Anda di halaman 1dari 7

BAB 1.

METODOLOGI
1.1 Tempat dan Waktu
Tempat produksi yaitu di PT Indofood Sukses Makmur Tbk, di Pasuruan. Waktu produksi
yang digunakan yaitu
1.2 Susunan Kegiatan

BAB 2. PEMBAHASAN
2.1

Profil atau Sejarah Singkat Perusahaan

2.2

Hasil dan Pembahasan

2.2.1 Analisa Sistem HACCP Perusahaan dan Perbandingan dengan Industri


Analisa sistem HACCP pada perusahaan ini sudah diterapkan melalui sistem analisa bahaya
fisik, kimia maupun biologis yang memungkinkan ada didalam produk yang dihasilkan.
Sistem HACCP dilakukan pada semua proses produksi dan letak CCP terletak pada proses
Friying. Menurut WHO, HACCP didefinisikan sebagai suatu pendekatan ilmiah, rasional, dan
sistematik untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengendalikan bahaya Aplikasi HACCP,
terutama yang diperuntukkan bagi pangan, dilaksanakan berdasarkan beberapa pedoman,
yaitu prinsip umumnya tentang kebersihan pangan Codex. Codex yang sesuai dengan kode
praktik, dan undang-undang keamanan pangan yang sesuai. Sistem HACCP memiliki tujuh
prinsip yang harus diterapkan, yaitu

1. Melakukan analisis bahaya: Melakukan analisis segala macam aspek pada mata
rantai produksi pangan seperti kontaminasi biologis, kimiawi, atau fisik bahan
pangan. Selain itu, bahaya lain mencakup pertumbuhan mikroganisme atau
perubahan kimiawi yang tidak dikehendaki selama proses produksi, dan terjadinya
kontaminasi silang pada produk antara, produk jadi, atau lingkungan produksi.
2. Menentukan Titik Pengendalian Kritis (Critical Control Point, CCP): suatu titik
dimana bahaya yang berhubungan dengan pangan dapat dicegah, dieliminasi, atau
dikurangi hingga ke titik yang dapat diterima (diperbolehkan atau titik aman).
Terdapat dua titik pengendalian kritis yaitu Titik Pengendalian Kritis 1 sebagai titik
dimana bahaya dapat dihilangkan, dan Titik Pengendalian Kritis 2 dimana bahaya
dapat dikurangi.
3. Menentukan batas kritis: kriteria yang memisahkan sesuatu yang bisa diterima
dengan yang tidak bisa diterima. Pada setiap titik pengendalian kritis, harus dibuat
batas kritis dan kemudian dilakukan validasi. Kriteria yang umum digunakan dalam
menentukan batas kritis HACCP pangan adalah suhu, pH, waktu, tingkat
kelembaban, Aw, ketersediaan klorin, dan parameter fisik seperti tampilan visual
dan tekstur.
4. Membuat suatu sistem pemantauan (monitoring) CCP: Suatu sistem pemantauan
(observasi) urutan, operasi, dan pengukuran selama terjadi aliran makanan. Hal ini
termasuk sistem pelacakan operasi dan penentuan kontrol mana yang mengalami
perubahan ketika terjadi penyimpangan. Biasanya, pemantauan harus menggunakan
catatan tertulis.
5. Melakukan tindakan korektif apabila pemantauan mengindikasikan adanya CCP
yang tidak berada di bawah kontrol. Tindakan korektif spesifik yang diberlakukan
pada setiap CCP dalam sistem HACCP untuk menangani penyimpangan yang
terjadi. Tindakan korektif tersebut harus mampu mengendalikan membawa CCP
kembali dibawah kendali dan hal ini termasuk pembuangan produk yang
mengalami penyimpangan secara tepat.
6. Menetapkan prosedur verifikasi untuk mengkonfirmasi bahwa sistem HACCP
bekerja secara efektif. Prosedur verifikasi yang dilakukan dapat mencakup
peninjauan terhadap sistem HACCP dan melakukan pemeriksaan (audit) metode,
prosedur, dan uji. Setelah itu, prosedur verifikasi dilanjutkan dengan pengambilan
sampel secara acak dan menganalisanya. Prosedur verifikasi diakhiri dengan
validasi sistem untuk memastikan sistem sudah memenuhi semua persyaratan

