Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada
kelompok umur 45-54 tahun, yakni mencapai 15,9% dan
meningkat menjadi 26,8% pada kelompok umur 55-64 tahun.
Prevalensi stroke di Indonesia tercatat sebanyak 26,7%
dengan kejadian stroke iskemik dan perdarahan masingmasing sebanyak 88% dan 12% (RISKESDAS, 2007). Setiap
tahun sebanyak 200 per 100.000 orang Eropa menderita
stroke

dan

275.000-300.000

orang

Amerika

meninggal

karena stroke (Harsono, 2007).


Definisi stroke menurut WHO (2012) adalah suatu
kondisi

penyakit

yang

disebabkan

oleh

terhentinya

aliran darah yang mensuplai otak secara tiba-tiba, baik


karena adanya sumbatan maupun rupturnya pembuluh darah.
Kondisi

ini

menyebabkan

terkena

aliran

darah

jaringan

otak

kekurangan oksigen

yang
dan

tidak
nutrisi

sehingga otak menjadi rusak. Lebih rinci, Ropper (2005)


menjelaskan

bahwa

proses

patologi

yang

terjadi

juga

meliputi perubahan permeabilitas dinding pembuluh dan


kenaikan viskositas aliran darah yang melewati pembuluh
darah otak.

Secara

klinis

stroke

dibagi

menjadi

dua,

yakni

stroke iskemik yang mencapai 80-85% kasus, dan stroke


hemoragik

atau

perdarahan,

(Mumenthaler, 2006).

sekitar

15-20%

kasus

Stroke iskemik terjadi karena ada

sumbatan aliran darah ke otak. Sumbatan pembuluh darah


dapat

berupa

keduanya

trombus,

yaitu

tersumbatnya
hipoperfusi

emboli,

tromboemboli

pembuluh
dan

atau

gabungan

(Ropper,

darah

maka

mengakibatkan

2005).
otak

dari
Akibat

mengalami

terjadinya

defisit

neurologis, baik temporer maupun permanen (Mumenthaler,


2006). Tanda yang ditimbulkan oleh trombus tidak sama
dengan emboli. Sumbatan karena trombus mempunyai onset
yang lambat dan bersifat kronis, mulai dari beberapa
menit

atau

sumbatan

jam,

karena

bahkan
emboli

hitungan
bersifat

hari.

akut

Sedangkan

dan

mendadak

(Ropper, 2005).
Stroke perdarahan terjadi akibat pecahnya pembuluh
darah

otak,

sehingga

darah

memenuhi

parenkim

otak,

ruang cairan serebrospinal, atau keduanya. Perdarahan


pada jaringan otak menyebabkan terganggunya sirkulasi
darah di otak yang berujung pada infark. Perdarahan
juga

dapat

menekan

otak

Peningkatan

menyebabkan
dan

terbentuknya

meningkatkan

tekanan

tekanan

intrakranial

hematoma

yang

intrakranial.
selanjutnya

menyebabkan kompresi pada batang otak (Caplan, 2007).


Stroke perdarahan bersifat spontan, biasanya berasal
dari hipertensi kronis dan perubahan degeneratif pada
arteri

serebralis.

Tekanan

darah

yang

terus-menerus

tinggi menyebabkan terbentuknya aneurisma atau dilatasi


dinding arteri yang membentuk kantong dan mudah pecah
(Aminoff,
menjadi

2002).
dua

Stroke

macam

perdarahan

berdasarkan

dapat

letak

dibedakan

perdarahannya,

yakni di intraserebral dan subarakhnoid (Ropper, 2005).


Stroke
beberapa

selalu

berhubungan

penyakit,

baik

dengan

satu

kardiovaskuler

atau
maupun

nonkardiovaskuler lainnya yang menjadi faktor risiko.


Tercatat

bahwa

hipertensi

berhubungan

dengan

peningkatan kejadian stroke sebanyak 80%, dilanjutkan


dengan faktor risiko lainnya yakni penyakit jantung,
fibrilasi

atrium,

diabetes

melitus,

merokok,

dan

hiperlipidemia (Ropper, 2005). Aterosklerosis berperan


dalam

banyak

menyempitkan
insufisiensi
dengan

patofisiologi,
pembuluh
aliran

trombus,

atau

antara

darah

darah,

dan

menyumbat

emboli,

dan

lain

dengan

mengakibatkan
pembuluh

melemahkan

darah

dinding

pembuluh darah mengarah pada pembentukan aneurisma yang


mudah pecah.

