini berlawanan
dengan pendapat nativistik, mereka menganggap bahwa pertumbuhan
individu semata-nmata tergantung pada lingkungan sedang dasar tidak
berperan sama sekali.
3. Pendirian konvergensi dan interaksionisme. Aliran ini berpendapat bahwa
interaksi antara dasar dan lingkungan dapat menentukan pertumbuhan
individu.

Dilihat pada Makna dan Nilai Privasi


Privasi dan Kontrol atas Informasi
privasi berfokus pada kontrol atas informasi tentang diri yang dipertahankan
oleh Warren dan Brandeis dan oleh William Prosser juga didukung oleh
komentator yang lebih baru termasuk Fried (1970) dan Induk (1983). Selain
itu, Alan Westin menggambarkan privasi sebagai kemampuan untuk
menentukan untuk diri kita sendiri kapan, bagaimana, dan sejauh mana
informasi tentang kami dikomunikasikan kepada orang lain (Westin, 1967).
Dia mendefinisikan privasi sebagai kondisi tidak memiliki didokumentasikan
informasi pribadi diketahui atau dimiliki oleh orang lain. Orang tua
menekankan bahwa ia mendefinisikan kondisi privasi, sebagai nilai moral bagi
orang-orang yang hadiah individualitas dan kebebasan, dan bukan atau
hukum hak moral untuk privasi. Informasi pribadi ditandai oleh Induk faktual
(selain itu akan ditutupi oleh pencemaran nama baik, fitnah atau pencemaran
nama baik), dan ini adalah fakta bahwa kebanyakan orang memilih untuk
tidak mengungkapkan tentang diri mereka sendiri, seperti fakta tentang
kesehatan, gaji, berat, orientasi seksual, dll , Personal. informasi
didokumentasikan, Orang Tua pada tampilan, hanya ketika itu adalah milik
publik catatan, yaitu, di koran pengadilan catatan, atau dokumen publik
lainnya. Jadi, setelah informasi menjadi bagian dari catatan publik, tidak ada

invasi privasi dalam rilis masa depan informasi, bahkan bertahun-tahun


kemudian atau ke khalayak luas, juga tidak mengintip atau pengawasan
mengganggu privasi jika ada informasi diperoleh didokumentasikan.
Privasi dan Martabat Manusia

"kepribadian terhormat" adalah nilai sosial yang dilindungi oleh privasi. Ini
mendefinisikan's esensi satu sebagai manusia dan martabat termasuk
individu dan integritas, otonomi pribadi dan kemandirian. Menghormati nilainilai ini adalah apa dasar dan menyatukan konsep privasi. Membahas masingmasing empat Prosser jenis hak privasi pada gilirannya, Bloustein membela
pandangan bahwa setiap hak-hak privasi sangat penting karena melindungi
terhadap penyusupan merendahkan kepribadian dan melawan affronts untuk
martabat manusia. Dengan menggunakan analisis ini, secara eksplisit link
Bloustein hak privasi dalam hukum gugatan dijelaskan oleh Prosser dengan
perlindungan privasi di bawah Amandemen Keempat. Dia mendesak bahwa
kedua meninggalkan terbuka individu untuk diawasi dengan cara yang daun's
otonomi satu dan rasa diri sebagai orang yang rentan, melanggar martabat
manusia satu dan kepribadian moral. Benang konseptual umum yang
menghubungkan berbagai kasus privasi melarang penyebaran informasi
rahasia, menguping, pengawasan, dan penyadapan, untuk beberapa nama,
adalah nilai perlindungan terhadap cedera pada kebebasan individu dan

martabat manusia privasi. Invasi paling baik dipahami, dalam jumlah, sebagai
penghinaan terhadap martabat manusia.

