Anda di halaman 1dari 19

6

BAB II
LANDASAN TEORITIS
II.1.

Tinjauan Pustaka

II.1.1. Pneumonia
1.

Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal

dari

bronkiolus

terminalis

yang mencakup

bronkiolus

respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru


dan gangguan pertukaran gas setempat ( Dahlan, 2007 ). Definisi
lainnya pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran
pernapasan akut, yaitu peradangan atau iritasi pada salah satu atau
kedua paru yang disebabkan oleh infeksi ( Rizanda, 2006 ).

2. Epidemiologi
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi pada anak
yang sangat serius. Insiden yang terjadi di Eropa dan Amerika Utara
adalah 34 sampai 40 kasus per 1000 anak. Sedangkan di Indonesia,
insiden pneumonia komunitas meningkat tajam dari 5 per 10.000
penduduk tahun 1990 menjadi 212,6 per 10.000 penduduk pada tahun
1998.
Pnyakit ini dapat menimbulkan kematian terutama pada balita.
Berdasarkan data dari SEAMIC Health Statistic 2001, menyebutkan
bahwa influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian
nomor 6 di Indonesia ( Atika, 2007 )..

3.

Etiologi
Banyak mikroorganisme yang dapat menyebabkan pneumonia
pada anak, yaitu bakteri, virus, atau jamur. Di negara berkembang,
pneumonia biasanya disebabkan oleh bakteri. Bakteri utama yang
menyebabkan pneumonia pada anak-anak adalah Streptococcus
pneumonia dan Haemophilus influenza ( Sadeli, 2008 ).
6

Tabel 1. Penyebab Pneumonia Tersering


Lokasi
Penyebab
Masyarakat
Streptococcus pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae
Haemophilus influenza
Legionella pneumophila
Chlamydia pneumoniae
Influenza tipe A dan B
Adenovirus
Rumah Sakit
Batang gram negatif ( Eschericia coli, Klebsiella pneumonia)
Pseudomonas aeroginosa
Staphylococcus aureus
Sumber : Prince Silvia dan Wilson Lorraine

4. Klasifikasi
Berdasarkan

tempat

kejadiannya,

pneumonia

dapat

diklasifikasikan menjadi :
1) Pneumonia Komunitas
Pneumonia komunitas adalah pneumonia yang terjadi yang
terjadi akibat infeksi di luar rumah sakit. Biasanya disebabkan oleh
bakteri gram positif (Streptococcus pneumoniae). Infeksi ini
insidensnya meningkat pada ( Kumar, 2007 ) :
- Kelompok yang mengidap penyakit kronis
- Kelompok yang menderita defek imunoglobulin
- Kelompok yang fungsi limpanya berkurang atau lenyap

2) Pneumonia Nosokomial
Pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi lebih
dari 48 jam atau lebih setelah dirawat di rumah sakit, baik di ruang
rawat umum ataupun ICU tetapi tidak sedang memakai ventilator.

Pneumonia nosokomial ini sendiri dalam perkembangannya


telah dikelompokan menjadi pneumonia yang berhubungan dengan
pemakaian ventilator ( PBV ) dan pneumonia yang di dapat di pusat
perawatan kesehatan ( PPK ).
PBV adalah pneumonia yang terjadi setelah 48 sampai 72 jam
atau lebih setelah intubasi tracheal. Sedangkan pada PPK termasuk
pasien yang dirawat oleh perawatan akut di rumah sakit selama 2
(dua) hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi, tinggal
di rumah perawatan , mendapat antiniotik intravena, kemoterapi, atau
perawatan luka dalam waktu 30 hari proses infeksi ataupun datang ke
klinik rumah sakit atau klinik hemodialisa.
Infeksi nosokomial sering terjadi pada pasen dengan penyakit
berat, imunosupresi, terapi antibiotik berkepanjangan, atau alat akses
invasif seperti kateter intravaskular.
Berdasarkan tempat letak anatomisnya, pneumonia dapat
diklasifikasikan menjadi ( Sylvia, 2006 ) :
1. Pneumonia Lobaris
Seluruh lobus mengalami konsolidasi, eksudat terutama terdapat
intra alveolar. Pneumococcus dan Klebsiella merupakan organisme
penyebab tersering.
2. Pneumonia Nekrotisasi
Disebabkan oleh jamur dan infeksi tuberkel. Granuloma dapat
mengalami nekrosis kaseosa dan membentuk kavitas.
3. Pneumonia Lobular / Bronkopneumonia
Adanya penyebaran daerah infeksi yang berbecak dengan diameter
sekitar 3 sampai 4 cm yang mengelilingi. Staphylococcus dan
Streptococcus adalah penyebab infeksi tersering.
4. Pneumonia Interstisial
Adanya peradangan interstisial yang disertai penimbunan infiltrat
dalam dinding alveolus, walaupun rongga alveolar bebas dari
eksudart dan tidak ada konsolidasi. Disebabkan oleh virus atau
mikoplasma.

