DBD Novy
DBD Novy
Pembimbing :
Dr. Daniel , SpA
Disusun Oleh :
Destya Nora
030.06.061
STATUS PASIEN
I.
IDENTITAS
1. Identitas Pasien :
Nama pasien
: An. R
Jenis kelamin
: laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: jatinegara
Umur
: 8 tahun
: Tn. R / 32 tahun
Agama
: Islam
Alamat
: jatinegara
Pekerjaan
: Karyawan
Pendidikan
: STM
Penghasilan
: Rp 3.000.000 /bulan
Hub. Pasien
: Ayah kandung
Ibu
Nama
: Ny. I / 30 tahun
Agama
: Islam
Alamat
: jatinegara
Pekerjaan
Pendidikan
: SMA
Penghasilan
: Rp 2.000.000/bulan
Hub. Pasien
: Ibu kandung
II.
ANAMNESIS
Dilakukan secara allo-auto anamnesis terhadap pasien dan kedua orang tua
pasien pada tanggal 12 Desember 2010 pukul 23.00 WIB.
1. KELUHAN UTAMA
Demam sejak 3 hari sebelum masuk RS BA
2. KELUHAN TAMBAHAN
Menggigil, sakit kepala dan pegal-pegal
3. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
Os demam sejak 3 hari sebelum masuk RS BA, demam pertama kali
hari jumat pagi tgl 9-des-11 mendadak yang dirasakan terus-menerus siang
dan malam, suhu tinggi dan di ukur 39 derajat celcius. Demam tidak turun
walaupun diberi obat penurun panas (Paracetamol). Selain itu os juga
merasa kepalanya sakit berdenyut dan nyeri di belakang kepala, serta
badannya pegal-pegal dan terasa sakit. Os juga mual-mual dan muntah
setiap masuk makanan (nasi dan bubur), juga nyeri di ulu hati, menurut
ibunya sejak sakit nafsu makan os berkurang. Tgl 12-des-11 hari senin pagi
demam os turun saat di beri peracetamol, os menggigil dan diikuti rasa mual
yang makin bertambah dan nyeri uluh hati.
Os belum buang air besar sejak dari jumat dan buang air kecil lancar
2x perhari jumlah banyak warna kuning jernih, buang air besar berwarna
hitam disangkal. Perdarahan dari hidung maupun gusi disangkal. Bercak
kemerahan pada tangan dan kaki disangkal, rasa sesak juga disangkal.
Batuk pilek disangkal oleh pasien, berpergian keluar kota dalam
waktu dekat di sangkal oleh pasien.
Os belum pernah mengalami gejala seperti ini dan belum pernah
dirawat di rumah sakit sebelumnya. Keluarga dan teman sekelas os tidak ada
yang mengalami gejala seperti ini.
Umur
Penyakit
Umur
Penyakit
Umur
Alergi
Difteria
Jantung
Cacingan
Diare
9 bulan
Ginjal
Kejang
Darah
Kecelakaan -
Otitis
Morbili
Tuberkulosis -
Parotitis
Operasi
Lainnya
Demam
Berdarah
Demam
Thypoid
Radang
paru
5. RIWAYAT KEHAMILAN/KELAHIRAN
Morbiditas kehamilan
KEHAMILAN
KELAHIRAN
Tidak
ditemukan
kelainan
Perawatan antenatal
Tempat kelahiran
Rumah sakit
Penolong persalinan
Bidan
Cara persalinan
Spontan
Masa gestasi
Keadaan bayi
4
Cukup
bulan
(38
minggu)
Berat lahir 3000 gram
KELAHIRAN
Panjang badan 50 cm
Langsung menangis
Bayi berwarna merah
Kelainan bawaan tidak
ada
Kesan :
Riwayat perawatan antenatal selama kehamilan baik dan tidak
bermasalah. Bayi lahir spontan tanpa penyulit, keadaan bayi waktu lahir baik.
6. RIWAYAT PERTUMBUHAN/PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : usia 8 bulan
Psikomotor
Tengkurap : usia 4 bulan
Duduk
: usia 7 bulan
(Normal : 6 bulan)
Berdiri
: usia 9 bulan
Berjalan
: usia 12 bulan
Bicara
: usia 12 bulan
(Normal : 13 bulan)
(Normal : 9-12 bulan)
7. RIWAYAT MAKANAN
Umur
(bulan)
ASI/PASI Buah/Biskuit
Bubur Susu
Nasi Tim
02
24
2 bulan,
(pisang, 1
5
buah, 2x/hari)
46
4 bulan
(2x/hari)
6-8
7 bulan
(3x/hari, @1/2
mangkuk kecil)
8 10
10 12
8. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin
Dasar (Umur)
Ulangan (Umur)
BCG
Ketika lahir
DPT / DT
2 bulan
4 bulan
6 bulan
POLIO
2 bulan
4 bulan
6 bulan
CAMPAK
9 bulan
HEPATITIS B
Ketika lahir
1 bulan
5 bulan
Ibu
Nama
Perkawinan Ke
22 tahun
20 tahun
Pendidikan Terakhir
STM
SD
Agama
Islam
Islam
Suku Bangsa
Sunda
Sunda
Keadaan Kesehatan
Baik
Baik
Pasien anak pertama dari dua bersaudara, adik pasien perempuan umur 6
tahun.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 12 Desember 2011 pukul 23.00 WIB.
Kesadaran
Status antropometri :
: compos mentis
Berat Badan : 28 Kg
Tanda Vital
Tekanan darah
Nadi
Suhu
: 36,7 C
Pernapasan
Kepala
: 100/60 mmHg
Mata
cahaya tidak langsung +/+, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik.
