Pendahuluan
Suatu objek dapat dilihat dengan jelas apabila bayangan
objek tersebut tepat jatuh pada bagian fovea. Untuk itu maka lensa
mata harus dapat bekerja otomatis memfokusk an bayangan objek
sehingga tepat jatuh pada bagian fovea. Kerja lensa mata bergantung
pada jarak antara objek dan mata. Untuk objek yang dekat, lensa
mata akan cenderung c embung sedangk an untuk objek yang jauh
lensa mata akan cenderung menjadi plat. Kerja otomatis lensa mata
ini disebut akomodasi mata. Untuk mata yang normal, akomodasi
mata menghas ilkan bayangan pada retina. Sedangkan untuk mata
yang tidak normal (mata yang tidak dapat berakomodasi), maka
bayangan obyek mungkin jatuh di bagian depan atau di bagian
belakang retina.
Di kalangan refraksionis (ahli pemeriksaan refraksi mata) dan
kedokteran mata, dikenal dengan is tilah uji visus dasar (visus = tajam
penglihatan). Pada prinsipnya, uji visus ini adalah upaya untuk
mengetahui ketajaman penglihatan seseorang dan menilainya dengan
dibandingkan penglihatan normal. Visus penderita bukan saja
memberi pengertian tentang optiknya (kacamata) tetapi mempunyai
arti yang lebih luas yaitu memberi keterangan tentang baik buruknya
fungsi mata kes eluruhannya. Oleh karena itu definisi visus adalah :
nilai kebalikan sudut (dalam menit) terkecil dimana sebuah benda
masih k elihatan dan dapat dibedak an.
Pada penentuan visus, para ahli mempergunakan kartu
Snellen, dengan berbagai ukuran huruf dan jarak yang sudah
ditentukan. Misalnya mata normal pada waktu diperiksa diperoleh
20/40 berarti penderita dapat membaca hurup pada 20 ft sedangk an
bagi mata normal dapat membaca pada jarak 40 ft (20 ft = 4 meter).
Jadi, hasil dari uji visus ini berupa angk a perbandingan yang
menggambarkan kemampuan penglihatan pasien yang diuji bila
dibandingkan dengan penglihatan orang normal.
Alat yang dipakai sebagai obyek tes untuk uji visus ini (biasa
disebut optotip) adalah berupa k artu besar atau papan yang berisi
huruf-huruf atau angka atau gambar/simbol dalam berbagai ukuran
optotip, umumnya berkode 6/60 atau 20/200 atau 0,1. Alat paling
banyak yang digunakan untuk pengujian visus ini adalah Snellen
Chart. Kartu ini ditemukan oleh seorang opthamologist, dr. Hermann
Snellen (1862). Sedangkan alat lain yang juga dapat digunakan untuk
pengukuran visus dengan ukuran dan penggunaan simbol yang lain
yaitu dengan kartu Landolt Cs atau Tumbling E. Penempatan optotip
(banyak yang menyebut kartu Snellen), sebaik nya berada di area
yang penerangannya bagus namun tidak menimbulkan efek silau.
Cara Pengujian
Kartu Snellen (optotip) digantung sejajar dengan pandangan
mata pasien dengan jarak 6 meter (20 feet) dari optotip, kemudian
salah satu mata ditutup dengan penutup mata atau dengan telapak
tangan tanpa menekan bola mata, dan mata tidak dipejamkan.
B
Gambar 3. Pembacaan Snellen Chart .
Jika masih mampu melihat dengan jelas huruf-huruf yang
berk ode 6/30, dan baris huruf di bawahnya tidak mampu lagi, berarti
nilai ketajaman penglihatannya adalah 6/30. Angka 6 menyatak an
jarak anda dengan optotip (jarak periksa) yaitu 6 meter, sedangkan
angka 30 menyatakan bahwa huruf tersebut masih bisa dilihat dengan
jelas oleh penglihatan normal dari jarak 30 meter. Ini bisa dikatakan
bahwa pasien memiliki tajam penglihatan sebesar 6/30 atau 1/5 (atau
20%) dari penglihatan normal. Lakukan untuk mata yang sebelah lagi,
dengan cara yang sama seperti sebelumnya.
Pada orang yang mempunyai sel-sel kerucut yang sensitif untuk tiga
jenis warna ini, mak a ia dikatakan normal. Pada orang tertentu,
mungkin hanya ada dua atau bahkan satu atau tidak ada sel kerucut
yang sensitif terhadap warna-warna tersebut. Pada kasus ini orang
disebut buta warna. Jadi buta warna biasanya menyangk ut warna
merah, biru atau hijau.
