Anda di halaman 1dari 9

PENGARUH JUMLAH SUDU STATIC RADIAL FIN TERHADAP

LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PRESSURE DROP PADA


ALAT PENUKAR KALOR
Ardian Reza; Rudy Soenoko; Djoko Sutikno.
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jalan MT. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia
E-mail : rezadestianto@yahoo.co.id
ABSTRAK
Heat exchanger merupakan alat yang berfungsi memindahkan kalor antara dua fluida yang
mempunyai perbedaan temperatur dan menjaga agar kedua fluida tersebut tidak bercampur (Cengel,
2003:569). Pada perkembangan saat ini telah dikembangkan berbagai jenis heat exchanger.
Perpindahan panas secara konveksi sangat dipengaruhi oleh bentuk geometri heat exchanger dan tiga
bilangan tak berdimensi, yaitu bilangan Reynold, bilangan Nusselt dan bilangan Prandtl. Pengaruh static
radial fin terhadap laju perpindahan kalor dan penurunan tekanan pada heat exchanger jenis double
tube dapat mengganggu pola aliran dari fluida yang mengalir ke saluran pipa dalam, sehingga
meningkatkan intensitas turbulensi dan meningkatkan laju perpindahan kalor pada pipa. Tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jumlah sudu static radial fin
terhadap laju perpindahan kalor dan pressure drop pada pada alat penukar kalor.
Dalam penelitian ini digunakan 3 (tiga) macam variasi sudu, yaitu 2 sudu, 3sudu dan 4 sudu.
Laju aliran fluida (air) panas di bagian pipa dalam diteliti mulai dari 400 l/jam, 500 l/jam,600 l/jam,
700 l/jam, 800 l/jam, 900 l/jam dan laju aliran air dingin di bagian pipa luar konstan 900 l/jam. Data
hasil pengujian dari masing-masing variasi dibandingkan data tanpa turbulator, secara keseluruhan
mengalami peningkatan kalor dan peningkatan pada pressure drop. Dengan peningkatan kalor yang
tertinggi pada static radial fin dengan jumlah sudu 4 (empat) yaitu sebesar 6884,341 W dan pressure
drop tertinggi pada static radial fin dengan jumlah sudu 4 (empat) yaitu sebesar 982,021 N/m2

Kata kunci : Static radial fin , heat exchanger, heat transfer rate, pressure drop.
PENDAHULUAN
Latar belakang

Energi merupakan hal yang


sangat penting untuk pengembangan
industri dan itu merupakan isu yang
penting akhir-akhir ini yaitu mengenai
penghematan energi, tidak hanya di
Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia.
Pemanfaatan energi secara ekonomis
adalah cara yang efektif untuk
mengurangi permasalahan energi. Salah
satunya adalah alat heat exchanger
yang sering digunakan di dalam dunia
industri
perlu
inovasi
untuk
meningkatkan
efisiensinya.
Heat
exchanger adalah suatu alat yang
digunakan untuk memindahkan energi
kalor. Proses perpindahan panas yang
terjadi adalah pada dua atau lebih jenis
fluida dengan temperatur yang berbeda.
Pada
perkembangan
yang
ada
dibutuhkan perpindahan panas secara

tepat dan efisien dengan pengaturan


temperatur (T) dan debit (Q) yang
diinginkan. Salah satu cara yang
ditempuh untuk meningkatkan laju
aliran perpindahan kalor adalah dengan
mengunakan turbulator. Dalam aplikasi
heat exchanger di lapangan banyak
permasalahan yang masih ditimbulkan,
misalnya laju perpindahan kalor yang
ditransfer oleh heat exchanger kurang
baik. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut adalah dengan membuat aliran
turbulen dalam pipa sehingga pada heat
exchanger mampu mentransfer kalor
dengan baik. Efek dari adanya
turbulator pada heat exchanger itu
sendiri
adalah
mempengaruhi
perbedaan kecepatan antar lapisan
fluida sehingga menimbulkan vortex
dalam aliran, dengan timbulnya vortex
yang ada akan mempengaruhi nilai dari