-
Hidung
Telinga
Bibir
Mulut
Leher
Toraks
Jantung
Paru
Abdomen
Inspeksi
: Perut datar
Palpasi
Perkusi
dullness (-)
8
Auskultasi
Ekstremitas
Atas : akral hangat, sianosis (-), edema (-), deformitas (-) petekie (-)
Bawah: akral hangat, sianosis (-), edema (-), deformitas(-) petekie (-)
Tulang Belakang
Susunan Saraf
Kulit
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A.
LABORATORIUM
i. Darah Lengkap
12/12/11
13/12/11
14/12/11
15/12/11
16/12/1
17/12/11
Nilai normal
1
Hemoglobin
16,6
15,6
13,4
12,2
11,9
11.6
12,0-16,0 g/dl
Leukosit
3200
6500
3600
2500
2400
2700
4.100-10.900/uL
Hematokrit
50%
47 %
41 % ()
39 %
37 %
37.6 %
36-46 %
Trombosit
43.000 ()
28000 ()
28.000 ()
31.000 ()
85.000
155.000
140.00-440.0
Widal (12/12/2011)
-
S. Typhi H : (-)
/uL
V.
RESUME
DIAGNOSIS BANDING
1.
2.
Demam Chikungunya
3.
Demam Typhoid
10
VII.
DIAGNOSIS KERJA
Demam berdarah dengue grade I
VIII.
IX.
PENATALAKSANAAN
a.
Non-Medikamentosa
-
Tirah baring
b. Medikamentosa
X.
RL 3cc/kgBB
Polysitilane 3x1cth
PROGNOSIS
Ad vitam
: ad bonam
Ad sanationam
: ad bonam
Ad fungsionam
: ad bonam
11
XI.
FOLLOW UP
Tanggal
Subyektif
Obyektif
Analisa
Perencanaan
13/12/11
Demam (-)
DBD grade
- IVFD RL 3cc/kgBB
Lemas (+)
I (Demam
spontan (-)
TD: 110/70
hari ke-4)
Kembung (-)
T: 36 C
Sesak(-)
RR: 28 x/menit
Mual (+)
14/12/11
Demam (-)
DBD grade
- IVFD RL 3cc/kgBB
Lemas (+)
I (Demam
spontan (-)
TD: 110/70
hari ke-5)
Kembung (-)
T : 36,2 C
- polysilen 3x1cth
Sesak(-)
RR: 28 x/menit
- Diet teruskan
Mual (+)
Nyeri perut
(+)
15/12/11
Demam (-)
KU: baik
DBD grade
- IVFD RL 3cc/kgBB
Lemas (+)
I (Demam
spontan (-)
TD:120/80
hari ke-6)
Kembung (-)
T : 36,8 C
- polysilen 3x1cth
Sesak(-)
RR: 28 x/menit
- Diet teruskan
Mual (+)
HR: 84 x/menit
Nyeri perut
(+)
12
Demam (-)
DBD grade
- IVFD RL 3cc/kgBB
Lemas (-)
I (Demam
spontan (-)
TD: 110/70
hari ke-7)
Kembung (-)
T : 36 C
- polysilen 3x1cth
Sesak(-)
RR: 28 x/menit
- Diet teruskan
Mual (+)
Nyeri perut
(+)
BAB(-) sejak
3 hari
Kulit
Abd: NT epigastrium (+)
17/12/11
Demam (-)
DBD grade
- IVFD RL 3cc/kgBB
Lemas (-)
I (Demam
spontan (-)
TD: 120/80
hari ke-8)
Kembung (-)
T : 36 C
- polysilen 3x1cth
Sesak(-)
RR: 28 x/menit
- Diet teruskan
Mual (-)
Nyeri perut (-
BAB(+)
13
ANALISA KASUS
Pada pasien anak laki-laki, usia 8 tahun dengan berat badan 28 kg,diagnosa
Demam Berdarah Dengue Grade I,ini sesuai dengan kenyataan yang didapati dari
hasil anamnesa,pemeriksaan fisik,dan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis didapatkan demam mendadak 3 hari SMRS yang
bersifat kontinue, pasien mengeluh terdapat nyeri perut bagian epigastrium ,disertai
anoreksi, konstipasi, myalgia, nyeri kepala dan nyeri retro orbita. Tidak terdapat
tanda komplikasi seperti perdarahan,ensefalopati ataupun syok pada pasien.
Riwayat kehamilan dan persalinan baik,Imunisasi dasar tidak lengkap,sosial
ekonomi kurang,perumahan dan sanitasi lingkungan kurang baik dan tidak diketahui
apakah terdapat tetangga yang menderita sakit Demam Berdarah Dengue atau
tidak.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum anak tampak sakit
sedang,kesadaran :Compos Mentis,gerak aktif,tanda-tanda vital,Tekanan Darah
:100/60 mmHg,Nadi :84 x/menit,Suhu :36,RR :28 x/menit.Status Gizi baik.Rumple
Leed positif pada ekstremitas atas kanan.Status Generalis didapatkan abdomen
teraba supel,datar,nyeri tekan epigastrium, bisung usus (+) dan pemeriksaan fisik
lainnya dalam batas normal.