Codex dan memperbaharui sistem apabila terdapat perubahan di tahap proses atau
bahan yang digunakan dalam proses produksi.
7. Melakukan dokumentasi terhadap seluruh prosedur dan catatan yang berhubungan
dengan prinsip dan aplikasinya. Beberapa contoh catatan dan dokumentasi dalam
sistem HACCP adalah analisis bahaya, penetapan CCP, penetapan batas kritis,
aktivitas pemantauan CCP, serta penyimpangan dan tindakan korektif yang masih
berhubungan.
Sedangkan pada PT Indofood Sukses Makmur Tbk, di Pasuruan. Penerapan HACCP
diterapkan dengan cara melakukan analisis bahaya pada produk yaitu analisa bahaya
fisik, kimia dan biologis. Menentukan Titik Pengendalian Kritis (Critical Control Point,
CCP) pada perusahaan ini dilakukan pengendalian titik kritis dengan cara dilakukan
Inspeksi pada penggunaan minyak goreng sehingga tidak ada sisa minyak yang
dihasilkan (jelanta). Menentukan batas kritis. Batas kritis yang ada di perusahaan ini
terletak pada proses Friying. Membuat suatu sistem pemantauan (monitoring) CCP.
Monitoring dilakukan pada saat diketahui minyak yang digunakan berkurang.
Monitoring dilakukan dengan cara sistem FFA (Fatty Fat Acid). Melakukan tindakan
korektif apabila pemantauan mengindikasikan adanya CCP yang berada di bawah
kontrol korektif dilakukan tindakan dengan cara menambahkan minyak pada proses
Friying namun apabila minyak sudah melebihi batas maksimum kandungan FFA-nya
akan dibuang diganti total. Dan jika produk terdeteksi adanya kontaminan fisik, kimia
maupun biologi yang berbahaya maka produk akan diriject dan dihancurkan sampai
halus untuk makan ternak. Menetapkan prosedur verifikasi untuk mengkonfirmasi
bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif. Prosedur verifikasi dilakukan dengan
mengontrol proses produksi dari awal hingga akhir apakah sistem HACCP yang
diterapkan sudah efektif atau tidak. Serta melakukan dokumentasi terhadap seluruh
prosedur dan catatan yang berhubungan dengan prinsip dan aplikasinya. Dari
penjelasan diatas menunjukkan bahwa hampir keseluruhan penerapan sistem HACCP
sama dengan teori yang dijelaskan sebelumnya
2.2.2 Penerapan SOP dan SSOP Perusahaan dan Perbandingan dengan Industri
Berdasarkan kunjungan yang dilakukan dapat diketahui bahwa pelaksanaan SSOP pada
perusahaan INDOFOOD sudah sempurna. Hal ini ditunjukkan oleh sertifikasi GMP dan
SSOP yang diperoleh perusahaan tersebut. Suatu perusahaan yang telah menjalankan SSOP

berarti telah menerapkan GMP. Sempurnanya pelaksanaan SSOP dapat diketahui dari
berbagai aspek yaitu;
1.

Keamanan air yang digunakan untuk produksi telah sesuai dengan standart yang
diterapkan.

2.

Kondisi dan kebersihan perlatan yang kontak dengan produk,


Kondisi permukaan yang kontak langsung selalu dilakukan inspeksi terhadap

kebersihannya dan pembersihannya menggunakan bahan sanitiser. Kondisi ini sesuai dengan
ketentuan

SSOP

pada

keputusan

menteri

kesehatan

republik

Indonesia

Nomor

1098/MENKES/SK/VII/2003 yang menyatakan bahwa perlu dilakukannya pengendalian


terhadap alat, tempat, maupun perlengkapan yang digunakan sehingga tidak menimbulkan
penyakit atau gangguan kesehatan atau tidak terjadi kontaminasi.
3. Pencegahan kontaminasi silang. Menurut Eley