bilangan Reynold (Re) dan diikuti


dengan peningkatan angka Nusselt (Nu)
sehingga akan meningkatkan koefisien
perpindahan panas konveksi pada aliran
fluida.
Untuk menambah kajian dari
penelitian yang ada diatas mengenai
jenis turbulator yang digunakan, belum
ada penelitian yang menggunakan static
radial fin sebagai turbulator untuk
meningkatkan laju perpindahan kalor
pada heat exchanger. Untuk itu perlu
adanya penelitian tentang pengaruh
jumlah sudu static radial fin terhadap
laju perpindahan kalor. Static radial fin
memiliki kelebihan dimana sirip atau
fin memiliki sudut kemiringan tertentu
serta jumlah sudu yang dapat
disesuaikan, yang diharapkan dapat
membuat gerakan acak nantinya.
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian Sebelumnya
Hosni
(2003)
melakukan
penelitian yang dilakukan dengan
membandingkan empat jenis turbulator
dengan aliran berlawanan (counter
flow). Turbulator yang digunakan
adalah Fin tanpa sudut, spiraled rod,
twisted strip dan angular disk.
Ardiansyah (2011) melakukan
penelitian
eksperimental
terhadap
pengaruh sudut static mixer terhadap
laju perpindahan panas dan pressure
drop pada counter flow heat exchanger,
hasil penelitian tersebut didapatkan
bahwa dengan adanya pemasang
penghalang dengan variasi sudut static
menyebabkan terjadinya peningkatan
laju
perpindahan
kalor
jika
dibandingkan
tanpa
penghalang.
Disamping itu peningkatan sudut static
mixer berbanding lurus dengan faktor
gesekan sehingga akan meningkatkan
kehilangan tekanan.
Ridho
(2012)
melakukan
penelitian tentang pengaruh jarak
peletakan static radial fin terhadap
unjuk kerja heat exchanger jenis
counter flow. Hasil penelitian tersebut

didapatkan bahwa semakin dekat


peletakan static radial fin dengan sisi
masuk maka laju perpindahan kalor
akan meningkat, sedangkan pressure
drop meningkat pada pemasangan jarak
static radial fin 750mm dari sisi masuk
pipa.
Energi kalor
Energi kalor merupakan energi
yang menunjukkan tingkatan kecepatan
gerak acak dari suatu molekul atau
suatu atom. Dalam hal ini, kalor
berpindah dari permukaan suatu sistem
yang bersuhu tinggi ke sistem yang
temperaturnya lebih rendah sehingga
tingkat energi kalor suatu benda
diindikasikan dengan temperatur benda
tersebut.
Untuk laju dari energi kalor
sendiri dapat dinyatakan sebagai
berikut:

Dimana :
= laju energi kalor (W)

m = laju aliran massa fluida (kg/s)


CP = Kalor spesifik pada tekanan konstan
(J/kg.K)
T = Beda temperatur saluran masuk dan
keluar (K)

Aliran Laminer dan Turbulen


Aliran laminar adalah aliran yang
bergerak dalam lapisan-lapisan dengan
gerakan yang teratur. Aliran fluida yang
bergerak dengan kondisi lapisan-lapisan
membentuk garis-garis alir yang tidak
berpotongan satu sama lain. Hal
tersebut ditunjukkan oleh percobaan
Osborne Reynold. Pada laju aliran
rendah, aliran laminer tergambar
sebagai filamen panjang yang mengalir
sepanjang aliran. Aliran ini mempunyai
bilangan Reynold lebih kecil dari 2300
(Cengel, 2002 :422).
Aliran turbulen adalah aliran
dimana partikel-partikel fluida bergerak
secara acak dengan kecepatan yang
berubah-ubah. Pada aliran ini lapisan-

