Proposal Penelitian Revisi Jadi
Proposal Penelitian Revisi Jadi
PENDAHULUAN
I.1
LATAR BELAKANG
Salah
satu
indikator
keberhasilan
pembangunan
adalah
semakin
Kekurangan atau kelebihan salah satu unsur zat gizi tersebut akan
menyebabkan kelainan atau penyakit sehingga konsumsi makanan baik kuantitas
maupun kualitas sangat penting diperhatikan karena secara langsung akan
menentukan status gizi (2).
Penduduk Lanjut usia dua tahun terakhir mengalami peningkatan yang
signifikan. pada tahun 2007, jumlah penduduk lanjut usia sebesar 18,96 juta jiwa dan
meningkat menjadi 20.547.541 pada tahun 2009 (U.S. Census Bureau, International
Data Base, 2009) jumlah ini termasuk terbesar keempat setelah China, India dan
Jepang. Karena usia harapan hidup perempuan lebih panjang dibandingkan laki-laki,
maka jumlah penduduk lanjut usia perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki
(11,29 juta jiwa berbanding 9,26 juta jiwa). Oleh karena itu, permasalahan lanjut usia
secara umum di Indonesia, sebenarnya tidak lain adalah permasalahan yang lebih
didominasi oleh perempuan. Badan kesehatan dunia WHO bahwa penduduk lansia di
Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat
28,8 juta orang, balitanya tinggal 6,9% yang menyebabkan jumlah penduduk lansia
terbesar di dunia. Badan Pusat Statistik (BPS) (2,3)
I.2
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, dapat dirumuskan
HIPOTESIS
Adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan asupan makan pada lansia
Adanya hubungan antara perubahan fisiologis dengan asupan makan pada
lansia
Adanya hubungan antara penyakit kronis (hipertensi) dengan asupan makan
pada lansia
Adanya hubungan antara indeks masa tubuh dengan asupan makan pada
lansia
I.4
TUJUAN
Tujuan Umum:
Untuk menyelesaikan tugas akhir.
Tujuan Khusus:
1. Mengetahui kebutuhan nutrisi pada lansia secara kuantitatif.
2. Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan asupan makan pada
lansia
3. Mengetahui hubungan antara perubahan fisiologis dengan asupan makan
pada lansia
4. Mengetahui hubungan antara penyakit kronis dengan penyakit kronis
(hipertensi)
5. Mengetahui hubungan antara indeks masa tubuh dengan asupan makan
pada lansia
6. Mengetahui hubungan antara ekonomi (sumber pendapatan, jumlah
pendapatan), sosial (status pernikahan dan kedudukan sosial) dan budaya
(suku) dengan asupan makan lansia
I.5
MANFAAT
Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi
mahasiswa, staf pengajar, dan institusi pendidikan terkait lainnya, khususnya
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan asupan makan pada lansia.
Masyarakat
Dengan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap asupan makan
lansia maka dapat memberikan edukasi kepada manula mengenai faktor-
tentang bagaimana pola asupan makanan pada lansia dan apa saja hal yang
berhubungan dengan pola makan tersebut.
I.6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998). Secara biologis penduduk lanjut
usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang
ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap
serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya
perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Secara
ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai
sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi
memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa
kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga
dan masyarakat. Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok
sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di
bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya
ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial
yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki
kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (4).
Menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 tentang Kesehatan
dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60
tahun (1).
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua
adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Tetapi
bagi orang lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang
sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar
luas dewasa ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia
bukanlah kelompok orang yang homogen . Usia tua dialami dengan cara yang
berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua
dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka
kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad berbakti . Ada juga
lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikap yang berkisar antara kepasrahan
yang pasif dan pemberontakan , penolakan, dan keputusan. Lansia ini menjadi
terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan demikian semakin cepat proses
kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri (4).
selalu menyebabkan gangguan fungsi organ atau penyakit. Berbagai faktor seperti
faktor genetik, gaya hidup, dan lingkungan, mungkin lebih besar mengakibatkan
gangguan fungsi daripada penambahan usia itu sendiri. Di sisi lain, hubungan antara
usia dan penyakit amat erat. Laju kematian untuk banyak penyakit meningkat seiring
dengan menuanya seseorang, terutama disebabkan oleh menurunnya kemampuan
orang usia lanjut berespon terhadap stres, baik stres fisik maupun stres psikologik.