(1992), kontaminasi silang dapat

terjadi jika bahan makanan siap dimakan tidak dipisahkan dari makanan mentah.
Kontaminasi juga dapat terjadi melalui kontak langsung manusia atau wadah yang
telah tercemar oleh mikroorganisme dari manusia. Dari hasil kunjungan lapang dapat
diketahui bahwa secara keseluruhan aspek pencegahan kontaminasi silang telah sesuai
dengan standar SSOP. Hal ini terlihat mulai dari kondisi area yang bersih, ruangan
penanganan bahan baku dan pengolahan produk terpisah, produk olahan disimpan
terpisah sesuai jenis, peralatan yang digunakan untuk penanganan bahan baku berbeda
dengan peralatan pengolahan dan selalu dilakukan penyemprotan alkohol setiap 2 jam
sekali untuk pekerja yang bersentuhan langsung dengan produk.
4. Higiene pekerja yang menangani makanan sangat penting peranannya di dalam
mencegah perpindahan penyakit ke dalam makanan. Persyaratan bagi pekerja agar
mendukung higiene pekerja adalah kesehatan yang baik dan pengetahuan mengenai
sanitasi (Minarni, 1995). Higiene adalah kebiasaan seseorang untuk menjaga
kebersihan diri sebagai salah satu upaya pencegahan terjadinya penyakit baik pada
dirinya atau orang lain (Troller, 1983). Menurut Mariot (1992), higiene pekerja
penting untuk dilaksanakan karena bagian-bagian tubuh seperti tangan, rambut,
hidung, dan mulut merupakan jalan masuk mikroba untuk mencemari pangan selama
proses penyiapan, pengolahan, sampai penyajian melalui sentuhan, pernapasan, batuk,
dan bersin. Penerapan higiene pekerja yang baik dapat memutuskan rantai infeksi
terhadap makanan (Hobbs, 1989). Kontaminasi makanan dari pekerja dapat terjadi
melalui kontak kulit, mulut dan rambut, serta dari pakaian dan perhiasan yang
digunakan. Pada Perusahaan INDOFOOD bahwa pekerja yang menangani dan

mengolah makanan dalam keadaan sehat, berpakaian bersih sesuai dengan seragam
yang ditentukan oleh perusahaan, mencuci tangan sebelum dan sesudah dari toilet dan
setiap akan masuk pada ruangan produksi cuci tangan 2 kali dengan menggunakan
sabun dan antiseptik. Menjaga higienis dengan cara tidak makan minum, tidak
meludah dan merokok. Tidak diperbolehkan pekerjanya yang memakai kosmetik.
Selain itu, para pekerja juga mempunyai tugas masing-masing. Pekerja yang
menangani bahan baku berbeda dengan pekerja yang menangani pengolahan
produk.kebersihan pekerja sangat dijaga oleh perusahaan ini dengan cara loker,
pakaian dan sepatu selalu berganti setiap akan masuk pada ruang pengolahan. Hal ini
telah sesuai dengan literatur dan teori yang ada.
5. Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet. Di perusahaan INDOFOOD
tersedia fasilitas pencuci tangan, Sedangkan untuk toilet diketahui jumlahnya telah
mencukupi, letaknya tidak berhadapan langsung ke ruang pengolahan, ventilasi dan
penerangan cukup serta dilengkapi dengan pencuci tangan setiap akan memasuki
ruang proses produksi.
6. Perlindungan dari bahan kontaminasi. Dari hasil kunjungan diketahui bahwa ruangan
produksinya mudah dibersihkan. Selain itu pintu masuk ruang produksi dilengkapi
dengan air pencuci kaki. Pengaturan ventilasi dan suhu ruang produksi sudah baik.
Kondisi lantai maupun dinding pada ruang produksi dan keseluruhan ruangan
memenuhi standar. Hal ini terlihat dari lantainya yang kedap air, serta sudut antara
lantai dan tembok membentuk sudut mati. Diantaranya lantai yang membentuk sudut
mati sulit untuk dibersihkan sehingga debu atau mikroba dapat tertinggal disudutsudut lantai tersebut. Untuk bahan pengemasnya ditempatkan terpisah dengan bahan
lain dan peralatan yang kontak langsung dengan makanan sudah dibersihkan dengan
sanitizer dan pencegahan kontaminasinya sudah optimal.
7. Pelabelan, penyimpanan, penggunaan bahan toksin secara benar. Yang tujuannya
adalah untuk proteksi produk dari kontaminasi. Menurut Susiwi (2009) Beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam pelabelan nama bahan/larutan dalam wadah, nama dan
alamat produsen/distributor; petunjuk penggunaan, label wadah untuk kerja harus
menunjukkan

nama

bahan/larutan

dalam

wadah.