5. Gejala Klinis
Adanya batuk disertai kesukaran bernafas seperti napas cepat dan
atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ( Anonim, 2009 ). Dan
dapat disertai demam, sianosis, dan sesak napas ( Rizanda, 2006 ).
Kriteria nafas cepat ( Rizanda, 2006 & Anonim, 2009 ):
Umur < 2 bulan

: frekuensi napas > 60 kali / menit

Umur 2 12 bulan

: frekuensi napas > 50 kali / menit

Umur 1 5 tahun

: Frekuensi napas > 40 kali / menit

6. Patogenesis
Mikroorganisme yang ada di udara terhirup oleh manusia dan masuk
ke dalam tubuh. Tubuh memproteksi diri melalui pembersihan
mikroorganisme yang tergantung pada ( Kumar, 2007 ):
1. Kemampuan selimut mukosa menangkap dan mengeluarkan mikroba
melalui elevator mukosilia
2. Fagositosis oleh makrofag alveolus yang dapat mematikan dan
menguraikan mikroorganisme serta mengeluarkannya dari rongga
udara dengan bermigrasi ke elevator mukosilia
3. Fagositosis dan pembasmian oleh neutrofil yang direkrut oleh faktorfaktor makrofag.
Organisme baik yang dimakan oleh makrofag atau tidak, dapat
memicu respon imun dan memyebabkan peradangan( Kumar, 2007 ).
Apabila tubuh tidak dapat memproteksi diri, baik karna mikroorganisme
yang masuk banyak atau karena pertahanan tubuh melemah, dapat
menyebabkan infeksi atau peradangan paru yang serius ( Atika, 2007 ).
Pada kasus yang parah, kantung udara pada paru (alveoli) akan
dipenuhi dengan nanah dan cairan. Dalam kondisi ini oksigen akan sulit
masuk ke aliran darah dan membuat tubuh tidak bisa bekerja dengan baik
(UNICEF, 2006 & Atika, 2007).

10

7. Patofisiologi
Pada masa praantibiotik, pneumonia mengenai seluruh atau hampir
seluruh lobus dan berkembang melalui 4 stadium, yaitu ( Kumar, 2007 ) :
1.

Kongesti
Lobus yang terkena menjadi berat, merah dan sembab. Terlihat
beberapa neutrofil dan banyak bakteri di alveolus.

2.

Hepatisasi merah
Lobus paru memperlihatkan konsistensi seperti hati, rongga alveolus
dipenuhi neutrofil, sel darah merah dan fibrin.

3.

Hepatisasi abu abu


Paru menjadi kering, abu abu dan padat karena sel darah merah
mengalami lisis, sementara eksudat fibrinosa menetap di dalam
alveolus.

4.

Resolusi
Berlangsung pada kasus nonkomplikata. Eksudat di dalam alveolus
dicerna secara enzimatis dan diserap atau dibatukkan. Reaksi pleura
mungkin merada dengan cara serupa atau mengalami organisasi,
meninggalkan penebalan fibrosa atau perlekatan permanen.

