Anda di halaman 1dari 54

PRESENTASI KASUS

DEMAM BERDARAH DENGUE

Pembimbing :
Dr. Daniel , SpA

Disusun Oleh :
Destya Nora
030.06.061

ILMU KESEHATAN ANAK RSUD BUDHI ASIH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 21 NOVEMBER 2011 28 JANUARI 2012
1

STATUS PASIEN

I.

IDENTITAS
1. Identitas Pasien :
Nama pasien

: An. R

Jenis kelamin

: laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: jatinegara

Umur

: 8 tahun

Tanggal masuk RS Koja : 12 Desember 2011


2. Identitas Orang Tua
Ayah
Nama / Umur

: Tn. R / 32 tahun

Agama

: Islam

Alamat

: jatinegara

Pekerjaan

: Karyawan

Pendidikan

: STM

Penghasilan

: Rp 3.000.000 /bulan

Hub. Pasien

: Ayah kandung

Ibu
Nama

: Ny. I / 30 tahun

Agama

: Islam

Alamat

: jatinegara

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga dan usaha

Pendidikan

: SMA

Penghasilan

: Rp 2.000.000/bulan

Hub. Pasien

: Ibu kandung

II.

ANAMNESIS
Dilakukan secara allo-auto anamnesis terhadap pasien dan kedua orang tua
pasien pada tanggal 12 Desember 2010 pukul 23.00 WIB.

1. KELUHAN UTAMA
Demam sejak 3 hari sebelum masuk RS BA

2. KELUHAN TAMBAHAN
Menggigil, sakit kepala dan pegal-pegal
3. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
Os demam sejak 3 hari sebelum masuk RS BA, demam pertama kali
hari jumat pagi tgl 9-des-11 mendadak yang dirasakan terus-menerus siang
dan malam, suhu tinggi dan di ukur 39 derajat celcius. Demam tidak turun
walaupun diberi obat penurun panas (Paracetamol). Selain itu os juga
merasa kepalanya sakit berdenyut dan nyeri di belakang kepala, serta
badannya pegal-pegal dan terasa sakit. Os juga mual-mual dan muntah
setiap masuk makanan (nasi dan bubur), juga nyeri di ulu hati, menurut
ibunya sejak sakit nafsu makan os berkurang. Tgl 12-des-11 hari senin pagi
demam os turun saat di beri peracetamol, os menggigil dan diikuti rasa mual
yang makin bertambah dan nyeri uluh hati.
Os belum buang air besar sejak dari jumat dan buang air kecil lancar
2x perhari jumlah banyak warna kuning jernih, buang air besar berwarna
hitam disangkal. Perdarahan dari hidung maupun gusi disangkal. Bercak
kemerahan pada tangan dan kaki disangkal, rasa sesak juga disangkal.
Batuk pilek disangkal oleh pasien, berpergian keluar kota dalam
waktu dekat di sangkal oleh pasien.
Os belum pernah mengalami gejala seperti ini dan belum pernah
dirawat di rumah sakit sebelumnya. Keluarga dan teman sekelas os tidak ada
yang mengalami gejala seperti ini.

4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Penyakit

Umur

Penyakit

Umur

Penyakit

Umur

Alergi

Difteria

Jantung

Cacingan

Diare

9 bulan

Ginjal

Kejang

Darah

Kecelakaan -

Otitis

Morbili

Tuberkulosis -

Parotitis

Operasi

Lainnya

Demam
Berdarah
Demam
Thypoid

Radang

paru

5. RIWAYAT KEHAMILAN/KELAHIRAN
Morbiditas kehamilan
KEHAMILAN

KELAHIRAN

Tidak

ditemukan

kelainan

Perawatan antenatal

Rutin periksa ke bidan

Tempat kelahiran

Rumah sakit

Penolong persalinan

Bidan

Cara persalinan

Spontan

Masa gestasi

Keadaan bayi
4

Cukup

bulan

(38

minggu)
Berat lahir 3000 gram

KELAHIRAN

Panjang badan 50 cm
Langsung menangis
Bayi berwarna merah
Kelainan bawaan tidak
ada

Kesan :
Riwayat perawatan antenatal selama kehamilan baik dan tidak
bermasalah. Bayi lahir spontan tanpa penyulit, keadaan bayi waktu lahir baik.