lapisan fluida tidak terlihat lagi


sehingga aliran fluida dibayangkan
sebagai bongkahan-bongkahan fluida.
Pergerakan dari bongkahan-bongkahan
fluida tersebut terjadi secara acak,
sehingga
proses
perpindahan
momentum dan massa terjadi secara
makroskopis. Untuk aliran turbulen,
nilai bilangan Reynold adalah : Re >
4000 (Cengel, 2002: 422). Sebelum
terjadi aliran turbulen, aliran akan
mengalami proses transisi dari aliran
laminer ke aliran turbulen.
Vortex
Vortex adalah pusaran yang
merupakan efek dari aliran rotasional
dimana viskositas berpengaruh di
dalamnya dapat berupa aliran free
vortex atau forced vortex. Gerakan
partikel
fluida
yang
berputar
disebabkan oleh adanya perbedaan
kecepatan antar lapisan-lapisan fluida
yang
bersebelahan
sehingga
menimbulkan
gaya-gaya
yang
menyebabkan puntiran.
Angka Reynold
Bilangan Reynold merupakan
bilangan
tak
berdimensi
yang
menunjukkan perbandingan antara gaya
inersia terhadap gaya viskos dari suatu
fluida. Secara matematis besarnya
angka Reynold dapat dirumuskan
sebagai berikut

Dimana :
Re = Reynold Number
= Kecepatan aliran ( m/s )
L = Karakteristik panjang atau
geometri (m)
= Kinematic Viscosity ( m/s )
Angka Prandlt (Pr)
Angka
prandtl
merupakan
parameter
yang
menghubungkan
ketebalan relatif antara lapisan batas

hidrodinamika dengan lapisan batas


thermal.

Dimana :
Pr = Prandtl Number
= Difusivitas thermal ( m/s )
Cp = Panas jenis pada tekanan konstan
( J/kg .K )
v = Kinematic Viscosity ( m/s )
= Absolute Viscosity
( Kg/m.s )
k = Thermal Conductivity (W/m. K)
Angka Nusselt (Nu)
Angka Nusselt merupakan angka
yang
didapat
dari
pengukuran
eksperimental, yang terdiri dari angka
Reynold, Prandtl dan konstanta yang
harganya tergantung pada geometri
saluran dan sifat aliran.

Dimana :
Nu = Nusselt Number
k = Thermal Conductivity (W/m. K )
h = Koefisien perpindahan kalor
konveksi ( W/m C )
= Geometri profil penampang fluida
(m)
Dimana Untuk aliran dalam pipa adalah
sebagai berikut :
Aliran laminar

Dimana :
Nu = Nusselt Number
L = Panjang pipa ( m)
= viskositas dinamik temperatur
bulk ( Kg.m/s )
(m)
= viskositas dinamik temperatur
( m/s )
permukaan( Kg.m/s )
Aliran turbulen

n = 0,4 untuk pemanasan dan n = 0,3


untuk pendinginan

Alat
Penukar
Kalor
(Heat
Exchanger)
Alat penukar kalor adalah yang
digunakan untuk memindahkan kalor
dari satu fluida ke fluida yang lain.
Aplikasi dari Heat Exchanger ini sangat
luas antara lain untuk sistem
pendinginan di industri, pembangkit
tenaga listrik. Dalam penukar kalor
yang paling sederhana, fluida panas dan
fluida dingin bercampur langsung.
Dalam kebanyakan penukar kalor yang
kedua, fluida itu terpisah oleh suatu
dinding.

Koeffisien
Perpindahan
Kalor
Menyeluruh
Suatu alat penukar kalor pada
umumnya terdapat dua fluida yang
memiliki beda temperatur yang
dipindahkan oleh dinding sehingga
akan terjadi tiga proses perpindahan
kalor yaitu proses perpindahan kalor
konveksi yang terjadi antara fluida
dengan permukaan bagian dalam pipa
dari pipa dalam (inner tube),
perpindahan kalor konduksi yang
terjadi dari permukaan dalam hingga
permukaan luar dari pipa dalam (inner
tube), serta proses perpindahan kalor
konveksi antara fluida yang terdapat
pada pipa luar (outer tube) dengan
permukaan luar dari pipa dalam (inner
tube). Dijelaskan lebih detail pada
gambar 1.