Dari gejala klinis dan tanda-tanda di atas dapat disimpulkan bahwa diagnosa
pasien ini adalah DBD derajat I dan hal ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan lab
sebagai berikut
14
Darah Lengkap
12/12/11
13/12/11
14/12/11
15/12/11
16/12/11
17/12/11
Nilai normal
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Hb
16,6 ()
15,6
13,4
12,2
11,9
11.6()
12,0-16,0 g/dl
Leu
3200()
6500
3600 ()
2500 ()
2400 ()
2700 ()
4.100-10.900/uL
Ht
50% ()
47 % ()
41 %
39 %
37 %
37.6 %
36-46 %
Tromb
43.000 ()
28000 ()
28.000 ()
31.000 ()
85.000 ()
155.000
140.00-441.0
15
/uL
Suportif
Minum yang banyak:
1-2L/ hari
Istirahat cukup (tirah baring)
Untuk memperbaiki keadaan umum pasien.mengurangi aktifitas dan memberi
kesempatan sel untuk beregenerasi.
Simtomatik:
IVFD Ringer Laktat 15 tpm
Ringer Laktat diberikan karena merupakan cairan yang direkomendasikan WHO
untuk penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue,Ringer Laktat mempunyai
komposisi Na 147 meq/L,K 4 ,Ca 3,Cl 209, dan laktat 28 ,karena pada pasien
demam berdarah sering terjadi hemokonsentrasi yang menyebabkan kadar Na
rendah (hiponatremia) karena itu cairan Ringer Laktat merupakan pilihan cairan
pada pasien ini.
Terapi cairan (rumatan)
BB=28 kg;jumlah cairan yang dibutuhkan =
10 x 100 = 1000
10 x 100 + 10 x 50 ml/hari = 1500cc/hari
1500 + 20 x 8 ml/hari = 1660cc/hari
Jumlah cc/jam 1660/24 jam 69.1 cc/jam 69,1 x 15/60 17 tpm
16
Paracetamol
Dosis Paracetamol: 10 - 15 mg/kg BB/kali. 15mg x 28 kg = 420mg. Di ambil dosis
400mg x 4 dengan jarak 6 jam. Untuk mengatasi gejala demam pada pasien ini bila
diperlukan.
Ranitidin
Ranitidin merupakan antihistamin paenghambat reseptor Histamin H2 yang berperan
dalam efek histamine terhadap sekresi cairan lambung,pada pasien ini diberikan
untuk mengatasi gejala anoreksia dan mual.Dosis :1 mg/kgBB diberikan 2 x
sehari.karena pada anak berat badan 28 kg makan diberikan 20 x1 mg yaitu 20 mg
x 2 /IV.
Polysilane
-1 sendok teh 3-4hari, diminum 1-2 jam setelah makan. Untuk menetralkan asam
lambung dan menurunkan permukaan gelembung gas dalam lambung sehingga
mudah dikeluarkan.
Pasien boleh dipulangkan bila memenuhi kriteria pulang untuk demam berdarah
dengue,yaitu:
Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
Nafsu makan membaik
Tampak perbaikan secara klinis
Hematokrit stabil 3 hari setelah syok teratasi
Trombosit >50000/mL
Tidak dijumpai distres pernapasan
17
TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM BERDARAH DENGUE
PENDAHULUAN
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk
(mosquito borne disease) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah
tropis dan subtropis. Penyakit ini mempunyai spektrum klinis yang bervariasi antara
penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), demam dengue (DD),
demam berdarah dengue (DBD), sampai demam berdarah dengue disertai syok
(dengue shock syndrome = DSS). Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini
memperlihatkan sebuah fenomena gunung es, dengan kasus DBD dan DSS yang
dirawat di rumah sakit sebagai puncak gunung es yang terlihat di atas permukaan
laut, sedangkan kasus dengue ringan (silent dengue infection dan demam dengue)
merupakan dasarnya.
Infeksi dengue dapat disebabkan oleh salah satu dari keempat serotipe virus
yang dikenal (DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4). Infeksi salah satu serotipe akan
memicu imunitas protektif terhadap serotipe tersebut tetapi tidak terhadap serotipe
lain, sehingga infeksi kedua akan memberikan dampak yang lebih buruk. Hal ini
dikenal sebagai fenomena yang disebut antibody dependent enhancement (ADE),
dimana antibodi akibat serotipe pertama memperberat infeksi serotipe kedua.
Mengingat infeksi dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit infeksi akut
endemis di Indonesia maka seharusnya tidak boleh lagi dijumpai misdiagnosis atau
kegagalan pengobatan. Menegakkan diagnosis DBD pada stadium dini sangatlah
sulit karena tidak adanya satupun pemeriksaan diagnostik yang dapat memastikan
diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh sebab itu perlu dilakukan pengawasan
berkala baik klinis maupun laboratoris.
18
ETIOLOGI(1)
Virus dengue termasuk group B arthropod borne virus (arboviruses) dan
sekarang dikenal sebagai genus adalah Flavivirus, family Flaviviridae, yang
mempunyai empat serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi dengan
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3
bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe
yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.
PENULARAN(2), (3)
Terdapat
tiga
faktor
yang
Aedes
albopictus,
Aedes
diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki
perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina
dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini
dapat diamati dengan mata telanjang.(3)
Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari.
Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang
mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang
diperlukannya untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah,
dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi
area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah.(3)
Nyamuk Aedes tersebut dapat mengundang virus dengue pada saat
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di
kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period)
sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada gigitan berikutnya. Sekali
virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut
akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus
memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi
bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari
sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.
EPIDEMIOLOGI(1), (4)
Istilah haemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di
Filipina pada tahun 1953, pada tahun 1958 meletus epidemi penyakit serupa di
Bangkok. Setelah tahun 1958 penyakit ini dilaporkan berjangkit dalam bentuk
epidemi di beberapa negara lain di Asia Tenggara. Di Indonesia DBD pertama kali
dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh
pada tahun 1970. Di Jakarta kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969, kemudian
DBD berturut-turut dilaporkan di Bandung (1972), Yogyakarta (1972). Epidemi
pertama di luar Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung,
20
disusul Riau, Sulawesi Utara, dan Bali (1973). Pada tahun 1974 epidemi dilaporkan
di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pada tahun 1993 DBD telah
menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia. Pada saat ini DBD telah menyebarluas di
kawasan Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan daerah Karibia. Berdasarkan jumlah
kasus DBD, Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand.