8. Komplikasi
Dapat terjadi komplikasi pneumonia ekstrapulmoner, misalnya pada
pneumonia pneumococcus dengan bakterimia dijumpai pada 10% kasus
berupa meningitis, arthitis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan
empiema. Bisa juga dijumpai komplikasi ekstrapulmoner non-infeksius,
antara lain gagal ginjal, gagal jantung, emboli paru atau infark paru, dan
infark miokard akut ( Dahlan, 2007 & Kumar, 2007 ).

11

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumonia dilakukan berdasarkan penentuan
klasifikasi pada anak, yaitu ( Anonim, 2009 ):

Pneumonia Berat
Tanda : tarikan dinding dada ke dalam
Penderita pneumonia berat juga mungkin disertai tanda lain, seperti :
-

Nafas cuping hidung

Suara rintihan

Sianosis ( anak membutuhkan oksigen )

Tindakan : cepat dirujuk ke rumah sakit ( diberikan satu kali dosis


antibiotika dan kalau ada demam atau wheezing diobati lebih dahulu ).

Pneumonia
Tanda :
-

Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam

Disertai nafas cepat

Tindakan :
1. Nasehati ibunya untuk tindakan perawatan di rumah
2. Beri antibiotik selama 5 hari
3. Anjurkan ibu untuk kontrol 2 hari atau lebih cepat apabila keadaan
memburuk
4. Bila demam, obati
5. Bila ada wheezing, obati

WHO menganjurkan penggunaan antibiotika untuk pengobatan


pneumonia, yakni dalam bentuk tablet atau sirup (kotrimoksazol,
amoksisilin, ampisilin ) atau dalam bentuk suntikan intramuskuler
(prokain penisilin).

12

Bukan Pneumonia
Tanda :
-

Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam

Tidak ada nafas cepat

Tindakan :
1. Bila batuk > 30 hari, rujuk
2. Obati penyakit lain bila ada
3. Nasehati ibunya untuk perawatan di rumah
4. Bila demam, obati
5. Bila ada wheezing, obati

Pada bayi berumur < 2 bulan pemberian antibiotik oral merupakan


tindakan pra rujukan dan diberikan jika bayi masih bisa minum. Jika bayi
tidak bisa minum maka diberikan dengan injeksi intra muskular.
Prokain Penisilin diberikan 1 kali sehari selama 5 hari IM dengan
dosis:

2 bulan - < 6 bulan

 300.000 unit

6 bulan - < 3 tahun

 600.000 unit

4 tahun - < 5 tahun

 750.000 unit

13

Table 2. Pemberian Antibiotik Oral


Kotrimoksazol
Beri 2 kaki sehari selama 3 hari
Umur atau
Berat
Badan

2- < 4 bln
4- < 6 kg
4- < 12 bln
6- < 10 kg
1- < 3 th
10- < 16 kg
3- < 5 th
10- < 19 kg

Tablet
Tablet
Dewasa ( 80 Anak ( 20
mg Tmp. + mg Tmp. +
400 mg Sfz. 80 mg Sfz.
)
)

2,5

Sirup / 5
ml ( 40 mg
Tmp. +
200 mg
Sfz.
2,5 ml
0,5 sendok
takar
5 ml
1 sendok
takar
7,5 ml
1,5 sendok
takar
10 ml
2 sendok
takar

Amoksisilin
Beri 2 kali sehari selama
3 hari
Kaplet
Sirup /
500 mg
5ml
125 mg

2/3

5 ml
1 sendok
takar
10 ml
2 sendok
takar
12,5 ml
2,5 sendok
takar
15 ml
3 sendok
takar

Sumber : Informasi Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,


Depkes RI
Pilihan pertama

: Kotrimoksazol ( trimetoprim + Sulfametoksazol )

Pilihan kedua

: Amoksisilin

Pengobatan simptomatik demam


Diberikan parasetamol ( 500 mg ), pemberian setiap 6 jam selama 2
hari, dengan dosis :
-

2 bulan - < 6 bulan

 1/8 tablet 500 mg

6 bulan - < 3 tahun

 tablet 500 mg

3 tahun - < 5 tahun

 tablet 500 mg

10. Faktor Risiko


Tingginya angka kejadian dan kematian pneumonia pada balita
disebabkan karena masih adanya faktor risiko yang belum tereliminasi
dengan baik. Ditinjau dari faktor host, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi, yaitu umur, jenis kelamin, status gizi, pemberian ASI,
status imunisasi dan defisiensi vitamin A. Pengetahuan ibu juga

14

menunjukkan adanya pengaruh yang bermakna terhadap kejadian


pneumonia pada balita ( Rizanda, 2006 & Putro, 2006 ).
Faktor lain yang memperbesar risiko terjadinya pneumonia pada
balita adalah kondisi dalam rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan,
serta adanya pencemaran rumah, terutama asap rokok ( Putro, 2006 ).