6. RIWAYAT PERTUMBUHAN/PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : usia 8 bulan

(Normal : 5-9 bulan)

Psikomotor
Tengkurap : usia 4 bulan

(Normal : 3-4 bulan)

Duduk

: usia 7 bulan

(Normal : 6 bulan)

Berdiri

: usia 9 bulan

(Normal : 9-12 bulan)

Berjalan

: usia 12 bulan

Bicara

: usia 12 bulan

(Normal : 13 bulan)
(Normal : 9-12 bulan)

Baca dan Tulis: usia 4 tahun


Kesan : Riwayat tumbuh kembang pasien baik.

7. RIWAYAT MAKANAN
Umur
(bulan)

ASI/PASI Buah/Biskuit

Bubur Susu

Nasi Tim

02

24

2 bulan,

(pisang, 1
5

buah, 2x/hari)
46

4 bulan
(2x/hari)

6-8

7 bulan

(3x/hari, @1/2
mangkuk kecil)

8 10

10 12

Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan cukup

8. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin

Dasar (Umur)

Ulangan (Umur)

BCG

Ketika lahir

DPT / DT

2 bulan

4 bulan

6 bulan

POLIO

2 bulan

4 bulan

6 bulan

CAMPAK

9 bulan

HEPATITIS B

Ketika lahir

1 bulan

5 bulan

Kesan : Imunisasi dasar pasien lengkap, tetapi belum mendapat imunisasi


ulangan.
9. RIWAYAT KELUARGA
Ayah

Ibu

Nama

Perkawinan Ke

Umur Saat Menikah

22 tahun

20 tahun

Pendidikan Terakhir

STM

SD

Agama

Islam

Islam

Suku Bangsa

Sunda

Sunda

Keadaan Kesehatan

Baik

Baik

Pasien anak pertama dari dua bersaudara, adik pasien perempuan umur 6
tahun.

10. RIWAYAT PERUMAHAN/SANITASI


Saat ini os tinggal bersama kedua orang tuanya dan adik
perempuannya di rumah kontrakan, terdiri dari dua kamar tidur, satu kamar
mandi, dapur, dan ruang tengah. Ventilasi rumah baik, penerangan cukup. Di
depan rumah pasien banyak pohon rindang, 10 meter dari rumah pasien
terdapat tempat pembuangan sampah. Air dari air PAM. Ibu pasien tidah
tahu apakah ada tetangganya yang menderita demam berdarah.
Kesan: lingkungan dan sanitasi rumah cukup baik.

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 12 Desember 2011 pukul 23.00 WIB.

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran

Status antropometri :

: compos mentis

Berat Badan : 28 Kg

Tinggi Badan : 125 cm

Kesan status gizi :

BB/U x 100 % = 28/26 x 100 % = 107 % (Gizi lebih)

TB/U x 100 % = 125/127 x 100 % = 98 % (Tinggi baik)


7

BB/TB x 100% = 28/24 x 100 % = 116 % (gizi lebih)

Berdasarkan data di atas maka dapat disimpulkan bahwa status gizi


pasien lebih dengan tinggi badan baik.
-

Tanda Vital

Tekanan darah

Nadi

: 84 x/menit, volume cukup, irama reguler

Suhu

: 36,7 C

Pernapasan

: 20 x/menit, reguler, tipe torako-abdominal

Kepala

: 100/60 mmHg

: Normosefali, ubun-ubun tidak cekung, rambut hitam,

distribusi merata, tidak mudah dicabut.


-

Mata

: Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks

cahaya tidak langsung +/+, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik.
-

Hidung

: Bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, sekret -/-,

tidak ada septum deviasi.


-

Telinga

: Normotia, serumen -/-, sekret -/-.