Gambar 1: Jenis aliran pada heat


exchanger (a) parallel flow dan (b)
counter flow
Sumber : Cengel, 2003: 668
Analisa Perpindahan Kalor
Suhu fluida-fluida di dalam
penukar kalor pada umumnya tidak
konstan, tetapi berbeda dari satu titik ke
titik lainnya pada waktu kalor
berpindah dari fluida yang panas ke
fluida yang lebih dingin. Maka dari itu
untuk tahanan termal yang konstan, laju
aliran
kalor
akan
berbeda-beda
sepanjang lintasan penukar kalor karena
bergantung pada beda suhu antara
fluida panas dan dingin pada
penampang
tertentu.
Perbedaan
temperatur pada alat penukar kalor
tidak dapat ditentukan dengan mudah
sehingga ada beberapa analisa yang
dapat digunakan untuk mempermudah
menentukan laju perpindahan kalor
pada alat penukar kalor. Secara umum
perpindahan kalor pada tipe double tube
heat exchanger terdiri dari perpindahan
kalor secara konduksi (menitik beratkan
pada pipa) dan perpindahan kalor secara
konveksi (antar fluida dengan pipa).

Gambar 2 : Hambatan thermal pada


concentric double tube heat exchanger
Sumber : engel Heat Transfer A
Practical Approach (2003:671)

(Cengel,2003:672 )
Dimana:

(Cengel, 2003:672 )

Gambar 3: Persamaan T1 dan T2


pada counterflow heat exchanger
Sumber : Cengel, Heat Transfer A
Practical Approach, 2003: 682

Sehingga:

(Cengel, 2003:672 )
Dapat dinyatakan :

Sehingga didapat dari penurunan


dan integrasi rumus untuk analisa
LMTD (Log Mean Temperature
Difference) adalah:
Tlm

Th1 Tc 2 Th 2 Tc1
ln Th1 Tc 2 Th 2 Tc1

(Holman, 1991:491)
(Holman,1991:526)

Dimana :
= Laju perpindahan kalor (W)
U = Koeffisien perpindahan kalor
menyeluruh ( W/m.C)
h = Koeffisien perpindahan kalor
konveksi ( W/m.C)
A = Luas permukaan panas pipa (m2)
k = Konduktivitas thermal bahan
(W/m.C )
D = Diameter pipa( m )
L = Panjang pipa( m )
i/o = i (bagian pipa dalam), o (bagian
pipa luar)
LMTD (Log Mean Temperature
Different)
LMTD adalah beda temperatur
rata-rata di sepanjang pipa. Pada kasus
heat exchanger dengan arah aliran
counter flow kita bayangkan bahwa
perbedaan suhu antar fluida panas dan
fluida dingin sangat besar pada sisi
masuk dan berkurang suhunya pada sisi
keluar. Suhu pada fluida panas akan
berkurang dan suhu pada fluida dingin
akan naik. Namun sepanjang apapun
heat exchanger, suhu pada fluida dingin
tidak akan pernah melebihi suhu fluida
panas.