Karakteristik Anak :

1.

Usia
Bayi lebih mudah terkena pneumonia dibandingkan balita, hal ini

disebabkan karena pembentukan imunitas yang belum sempurna, terutama


pada usia dibawah usia 1 tahun ( Rizanda, 2006 ).

2. Pemberian Vitamin A
Vitamin A sangat berhubungan dengan berat ringannya infeksi.
Kekurangan vit.A akan meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi,
seperti penyakit saluran nafas. Karena salah satu fungsi vit.A adalah
mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh, yaitu mempengaruhi pertumbuhan
dan diferensiasi limfosit B. Vit. A juga mempengaruhi diferensiasi sel.
Sel-sel yang paling nyata mengalami diferensiasi adalah sel-sel epitel
khusus, terutama sel-sel goblet, yaitu sel kelenjar yang mensintesis dan
mengeluarkan mukus atau lendir. Sehingga bila terjadi defisiensi vit.A selsel kelenjar tidak mengeluarkan mukus dengan sempurna, sehingga mudah
terkena infeksi. Disamping itu defisiensi vit A juga menyebabkan
keterlambatan dan pertumbuhan anak ( Almatsier, 2001 ).
Kapsul vitamin A diberikan setahun dua kali, yaitu pada bulan
Februari dan Agustus sejak anak berusia enam bulan. Kapsul merah ( dosis
100.000 IU ) diberikan untuk bayi berusia 6 11 bulan dan kapsul biru
(dosis 200.000 IU) untuk anak berusia 12 59 bulan ( Anonim, 2008 ).

15

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa vitamin A dapat


mengurangi beratnya penyakit, tetapi tidak untuk mencegah penyakit. Jadi
bila seorang anak terkena pneumonia dan mendapatkan vitamin A, dalam
jangka waktu tertentu, anak tidak akan menderita pneumonia berat dan
dapat mencegah kematian ( Rizanda, 2006 ).

3.

ASI
ASI adalah suspensi lemak dan protein dalam suatu larutan

karbohidrat-mineral ( Cunningham, 2006 ). Asi merupakan makanan


terbaik bagi bayi karena mengandung zat gizi paling sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembangan bayi. Manfaat menyusui ( ASI ) bagi
anak dipengaruhi oleh lamanya maupun intensitas menyusui. Umur bayi
saat mendapatkan cairan dan makanan pendamping juga mempengaruhi
status gizi anak ( SDKI, 2007 ). Oleh karena itu untuk mencapai
pertumbuhan secara optimal, United Nation Children Fund ( UNICEF )
dan World Health Organization ( WHO ) merekomendasikan untuk
memberikan ASI secara eksklusif sampai umur 6 bulan dan dapat
dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun (SDKI, 2007 & KEPMENKES,
2004).
Kandungan di dalam ASI salah satunya adalah antibodi yang dapat
melindungi bayi dari penyakit. Imunoglobulin yang dominan dalam ASI
adalah IgA sekretorik, yang bekerja menghambat perlekatan bakteri ke sel
permukaan epitel. Selain itu ASI juga mengandung baik limfosit T
maupun limfosit B ( Cunningham, 2006 ).