Bibir

: Tidak ada kelainan bentuk, tidak kering, tidak sianotik

Mulut

: lidah tidak kotor, mukosa faring tidak hiperemis, uvula letak

di tengah, tonsil tidak hiperemis, ukuran T1-T1, kripta tidak melebar,


dedritus -/-.
-

Leher

: KGB leher tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba

membesar, trakea letak normal.


-

Toraks

Jantung

: BJ I N/ BJ II N/ Reguler, Murmur (-) Gallop (-)

Paru

: Suara nafas Vesikuler, Rhonki -/- Wheezing -/-

Abdomen

Inspeksi

: Perut datar

Palpasi

: Soepel, turgor baik, hepar dan lien tidak

teraba, nyeri tekan epigastrium (+)

Perkusi

: Tympani di seluruh kuadran abdomen, Shifting

dullness (-)
8

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Ekstremitas

Atas : akral hangat, sianosis (-), edema (-), deformitas (-) petekie (-)

Bawah: akral hangat, sianosis (-), edema (-), deformitas(-) petekie (-)

Tulang Belakang

Susunan Saraf

: tidak ada kelainan


: Tanda rangsang meningeal (-), Refleks fisiologis (+),

Refleks patologis (-)


-

Kulit

: Turgor dan elastisitas normal, warna kulit putih, kelembaban

normal, tidak ada edema, tidak ada ruam.


-

Tes Rumple Leed

: Dilakukan tanggal 13 Desember 2010

timbul ptekie pada fossa cubiti.


IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A.

LABORATORIUM
i. Darah Lengkap

12/12/11

13/12/11

14/12/11

15/12/11

16/12/1

17/12/11

Nilai normal

1
Hemoglobin

16,6

15,6

13,4

12,2

11,9

11.6

12,0-16,0 g/dl

Leukosit

3200

6500

3600

2500

2400

2700

4.100-10.900/uL

Hematokrit

50%

47 %

41 % ()

39 %

37 %

37.6 %

36-46 %

Trombosit

43.000 ()

28000 ()

28.000 ()

31.000 ()

85.000

155.000

140.00-440.0

Kesan : Trombositopenia, Ht = {(50 40) / 40} X 100% = 25 %

Widal (12/12/2011)
-

S. typhi O : (+) / 1/80

S. Typhi H : (-)

S. paratyphi A 0 : (+) / 1/80


9

/uL

V.

S. paratyphi B 0 : (-) / negatif

S. paratyphi A H : (-) / negatif

S. Paratyphi B H : (-)/ negatif

RESUME

An. R, laik-laki , umur 8 tahun, masuk ke RS BA dengan keluhan


demam sejak 3 hari SMRS, demam pertama kali hari jumat pagi tgl 9-des-11
mendadak yang dirasakan terus-menerus siang dan malam, suhu tinggi dan
di ukur 39 derajat celcius. Demam tidak turun walaupun diberi obat penurun
panas (Paracetamol). Selain itu os juga merasa kepalanya sakit berdenyut
dan nyeri di belakang kepala, serta badannya pegal-pegal dan terasa sakit.
Os juga mual-mual dan muntah setiap masuk makanan (nasi dan bubur),
juga nyeri di ulu hati, menurut ibunya sejak sakit nafsu makan os berkurang.
Tgl 12-des-11 hari senin pagi demam os turun saat di beri peracetamol, os
menggigil dan diikuti rasa mual yang makin bertambah dan nyeri uluh hati.
Os belum buang air besar sejak dari jumat dan buang air kecil lancar
2x perhari jumlah banyak warna kuning jernih, buang air besar berwarna
hitam disangkal. Perdarahan dari hidung maupun gusi disangkal. Bercak
kemerahan pada tangan dan kaki disangkal, rasa sesak juga disangkal.
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis, tanda-tanda vital TD menurun, dan nyeri tekan pada regio
epigastrium. Pemeriksaan Rumple Leed menunjukkan hasil positif.
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan gambaran
hematrokit meningkat, trombositopenia dan leukopenia.
VI.

DIAGNOSIS BANDING
1.

Demam berdarah dengue grade I

2.

Demam Chikungunya

3.

Demam Typhoid

10

VII.