Petunjuk

Penyimpanan bahan yang bersifat toksin seharusnya :


a. Tempat dan akses terbatas;
b. Memisahkan bahan food grade dengan non food grade;
c. Jauhkan dari peralatan dan barang-barang kontak dengan produk;

penggunaannya

d. Penggunaan bahan toksin harus menurut instruksi perusahaan produsen;


e. Prosedur yang menjamin tidak akan mencemari produk.
Dari keseluruhan pelabelan, penyimpanan yang dilakukan pada perusahaan ini sudah
sesuai dengan literatur maupun teori yang ada.
8. Pengawasan kesehatan karyawan. Higiene pekerja yang menangani makanan sangat
penting peranannya di dalam mencegah perpindahan penyakit ke dalam makanan.
Persyaratan bagi pekerja agar mendukung higiene pekerja adalah kesehatan yang baik
dan pengetahuan mengenai sanitasi (Minarni, 1995). Higiene adalah kebiasaan
seseorang untuk menjaga kebersihan diri sebagai salah satu upaya pencegahan
terjadinya penyakit baik pada dirinya atau orang lain (Troller, 1983). Selain itu
pekerja yang luka dan berpenyakit kulit tidak diperkenankan menangani, menyentuh
produk selama berada di pabrik, dalam ruangan produksi tidak diperkenankan
mengenakan perhiasan agar mencegah perhiasan terjatuh ke proses pengolahan dan
mengkontaminasi produk. Rambut dari kepala, kotoran dari muka dan hidung dapat
menjadi sumber kontaminan bagi produk yang akan dihasilkan, oleh karena itu
pengenaan tutup kepala dan masker harus dikenakan sebelum bekerja dan bukan di
daerah pengolahan pangan (Troller,1983). Secara keseluruhan pengawasan kesehatan
karyawan sudah sesuai dengan standar. Hal ini dikarenakan telah dilakukan
pemeriksaan secara berkala, ada persyaratan kesehatan khusus saat rekrutmen
karyawan dan dimilikinya asuransi jaminan kesehatan bagi karyawan serta telah
sesuai karena karyawan telah menggunakan standart karyawan dalam sebuah
perusahaan.
9. Pengendalian hama dari unit pengolahan. Dari hasil kunjungan diketahui
bangunannya bersih dan terpelihara dengan baik. Hal ini dapat terlihat adanya dinding
dan atap yang selalu bersih. Selain itu, penataan barang-barangnya tertata rapi.
Terdapat usaha untuk mencegah masuknya serangga dan pengganggu (hama) dengan
cara menggunakan sinyal elektromagnetik dari sebuah alat.

2.2.3 Penerapan Sistem ISO Perusahaan dan Perbandingan dengan Industri


Di perusahaan ini sudah menerapkan sistem ISO 22000. Hal ini ditunjukkan dengan sertifikat
yang diperoleh oleh perusahaan ini. Pada literatur bahwa perusahaan pangan yang sudah
meluas dan dikenal hampir seluruh dunia pasti sudah menerapkan sitem ISO, sehingga dari

sini dapat diketahui bahwa perusahaan ini telah sesuai dengan ketentuan perusahaan pangan
yang ada.

2.2.4 Diagram Alir Produk Yang di Hasilkan


1. Diagram Alir
2. Produk yang dihasilkan
Segala produk yang dihasilkan oleh INDOFOOD sesuai dengan devisi yang ada
pada perusahaan ini yaitu:
a. Devisi Noodle Mie :

BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.

PT Indofood Pasuruan

3.2 Saran
Praktikum kunjungan lapang ini sudah berjalan dengan baik dan diharapkan mahasiswa lebih
antusias dalam melakukan kunjungan lapang ini serta mahasiswa yang bertanya diharapkan
lebih menuju kearah pembahan-pembahasan yang digunakan dalam pembuatan laporan agar
tidak jauh dari yang diharapkan.

Anda mungkin juga menyukai