16

Table 3. Perbandingan Kandungan ASI dan Susu Formula


Komposisi /100 ml ASI Matur Susu Formula
Kalori
Protein
Air
Lemak
Karbohidrat
Mineral
Na
K
Ca
P
Mg
Fe
Zn
Vitamin
A
C
D
E
Tiamin
Riboflavin
Niasin
pH
Kandungan Bakteri

75
1,1
87,1
4,5
7,1

69
3,5
87,3
3,5
4,9

16
53
33
14
4
0,05
0,15

50
144
118
93
13
Trace
0,4

182
5
2,2
0,18
0,01
0,04
0,2
basa
steril

140
1
42
0.04
0,04
0,03
0,17
Asam
nonsteril

Sumber : Obstetri Williams volume 1 edisi 21


Pemberian ASI eksklusive mengurangi tingkat kematian bayi yang
disebabkan berbagai penyakit, seperti diare dan penyakit paru. Salah
satunya dapat menghindarkan anak balita dari serangan pneumonia / ISPA.
( LINKAGES, 2002 & Anonim, 2006 ). Tetapi disamping itu, balita juga
perlu diberi nutrisi yang adekuat, suplementasi vit.A dan penghindaran
pajanan polusi udara (Anonim, 2006).

4.

Status Gizi
Konsumsi gizi makanan pada seseorang dapat menentukan

tercapainya tingkat kesehatan atau sering disebut status gizi. Bila tubuh
berada dalam tingkat gizi optimum, maka tubuh akan terbebas dari
penyakit dan mempunyai daya tahan yang setinggi-tingginya. Sebaliknya,
bila konsumsi gizi pada seseorang tidak seimbang akan terjadi malnutrisi
(overnutrition atau undernutrition) ( Soekidjo, 2005 ).

17

Pada masyarakat terdapat suatu kelompok yang rentan gizi, dimana


pada kelompok tersebut paling mudah menderita gangguan kesehatan yang
biasanya berhubungan dengan proses kehidupan manusia. Pada kelompok
tersebut berada pada suatu siklus pertumbuhan atau perkembangan yang
memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang lebih besar dari kelompok
umur yang lain. Oleh sebab itu, bila kekurangan zat gizi akan terjadi
gangguan kesehatannya. Kelompok rentan gizi terdiri dari ( Soekidjo,
2005 ) :
-

Kelompok bayi, umur 0-1 tahun

Kelompok balita, umur 1-5 tahun

Kelompok anak sekolah, umur 6-12 tahun

Kelompok remaja, umur 13-20 tahun

Kelompok ibu hamil dan menyusui

Kelompok usia lanjut

5.

Imunisasi campak
Imunisasi campak merupakan program pengembangan imunisasi PPI

yang diwajibkan yang diberikan pada umur 9 bulan lalu dilakukan


pengulangan pada umur 6 tahun ( SD kelas 1 ) ( Cahyono, 2010 ) .
Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa pneumonia dapat dicegah
dengan imunisasi campak. Hasil pengamatan di Indramayu menunjukkan
anak-anak yang belum pernah menderita campak dan belum mendapat
imunisasi campak mempunyai risiko meninggal yang lebih besar (Rizanda,
2006). Hal itu disebabkan belum adanya antibodi spesifik yang terbentuk
di dalam tubuh, sehingga anak lebih mudah terserang.
Berdasarkan hasil SDKI, hanya 51 % anak berusia 12 -23 bulan yang
mendapatkan imunisasi lengkap sebelum berusia satu tahun. Dan dua dari
tiga anak atau 67 % anak berusia 12 23 bulan yang telah mendapat
imunisasi campak ( SDKI, 2007 ).

18

Campak adalah suatu penyakit akut yang menular yang disebabkan


oleh morbilivirus. Pneumonia merupakan salah satu komplikasi dari
campak. Gejala pneumonia pada campak seharusnya menghilang pada saat
suhu turun. Bila suhu tidak juga turun dan gejala saluran nafas masih terus
berlangsung, dapat di duga adanya pneumonia karena bakteri yang telah
mengadakan invasi pada sel epitel yang telah dirusak oleh virus
(Soedarmo, 2008 ). Oleh karena itu imunisasi campak dapat mencegah
terjadinya pneumonia.