Dimana :
=
Rata-rata
temperatur
logaritma
(W)
=Temperatur fluida panas
masuk dan keluar(C)
= temperatur fluida dingin
dan keluar(C)
( m )
Pressure Drop
Penurunan tekanan pada suatu
aliran yang disebabkan oleh gesekan
pada dinding atau kerugian antara fluida
dengan saluran. Pada alat penukar
kalor, semakin tinggi pressure drop
atau
penurunan
tekanan
akan
menyebabkan semakin tinggi daya yang
dibutuhkan
oleh
pompa
untuk
mengalirkan fluida. Losses atau
kerugian yang terjadi pada aliran fluida
dapat dibagi menjadi 2 yaitu (major
losses) yang mana jenis kerugian ini
disebabkan karena adanya faktor
gesekan yang dimiliki oleh dinding
sedangkan (minor losses) adalah jenis
kerugian yang yang disebabkan oleh
instalasi saluran seperti kelokan, siku,
sambungan,
katup
dll.Penurunan
tekanan yang terjadi pada alat penukar
kalor dapat dirumuskan :
( White, 2001: 328)
Dimana :
= Penurunan tekanan( kg/m )
= Massa jenis fluida ( kg/m)
= Percepatan gravitasi ( m/s)
= beda ketinggian fluida ( m )

Static radial fin


Turbulator atau pengahalang pada
alat penukar kalor seperti contohnya
turbulator jenis alur (internal fin)
merupakan teknik pengembangan pasif
heat exchnger.
Pada penelitian yang akan
dilakukan, modifikasi yang dilakukan
adalah dengan pemasangan static radial
fin pada pipa. Static radial fin adalah
salah satu turbulator yang dapat
mengakibatkan gerakan molekul fluida
akan
semakin
acak
setelah
melewatinya.

Gambar 4: static radial fin masing


masing 2 sudu, 3 sudu dan 4 sudu
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian
Metode
penelitian
yang
digunakan adalah metode penelitian
eksperimental nyata (true experimental
research).
Jenis
penelitian
ini
digunakan untuk menguji pengaruh dari
suatu perlakuan atau desain baru
terhadap proses.
Skema Alat Penelitian
Skema alat penelitian dari alat
penukar kalor yang digunakan dapat di
ilustrasikan pada gambar 8 berikut ini.

1.
2.
3.
4.

Pompa air panas.


Pompa air dingin.
Debit meter air panas.
Debit meter air dingin.

5. LM35 untuk sisi masuk air


panas.
6. LM35 untuk sisi keluar air
panas.
7. LM35 untuk sisi keluar air
dingin.
8. LM35 untuk sisi masuk air
dingin.
9. Thermocuple air panas.
10. Kran pengatur air panas.
11. Kran pembuangan air panas.
12. Kran pengatur debit air dingin.
13. Kran pembuangan air dingin.
14. Manometer.
15. Kontrol panel.
16. Display digital.
17. Reservoir air panas.
18. Reservoir air dingin.
19. Pemanas (heater).
20. Pipa fluida dingin.
21. Pipa fluida panas.
22. Static radial fin .
Peralatan yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah alat penukar kalor
double tube dengan spesifikasi :

1. Pipa dalam (inner tube) adalah


pipa dari bahan tembaga paduan
CEM ASTM B88 TYPE M
dengan diameter dalam 25,4
mm, tebal 1 mm, dan panjang
pipa (L) 1000 mm.
2. Pipa luar (outer tube) adalah
pipa Stainless Steel SUS 304
dengan diameter dalam 76.2
mm, tebal pipa 2mm dan
panjang pipa (L) 1000 mm

HASIL DAN PEMBAHASAN


Grafik Hubungan Antara Debit Air
Panas dan Jumlah sudu Static Radial
Fin dengan Laju Perpindahan Kalor
pada Alat Penukar Kalor