DIAGNOSIS KERJA
Demam berdarah dengue grade I

VIII.

ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan darah rutin /24 jam

IX.

PENATALAKSANAAN
a.

Non-Medikamentosa
-

Tirah baring

Observasi tanda-tanda vital

Banyak minum (1-2 liter/hari)

Cegah perdarahan (jangan sikat gigi dulu)

b. Medikamentosa

X.

RL 3cc/kgBB

Ranitidin 2x20 mg (iv)

Paracetamol 4x400 (k/p)

Polysitilane 3x1cth

PROGNOSIS
Ad vitam

: ad bonam

Ad sanationam

: ad bonam

Ad fungsionam

: ad bonam

11

XI.

FOLLOW UP

Tanggal

Subyektif

Obyektif

Analisa

Perencanaan

13/12/11

Demam (-)

KU: tampak sakit sedang

DBD grade

- IVFD RL 3cc/kgBB

Lemas (+)

KS: compos mentis

I (Demam

- Ranitidin 2x20 mg (iv)

spontan (-)

TD: 110/70

hari ke-4)

- Darah rutin /24 jam

Kembung (-)

T: 36 C

Sesak(-)

RR: 28 x/menit

Mual (+)

HR: 100 x/menit


Kepala / Mata / Hidung /
Telinga / Mulut / Leher /
Paru / Cor / Ekstremitas /
Kulit
Abd: NT epigastrium (+)

14/12/11

Demam (-)

KU: tampak sakit sedang

DBD grade

- IVFD RL 3cc/kgBB

Lemas (+)

KS: compos mentis

I (Demam

- Ranitidin 2x20 mg (iv)

spontan (-)

TD: 110/70

hari ke-5)

- Darah rutin /24 jam

Kembung (-)

T : 36,2 C

- polysilen 3x1cth

Sesak(-)

RR: 28 x/menit

- Diet teruskan

Mual (+)

HR: 100 x/menit

Nyeri perut

Kepala / Mata / Hidung /

(+)

Telinga / Mulut / Leher /


Paru / Cor / Ekstremitas /
Kulit
Abd: NT epigastrium (+)
Rumple Leed (+)

15/12/11

Demam (-)

KU: baik

DBD grade

- IVFD RL 3cc/kgBB

Lemas (+)

KS: compos mentis

I (Demam

- Ranitidin 2x20 mg (iv)

spontan (-)

TD:120/80

hari ke-6)

- Darah rutin /24 jam

Kembung (-)

T : 36,8 C

- polysilen 3x1cth

Sesak(-)

RR: 28 x/menit

- Diet teruskan

Mual (+)

HR: 84 x/menit

Nyeri perut

Kepala / Mata / Hidung /

(+)

Telinga / Mulut / Leher /

12

Paru / Cor / Ekstremitas /


Kulit
Abd: NT epigastrium (+)
16/12/11

Demam (-)

KU: tampak sakit sedang

DBD grade

- IVFD RL 3cc/kgBB

Lemas (-)

KS: compos mentis

I (Demam

- Ranitidin 2x20 mg (iv)

spontan (-)

TD: 110/70

hari ke-7)

- Darah rutin /24 jam

Kembung (-)

T : 36 C

- polysilen 3x1cth

Sesak(-)

RR: 28 x/menit

- Diet teruskan

Mual (+)

HR: 100 x/menit

Nyeri perut

Kepala / Mata / Hidung /

(+)

Telinga / Mulut / Leher /

BAB(-) sejak

Paru / Cor / Ekstremitas /

3 hari

Kulit
Abd: NT epigastrium (+)

17/12/11

Demam (-)

KU: tampak sakit sedang

DBD grade

- IVFD RL 3cc/kgBB

Lemas (-)

KS: compos mentis

I (Demam

- Ranitidin 2x20 mg (iv)

spontan (-)

TD: 120/80

hari ke-8)

- Darah rutin /24 jam

Kembung (-)

T : 36 C

- polysilen 3x1cth

Sesak(-)

RR: 28 x/menit

- Diet teruskan

Mual (-)