Jumlah kasus di Indonesia sebagai berikut ; tahun 1996 jumlah kasus 45.548
orang dengan jumlah kematian sebanyak 1.234 orang, tahun 1998 jumlah kasus
72.133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1.414 orang (terjadi ledakan),
tahun 1999 jumlah kasus 21.134 orang, tahun 2000 jumlah kasus 33.443 orang,
tahun 2001 jumlah kasus 45.904 orang, tahun 2002 jumlah kasus 40.377 orang,
tahun 2003 jumlah kasus 50.131 orang, tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004
jumlah kasus sudah mencapai 26.015 orang dengan jumlah kematian sebanyak 389
orang.(4)
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan penyebaran kasus DBD
sangat konpleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang
tidak terencana dan tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang
efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi.
langsung pasien yang mengalami infeksi kedua kalinya dengan serotipe virus
dengue yang heterolog dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun, mempunyai
resiko lebih besar untuk mendapatkan DBD/DSS.
21
Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi
menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enchanting-antibody
dan neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis antibodi yaitu (1) Kelompok
monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu replikasi
virus, dan (2) Antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya
memacu replikasi virus. Antibodi non-neutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer
akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan
memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi
sekunder
virus
dengue
oleh
serotipe
dengue
yang
berbeda
cenderung
22
ii.
iii.
penurunan faktor pembekuan (akibat DIC), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan
dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.
2.
Hipotesis kedua menyatakan bahwa virus dengue seperti halnya semua virus
binatang yang lain, secara genetis dapat berubah sebagai akibat dari tekanan
pada seleksi sewaktu virus yang melakukan replikasi pada tubuh manusia
maupun nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus
dan viremia, virulensi dan potensi terjadinya wabah. Selain itu ada beberapa
strain virus yang mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah lebih
besar. Hipotesis ini didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.
PATOFISIOLOGI
a. Volume plasma(1)
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan
membedakan antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding
24
akibat
meningkatnya
destruksi
trombosit.
Dugaan mekanisme
lain
25
Risiko
>100.000
50.000-100.000
20.000-50.000
<20.000
<10.000
Masa
perdarahan
memanjang,
masa
pembekuan
normal,
masa
sistem
komplemen
pada
demam
berdarah
dengue
memperlihatkan penurunan kadar C3, C3 proaktivator, C4, dan C5, baik pada kasus
yang disertai syok maupun tidak. Hasil penelitian radioisotop mendukung pendapat
bahwa penurunan kadar serum komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem
komplemen. Aktivasi ini menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a yang mempunyai
kemampuan menstimulasi sel mast untuk melepas histamin dan merupakan
mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan
volume plasma, dan syok hipovolemik.
Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada penderita
demam berdarah dengue ialah ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam
urin 24 jam, adanya kompleks imun yang bersirkulasi, dan adanya korelasi antara
kadar kuantitatif kompleks imun dengan derajat berat penyakit.
SPEKTRUM KLINIS(2)
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan
tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian
infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai
dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan, yang tidak spesifik (undifferentiated
febrile illness), Demam Dengue (DD), atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam
Berdarah Dengue (DBD).
Bagan I. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue (Sumber : WHO, 1997)
27
(2)
a.
prodromal yang tidak khas seperti nyeri kepala hebat, nyeri belakang bola mata,
nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa menggigil, dan malaise. Dijumpai trias
sindrom, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan, dan timbulnya ruam (rash).
Pada demam suhu umumnya antara 39-40 0C, timbul mendadak, pada beberapa
penderita dapat dilihat bentuk kurva suhu yang menyerupai pelana kuda atau bifasik,
tetapi pada penelitian selanjutnya bentuk kurva ini tidak ditemukan pada semua
pasien sehingga tidak dapat dianggap patognomonik. Demam menetap antara 5-7
hari. Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali, yaitu pada hari
sakit ke 3-5, berlangsung selama 3-4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang
menghilang pada tekanan. Ruam terdapat di dada, tubuh serta abdomen, menyebar
ke anggota gerak dan muka. Ruam tersebut kemudian menghilang tanpa bekas dan
selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6 atau ke-7 terutama di daerah
kaki, telapak tangan dan kaki. Selain itu, dapat juga ditemukan petekia.
Kelainan darah tepi demam dengue ialah leukopenia selama periode prademam dan demam, neutrofilia relatif dan limfopenia, disusul neutropenia relatif dan
limfositosis pada periode puncak penyakit dan pada masa konvalesens. Eosinofil
menurun atau menghilang pada permulaan dan pada puncak penyakit, hitung jenis
28
neutrofil bergeser ke kiri selama periode demam, sel plasma meningkat pada
periode memuncaknya penyakit dengan terdapatnya trombositopenia. Darah tepi
menjadi normal kembali dalam waktu 1 minggu.
Demam Dengue yang disertai dengan perdarahan harus dibedakan dengan
Demam Berdarah Dengue, dimana pada Demam Dengue tidak dijumpai kebocoran
plasma. Hasil pemeriksaan serologis (dengue rapid test) untuk infeksi akut primer
menunjukkan peninggian (positif) IgM. Selain itu manifestasi klinis DD menyerupai
berbagai penyakit, misalnya infeksi virus Chikungunya, demam tifoid, leptospirosis,
dan malaria. Diagnosis dapat dibantu dengan pemeriksaan serologis atau isolasi
virus.
b.
darah
(circulatory
failure).