.
Dari grafik di atas terlihat bahwa
laju perpindahan kalor terkecil terjadi
pada debit 400 liter/jam dengan variasi
tanpa static radial fin yaitu sebesar
1852,948 Watt. Pada debit yang sama
dengan menggunakan variasi jumlah
sudu static radial fin berturut-turut 2
sudu, 3 sudu, dan 4 sudu, masingmasing
laju
perpindahan
kalor
meningkat menjadi 2858,555 Watt,
3114,771 Watt, dan 3480,511 Watt.
Meningkatnya laju perpindahan kalor
ini menunjukkan bahwa penggunaan
static radial fin berpengaruh terhadap
laju
perpindahan
kalor
jika
dibandingkan tanpa static radial fin.
Pada alat penukar kalor tanpa
static radial fin, tidak terjadi perubahan
arah aliran fluida panas, di mana arah
aliran fluida adalah sama sepanjang
pipa yaitu searah sumbu aksial pipa,
sehingga pada fluida panas hanya
terjadi kecepatan aksial saja dan
besarnya nilai kecepatan aksial adalah
sama dengan kecepatan fluida saat
masuk ke dalam pipa air panas. Karena
pada pipa hanya terjadi kecepatan aksial
saja, maka perpindahan kalor secara
konveksi yang terjadi tidak terlalu
besar, selain itu besarnya kecepatan
total fluida adalah sama dengan
kecepatan aksial. Sedangkan pada alat

penukar kalor dengan static radial fin,


arah aliran fluida di sekitar static radial
fin berubah arah alirannya, sehingga
aliran fluida mempunyai komponen
kecepatan aksial, radial dan tangensial.
Setelah melewati static radial fin, fluida
panas tetap memiliki komponen
kecepatan aksial, radial dan tangensial.
Di mana, besar dari kecepatan radial
dan tangensial pada fluida lebih besar
dari pada tanpa menggunakan static
radial fin. Hal ini mengakibatkan
perpindahan kalor secara konveksi
fluida di dalam pipa akan lebih besar
dari pada tanpa menggunakan static
radial fin.
Pada grafik juga dapat dilihat
bahwa dengan semakin banyaknya
jumlah sudu pada static radial fin
mengakibatkan fluida panas mengalami
perubahan garis aliran sehingga
partikel-partikel fluida bergerak secara
acak dan saling bercampur serta
berinteraksi.
Dengan
semakin
banyaknya jumlah sudu pada static
radial fin, menyebabkan meningkatnya
intensitas turbulensi pada aliran yang
akan mempercepat transfer energi kalor
tersebut. Gerakan fluida yang acak ini
akan meningkatkan perpindahan kalor
secara konveksi di pipa dalam (tube),
sehingga dihasilkan beda temperatur
fluida yang lebih besar pada lapisanlapisan fluida yang saling berinteraksi
melakukan perpindahan kalor tersebut,
sesuai
dengan
rumus
=
,laju perpindahan kalor
akan sebanding dengan beda temperatur
antar fluida masuk dan fluida keluar
yang melakukan perpindahan kalor, hal
tersebut menyebabkan laju perpindahan
kalor semakin tinggi.

Grafik Hubungan Antara Debit Air


Panas Dan Pemasangan Static radial
fin Dengan Pressure Drop Pada Alat
Penukar Kalor

Dari grafik di atas dapat


diketahui
bahwa
debit
fluida
berpengaruh
terhadap
penurunan
tekanan pada aliran fluida. Pada variasi
yang sama semakin besar debit fluida
maka penurunan tekanan akan semakin
meningkat. Pada alat penuka kalor
tanpa pemasangan static radial fin,
penurunan tekanan pada debit 400
liter/jam adalah sebesar 96,209 N/m2,
dan mengalami peningkatan hingga
mencapai
terbesar pada debit 900
liter/jam yaitu sebesar 240,424 N/m2.
Demikian pula dengan pemasangan
static radial fin dengan sudu 2, 3 dan 4
mengalami peningkatan mulai dari nilai
minimum pada volume alir 400
liter/jam hingga nilai maksimum pada
volume alir 900 liter/jam. Pada volume
alir yang sama,
semakin meningkat
dengan semakin banyaknya jumlah
sudu pada static radial fin.
Penurunan
tekanan
yang
semakin besar ini disebabkan oleh
meningkatnya head losses ,yang mana
terdiri dari major losses dan minor
losses.
Berdasarkan
rumusan
2
v2
L.v
hma f .
dan hmi K L .
,
D.2.g
2.g
dimana major losses dan minor losses
berbanding lurus dengan kuadrat
kecepatan fluida. Berdasarkan rumus
penurunan
tekanan
P .g.h ,
berbanding lurus dengan head losses
dan kecepatan fluida berbanding lurus