Lingkungan
Penularan penyakit juga dipengaruhi oleh lingkungan, selain oleh

host dan agent. Faktor risiko ini terbentuk karena adanya komunitas
manusia dan lingkungan yang berimbas kepada kesehatan masyarakat.
Pencemaran lingkungan itu sendiri berkaitan dengan penularan penyakit
ke anak, yang berkaitan dengan udara sebagai jalur penyebar luasan
penyakit pernapasan pada anak. Karena pneumonia itu sendiri merupakan
penyakit infeksi yang penularannya melalui sputum ( air liur ) dengan
udara sebagai media perantaranya. Oleh karena itu identifikasi faktor
risiko lingkungan yang juga harus diperhatikan, meliputi faktor risiko
biologi, faktor risiko fisik, faktor risiko kimia dan faktor risiko
kemasyarakatan (societal).
a.

Rumah
Rumah atau tempat tinggal manusia merupakan persyaratan pokok

bagi kehidupan manusia yang dari zaman ke zaman selalu mengalami


perkembangan. Sejak zaman dahulu manusia mencoba mendesain
rumahnya berdasarkan kebudayaan masyarakat setempat walaupun sudah
memasuki zaman modern ini.

19

1.

Ventilasi
Yang harus diperhatikan adalah sistem pembuatan ventilasi harus

dijaga agar uadara dapat mengalir dan dapat terjadi pertukaran udara.
Fungsi dari ventilasi itu sendiri :
-

Menjaga aliran udara dalam rumah tetap segar, yaitu menjaga


keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga.

Menjaga kelembapan udara dalam ruangan yang optimum

Membebaskan udara dari ruangan dari bakteri-bakteri, karena bakteri


akan selalu terbawa oleh udara yang mengalir.

2.

Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup. Kurangnya

cahaya, terutama cahaya matahari, disamping kurang nyaman, juga


merupakan media yang baik untuk hidup atau berkembang biaknya bibit
penyakit, misalnya dapat membunuh bakteri.
Sekurang-kurangnya pembuatan jendela ( sebagai ventilasi dan
sumber cahaya ) 15% - 20% dari luas lantai yang terdapat dalam ruangan
rumah. Dan lokasi penempatannya sebaiknya harus ditengah-tengah tinggi
dinding (tembok).

3.

Luas Bangunan Rumah


Luas lantai bangunan harus disesuaikan dengan jumlah penghuni

rumahnya, yaitu 2,5m2 3m2 untuk setiap orangnya.Karena bila


overcrowded menyebabkan kurangnya konsumsi O2, selain itu bila salah
satu anggota keluarga terkena penyakitinfeksi , maka dengan mudah
anggota keluarga yang lain tertular.

20

b.

Pencemaran Udara dalam rumah

1.

Asap rokok
Asap rokok diketahui dapat merusak ketahanan lokal paru, seperti

kemampuan pembersihan mukosiliaris. Maka adanya anggota keluarga


yang merokok terbukti merupakan faktor risiko yang dapat menimbulkan
gangguan pernafasan pada anak balita ( Rizanda, 2006 ).

2.

Asap dari tungku


Dapur yang disatukan dengan kamar tidur atau ruang tamu

berpotensi lebih besar terhadap pemajanan partikular yang berasal dari


tungku, dibandingkan dengan dapur terpisah. Bila anak balita yang sedang
menderita pneumonia yang berdiam di dekat dapur lebih dari 9 jam
perhari, mempunyai risiko meninggal 10,9 kali lebih besar ( Rizanda,
2006).

II.1.2. Pengetahuan Ibu


Tahu ( know ) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali ( recall ) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima ( Soekidjo,
2007 ).
Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik internal
(fisik dan psikis) maupun eksternal (sosial, budaya masyarakat,
lingkungan

fisik,

politik,

ekonomi,

pendidikan,

dan

sebagainya)

(Soekidjo, 2005). Semua petugas kesehatan mengakui bahwa pendidikan


kesehatan itu penting untuk menunjang program program kesehatan
yang lain. Dan hasil dari pendidikan kesehatan baru terlihat beberapa
tahun kemudian. Dalam waktu yang pendek pendidikan kesehatan hanya
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan saja.