Privasi dan Keintiman


Privasi sangat penting bagi hubungan dan ini membantu menjelaskan
mengapa ancaman terhadap privasi adalah sebuah ancaman bagi integritas
kita sebagai orang. Dengan karakteristik privasi sebagai konteks yang
diperlukan untuk cinta, persahabatan dan kepercayaan, goreng adalah
mendasarkan laporannya pada konsepsi moral bagi manusia dan kepribadian
mereka, pada gagasan Kantian orang dengan hak-hak dasar dan kebutuhan
untuk mendefinisikan dan mengejar sendiri nilai-nilai yang satu gratis dari
tubrukan orang lain. Privasi memungkinkan seseorang kebebasan untuk
mendefinisikan's hubungan satu dengan yang lain dan untuk menentukan diri
sendiri.Dengan cara ini, privasi juga berhubungan erat dengan rasa hormat
dan harga diri. Keintiman tanpa gangguan atau pengamatan diperlukan bagi
kita untuk memiliki pengalaman dengan spontanitas dan tanpa malu. Inness
berpendapat bahwa keintiman didasarkan bukan pada perilaku, tetapi pada
motivasi. Inness berpendapat bahwa informasi intim atau kegiatan yang
menarik makna dari cinta, menyukai, atau perawatan. Hal ini privasi yang
melindungi kemampuan seseorang untuk menyimpan informasi intim dan
aktivitas sehingga seseorang dapat memenuhi kebutuhan salah satu
mencintai dan peduli Privasi dan Hubungan Sosial

Rachel (1975) mengakui tidak ada jawaban tunggal untuk pertanyaan


mengapa privasi adalah penting bagi kami, karena dapat diperlukan untuk
melindungi's aktiva satu atau kepentingan, atau untuk melindungi salah satu
dari malu, atau untuk melindungi satu terhadap konsekuensi buruk dari
kebocoran informasi , untuk nama hanya beberapa. Namun demikian, ia
secara eksplisit mengkritik pandangan reduksionis's Thomson, dan mendesak
privasi yang merupakan hak khusus. Dia pada dasarnya membela pandangan
bahwa privasi diperlukan untuk mempertahankan berbagai hubungan sosial,
tidak intim yang adil.

2. TERITORIAL

Holahan (dalam Iskandar, 1990), mengungkapkan bahwa teritorialitas adalah


suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan atau tempat yang ditempatinya

atau area yang senang melibatkan ciri pemilikannya dan pertahanan dari
serangan orang lain Dengan demikian menurut Altman (1975) penghuni tempat
tersebut dapat mengontrol daerahnya atau unitnya dengan benar, atau
merupakan suatu teritorial primer.
Apa perbedaan ruang personal dengan teritorialitas? Seperti pendapat
Sommer dan de War (1963), bahwa ruang personal dibawa kemanapun
seseorang pergi, sedangkan teritori memiliki implikasi tertentu yang secara
geografis merupakan daerah yang tidak berubah-ubah.
Teritorialitas merupakan perwujudan ego seseorang karena orang itu tidak
ingin diganggu, atau dapat dikatakan sebagai perwujudan dari privasi seseorang.
Jika kita amati lingkungan di sekitar kita dengan mudah, akan kita dapati
indikator teritorialitas manusia seperti papan nama, pagar batas, atau papan
pengumuman yang mencantumkan kepemilikan
Julian Edney (1974) mendefinisikan teritorialitas sebagai sesuatu yang
berkaitan dengan ruang fisik, tanda, kepemilikan, pertahanan, penggunaan yang
eksklusif, personaliasi, dan identitas. Termasuk didalamnya dominasi, kontrol,
konflik, keamanan, gugatan akan sesuatu, dan pertahanan.

Teritori berarti wilayah atau daerah dan teritorialitas adalah wilayah yang
dianggap sudah menjadi hak seseorang.
Contoh:
1. kamar tidur seseorang adalah wilayah yang dianggap sudah menjadi hal
seseorang. Meskipun yang bersangkutan sedang tidur di sana dan ada orang
yang memasuki kamar tersebut tanpa izinnya, ia akan tersinggung rasa
teritorialitasnya dan ia akan marah.