dengan debit, sehingga penurunan


tekanan juga berbanding lurus dengan
kuadrat debit.
Pada variasi debit, penurunan
tekanan terkecil terjadi pada alat
penukar kalor tanpa menggunakan
static radial fin. Penurunan tekanan
terkecil dapat terjadi karena penurunan
tekanan hanya disebabkan oleh major
losses saja. Sehingga penurunan
tekanan pada alat penukar kalor tanpa
static radial fin lebih kecil dibanding
dengan menggunakan static radial fin
yang disebabkan oleh minor losses dan
major losses.
Sedangkan pengaruh jumlah sudu
static radial fin terhadap penurunan
tekanan,
lebih
disebabkan
oleh
meningkatnya koefisien kerugian head
drop sebagai akibat semakin banyaknya
jumlah sudu yang dipasang pada pipa
dalam (tube). Dengan semakin banyak
jumlah sudu pada static radial fin, maka
penghalang semakin besar dan aliran
semakin terhambat sehingga kerugian
semakin besar.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian didapatkan
kesimpulan bahwa variasi jumlah sudu
static radial fin memiliki pengaruh
yang nyata terhadap laju perpindahan
kalor dan pressure drop:
1. Semakin banyak jumlah sudu
static
radial
fin
akan
meningkatkan laju perpindahan
kalor dan pressure drop.
2. Nilai laju perpindahan kalor dan
pressure drop yang optimal
terjadi pada static radial fin
bersudu 4 yaitu laju perpindahan
kalor sebesar 638,3183 Watt
dengan pressure drop sebesar
2

982,569 N/m
Saran
Dengan
harapan
agar
mendapatkan nilai laju perpindahan
kalor yang lebih tinggi dengan pressure

drop yang rendah pada heat exchanger,


perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
sebagai berikut:
a.
Ada penelitian lebih lanjut
dengan fluida yang berbeda.
b.
Perlu adanya penelitian lebih
lanjut pada variasi debit lebih dari
900 liter/jam.
DAFTAR PUSTAKA
Hosni I. 2003: Comparison of Heat
Transfer Enhancement Methods
in
Heat Exchangers.; Fort
Wayne, USA.
Ardiansyah. 2011:Pengaruh Variasi
Sudut Static Mixer terhadap
Laju Perpindahan Panas dan
Pressure Drop pada Counter
Flow Heat Exchanger. Jurusan
Teknik Mesin, Fakultas Teknik,
Universitas Brawijaya, Malang.
Cengel,
Yunus
A.
2003:
Thermodynamics
:
an
engineering approach: Fifth
Edition;
McGraw-Hill
Companies Inc, New York.
Cengel, Yunus A. 2002: Heat Transfer
a Practical Approach: 2nd
Edition;
McGraw-Hill
Companies Inc, New York.
Fox, Robert W. 1994: Introduction to
Fluid Mechanics; 5th edition;
John Wiley & Sons, Inc, New
York.
Holman, J.P. 1991: Heat Transfer:
Sixth Edition; McGraw-Hill
Companies Inc, New York.
Keith, Frank. 1997: Prinsip-prinsip
Perpindahan
Kalor;
Edisi
Ketiga;
Penerbit
Erlangga,
Jakarta
Leinhard, John H. 2006: A Heat
Transfer Textbook; 3rd Edition;
Phlogiston
Press,
Massachusetts.

M.

White, Frank. 2001 : Fluid


Mechanics: Fourth Edition;
McGraw-Hill Companies Inc,
New York.

Ridho. 2012:Pengaruh Variasi Jarak


Peletakan Static Radial Fin
Mixer terhadap Unjuk Kerja
Heat Exchanger. Jurusan Teknik
Mesin,
Fakultas
Teknik,
Universitas Brawijaya, Malang.

Anda mungkin juga menyukai