Secara umum dapat dikatakan terdapat kecenderungan menurunnya kapasitas
fungsional baik pada tingkat selular maupun pada tingkat organ sejalan dengan
proses menua. Akibat penurunan kapasitas fungsional tersebut, orang berusia lanjut
umumnya tidak berespon secara efektif terhadap berbagai rangsangan, internal atau
eksternal, seperti yang dapat dilakukan oleh orang yang lebih muda. Menurunnya
kapasitas untuk berespons terhadap lingkungan internal yang berubah cenderung
membuat orang usia lanjut sulit untuk memelihara kestabilan status fisik dan kimiawi
dalam tubuh, atau memelihara homeostasis tubuh. Gangguan terhadap homeostasis
tersebut dapat memudahkan terjadinya disfungsi berbagai sistem organ dan turunnya
toleransi terhadap obat-obatan (8).
2.1.3 PERUBAHAN AKIBAT PROSES MENUA
Semakin bertambah usia seseorang semakin banyak terjadi perubahan pada
berbagai sistem dalam tubuh. Perubahan yang terjadi cenderung mengarah pada
penurunan berbagai fungsi tersebut. Pada sistem saraf pusat terjadi pengurangan
massa otak, aliran darah otak, densitas koneksi dendritik, reseptor glukokortikoid
hipokampal, dan terganggunya autoregulasi perfusi. Timbul proliferasi astrosit dan
berubahnya neurotransmiter, termasuk dopamin dan serotonin. Terjadi peningkatan
aktivitas monoamin oksidase dan melambatnya proses sentral dan waktu reaksi. Pada
fungsi kognitif terjadi penurunan kemampuan meningkatkan fungsi intelektual;
berkurangnya efisiensi transmisi saraf di otak yang menyebabkan proses informasi
melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi; berkurangnya kemampuan
mengakumulasi informasi baru dan mengambil informasi dari memori. Kemampuan
mengingat kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat
kejadian yang baru saja terjadi. Pada fungsi penglihatan terjadi gangguan adaptasi
gelap; pengeruhan pada lensa; ketidakmampuan untuk fokus pada benda-benda jarak
8
10
11
12
(13)
degeneratif ini dalam bentuk gambaran laba-laba seperti di bawah ini (Gambar 3)
Gambar 3. Spider model: the relationship between risk factors and degenerative
diseases (15)
II.2 ASUPAN MAKAN PADA LANSIA
Asupan makan adalah jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang untuk
memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari. Makanan memasok
energi yang menjadi kebutuhan kita melalui tiga jenisunsur gizi dasar penghasilan
energi yaitu karbohidrat, protein, lemak. Ketiga zat gizi tersebut sering disebut
dengan zat gizi makro. Makanan menyediakan nutrisi dari enam kelas yang luas:
13
14
dimulut dan tekstur makanannya. Tes-tes ini akan digunakan untuk menentukan
derajat dan perubahan yang terjadi pada proses penuaan. Tujuan kedua dari proyek
ini adalah untuk penelitian non-sensorik faktor yang dapat mempengaruhi pilihan
makanan, seperti harga, kemudahan kemasan, dari persiapan, porsi ukuran,
pengadaan makanan dan konteks sosial. Orang tua untuk makan sehat dan makanan
lainnya yang terkait dengan isu juga akan diselidiki di enam negara Eropa (Denmark,
Perancis, Irlandia, Spanyol, Swedia dan UK) dalam rangka untuk menentukan
bagaimana informasi gizi dapat menjadi yang terbaik dikomunikasikan untuk
populasi ini, dan bagaimana hambatan dapat diatasi (16,17).
Tekstur dan Kesulitan Makan
Peran utama dalam program ini terletak pada persepsi menyelidiki tekstur dan
mengunyah kesulitan yang dihadapi oleh orang tua. Dibandingkan dengan
substansial jumlah pekerjaan yang diterbitkan pada bukti penurunan kepekaan
terhadap selera dan bau dengan penuaan, sedikit yang telah diterbitkan tentang
sensitivitas tekstur dan orang tua. Namun, kemampuan untuk melihat
karakteristik tekstur untuk memanipulasi berbagai makanan yang pantas cara
untuk efisiensi mengunyah maksimum merupakan faktor penting untuk
mempertimbangkan untuk pengalaman makan yang menyenangkan dan kualitas
hidup yang baik di usia tua. Tujuan dari studi tahun pertama adalah untuk
mengembangkan tes yang sah untuk mengukur kemampuan masyarakat dalam
hal persepsi tekstur dan mengunyah efisiensi, dan untuk menggunakan tes ini
untuk mengidentifikasi setiap perubahan di berbagai kelompok umur. Seratus
lima puluh satu hidup bebas relawan, berusia antara 20 dan 94, direkrut dan
tunduk pada serangkaian tes dalam wawancara individu 1 jam. Dua dari tes yang
paling menjanjikan untuk mengunyah efisiensi dan stereognosis lisan, yang rinci
di bawah ini (17,18).