HR: 100 x/menit

Nyeri perut (-

Kepala / Mata / Hidung /

Telinga / Mulut / Leher /

BAB(+)

Paru / Cor / Ekstremitas /


Kulit
Abd: NT epigastrium (-)
Kulit : turgor baik

13

ANALISA KASUS

Pada pasien anak laki-laki, usia 8 tahun dengan berat badan 28 kg,diagnosa
Demam Berdarah Dengue Grade I,ini sesuai dengan kenyataan yang didapati dari
hasil anamnesa,pemeriksaan fisik,dan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis didapatkan demam mendadak 3 hari SMRS yang
bersifat kontinue, pasien mengeluh terdapat nyeri perut bagian epigastrium ,disertai
anoreksi, konstipasi, myalgia, nyeri kepala dan nyeri retro orbita. Tidak terdapat
tanda komplikasi seperti perdarahan,ensefalopati ataupun syok pada pasien.
Riwayat kehamilan dan persalinan baik,Imunisasi dasar tidak lengkap,sosial
ekonomi kurang,perumahan dan sanitasi lingkungan kurang baik dan tidak diketahui
apakah terdapat tetangga yang menderita sakit Demam Berdarah Dengue atau
tidak.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum anak tampak sakit
sedang,kesadaran :Compos Mentis,gerak aktif,tanda-tanda vital,Tekanan Darah
:100/60 mmHg,Nadi :84 x/menit,Suhu :36,RR :28 x/menit.Status Gizi baik.Rumple
Leed positif pada ekstremitas atas kanan.Status Generalis didapatkan abdomen
teraba supel,datar,nyeri tekan epigastrium, bisung usus (+) dan pemeriksaan fisik
lainnya dalam batas normal.
Dari gejala klinis dan tanda-tanda di atas dapat disimpulkan bahwa diagnosa
pasien ini adalah DBD derajat I dan hal ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan lab
sebagai berikut

14

Darah Lengkap
12/12/11

13/12/11

14/12/11

15/12/11

16/12/11

17/12/11

Nilai normal

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

Hb

16,6 ()

15,6

13,4

12,2

11,9

11.6()

12,0-16,0 g/dl

Leu

3200()

6500

3600 ()

2500 ()

2400 ()

2700 ()

4.100-10.900/uL

Ht

50% ()

47 % ()

41 %

39 %

37 %

37.6 %

36-46 %

Tromb

43.000 ()

28000 ()

28.000 ()

31.000 ()

85.000 ()

155.000

140.00-441.0

Hemokonsentrasi : (Ht pada saat akut-Ht konvalesnce) x 100%


(Ht Konvalesnce)
:50-40 x 100%
40
:25%
Peningkatan Hematokrit lebih sama dengan 20 % (25% pada pasien ini) merupakan
tanda adanya kebocoran plasma pada pasien ini.
Berdasarkan data-data tersebut maka pasien memenuhi kriteria WHO untuk
menegakkan demam berdarah dengue berupa Demam 5 hari,uji tourniquet (+),
pemeriksaan laboratorium di dapatkan thrombositopenia dan penurunan hematokrit
lebih sama dengan 20 % setelah masa konvalesense.Pada pasien ini didiagnosa
DBD derajat I,maka penatalaksanaan sebagai berikut:

15

/uL

Suportif
Minum yang banyak:
1-2L/ hari
Istirahat cukup (tirah baring)
Untuk memperbaiki keadaan umum pasien.mengurangi aktifitas dan memberi
kesempatan sel untuk beregenerasi.
Simtomatik:
IVFD Ringer Laktat 15 tpm
Ringer Laktat diberikan karena merupakan cairan yang direkomendasikan WHO
untuk penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue,Ringer Laktat mempunyai
komposisi Na 147 meq/L,K 4 ,Ca 3,Cl 209, dan laktat 28 ,karena pada pasien
demam berdarah sering terjadi hemokonsentrasi yang menyebabkan kadar Na
rendah (hiponatremia) karena itu cairan Ringer Laktat merupakan pilihan cairan
pada pasien ini.
Terapi cairan (rumatan)
BB=28 kg;jumlah cairan yang dibutuhkan =
10 x 100 = 1000
10 x 100 + 10 x 50 ml/hari = 1500cc/hari
1500 + 20 x 8 ml/hari = 1660cc/hari
Jumlah cc/jam 1660/24 jam 69.1 cc/jam 69,1 x 15/60 17 tpm