Gejala

neurologis

yang

timbul

akibat

gangguan

peredaran darah bergantung pada letak lesi dan tingkat


keparahan

gangguan

pembuluh

darah.

Sebagian

besar

stroke memiliki onset gejala yang bersifat akut hingga


subakut dengan gejala awal yang sering ditemui yaitu
terjadi pada waktu bangun pagi atau istirahat. Pada
gejala awal tersebut penderita biasanya tidak mengalami
penurunan kesadaran. Gejala penyumbatan system karotis
meliputi buta mendadak, disfasia, hemiparesis, gangguan
mental,

inkontinensia,

luhur.

Pada

penyumbatan

sistem

kejang

dan

gangguan

Vertebrobasiler

akan

memberikan

fungsi

bila

mengalami

gejala

seperti

hemianestesia kontralateral, hemiparesis kontralateral,


Sindroma

Horner,

dan

nistagmus. Pada

beberapa

kasus

malah tidak ditemukan gejala bila terjadi penyumbatan


di arteri vertebralis. Sedangkan infark di batang otak
sering

menimbulkan

Sindroma

gejala

Millard-Goebler,

hemiplegia,
ataksia,

Bulbar

Palsy,

hipotoni,

dan

nistagmus homolateral (Harsono, 2007).


Penanganan pasien stroke dibedakan menjadi fase
akut dan pasca akut (Harsono, 2007). Penanganan pada
fase akut bertujuan mencegah kematian neuron dan dan
menghindari proses patologis lain yang mengancam fungsi
otak. Setelah fase akut selesai, pengobatan dilanjutkan

dengan prevensi prevensi tersier, yakni dititikberatkan


pada rehabilitasi penderita serta mencegah terulangnya
kejadian stroke.
Setiap pasien mempunyai respon berupa gejala yang
berbeda-beda terhadap risiko stroke. Perbedaan tersebut
tergantung dari letak lesi pada otak yang mengalami
infark
yang

karena

kurangnya

mengalami

lesi

neurologisnya

sehingga

suplai darah.

kemudian

akan

menimbulkan

Jaringan
hilang

gejala

otak

fungsi

neurologis

fokal yang dapat diamati ketika melakukan diagnosis.


Jenis stroke yang berbeda memerlukan penanganan yang
berbeda

pula.

Penanganan

membantu

mencegah

stroke

meluasnya

yang

kerusakan

cepat

akan

jaringan

otak

yang infark karena kekurangan nutrisi.


Waktu

penanganan

stroke

sangat

berpengaruh

terhadap prognosis stroke yang tentu saja membutuhkan


kecepatan dalam penentuan diagnosis. Oleh karena itu
Penulis ingin melakukan penelitian untuk melihat gejala
dan tanda yang paling banyak dimunculkan pada masingmasing jenis stroke.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan
dapat

ditentukan

suatu

rumusan

masalah,

yaitu:

Bagaimana
pada

distribusi

setiap

pasien

tanda
stroke

dan gejala
di

Unit

klinis

Stroke

stroke

RSUP

Dr.

Sardjito Yogyakarta berdasarkan jenis patologinya?

3. Tujuan Penelitian
Tujuan

penelitian

ini

adalah

untuk

mengetahui

distribusi tanda dan gejala klinis pasien stroke di


Unit Stroke RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta berdasarkan
jenis patologinya.

4. Manfaat Penelitian
Hasil

penelitian

studi

simtomatologi

stroke

berdasar jenis patologi ini diharapkan dapat mempunyai


manfaat, antara lain:
(a) Penelitian

ini

simtomatologi

dapat

yang

memberikan

muncul

pada

gambaran

pasien

stroke

berdasarkan jenis patologi yang dimiliki.


(b) Penelitian ini dapat membantu para petugas medis,
khususnya di Unit Stroke RSUP Dr. Sardjito, dalam
pelaksanaan manajemen pasien stroke.
(c) Penelitian
pengetahuan

ini

juga

baru

diharapkan

kepada

dapat

peneliti

lain

memberikan
mengenai

tanda dan gejala berbagai macam stroke dan dapat


dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.

5. Keaslian Penelitian
Sejauh

ini

telah

dilakukan

beberapa

penelitian

yang mengangkat tema faktor risiko stroke. Namun belum


ada
pada

yang

meneliti

pasien

patologinya.

tentang

stroke

simtomatologi

berdasarkan

yang

muncul

distribusi

jenis

Anda mungkin juga menyukai