2. misalnya bangku-bangku di kantin. Apabila ada orang yang menempati


tempat tersebut, kemudian ingin pergi sebentar untuk memesan makanan,
atau pergi ke toilet, ia akan meninggalkan sesuatu seperti buku atau tas di
atas meja, dengan harapan orang lain yang melihat ada buku atau tas disitu
diharapkan tahu bahwa bangku tersebut sudah menjadi teritorinya sehingga
tidak diduduki.
Dari uraian tersebut, teritorialitas dapat diartikan sebagai suatu pola tingkah
laku yang ada hubungannya dengan kepemilikan atau hak seseorang atau
sekelompok orang atas suatu tempat atau suatu lokais geografis. Pola tingkah
laku ini mencakup personalisasi dan pertahanan terhadap gangguan dari luar.

KLASIFIKASI TERITORIALITAS
Tingkah laku teritorialitas manusia mempunyai dasar yang agak berbeda
dengan binatang karena teritorialitas manusia berintikan pada privasi.
Sementara itu, fungsi teritorialitas pada hewan untuk mempertahankan diri,
dorongan

untuk

mempertahankan

hidup.

Tingkah laku teritorialitas hewan ini, antara lain membuat atau mendiami
tempat hunian, menyimpan bahan makanan di tempat tertentu, mencari atau
mengumpulkan makanan dari area tertentu, dan melindungi anak-anaknya
dari serangan makhluk lain. Dorongan yang mendasari tingkah laku teritori
pada hewan ini dinamakan naluri teritori.
Teritorialitas pada manusia mempunya fungsi yang lebih tinggi daripada
sekedar fungsi mempertahankan hidup. Pada manusia, teritorialitas ini tidak
hanya berfungsi sebagai perwujudan privasi saja, tetapi lebih jauh lagi
teritorialitas juga mempunyai fungsi sosial dan fungsi komunikasi.

Fungsi Sosial dari teritorialitas adalah misalnyatampak pada pertemuanpertemuan resmi ketika sudah ditentukan tempat duduk setiap orang sesuai
dengan tempat kedudukan,jabatan dan pangkat yang bersangkutan. Seorang
pegawai biasa tidak berani duduk di bangku terdepan meskipun bangkubangku itu kososng karena bangku-bangku itu untuk pejabat. Dengan
demikian teritorialitas juga mencerminkan lapisan sosial dalam masyarakat.
Sebagai media komunikasi, teritori juga terbagi dalam beberapa golongan,
klasifikasi teritori yang terkenal adalah klasifikasi yang dibuat Altman (1980)
yang didasarkan derajat privasi, afiliasi, dan kemungkinan pencapaian.
a. Teritori Primer
Teritori primer adalah tempat-tempat yang sangat pribadi sifatnya, hanya
boleh dimasuki orang-orang yang sudah sangat akrab atau yang sudah
mendapat ijin khusus. Teritori ini dimiliki oleh perseorangan atau
sekelompok orang yang juga mengendalikan penggunaan teritori tersebut
secara relatif tetap, berkenaan dengan kehidupan sehari-hari.
Jenis teritori ini dimiliki serta dipergunakan secara khusus bagi pemiliknya.
Pelanggaran terhadap teritori utama ini akan mengakibatkan timbulnya
perlawanan dari pemiliknya dan ketidakmampuan untuk mempertahankan
teritori utama ini akan mengakibatkan masalah yang serius terhadap aspek
psikologis pemiliknya, yaitu dalam hal harga diri dan identitasnya.
Contoh : ruang kerja, ruang tidur, pekarangan, wilayah negara, dan
sebagainya.
b. Teritori Sekunder
Teritori sekunder adalah tempat-tempat yang dimiliki bersama oleh sejumlah
orang yang sudah cukup saling mengenal. Kendali pada teritori ini tidaklah
sepenting penggunaan dengan orang asing.