16

Paracetamol
Dosis Paracetamol: 10 - 15 mg/kg BB/kali. 15mg x 28 kg = 420mg. Di ambil dosis
400mg x 4 dengan jarak 6 jam. Untuk mengatasi gejala demam pada pasien ini bila
diperlukan.
Ranitidin
Ranitidin merupakan antihistamin paenghambat reseptor Histamin H2 yang berperan
dalam efek histamine terhadap sekresi cairan lambung,pada pasien ini diberikan
untuk mengatasi gejala anoreksia dan mual.Dosis :1 mg/kgBB diberikan 2 x
sehari.karena pada anak berat badan 28 kg makan diberikan 20 x1 mg yaitu 20 mg
x 2 /IV.
Polysilane
-1 sendok teh 3-4hari, diminum 1-2 jam setelah makan. Untuk menetralkan asam
lambung dan menurunkan permukaan gelembung gas dalam lambung sehingga
mudah dikeluarkan.

Pasien boleh dipulangkan bila memenuhi kriteria pulang untuk demam berdarah
dengue,yaitu:
Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
Nafsu makan membaik
Tampak perbaikan secara klinis
Hematokrit stabil 3 hari setelah syok teratasi
Trombosit >50000/mL
Tidak dijumpai distres pernapasan

17

TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM BERDARAH DENGUE

PENDAHULUAN
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk
(mosquito borne disease) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah
tropis dan subtropis. Penyakit ini mempunyai spektrum klinis yang bervariasi antara
penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), demam dengue (DD),
demam berdarah dengue (DBD), sampai demam berdarah dengue disertai syok
(dengue shock syndrome = DSS). Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini
memperlihatkan sebuah fenomena gunung es, dengan kasus DBD dan DSS yang
dirawat di rumah sakit sebagai puncak gunung es yang terlihat di atas permukaan
laut, sedangkan kasus dengue ringan (silent dengue infection dan demam dengue)
merupakan dasarnya.
Infeksi dengue dapat disebabkan oleh salah satu dari keempat serotipe virus
yang dikenal (DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4). Infeksi salah satu serotipe akan
memicu imunitas protektif terhadap serotipe tersebut tetapi tidak terhadap serotipe
lain, sehingga infeksi kedua akan memberikan dampak yang lebih buruk. Hal ini
dikenal sebagai fenomena yang disebut antibody dependent enhancement (ADE),
dimana antibodi akibat serotipe pertama memperberat infeksi serotipe kedua.
Mengingat infeksi dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit infeksi akut
endemis di Indonesia maka seharusnya tidak boleh lagi dijumpai misdiagnosis atau
kegagalan pengobatan. Menegakkan diagnosis DBD pada stadium dini sangatlah
sulit karena tidak adanya satupun pemeriksaan diagnostik yang dapat memastikan
diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh sebab itu perlu dilakukan pengawasan
berkala baik klinis maupun laboratoris.

18

ETIOLOGI(1)
Virus dengue termasuk group B arthropod borne virus (arboviruses) dan
sekarang dikenal sebagai genus adalah Flavivirus, family Flaviviridae, yang
mempunyai empat serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi dengan
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3
bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe
yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.

PENULARAN(2), (3)
Terdapat

tiga

faktor

yang

memegang peranan pada penularan


infeksi virus dengue, yaitu manusia,
virus, dan vektor perantara. Virus
dengue ditularkan kepada manusia
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk

Aedes

albopictus,

Aedes

polynesiensis dan beberapa spesies


yang lain juga dapat menularkan virus
ini, namun merupakan vektor yang
kurang berperan.
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh
berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-garis
putih keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis
melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisiksisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga
menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis
ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang
19

diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki
perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina
dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini
dapat diamati dengan mata telanjang.(3)
Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari.
Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang
mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang
diperlukannya untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah,
dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi
area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah.(3)
Nyamuk Aedes tersebut dapat mengundang virus dengue pada saat
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di
kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period)
sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada gigitan berikutnya. Sekali
virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut
akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus
memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi
bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari
sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.