Fenomena
patofisiologi
utama
yang
dinding
pembuluh
darah,
menurunnya
volume
plasma,
perdarahan saluran cerna hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah
renjatan yang tidak dapat diatasi.
Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di
bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan
berat ringannya penyakit namun pembesar hati lebih sering ditemukan pada
penderita dengan syok.
Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi
penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang
bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan
perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat
mengalami syok.
Pada
pemeriksaan
laboratorium
ditemukan
trombositopenia
dan
hemokonsentrasi. Jumlah trombosit < 100.000 /uL ditemukan antara hari sakit ke 37. Peningkatan kadar hematokrit merupakan bukti adanya kebocoran plasma, walau
dapat terjadi pula pada kasus derajat ringan meskipun tidak sehebat dalam keadaan
syok. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif
dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok.
Hipoproteinemi ataupun hipoalbuminemi dapat memperkuat kebocoran plasma.
Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat.
Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama sebelah
kanan. Berat-ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-ringannya penyakit.
Pada pasien yang mengalami syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral.
Patokan
diagnosis DBD
(WHO,
1975)
berdasarkan
gejala
klinis
dan
laboratorium :
Klinis
Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.
1. Manifestasi perdarahan, minimal uji tourniquet positif dan salah satu bentuk
perdarahan lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan mukosa,
perdarahan gusi), hematemesis dan atau melena.
2. Pembesaran hati
30
3. Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun
( 20 mmHg), tekanan darah menurun ( 80 mmHg) disertai kulit yang teraba
dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari, dan kaki, pasien
menjadi gelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut.
Laboratorium
Trombositopenia dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu
ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/uL ditemukan pada
hari ke-3 sampai ke-7 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan
perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran
plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit > 20 % dibandingkan dengan nilai
hematokrit pada masa sebelum sakit atau masa konvalesen. Ditemukannya dua
atau tiga patokan klinis pertama disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi
sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DBD. Dengan patokan ini 87 % kasus
tersangka DBD dapat didiagnosis dengan tepat, yang dibuktikan oleh pemeriksaan
serologis, dan dapat dihindari diagnosis berlebihan.
Demam
Demam sebagai gejala utama terdapat pada semua kasus dan merupakan
alasan mengapa orang tua membawa anaknya berobat oleh karena khawatir akan
keadaan anak yang demam. Karakteristik demam pada DBD yaitu, demam tinggi
mendadak, terus-menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun, tidak mempan dengan
obat antipiretik. Kadang suhu tubuh sangat tinggi mencapai 40 0C dan dapat terjadi
kejang demam. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat fase
demam cenderung menurun dan pasien tampak seakan sembuh, hati-hati karena
fase tersebut dapat merupakan awal kejadian syok. Biasanya pada hari ketiga
demam, hari ke 3, 4, 5 adalah fase kritis yang harus dicermati karena dapat terjadi
syok. Kemungkinan terjadi perdarahan dan kadar trombosit dapat sangat rendah (<
200.000 /uL).
Manifestasi Perdarahan
Penyebab
perdarahan
pada
pasien
DBD
adalah
vaskulopati,
tourniquet (uji Rumple Leede/uji bendung) positif, petekia, purpura, ekimosis, dan
perdarahan konjungtiva. Perdarahan lain yaitu epistaksis, perdaraha gusi, melena,
dan hematemesis.
Uji torniquet positif sebagai manifestasi perdarahan kulit paling ringan yang
merupakan tanda fragilitas kapiler yang meningkat. Perlu diingat bahwa hali ini juga
dapat ditemukan pada penyakit virus lain (misalnya campak, demam chikungunya)
infeksi bakteri (tifus abdominalis) dan lain-lain. Uji tourniquet positif akan banyak
kegunaanya apabila secara klinis diduga DBD, oleh karena pada awal perjalanan
penyakit 70,2 % kasus DBD mempunyai hasil uji tourniquet positif. Uji tourniquet
positif apabila terdapat lebih dari 10 petekia pada area 1 inci persegi (2,8 cm x 2,8
cm) di lengan bawah bagian depan (volar) termasuk pada lipatan siku (fosa cubiti).
Pembesaran Hati (Hepatomegali)
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,
bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah
lengkungan iga kanan. Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi teraba,
dapat meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati tidak sejajar
dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada daerah tepi hati, berhubungan
dengan adanya perdarahan. Nyeri perut lebih tampak jelas pada anak besar dari
pada anak kecil. Pada sebagian kecil kasus dapat dijumpai ikterus.
Syok (Sindrom Syok Dengue/SSD)
Manifestasi syok pada anak terdiri atas :
1. Kulit pucat, dingin, dan lembab terutama pada ujung jari kaki,tangan, dan
hidung, sedangkan kuku menjadi biru. Hal ini disebabkan oleh karena
sirkulasi yang tidak adekuat menyebabkan perangsangan sistem simpatis.
2. Anak yang semula rewel cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya
menurun menjadi apatis, sopor, dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan
sirkulasi serebral.
3. Perubahan nadi, bak frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi cepat
dan lembut sampai tidak dapat dirabaoleh karena kolaps sirkulasi.
4. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang.
5. Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80 mmHg atau kurang.
32
Derajat II
perdarahan lain.
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
Derajat III
Derajat IV
Catatan : Adanya trombositopenia disertai hemokonsentrasi membedakan DBD derajat I/II dengan DD
Pembagian derajat penyakit dapat juga dipergunakan untuk kasus dewasa.