Efisiensi Mengunyah
Ada dua yang mendasari dalam kaitan fungsi pengunyahan dan lama usia. Yang
pertama adalah terkait dengan kesehatan gigi dan masalah pengunyahan yang
timbul karena gigi yang hilang, memakai gigi tiruan dan penurunan kekuatan
menggigit. Hal ini juga menyimpulkan bahwa efisiensi pengunyahan orang
15
berkaitan dengan sejumlah besar hilangnya gigi atau memakai gigi palsu yang
dilepas. Efisiensi mengunyah juga dapat dipengaruhi oleh penurunan dalam
menggigit dan mengunyah pada proses penuaan dan penurunan ini telah
dikaitkan dengan usia terkait juga terhadap perubahan kekuatan otot.
Mengunyah melibatkan dua proses dasar yang berkontribusi terhadap penciptaan
permukaan baru, yaitu pengurangan ukuran partikel dan pencampuran.
Memerlukan subyek untuk mengunyah makanan rapuh seperti kacang-kacangan
atau biskuit dan kemudian untuk meludah itu dalam rangka untuk mendapatkan
partikel untuk pengukuran. Sejumlah besar puing-puing dapat dibiarkan di
dalam mulut setelah menelan yang akan mempengaruhi hasil. Tes lain telah
dikembangkan baru-baru pertama oleh Liedberg & Owall dan kemudian
dimodifikasi oleh Prinz yang mengukur pencampuran makanan menggunakan
dua warna mengunyah permen karet untuk sejumlah tertentu. Mengunyah
permen karet merupakan bahan yang ideal untuk mempelajari proses
pencampuran, karena tidak ada pecahan, tetapi hanya menguleni dan lipat.
Selain itu, permen karet dapat dengan mudah pulih dan tersedia dalam berbagai
warna. Sebuah modifikasi lebih lanjut tes ini digunakan dalam penelitian ini
untuk mengevaluasi efisiensi mengunyah. Hasil penelitian menunjukkan
penurunan yang sangat nyata dalam pencampuran dari dua warna mengunyah
permen karet dari muda sampai dewasa tua. Subjek memakai seluruh atau
sebagian gigi palsu dilepas menunjukkan efisiensi mengunyah lebih kurang
daripada usia cocok kelompok control (17,18).
Penilaian Sensorik Oral
Proses pengunyahan juga sangat tergantung pada penilaian sensorik dari rongga
mulut. Reseptor dalam rongga mulut menanggapi tekanan, getaran, posisi,
orientasi spasial, nyeri dan suhu,serta rasa. Umpan balik taktil memungkinkan
penentuan makanan, posisi di mulut, gaya yang tepat dibutuhkan untuk
pengunyahan, dan dari pembentukan ukuran yang benar dan konsistensi untuk
menelan bolus.
Selain itu, umpan balik taktil dan proprioseptif memungkinkan halus
penyesuaian posisi lidah, bibir, pipi dan langit-langit yang tepat dibutuhkan
untuk artikulasi. Dilaporkan bahwa penurunan sensasi mulut disebabkan
16
Penurunan
pendapatan
dapat
menyebabkan
kurangnya
Karbohidrat : nasi, jagung, ketan, bihun, biskuit, kentang, mie, roti, singkong,
talas, ubi-ubian, pisang, nangka, makaroni
Protein hewani : daging sapi, daging ayam, hati (ayam atau sapi), telur
unggas, ikan, baso daging
Sayuran : bayam, buncis, beluntas, daun pepaya, daun singkong, katuk, kapri,
kacang panjang, kecipir, sawi, wortel, selada
Makanan jajanan : bika ambon, dadar gulung, getuk lindri, apem, kroket, kue
putu, risoles
18
Umur
Jenis kelamin
Postur tubuh
Pekerjaan
Iklim/suhu udara
Lingkungan
19
2.2.4
20
kembali jumlah
makanan
Kelompok umur
Jenis kelamin
Tinggi badan
Berat badan
Aktifitas Fisik
Kondisi fisik
umum
Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari
penelitian. Untuk pada saat panen, hari pasar, hari akhir pecan, pada saat melakukan
upacara-upacara keagamaan, selamatan dan lain-lain.
Hari/Tanggal
Nama Responden
Jenis kelamin
Kode subyek
Alamat
RT/RW
Kelurahan
Kecamatan
No. Telp
Pewawancara
L/P
Umur :
(Ttd)
Repeat 24HR
Ya,
hari/tanggal:
..