Jika seseorang tidak mempunyai sel k erucut merah ia masih
dapat melihat warna hijau, k uning, orange dan warna merah dengan
menggunakan sel kerucut hijau tetapi tidak dapat membedakan
secara tepat antara masing-masing warna tersebut oleh karena tidak
mempunyai sel kerucut merah untuk kontras /membandingkan dengan
sel kerucut hijau. Demikian pula jika seseorang kekurangan sel
kerucut hijau, ia masih dapat melihata seluruh warna tetapi tidak
dapat membedakan antara warna hijau, kuning, orange dan merah.
Hal ini disebabkan sel kerucut hijau yang sedikit tidak mampu
mengkontraskan dengan sel kerucut merah. Jadi tidak adanya sel
kerucut merah atau hijau akan timbul kesukaran atau
ketidakmampuan untuk membedakan warna antara keadaan ini di
sebut buta warna merah hijau.
Kasus yang jarang sek ali, tetapi bisa terjadi s eseorang
kekurangan sel kerucut biru, maka orang tersebut s ukar membedakan
warna ungu, biru dan hijau. Tipe buta warna ini disebut k elemahan
biru (blue weakness). Adapula orang buta terhadap warna merah
disebut protanopia, buta terhadap warna hijau disebut deuteranopia
dan buta terhadap warna biru disebut tritanopia.
Buta warna umumnya diturunkan secara genetik. Ada juga
yang didapat misalnya pada penyak it di retina atau ak ibat keracunan.
Sifat penurunannya bersifat X linked recessive. Ini berarti, diturunkan
lewat kromosom X. Pada lak i-laki, karena kromosom X-nya hanya
satu, mak a kelainan pada satu kromosom X ini sudah dapat
mengak ibatkan buta warna. Sebaliknya pada perempuan, karena
mempunyai 2 kromosom X, maka untuk dapat timbul buta warna
harus ada kelainan pada kedua kromosom X, yaitu dari kedua
orangtuanya. Hal ini menjelaskan bahwa buta warna hampir selalu
menyebutkan angka 4.
B
Gambar 2. Contoh kartu tes Ishihara
Nu m .
No rm a l
of
To t al Co l ou r
P er so n P er so n wit h Re d - Gre e n De f ic ie n c ie s
Pl a te
Bl in d n e ss a n d
W e a kn e ss
1 12 12 12
2 8 3 x
3 5 2 x
4 29 70 x
5 74 21 x
6 7 x x
7 45 x x
8 2 x x
9 x 2 x
10 1 6 x x
11 t ra ce a b l e x x
P ro t a n De u t a n
S t ro n g Mi ld S t ro n g M il d
12 3 5 5 (3 ) 5 3 3
(5 )
13 9 6 6 (9 ) 6 9 9
(6 )
14 Ca n t ra ce
t wo l in e s
p ur p le p u rp l e
(re d )
r ed r e d
x
( p u rp le )
DAFTAR PUSTAKA
Adamjee M, Office skills for the general practitioner. SA Fam Pract
2006;48(7): 20-26
Ishihara S, 1994. Ishiharas Test for Colour
-Blindness. Japan :
Kanehara&Co.Ltd
CPC, 2008. Commission on Paraoptometric Certification CPOT
Practical Examination. St.Louis.
Khaw PT, Shah P, Elkington AR. ABC of Eyes. 4
BMJ Book s
t h edition.
London:
CHECK LIST
PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika
keterampilan/kegiatan tidak dilak ukan, angk a (1) jika belum
memuask an atau (2) jika memuaskan
Skor
No. Aspek yang dinilai
TOTAL
0 1 2
Keterangan :
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tapi tidak benar
2 = dilakukan dengan benar
Nilai :
Total skor X 100 = ................
12
CHECK LIST
PEMERIKSAAN VISUS
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika
keterampilan/kegiatan tidak dilak ukan, angk a (1) jika belum
memuask an atau (2) jika memuaskan
Skor
Keterangan :
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tapi tidak benar
2 = dilakukan dengan benar
Nilai :
Total skor X 100 = ................
20
CHECK LIST
TES BUTA WARNA
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika
keterampilan/kegiatan tidak dilak ukan, angk a (1) jika belum
memuask an atau (2) jika memuaskan.
Skor