33
Hematologi
a. Jumlah Trombosit
Penurunan jumlah trombosit menjadi < 100.000 /uL atau kurang dari 1-2
trombosit/LPB dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan pada 10 LPB. Umumnya
trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan sebelum suhu
turun. Jumlah trombosit 100.000 /uL biasanya ditemukan pada hari ketiga
sampai ketujuh. Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti normal
kembali.
b. Kadar Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan hemokonsentrasi selalu
dijumpai pada DBD, merupakan indikator terhadap perembesan plasma,
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada
umumnya peningkatan hematokrit didahului oleh penurunan trombosit, dengan
peningkatan trombosit 20 % mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler
dan perembesan plasma. Nilai hematokrit selalu berubah seiring penggantian
cairan maupun adanya perdarahan.
c. Jumlah Leukosit
Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel
neutrofil. Selanjutnya pada akhir fase demam, jumlah leukosit dan sel neutrofil
menurun sehingga jumlah limfosit secara relatif meningkat. Peningkatan jumlah
sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru > 4 % di daerah tepi dapat dijumpai
pada hari sakit ketiga sampai ketujuh.
d. Pemeriksaan laboratorium Lain
Kadar albumin menurun sedikit dan bersifat sementara; hipoproteinemia;
hiponatremia; eritrosit dalam tinja hampir selalu ditemukan; serum komplemen
menurun; penurunan -antiplasmin (2-plasmin inhibitor) hanya pada beberapa
kasus; pada sebagian besar kasus disertai penurunan faktor koagulasi dan
fibrinolitik yaitu fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III;
sedikit peningkatan dari serum aspartat aminotransferase (SGOT dan SGPT);
pada kasus berat dijumpai disfungsi hati, penurunan kelompok vitamin K34
dependent protrombin seperti faktor V, VII, IX, dan X; waktu tromboplastin parsial
dan waktu protrombin memanjang; asidosis metabolik berat dan peningkatan
kadar urea nitrogen terdapat pada syok berkepanjangan.
2.
Radiologi
Pada foto toraks dalam posisi lateral dekubitus kanan (DBD derajat III/IV dan
sebagian besar derajat II) didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan.
Selain itu asites dan efusi pleura dapat juga dideteksi dengan pemeriksaan Ultra
Sonografi (USG).
3.
oleh pembentukan IgM-antidengue. IgM hanya berada dalam waktu yang relatif
singkat dan akan disusul segera dengan pembentukan IgG. Pada kira-kira hari
kelima infeksi terbentuklah antibodi yang bersifat menetralisasi virus (neutralizing
antibody/NT). Titer antibodi NT akan naik dengan cepat, kemudian menurun secara
lambat untuk waktu yang lama, biasanya seumur hidup. Setelah antibodi NT, akan
timbul antibodi yang mempunyai sifat menghambat hemaglutinasi sel darah merah
angsa (haemaglutination inhibiting antibody/HI). Titer antibodi HI itu naik sejajar
35
dengan antibodi NT, kemudian turun secara perlahan-lahan, tetapi lebih cepat
daripada antibodi NT. Antibodi yang terakhir, yaitu antibodi yang mengikat
komplemen (complement fixing antibody/CF), timbul sekitar hari kedua puluh. Titer
antibodi itu naik setelah perjalanan penyakit mencapai maksimum dalam waktu 1-2
bulan, kemudian turun secara cepat dan menghilang setelah 1-2 tahun.
Pada dasarnya diagnosis konfirmasi infeksi virus dengue ditegakkan atas hasil
pemeriksaan serologik atau hasil isolasi virus. Dasar pemeriksaan serologis
membandingkan adalah membandingkan titer antibodi pada masa akut dengan
konvalesens. Tehnik pemeriksaan yang dianjurkan WHO ialah pemeriksaan HI dan
CF. Kedua cara itu membutuhkan dua contoh darah. Contoh darah pertama diambil
pada waktu demam akut, sedangkan yang kedua pada masa konvalesens, 1-4
minggu dalam perjalanan penyakit. Dalam praktik sukar sekali didapatkan contoh
darah kedua karena pasien yang telah sembuh sehingga tidak bersedia diambil
darahnya. Dengan demikian diambil kebijaksanaan untuk mengambil darah
sebanyak 3 kali. Pertama, sewaktu masuk rumah sakit, kedua pada waktu
meninggalkan rumah sakit, dan ketiga 1-4 minggu setelah perjalanan penyakit.
Apabila hanya diperoleh satu contoh darah, penafsiran akan sulit atau bahkan sering
tidak mungkin dilakukan.
Dikenal 5 jenis uji serologi yang dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi virus
dengue, misalnya :
1. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI test)
Merupakan
uji
serologis
yang
dianjurkan
dan
sering
dipakai
dan
Uji komplemen fiksasi jarang digunakan sebagai uji diagnostik rutin, oleh
karena
cara
pemeriksaan
yang
rumit
37
5. NS1-Ag tes
Virus dengue merupakan virus RNA rantai tunggal, terdapat empat serotipe
yang berbeda yaitu DEN1,DEN2,DEN3 dan DEN4 yang semuanya terdapat di
Indonesia. Virus dengue memiliki genom 11 kb yang mengkode 10 macam
protein virus yaitu tiga protein struktural (C/protein core, M/protein membrane,
E/protein
envelope)
dan
tujuh
protein
nonstruktural
(NS1,NS2a,NS2b,NS3,NS4a,NS4b,NS5).