(
) Tidak
23
Tempat
Waktu
Jumlah
Pertanyaan tambahan
Apakah konsumsi tersebut lain dari biasanya? Ya (.) Tidak (.)
Jika
ya,
dalam
hal
apa
berbeda
(jelaskan)
...................................
Apakah Bapak/Ibu mengkonsumsi suplemen vitamin/mineral? (dalam 1
bulan terakhir)
24
Jika ya, sebutkan jenisnya (dengan merk jika ingat) dan berapa kali per
hari atau minggu.
Suplemen:_____________________________konsumsi:________kali
per
hari/minggu
Suplemen:_____________________________konsumsi:________kali
per
hari/minggu
Suplemen:_____________________________konsumsi:________kali
per
hari/minggu
Apakah Bapak/Ibu mengkonsumsi obat-obatan secara rutin dalam 1 bulan
terakhir (Y/T)?
25
aktivitas
yang
sebenarnya
pada
orang
dewasa
yang
lebih
tua.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1) mengembangkan sebuah alat, pendek
dikelola sendiri, dan dengan mudah mencetak gol yang dapat digunakan dalam
pengaturan klinis untuk menilai dan memantau tingkat aktivitas fisik orang dewasa
(berusia 50 tahun dan lebih tua), dan 2) membandingkan akurasi alat baru dengan
Penilaian Pasien-berpusat dan Konseling untuk Latihan (PACE), ukuran tingkat dan
tahap kesiapan untuk terlibat dalam aktivitas fisik yang saat ini digunakan oleh
dokter, dan ukuran aktivitas yang digunakan dalam Faktor Risiko Perilaku
Surveillance System (BRFSS) untuk tingkat populasi pemantauan aktivitas fisik
antara orang dewasa terhadap kriteria mengukur Program Kegiatan Komunitas Sehat
Model untuk Lanjut Usia (Champs). Merupakan ukuran aktivitas saat ini digunakan
untuk konseling klinis dengan menggunakan PACE, dan penggunaan BRFSS saat ini
digunakan untuk pengawasan (20).
Alat untuk Penilaian Cepat terhadap Aktivitas Fisik (Rapa) yang
dikembangkan berdasarkan Centers for Disease Control dan (CDC) Pencegahan
pedoman dari 30 menit atau lebih dari aktivitas fisik moderat pada setiap atau hari
yang paling dalam seminggu dan termasuk pertanyaan tambahan ditambahkan ke
menilai kekuatan dan fleksibilitas karena asosiasi kegiatan ini dengan mencegah
jatuh. Instrumen ini dirancang sesuai dengan kriteria yang dijelaskan oleh Dillman
dengan penekanan pada beban kognitif dari pertanyaan, respon tata letak, format
respon, jumlah ruang putih, ukuran font, urutan pertanyaan, pengulangan instruksi,
dan jenis contoh yang diberikan. Setelah draft awal dari instrumen selesai, panel
pakar berkumpul kembali untuk
mendiskusikan item.
Kelompok fokus
Lima
kelompok fokus, dengan tiga sampai dua belas peserta di masing-masing, dilakukan
untuk menilai dimengerti instrument, konten, kemudahan penyelesaian, dan budaya
relevansi. Perekrutan melalui praktek gerontologia lokal di Kesehatan Kelompok
Koperasi, pusat senior, dan gereja-gereja di wilayah Seattle. Peserta kelompok fokus
adalah 24% Latino, Vietnam 20%, 26% Cina-Amerika, 26% putih, dan 4% Afrika
Amerika. Tiga kelompok fokus adalah
satunya dilakukan di Spanyol, dan dua dilakukan di Vietnam. Beberapa versi dari
instrumen baru dikembangkan dipresentasikan untuk memfokuskan kelompok untuk
26
mencakup tertulis deskripsi dan representasi bergambar dari tingkat aktivitas fisik
(ringan, sedang, dan kuat), dan
membuat instrumen lebih mudah untuk memahami dan lengkap. Proses penjelasan
kognitif dihentikan setelah 12 tua orang dewasa diwawancarai karena tidak ada
informasi baru yang menimbulkan. Perbaikan untuk instrumen dibuat berdasarkan
komentar dari peserta dan para ahli aktivitas fisik dan ilmu mengenai usia. Versi
terakhir dari RAPA adalah sembilan-item kuesioner dengan pilihan respon ya atau
tidak untuk pertanyaan yang mencakup berbagai tingkat fisik kegiatan dari menetap
untuk reguler fisik yang kuat kegiatan serta pelatihan kekuatan dan fleksibilitas. Para
instruksi untuk menyelesaikan kuesioner memberikan deskripsi singkat dari tiga
tingkat aktivitas fisik (Ringan, moderat, dan berat) dengan penggambaran grafis dan
teks dari jenis kegiatan yang termasuk dalam kategori masing-masing. Para total
skor tujuh item pertama adalah dari 1 sampai 7 poin, dengan skor responden
dikategorikan ke dalam salah satu dari lima tingkat aktivitas fisik: 1 = menetap, 2 =
kurang aktif, 3 = biasa kurang aktif (aktivitas ringan), 4 kurang aktif = biasa, dan 5 =
rutin aktif. Responses to kekuatan pelatihan dan fleksibilitas item dinilai secara
terpisah, dengan latihan kekuatan = 1, fleksibilitas = 2, atau keduanya = 3. Dokter
dianjurkan untuk menggunakan informasi ini untuk melakukan percakapan singkat
dengan mereka tentang tingkat mereka saat ini aktivitas fisik.
