Anda di halaman 1dari 6

PERSIAPAN PRA ANESTESI

Secara umum, tujuan kunjungan pra anestesi adalah menekan mobiditas dan
mortalitas.
Anamnesis
Sebelum dilakukan tindakan anestesi kepada pasien, seorang dokter harus melakukan
anamnesis kepada pasien. Anamnesis yang bisa diajukan di antaranya mengenai
riwayat anestesi atau riwayat pengobatan sebelumnya. Di dalam riwayat anestesi
sebelumnya mencakup adakah alergi, mual muntah, nyeri otot, gatal-gatal, serta sesak
napas setelah dilakukannya tindakan anestesi pada waktu yang lampau. Sedangkan
pada riwayat pengobatan meliputi pencegahan penggunaan obat-obatan yang pada
waktu lampau menimbulkan masalah pada pasien (seperti pemberian suksinilkolin
atau halotin yang mungkin dapat menyebabkan masalah). Selain riwayat anestesi dan
pengobatan sebelumnya, sebaiknya juga ditanyakan riwayat merokok pada pasien.
Sebaiknya, sebelum diberlakukan anestesi pada pasien, kebiasaan pasien merokok
harus dihentikan/dikurangi terlebih dahulu.

Pemeriksaan Fisik
Periksa gigi geligi pasien serta hal-hal yang menyulitkan laringoskopi intubasi
(seperti lidah besar, leher pendek dan kaku). Kemudian lakukan pemeriksaan khusus

seperti inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi untuk menilai keadaan khusus pada
pasien. Pemeriksaan meliputi keadaan umum, kesadaran, berat badan, tinggi badan,
suhu, tekanan darah, denyut nadi, pola dan frekuensi pernafasan.

Pemeriksaan Laboratoris
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin dan urinalisis,
serta EKG dan fotothoraks pada beberapa kasus.

KOMPLIKASI ANESTESI LOKAL


Komplikasi lokal
1. Kerusakan jarum
Hal ini jarang terjadi namun kemungkinannya masih dapat ditemukan.
Penyebab utama kerusakan jarum biasanya karena gerakan spontan dari
pasien yang memberikan gaya sehingga membuat jarum patah. Penyebab
lainnya karena jarum yang kecil sehingga rentan, jarum yang bengkok dan
kesalahan manufaktur.
2. Nyeri saat dilakukan injeksi
Beberapa pasien dapat

memberikan

reaksi

berlebihan

terhadap

ketidaknyamanan pada saat pemberian anestesi bahkan yang bersifat minimal.

Operator seharusnya melakukan teknik yang benar dengan menginjeksi secara


perlahan.
3. Gagal mendapatkan efek analgesik
Gagal mendapatkan efek analgesik setelah pemberian anestesi lokal dapat
diakibatkan oleh kesalahan teknik. Jika efek analgesic masih kurang cukup,
sebaiknya prosedur diulang dengan teknik yang benar. Faktor penyebab
lainnya adalah adanya infeksi, oleh karena itu anestesi lokal harus diberikan di
area yang bebas dari infeksi.
4. Hematoma
Ketika memberikan blok saraf, terutama blok posterior superior alveolar,
pembuluh darah dapat tertusuk. Hal ini kemudian akan diikuti dengan
pendarahan dalam jaringan yang dapat menyebabkan hematoma. Terapi
antibiotik dapat diberikan untuk mencegah kemungkinan terjadinya infeksi.
Hematoma dapat bertahan seminggu sampai sepuluh hari. Setelah 2 minggu
sebaiknya pasien diperiksa kembali.
5. Trismus
Trismus adalah spasme otot yang menyebabkan kesulitan membuka rahang.
Hal ini terjadi akibat injeksi ke area otot medial pterigoid yang menyebabkan
kerusakan serat otot dan kemungkinan terjadi hematoma. Onset trismus
biasanya lebih dari 24 jam setelah injeksi dan akan pulih dengan sendirinya.
6. Paralysis
Unilateral paralysis pada otot wajah merupakan komplikasi yang jarang
terjadi dan apabila terjadi biasanya terjadi akibat injeksi inferior alveolar. Hal
ini dapat terjadi karena ujung jarum masuk terlalu dalam ke arah kelenjar
parotid dimana terdapat cabang nervus fasial yang kemudian menyebabkan

paralysis pada otot wajah sisi yang terkena. Biasanya pasien tidak dapat
menggerakkan otot orbicularis.

7. Ulcer pada bibir


Hal ini biasanya terjadi pada anak-anak yang sudah diberikan anestesi blok
inferior alveolar. Setelah masih tersisa efek baal pada bibir, anak-anak
cenderung menggigit bibirnya tanpa sadar. Hal ini dapat dihindari dengan
menginformasikan kepada orangtua supaya mencegah hal ini tidak terjadi.

Komplikasi sistemik
1. Syncope

Komplikasi dari anestesi lokal yang paling sering adalah serangan vasovagal
atau syncope. Gangguan emosional pada saat administrasi anestesi lokal
menjadi predisposisi pasien untuk pingsan. Pasien akan hilang kesadaran dan
aliran darah menuju jantung berkurang. Sebelum terjadinya syncope, pasien
akan tampak pucat, mual, pusing, dan berkeringat dingin. Apabila diperlukan
maka segera lakukan penanganan kegawatdaruratan pada pasien yang
memerlukan.
2. Alergi
Untuk mengetes apakah pasien alergi terhadap obat-obatan anestesi lokal
dapat dilakukan injeksi subkutaneus dengan dosis kecil. Apabila tidak terdapat
erythema pada kulit maka pasien aman untuk diberikan anestesi lokal. Ketika
pasien terbukti alergi, maka sebaiknya dicari tahu apa yang menyebabkan
alergi. Paling sering zat pengawet yang menyebabkan alergi yaitu
methylparaben.

DAFTAR PUSTAKA
Malamed, S.F. 1997. Handbook of Local Anesthesia. Missouri : Mosby.
Roberts, G.J. dan Rosenbaum, N.L. 1991. A Colour Atlas of Dental Analgesia
& Sedation. London : Wolfe Publishing.

Anda mungkin juga menyukai