NS1-Ag tes adalah tes untuk deteksi protein non struktur NS-1 Ag yang ada
dalam sirkulasi dan dapat mendeteksi ke empat serotipe. Keunggulannya dapat
mendeteksi virus lebih awal, mulai dari hari ke-1 demam sampai demam hari ke9 dan mempunyai sensitivitas DEN-1 : 88,9%, DEN-2 : 87,1%, DEN-3 : 100%,
DEN-4 : 93,35%.(6)
4.
Isolasi Virus
Beberapa cara isolasi yang kini dikembangkan : Inokulasi intraserebral pada
bayi tikus putih albino umur 1-3 hari, Inokulasi pada biakan jaringan mamalia
(LLCMK2) dan nyamuk A. Albopictus, Inokulasi pada nyamuk dewasa secara
intratorasik/intraserebral pada larva.
5.
DIAGNOSIS BANDING(2)
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri,
virus, atau parasit, seperti; demam tifoid, campak, influenza, demam
chikungunya, hepatitis, leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia
disertai hemokonsentrasi dapat membedakan DBD dengan penyakit lain.
b. Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya
(DC), dimana DC biasanya dapat menyerang seluruh anggota keluarga dan
penularannya mirip dengan influenza. Pada DC serangan demam mendadak,
masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam
makulopapular, injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi.
Proporsi uji Tourniquet positif, petekia, dan epistaksis hampir sama dengan
DBD, tetapi pada DC tidak dijumpai perdarahan gastrointestinal dan syok.
c. Perdarahan seperti ptekia dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit
infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak
semula pasien sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda
infeksi. Terdapat leukosistosis serta dominasi sel PMN (pergeseran ke kiri
pada hitung jenis). Pada meningitis meningokokus jelas terdapat gejala
rangsang meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.
d. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD
Derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan bawah kulit.
Pada hari-hari pertama diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD,
tetapi pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai leukopenia, tidak
dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran ke kanan pada hitung
jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali
normal pada ITP.
KOMPLIKASI(1), (2)
1. Ensefalopati Dengue
Ensefalopati dengue pada umumnya diduga terjadi sebagai komplikasi syok
yang berkepanjangan, disfungsi hati, udem otak, perdarahan kapiler serebral,
gangguan metabolik seperti hipoksemia atau hiponatremia serta trombosis
39
40
necrosis, ditandai penurunan jumlah urin, dan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin.
3. Udem paru
Udem paru adalah komlikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian
cairan yang berlebihan (overload). Pemberian cairan pada hari sakit ketiga
sampai
kelima
sesuai
panduan
yang
diberikan,
biasanya
tidak
akan
menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Akan
tetapi apabila pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular dan
cairan masih diberikan (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan kadar
hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit) pasien akan
mengalami distres pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan
ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto dada. Gambaran udem paru
harus dibedakan dengan perdarahan paru.
TATALAKSANA(1), (2)
A. Demam Dengue (DD) (2)
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien
dianjurkan :
Untuk
menurunkan
suhu
menjadi
<
39C,
dianjurkan
pemberian
parasetamol
Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu,
disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari
Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda
penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap
komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan
oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase
demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi
penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok).
41
Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh
karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air
besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan,
perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan
tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa segera ke rumah sakit.
B. Demam Berdarah Dengue (DBD) (1), (2)
Perbedaan patofisiologik utama antara DBD dengan penyakit lain adalah
peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dan
gangguan hemostasis. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian
mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun yang merupakan fase awal
terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai
pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD
terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui
dari peningkatan kadar hematokrit. Terdapatnya peningkatan hematokrit 20 %
mencerminkan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian
cairan. Larutan garam isotonik atau Ringer Laktat dapat diberikan sebagai cairan
pengganti awal sesuai dengan berat ringannya penyakit.
Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD,
bersifat simtomatik dan suportif, yaitu dengan pemberian cairan oral untuk
mencegah dehidrasi. Apabila sulit diberikan per oral (anak tidak mau minum,
muntah, nyeri perut) maka cairan intravena perlu diberikan. Antipiretik kadang
dibutuhkan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama
demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk mempertahankan suhu di
bawah 39 0C dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali atau dapat disederhanakan seperti
pada tabel :
Tabel Dosis Parasetamol Menurut Kelompok Umur
Umur (tahun)
42
<1
60
1/8
13
60 - 125
1/8 1/4
46
125 - 250
1/4 -1/2
7 12
250 - 500
1/2 - 1
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi,
anoreksia, dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air, teh
manis, sirop, susu, ASI pada bayi, serta larutan oralit. Sebaiknya hindari cairan yang
berwarna coklat atau merah untuk menghindari salah interpretasi bila pasien
muntah. Diberikan minum 50 ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan
dehidrasi dapat diatasi anak dapat diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kgBB dalam
24 jam berikutnya.
Bila terjadi kejang demam, disamping antipiretik dapat diberikan antikonvulsif
selama masih demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang
mungkin terjadi. Periode kritis yaitu pada waktu transisi, yaitu pada saat suhu turun
pada umumnya pada hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit
berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil
pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman
kebutuhan cairan intravena. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari
sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak
tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun
tidak terlalu sensitif, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb Sahli dengan
estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.
Penggantian Volume Plasma
Penggantian volume plasma harus diberikan dengan hati-hati. Kebutuhan
cairan dihitung untuk 2 atau 3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin
lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-48 jam berikutnya harus
disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume urin. Secara
umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8 %.