EPIDEMIOLOGI(1), (4)
Istilah haemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di
Filipina pada tahun 1953, pada tahun 1958 meletus epidemi penyakit serupa di
Bangkok. Setelah tahun 1958 penyakit ini dilaporkan berjangkit dalam bentuk
epidemi di beberapa negara lain di Asia Tenggara. Di Indonesia DBD pertama kali
dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh
pada tahun 1970. Di Jakarta kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969, kemudian
DBD berturut-turut dilaporkan di Bandung (1972), Yogyakarta (1972). Epidemi
pertama di luar Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung,
20

disusul Riau, Sulawesi Utara, dan Bali (1973). Pada tahun 1974 epidemi dilaporkan
di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pada tahun 1993 DBD telah
menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia. Pada saat ini DBD telah menyebarluas di
kawasan Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan daerah Karibia. Berdasarkan jumlah
kasus DBD, Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand.
Jumlah kasus di Indonesia sebagai berikut ; tahun 1996 jumlah kasus 45.548
orang dengan jumlah kematian sebanyak 1.234 orang, tahun 1998 jumlah kasus
72.133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1.414 orang (terjadi ledakan),
tahun 1999 jumlah kasus 21.134 orang, tahun 2000 jumlah kasus 33.443 orang,
tahun 2001 jumlah kasus 45.904 orang, tahun 2002 jumlah kasus 40.377 orang,
tahun 2003 jumlah kasus 50.131 orang, tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004
jumlah kasus sudah mencapai 26.015 orang dengan jumlah kematian sebanyak 389
orang.(4)
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan penyebaran kasus DBD
sangat konpleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang
tidak terencana dan tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang
efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi.

PATOGENESIS(1), (2), (5)


Patogenesis DBD dan DSS (Dengue Shock Syndrome) masih merupakan
masalah yang kontroversial. Dua teori patogenesis yang banyak dianut pada DBD
dan DSS adalah :
1.

Hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection)


Atau hipotesis immune enhancement : menyatakan bahwa secara tidak

langsung pasien yang mengalami infeksi kedua kalinya dengan serotipe virus
dengue yang heterolog dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun, mempunyai
resiko lebih besar untuk mendapatkan DBD/DSS.

21

Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi
menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enchanting-antibody
dan neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis antibodi yaitu (1) Kelompok
monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu replikasi
virus, dan (2) Antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya
memacu replikasi virus. Antibodi non-neutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer
akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan
memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi
sekunder

virus

dengue

oleh

serotipe

dengue

yang

berbeda

cenderung

menyebabkan manifestasi berat. Dasar utama hipotesis ialah meningkatnya reaksi


imunologis (the immunological enhancement hypothesis) yang berlangsung sebagai
berikut :
(a) Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit, dan sel Kupffer
merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer.
(b) Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang
melekat (sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk
melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit mononuklear.
Mekanisme pertama ini disebut mekanisme aferen.
(c) Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang
telah terinfeksi.
(d) Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar
ke usus, hati, limpa, dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme
eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa renjatan
ialah jumlah sel yang terkena infeksi.
(e) Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem
humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang
mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi.
Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.

22

Sebagai tanggapan terhadap secondary heterologous infection tersebut


terjadi :
i.

Aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilatoksin yang


menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan
plasma dari ruang intravaskuler ke ekstravaskuler (plasma leakage),
hipovolemia, syok. Perembesan plasma pada DBD mengakibatkan adanya
cairan dalam rongga pleura dan rongga peritoneal yang berlangsung cepat
selama 24-28 jam.

ii.