21

Bila kita membicarakan tentang status kesehatan, maka kita


mengacu kepada H.L. Bloem. Bloem menyimpulkan bahwa lingkungan
mempunyai andil yang paling besar terhadap kesehatan. Lalu disusul oleh
perilaku dan pelayanan kesehatan ( Soekidjo, 2007 ).
Berdasarkan urutan besarnya pengaruh terhadap kesehatan adalah
sebagai berikut ( Soekidjo, 2005 ):
1. Lingkungan
2. Perilaku
3. Pelayanan kesehatan
4. Hereditas ( keturunan )
Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai
hasil jangka menengah dari pendidikan kesehatan( Soekidjo, 2007 ).
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok atau masyarakat
dengan hasil yang diharapkan adalah terbentuknya suatu perilaku, dalam
hal ini adalah perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
yang kondusif ( Soekidjo, 2005 ).
Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai
dimensi, antara lain dimensi sasaran pendidikan ( pendidikan kesehatan
individual, kelompok dan masyarakat ), dimensi tempat pelaksanaan
(pendidikan kesehatan di sekolah, di rumah sakit dan di tempat tempat
kerja), dan dimensi tingkat pelayanan kesehatan ( Health promotion,
Specific protection, Early diagnosis and prompt treatment, Disability
limitation, dan Rehabilitation ).
Menurut Green, pengetahuan merupakan faktor predisposisi
masyarakat terhadap kesehatan, misalnya seorang ibu dalam mengetahui
faktor faktor risiko terjadinya suatu penyakit yang bisa ia dapatkan dari
berbagai media, penyuluhan ataupun berasal dari pengalaman pribadinya.

22

Hal inilah yang akan membuat ibu lebih tanggap atau lebih waspada
terhadap segala sesuatu yang dapat menyebabkan penyakit tersebut.
Demikian juga halnya dalam pengetahuan ibu mengenai pneumonia.
Pesan dan informasi tentang kesehatan, baik tentang pengobatan dan
pencegahan penyakit akan lebih cepat dan baik diperoleh oleh seseorang
yang mempunyai tingkat pengetahuan tinggi, dibandingkan dengan
seseorang dengan tingkat pengetahuan rendah.
Studi yang dilakukan oleh Juliastuti, tahun 2000 di Kabupaten
Ciamis, menyebutkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan
kejadian pneumonia balita dengan tingkat pengetahuan ibu yang kurang
mempunyai dampak 2,55 kali lebih besar untuk terserang pneumonia
dibandingkan dengan balita dengan tingkat pengetahuan ibu yang baik.

II.2.

Kerangka Teoritis
Berdasarkan telaah teori dan hasil penelitian tentang pneumonia,
pneumonia adalah penyakit yang perlu penanganan khusus dari segi
pengobatan, maupun pencegahan. Faktor faktor risiko yang berkaitan
dengan pneumonia antara lain kondisi balita, faktor sosio demografi orang
tua (ibu), faktor lingkungan dan faktor pelayanan kesehatan.

23

Bagan 1. Kerangka Teori


Sosial ekonomi

Pencarian pengobatan
Akses pelayanan
kesehatan

Pendidikan ibu
Pengetahuan ibu

BBL
Status gizi
ASI
Imunisasi
Vit-A

Agen penyebab

PNEUMONIA

Imunitas tubuh
rendah

Umur
Jenis Kelamin

II.3.

Pencemaran udara dalam rumah


Kepadatan penghunian
Ventilasi
Jenis lantai dan dinding

Kerangka Konsep
Bagan 2. Kerangka Konsep
Variabel Independen

Variabel Dependen

Karakteristik Anak :
- Umur
- Status Gizi
- Imunisasi
- ASI
Pneumonia pada
balita

Pendidikan ibu
Pengetahuan ibu

24

II.4.

Hipotesis
1. Ada hubungan antara usia dengan kejadian pneumonia
2. Ada hubungan antara status gizi dengan pneumonia pada anak balita
3. Ada hubungan antara imunisasi campak dengan pneumonia pada balita
4. Ada hubungan antara riwayat pemberian ASI eksklusive dengan
pneumonia pada balita
5. Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu terhadap kejadian
pneumonia pada anak balita
6. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang pneumonia
terhadap kejadian pneumonia pada anak balita

Anda mungkin juga menyukai