Jenis teritori ini lebih longgar pemakaiannya dan pengontrolan oleh


perorangan. Teritorial ini dapat digunakan oleh orang lain yang masih di
dalam kelompok ataupun orang yang mempunyai kepentingan kepada
kelompok itu. Sifat teritorial sekunder adalah semi-publik.
Contoh : sirkulasi lalu lintas di dalam kantor, toilet, zona, servis, ruang kelas,
kantin kampus, ruang latihan olahraga, dan sebagainya.
c. Teritori Publik
Teritori publik adalah tempat-tempat yang terbuka untuk umum. Pada
prinsipnya, setiap orang diperkenankan untuk berada di tempat tersebut.
Teritorial umum dapat digunakan oleh setiap orang dengan mengikuti aturanaturan yang lazim di dalam masyarakat di mana teritorial umum itu berada.
Teritorial umum dapat dipergunakan secara sementara dalam jangka waktu
lama maupun singkat.
Contoh : taman kota, tempat duduk dalam bis kota, gedung bioskop, ruang
kuliah, pusat perbelanjaan, tempat rekreasi, lobi hotel, dan ruang sidang
pengadilan

yang

dinyatakan

terbuka

untuk

umum,

Kadang-kadang teritori publik dikuasai oleh kelompok tertentu dan tertutup


bagi kelompok yang lain, seperti bar yang hanya untuk orang dewasa atau
tempat-tempat hiburan yang terbuka untuk dewasa umum, kecuali anggota
ABRI, misalnya.
Berdasarkan pemakaiannya, teritorial umum dapat dibagi menjadi tiga:
Stalls, Turns, dan Use Space.
a. Stalls
Stalls merupakan suatu tempat yang dapat disewa atau dipergunakan dalam
jangka waktu tertentu, biasanya berkisar antara jangka waktu lama dan agak

lama. Contohnya adalah kamar-kamar di hotel, kamar-kamar di asrama,


ruangan kerja, lapangan tenis, sampai ke bilik.
b. Turns
Turns

mirip

dengan

stalls,

hanya

berbeda

dalam

jangka

waktu

penggunaannya saja. Turns dipakai orang dalam waktu yang singkat, misalnya
tempat antrian karcis, antrian bensin, dan sebagainya.
c. Use Space
Use Space adalah teritori yang berupa ruang yang dimulai dari titik
kedudukan seseorang ke titik kedudukan objek yang sedang diamati
seseorang. Contohnya adalah seseorang yang sedang mengamati objek
lukisan dalam suatu pameran, maka ruang antara objek lukisan dengan orang
yang sedang mengamati tersebut adalah Use Space atau ruang terpakai
yang dimiliki oleh orang itu, serta tidak dapat diganggu gugat selama orang
tersebut masih mengamati lukisan tersebut.
Altman (1975) juga mengemukakan dua tipe teritori lain, yaitu objek dan
ide.
Meskipun keduanya bukan berwujud tempat, diyakini juga memenuhi kriteria
teritori. Karena seperti halnya dengan tempat, orang juga menandai,
menguasai, mempertahankan dan mengontrol barang mereka, seperti bukubuku, pakaian, motor, dan objek lain yang dianggap miliknya.
Lyman dan Scott (1967) juga membuat klasifikasi tipe teritorialitas yang
sebanding dengan klasifikasi Altman. Namun, terdapat dua tipe yang
berbeda, yaitu:

1. Teritori interaksi

Ditujukan pada suatu daerah yang secara temporer dikendalikan oleh


sekelompok orang yang berinteraksi. Misalnya, sekelompok anak yang masuk
ke dalam lapangan bola ketika sedang ada pertandingan bola oprang dewasa,
atau seorang anak kecil masuk dalam ruang kuliah yang tidak peruntukkan
baginya.

2. Teritori badan
Dibatasi oleh badan manusia. Namun, batasannya bukanlah ruang
maya, melainkan kulit manusia, artinya segala sesuatu mengenai kulit tanpa
izin dianggap gangguan.

Anda mungkin juga menyukai