Indikasi pemberian cairan intravena : (a) anak dengan syok; (b) anak yang
terus-menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin
43
diberikan minum per oral; (c) nilai hematokrit yang cenderung meningkat pada
pemeriksaan berkala. Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka
komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan
komposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan
sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera
pada tabel di bawah ini :
Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang (defisit cairan 5 8 %)
Berat Badan Masuk RS (kg)
<7
220
7-11
165
12-18
132
> 18
88
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan
berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat
hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan
dengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama. Kebutuhan cairan rumatan
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel Kebutuhan Cairan Rumatan
Berat Badan (kg)
10
10 20
1000
> 20
x kg (diatas 10 kg)
akan menyebabkan edema paru dan distress pernafasan apabila cairan intravena
tetap diberikan
Larutan kristaloid yang direkomendasikan WHO adalah larutan ringer laktat
(RL) atau dekstrosa 5 % dalam larutan ringer laktat (D5/RL), ringer asetat (RA) atau
dekstrose 5 % dalam larutan ringer asetat (D5/RA), NaCl 0,9% atau dekstrosa 5 %
dalam larutan garam faali. Sedangkan larutan koloid yang dianjurkan adalah
dekstran-40 dan plasma darah.
C. Demam Manajemen Syok (DSS)(1), (2)
Pasien harus dirawat dan segera diobati jika dijumpai tanda-tanda syok. Cairan
pengganti adalah pengobatan yang utama, yang berguna untuk memperbaiki
kekurangan volume plasma. Pasien anak akan cepat mengalami syok dan sembuh
kembali segera dalam 48 jam.
Penggantian Volume Plasma Segera
Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat 20 ml/kg BB. Tetesan
diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Apabila setelah 30 menit syok
teratasi, cairan disesuaikan 10 ml/kgBB/jam. Apabila syok belum dapat teratasi
dan/atau keadaan klinis memburuk setelah 30 menit pemberian cairan awal, tetesan
ringer laktat tetap dilanjutkan 15-20 ml/kgBB ditambah dengan koloid (dekstran 40
atau plasma 10-20 ml/kgBB/jam, maksimal 30 ml/kgBB). Apabila terjadi perbaikan
tetesan ditukar kembali dengan kristaloid dengan tetesa 20 ml/kgBB/jam. Apabilaa
setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid syok masih menetap sedangkan
kadar hematokrit menurun, tetapi masih > 40 %, maka berikan darah volume kecil
(10 ml/kgBB/jam), dan apabila terdapat perdarahan masif berikan darah segar 20
ml/kgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10 ml/kgBB/jam.Setelah keaaan klinis
membaik, tetesan cairan dikurangi bertahap sesuai dengan keadaan klinis dan kadar
hematokrit.
Observasi klinis, tekanan darah, nadi, jumlah urin dikerjakan tiap jam (jumlah
urin 1 ml/kgBB/jam merupakan indikasi keadaan sirkulasi yang membaik), serta
pemeriksaan hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan umum
membaik. Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun
45
dibanding nilai Ht sebelumnya. Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi
setelah 48 jam syok teratasi untuk mencegah terjadinya reabsorbsi cairan berlebih
dari ekstravaskular.
Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremia danasidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD,
maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat.
Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya DIC, sehingga tatalaksana
pasien menjadi lebih kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma
diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat,
maka perdarahan sebagai akibat DIC, tidak akan tejadi sehingga heparin tidak
diperlukan.
Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien
syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus
diingat pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker
oksigen.
Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap
pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock).
Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang
nyata.
Kadangkala
sulit
untuk
mengetahui
perdarahan
interna
(internal
parsial, waktu protombin, dan fibrinogen degradation products (FDP) harus diperiksa
pada pasien syok untuk mendeteksi terjadinya dan berat ringannya DIC.
Pemeriksaan hematologis tersebut juga menentukan prognosis.
Monitoring (2)
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara
teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada
monitoring adalah :
Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis
pasien stabil.
intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum cukup
1 ml/kg/BB, sedang jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan
tanda overload antara lain edema, pernapasan meningkat, maka selanjutnya
furosemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan jumlah diuresis, kadar ureum
dan kreatinin tetap harus dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap belum mencukupi,
pada umumnya syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian dopamia
perlu dipertimbangkan.
D. Tatalaksana Ensefalopati Dengue(2)
Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis, maka bila syok
telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03-, dan
jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar
dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak
diberikan kortikosteroid (dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam), tetapi bila
47
Hematokrit stabil
PENCEGAHAN(7)
Hal yang terbaik adalah mencegah agar tidak terkena DBD. Tindakantindakan yang dapat dilakukan untuk mencegahnya yaitu:
berkembang di genangan air dalam waktu sekitar seminggu. Untuk itu, perlu
dicegah
kemungkinan
benda-benda
yang
merupakan
tempat
berkembangnya larva ini seperti pot bunga, kaleng bekas, ban bekas atau
barang lainnya yang menampung genangan air, khususnya pada musim
penghujan dimana tempat-tempat tersebut dapat menjadi genangan dari air
hujan yang turun.
Menggunakan bubuk Abate pada selokan dan penampungan air agar tidak
menjadi tempat bersarangnya nyamuk.
Jaga kondisi tetap sehat. Kondisi badan yang kuat, membantu tubuh untuk
menangkal virus yang masuk sehingga walau terkena gigitan nyamuk, virus
tidak akan berkembang.
49
50
51
52
53
DAFTAR PUSTAKA
1.
Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku
Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2010.
Hal.155-181.
2.
3.
4.
5.
6.
Limfosit Plasma Biru Nilai Diagnostik Pada Infeksi Dengue. Nany. Magister Ilmu
Kedokteran Tropis Universitas Sumatera Utara. 2007. Hal. 49.
7.
Waspada
Demam
Berdarah
atau
DBD.
Didapat
dari
http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah1.htm. Diunduh
pada tanggal 4 januari 2011.
54