Bentuk Champs (9-11) digunakan sebagai kriteria laporan diri mengukur
validasi kuesioner Rapa karena sebelumnya telah divalidasi terhadap ukuran yang
27
pengeluaran dan pengeluaran kalori total. Perbedaan dalam korelasi dinilai dengan
menggunakan prosedur uji T dijelaskan oleh Blalock (18). Diharapkan bahwa Rapa
akan secara signifikan berkorelasi dengan kedua menengah dan total pengeluaran
kalori. Pembacaan instrumen dinilai menggunakan Homan-Hewitt. Formula
keterbacaan karena itu khusus dikembangkan untuk digunakan dengan kuesioner
(19). Sebelum analisis, Champs, BRFSS, PACE, dan Rapa item diperiksa melalui
berbagai SPSS (SPSS, Inc, Chicago, III) program perangkat lunak untuk akurasi data
masuk, hilang nilai-nilai, dan sesuai antara distribusi mereka dan asumsi analisis
univariat. tidak univariat outlier ditemukan.
Kegiatan Fisik menurut Rapid Assesment of Physical Activity (22,24)
Kegiatan fisik adalah kegiatan di mana seseorang
jantung meningkat melebihi pada saat istirahat. Kegiatan dapat bertujuan untuk
kesenangan, pekerjaan, atau perjalanan. Pertanyaan-pertanyaan berikut merupakan
pertanyaan tentang jumlah dan intensitas aktivitas fisik yang biasanya dilakukan
oleh seseorang. Intensitas kegiatan ini terkait dengan jumlah energi yang digunakan.
untuk melakukan kegiatan ini Contoh tingkat intensitas aktivitas fisik:
Kegiatan ringan :
Kegiatan sedang :
29
Kegiatan berat
Tidak dapat berbicara atau sulit berbicara karena butuh bernapas dalam
30
Skor Sedentary:
1. Jarang atau tidak pernah melakukan kegiatan fisik.
Skor Under-Active:
2. Melakukan beberapa kegiatan fisik ringan atau sedang, tetapi tidak setiap
minggu.
Skor Under-Active Regular - Light Activities:
4. Melakukan aktivitas fisik sedang setiap minggu, tapi kurang dari 30 menit
sehari atau 5 hari seminggu.
5. Melakukan kegiatan fisik yang kuat setiap minggu, tapi kurang dari 20 menit
sehari atau 3 hari seminggu.
Skor Active
6. Melakukan 30 menit atau lebih sehari aktivitas fisik moderat, 5 atau lebih hari
seminggu.
7. Melakukan 20 menit atau lebih sehari kegiatan fisik yang kuat, 3 atau lebih
hari seminggu.
Community Healthy Activities Model Program for Seniors (CHAMPS)
bertujuan untuk mengevaluasi secara efektif intervensi peningkatkan aktivitas fisik
pada orang tua. Pengukuran
diperlukan juga untuk mendeteksi jenis aktivitas fisik yang diharapkan berubah pada
suatu populasi.
Metode yang digunakan pada kuesioner ini menilai frekuensi mingguan dan
durasi berbagai kegiatan fisik yang biasanya dilakukan oleh orang yang lebih tua.
1. Kegiatan minimal intensitas sedang (nilai 3.0 MET).
2. Semua kegiatan fisik tertentu, termasuk intensitas sedang.
31
Kategori
Normal
Pre Hipertensi
120-139 mmHg
Hipertensi Stadium 1
140-159 mmHg
Hipertensi Stadium 2
100 mmHg
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau
lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih
dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.
32
Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada
setiap detiknya
Sebaliknya, jika:
33
Maka
darah
akan
menurun
atau
menjadi
lebih
kecil.
Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan
air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan
tekanan darah ke normal.
Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan
air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal.
Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah; karena itu
berbagai penyakit dan kelainan pda ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan
darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis
arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu
atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah.
Sistem saraf otonom
Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom, yang untuk
sementara waktu akan:
34
Gejala
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala
yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi,
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
sakit kepala
kelelahan
mual
muntah
sesak napas
gelisah
pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal.
35
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma
karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif,
yang memerlukan penanganan segera.
Penyebab hipertensi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum
diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh
hipertensi).
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari
adanya penyakit lain.
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan
pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan
meningkatnya tekanan darah. Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi
sekunder. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit
ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian
obat tertentu (misalnya pil KB). Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah
feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon
epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin). Kegemukan (obesitas), gaya
hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres, alkohol atau garam dalam
makanan; bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan
yang diturunkan. Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk
sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali
normal.
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
1. Penyakit Ginjal
o
Pielonefritis
36
Glomerulonefritis
Tumor-tumor ginjal
2. Kelainan Hormonal
o
Hiperaldosteronisme
Sindroma Cushing
Feokromositoma
3. Obat-obatan
o
Pil KB
Kortikosteroid
Siklosporin
Eritropoietin
Kokain
Penyalahgunaan alkohol
4. Penyebab Lainnya
o
Koartasio aorta
37
Wanita hamil
38
untuk mengetahui tinggi badan usila dapat dilakukan dari prediksi tinggi lutut
(knee height). Tinggi lutut dapat digunakan untuk melakukan estimasi TB usila
dan orang cacat. Proses penuaan tidak mempengaruhi panjang tulang di tangan,
kaki, dan tinggi tulang vertebral. Selanjutnya prediksi TB usila dianggap sebagai
indikator cukup valid dalam mengembangkan indeks antropometri dan
melakukan interpretasi pengukuran komposisi tubuh.
Chumlea telah mengembangkan persamaan (equation) untuk melakukan
estimasi TB usila melalui tinggi lutut. Formula ini diperuntukkan bagi kaum
Caucasian dan setelah melalui beberapakali pengukuran tinggi lutut usila
ditemukan adanya prediksi nilai yang terlalu tinggi (overestimate). Myers, dkk
pada tahun 1985 membuktikan bahwa persamaan Chumlea menimbulkan
kesalahan sistematik (systematic error) saat diterapkan pada penduduk usila
Jepang-Amerika4. Studi-studi itu banyak dilakukan pada populasi Amerika Utara
dan Eropa. Sementara informasi tentang perumusan persamaan TB penduduk
usila di Indonesia berdasarkan etnis/suku bangsa dibandingkan dengan
persamaan Chumlea belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penting sekali
dilakukan studi tentang pengukuran TB usila melalui beberapa variasi
pengukuran yaitu tinggi lutut (knee height), panjang depa (arm span), dan TB
(stature) pada etnis-etnis Jawa, Sumatera, dan Cina. Alasan pemilihan 3 macam
variasi pengukuran TB usila itu adalah untuk membandingkan hasil pengukuran
tinggi lutut dan panjang depa setelah dirumuskan dalam persamaan multiple
regression. Selanjutnya data TB tersebut dibandingkan dengan tinggi tubuh usila
sebenarnya yang diperoleh melalui melalui pengukuran TB subyek dalam posisi
tubuh berdiri tegak menggunakan alat microtoise sehingga pemilihan subyek
penelitian harus dalam kondisi sehat, dan dapat berdiri tegak.
Klasifikasi
BMI
Menurut
Kategori
BMI (kg/m2)
Underweight
Batas Normal
Overweight:
WHO
(1998)
Resiko Comorbiditas
Rendah (tetapi resiko terhadap
masalah-masalah
klinis
lain
meningkat)
Rata-rata
39
Pre-obese
Obese I
Obese II
Obese III
Meningkat
Sedang
Berbahaya
Sangat Berbahaya
40
Kategori
BMI (kg/m2)
Obese II
Risk of Co-morbidities
Rendah (tetapi resiko terhadap masalahmasalah klinis lain meningkat)
Rata rata
Meningkat
Sedang
Berbahaya
41
Faktor Predisposisi
(predisposing):
Usia
Jenis kelamin
Pekerjaan
Sosioekonomi
Aktivitas fisik
Postur tubuh
Kondisi fisik
Psikologi
Lingkungan , Iklim
Aktivitas Fisik :
1.
Ringan
Berjalan santai, peregangan, membersihkan debu di rumah, atau melakukan pekerjaan ringan di kebun
2.
Sedang
Perubahan Fisiologis :
Aspek
Biologis
(proses
menua)
Aspek
TB
Penyakit Kronis /
Kondisi Jasmani :
Hipertensi
Diabetes Melitus
EKOSOSBUD :
Sumber pendapatan,
jumlah pendapatan
42
status pernikahan
suku
BAB III
KERANGKA KONSEP, VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL
Kerangka konsep
AKTIVITAS FISIK
PERUBAHAN FISIOLOGIS
PENYAKIT KRONIS
-
Hipertensi
ASUPAN
MAKAN PADA
LANSIA
BMI
-
Tinggi badan
Berat badan
EKOSOSBUD
Sumber pendapatan,
jumlah pendapatan
Status pernikahan
Suku
43
Penyakit kronis
- Hipertensi
BMI
- Tinggi badan
- Berat badan
Ekososbud
- Sumber pendapatan, jumlah pendapatan
- Status pernikahan
- Suku
Definisi
Cara
operasional
pengukuran
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
penguku
ran
Variabel
tergantung
44
Asupan
Kuesioner
Wawancara
Angka
recall diet
Kecukupan
lansia
yang dikonsumsi
on
Gizi
lansia tiap
hours
24
Ordinal
- Baik : 100%
harinya.
AKG
- Sedang : 80
Membandingkan
99 % AKG
- Kurang : 70
pencapaian
konsumsi zat
80% AKG
gizi individu
tersebut.
Variabel
bebas
Aktivitas
Fisik
Jenis
aktivitas Kuesioner
(RAPA)
fisik, durasi dan
intensitas
Wawancara
1.Sedentary
2.Under
Nominal
active
yang
3.Under
dilakukan
active
responden sehari-
reguler- Light
harinya.
activities
4.Under
active reguler
Gigi
geligi
tanggal
Spatle
tounge
5. Active
1. 0
10 Ordinal
buah gigi
2. 10 20
buah gigi
3. 20
-32
Menilai
fungsi
buah gigi
pengecapan Sediaan air 1.Baik
pengecapan
Menilai
fungsi
fungsi
pipet.
pengecapan Sediaan air 1. Baik
gula
pipet.
pengecapan Sedian
kopi
Nominal
Nominal
Nominal
pipet
45
Hipertensi
Sfignoman
ometer,
stetoskop
JNC VII:
1.Normal:
Ordinal
<120
mmHg
dan
<
80
mmHg
2. Hipertensi
stadium 1
140-159
mmHg
atau
90-99 mmHg
3.hipertensi
hipertensi sebelumnya.
stadium 2 :
Berat badan
Timbangan
ditubuhnya.
Mengukur tinggi lutut pasien Penggaris
lansia
dengan
160
mmHg
atau
100
mmHg
1. < 18.5
kg/m2
2. 18.5 - 22.9
kg/m2
3. 23.0 24.9
kg/m2
4. 25.0 29.9kg/m2
5. 30.0 kg/m2
Ordinal
menggunakan
pendapatan
pendapatan yang
sendiri
digunakan untunk
2. Pendapatan
kehidupan sehari-
hari.
3. Pendapatan
Wawancara
1. Pendapatan Nominal
sendiri
Jumlah
pendapatan
setiap bulannya
Wawancara
dan
orang lain
1. <5 juta per Ordinal
bulan
2. 5-10 juta
46
per bulan
3. > 10 juta
Wawancara
perbulan
1. Menikah
Status
pernikahan
2. Janda/duda
menikah,
cerai
janda/
duda
3. Tidak
cerai/meninggal
menikah
Nominal
menikah
Asal atau suku Kuesioner
responden
Wawancara
1. Jawa
Nominal
2. Sunda
3. Betawi
4. Minang
5. lain-lain
47
BAB IV
METODE PENELITIAN
48
Dengan menggunakan rumus populasi finit, maka besar sampel lansia yang
diperlukan untuk penelitian sebesar:
n = n0 / (1 + n0/N)
= 150 / (1 + 150 / 266)
= 96
Keterangan:
n
49
Data primer, yaitu data yang didapat dengan cara langsung yaitu data-data
yang diperoleh dari pengukuran berat badan, tinggi badan, tinggi lutut, wawancara
dan kuesioner pada lansia di Kecamatan Cilandak.
Data sekunder, yaitu data jumlah lansia yang berkunjung ke Puskesmas
Kecamatan Cilandak yang bertempat tinggal di kelurahan Cilandak.
Data tersier, yaitu data yang diperoleh dari buku, jurnal, hasil penelitian
sebelumnya dan internet, termasuk data statistik kependudukan.
IV.8 RENCANA PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
Setelah data dikumpulkan maka dilakukan pengolahan data dengan tahapan
sebagai berikut:
1. Editing data: Memeriksa kelengkapan data yang diperoleh melalui hasil
penimbangan berat badan dan jawaban kuesioner.
2. Pengelompokan data: Seluruh jawaban yang diperoleh dikelompokkan
berdasarkan variabel.
3. Koding: Memberi kode pada masing-masing jawaban untuk memperoleh
pengolahan data.
4. Entri data: Proses pemindahan data ke dalam komputer agar diperoleh
data masukan yang siap diolah.
5. Tabulasi: Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian,
kemudian dimasukkan ke dalam tabel.
IV.9 PENYAJIAN DATA
Tekstural : hasil penelitian disajikan dalam bentuk kalimat
Tabulasi : hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel
Grafik
: hasil penelitian disajikan dalam bentuk diagram pie dan
diagram batang.
IV. 10. ANALISIS DATA
Setelah semua data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah menganalisis
data. Analisis data dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan program
SPSS 17.0 :
-
Analisis Univariat
50
Analisis Bivariat
Analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau
berkolerasi. Untuk uji statistik data dengan skala ordinal dan data ordinal
menggunakan uji statistik Chi Square karena sesuai dengan data yang
digunakan. Taraf kepercayaan 95% dengan nilai kemaknaan 5%.
Rencana Kerja
Minggu ke :
1
1.
Orientasi
menentukan X
51
2.
penelitian
3.
X X
daftar pertanyaan
4.
Persiapan lapangan
5.
Presentasi proposal
6.
data
penelitian
7.
Pengolahan data
8.
Analisa
X
X
data/pembahasan
9.
Penyusunan
hasil
X X
hasil
Presentasi
penelitian
030.06.226
Umar Syarif
030.06.263
52
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Setia B & Hardy W. Panduan Gerantologi Tinjauan dari berbagai Aspek,
Jakarta: PT Gramedia Utama; 1999
2. Status Gizi dan Pola Penyakit pada Lansia.[online]. Diakses tanggal 8
Desember 2011. Diunduh dari: http://www. Litbang Gizi Depkes. go. Id
3. Geriatri. Posyandu Lansia. [online]. Divisi Geriatri Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI/ RSCM. Terakhir diperbarui 15 Juni 2010. Diakses
tanggal 8 Desember 2011. Diunduh dari: http://geriatrinasional.blogspot.com/2010/06/posyandu-lansia.html
4. Darmojo R & Martono. Geriatrie(Ilmu Keshatan Lanjut Usia) edisi dua.
Jakarta; Yudistira 2000
5. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut.
Jakarta.2000
53
16. Pedoman tata laksana gizi usia lanjut untuk tenaga kesehatan.. Direktorat gizi
masyarakat DJBKM. Depkes RI Buku ajar ilmu gizi.2003
17. Supariasa- I, Bakri B & Fajar I. Penilaian Status Gizi, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.2002
18. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut.
Jakarta.2000
54
19. Depkes RI. Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi Orang
Indonesia.2004
20. Christmas C, Andersen RA. Exercise and older patients: guidelines for the
clinician. J Am Geriatr Soc 2000;48(3):318-24.
21. Centers for Disease Control and Prevention. Strength training among adults
aged >65 years United States, 2001. MMWR Morb Mortal Wkly Rep
2004;53(2):25-8.
22. Jenkins CR, Dillman DA. Towards a theory of selfadministered questionnaire
design. In: Lyberg LE, Biemer P, Collins M, DeLeeuw E, Dippo C, Schwarz
N, et al. Survey measurement and process quality. New York (NY): John
Wiley and Sons; 1997. p. 165-96.
23. Stewart AL, Verboncoeur CJ, McLellan BY, Gillis DE, Rush S, Mills KM, et
al. Physical activity outcomes of CHAMPS II: a physical activity promotion
program for older adults. J Gerontol A Biol Sci Med Sci 2001;56(8):M465-70
24. Stewart AL, Mills KM, King AC, Haskell WL, Gillis D, Ritter PL. CHAMPS
physical activity questionnaire for older adults: outcomes for interventions.
Med Sci Sports Exerc 2001;33(7):1126-41.
25. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. The Seventh Report of the joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA. 2003; 289(19): 2560-72.
26. Baruch L. Hypertension and the eldery: more than just blood pressure control.
J Clin Hypertens 2004;6;249-55.
27. Body Mass Index [online]. Diakses tanggal 16 Desember 2011. Diunduh dari:
www.obesitas.web.id/bmi(i).html.
28. Rumus Mengukur Tinggi Lutut [online]. Diakses tanggal 16 Desember 2011.
Diunduh dari: http://gizisehat.wordpress.com/2010/06/08/rumusmengukur-tinggi-lutut-tl/
55