Agregasi trombosit yang terjadi akibat perlekatan kompleks antigen-antibodi


pada membran trombosit menyebabkan pengeluaran ADP (adenosin
diphosphat), sehingga trombosit melekat satu sama lain, dan akhirnya
menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system)
sehingga jumlah trombosit menurun (trombositopenia). Apabila kejadian ini
berlanjut, akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibat
adanya mobilisasi trombosit muda dari sum-sum tulang.
Agregasi trombosit juga akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
mengakibatkan terjadinya koagulasi konsumtif (DIC), yang ditandai dengan
peningkatan FDP (fibrinogen degradation products), sehingga terjadi
penurunan faktor pembekuan.
23

iii.

Disisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan faktor Hageman sehingga


terjadi aktivasi sistem kinin dan memacu permeabilitas kapiler yang dapat
mempercepat terjadinya syok.
Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia,

penurunan faktor pembekuan (akibat DIC), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan
dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.

2.

Hipotesis kedua menyatakan bahwa virus dengue seperti halnya semua virus
binatang yang lain, secara genetis dapat berubah sebagai akibat dari tekanan
pada seleksi sewaktu virus yang melakukan replikasi pada tubuh manusia
maupun nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus
dan viremia, virulensi dan potensi terjadinya wabah. Selain itu ada beberapa
strain virus yang mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah lebih
besar. Hipotesis ini didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.

PATOFISIOLOGI
a. Volume plasma(1)
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan
membedakan antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding
24

pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia,


serta diastesis hemoragik. Penyelidikan volume plasma pada kasus demam
berdarah dengue dengan menggunakan 131 Iodine labelled human albumin sebagai
indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai
dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa syok. Pada
kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Meningginya nilai
hematokrit pada kasus syok menimbulkan bahwa syok terjadi akibat kebocoran
plasma ke daerah ekstravaskular (ruang interstisial dan rongga serosa) melalui
kapiler yang rusak. Bukti yang mendukung ialah meningkatnya berat badan,
ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium,
pleura, dan perikardium.
b. Trombositopenia(1)
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada
sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan
mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat meningkat
pada masa konvalesens dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari sejak
permulaan sakit. Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya
megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit
diduga

akibat

meningkatnya

destruksi

trombosit.

Dugaan mekanisme

lain

trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit.


Penyebab peningkatan destruksi trombosit tidak diketahui, namun beberapa
faktor dapat menjadi penyebab yaitu virus dengue, komponen aktif sistem
komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi sistem pembekuan darah secara
bersamaan atau secara terpisah. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit
dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD.

25

Tabel mengenai hubungan jumlah trombosit dengan risiko perdarahan


Jumlah Trombosit (sel/l)

Risiko

>100.000

Tidak ada risiko tinggi

50.000-100.000

Risiko trauma mayor

20.000-50.000

Risiko trauma minor

<20.000

Risiko perdarahan spontan

<10.000

Risiko perdarahan yang mengancam


nyawa

c. Sistem koagulasi dan fibrinolisis(1)


Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan demam berdarah
dengue.

Masa

perdarahan

memanjang,

masa

pembekuan

normal,

masa

tromboplastin parsial yang teraktivasi memanjang. Beberapa faktor pembekuan


menurun, termasuk faktor II, V, VII, VIII, X, dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat
terjadi peningkatan fibrinogen degradation products. Penelitian lebih lanjut faktor
koagulasi membuktikan adanya penurunan aktivitas Antitrombin III. Kelainan
fibrinolisis pada demam berdarah dengue dibuktikan dengan penurunan aktifitas -2
plasmin inhibitor dan penurunan aktifitas plasminogen.
Seluruh penelitian diatas membuktikan bahwa pada demam berdarah
dengue stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis. Koagulasi
Intravaskular Diseminata (DIC) juga secara potensial dapat terjadi pada demam
berdarah dengue tanpa syok. Pada masa dini demam berdarah dengue, peran
Koagulasi Intravaskular Diseminata tidak menonjol dibandingkan dengan perubahan
plasma tetapi apabila penyakit memburuk sehingga terjadi syok dan asidosis maka
syok akan memperberat Koagulasi Intravaskular Diseminata. Syok dan Koagulasi
Intravaskular Diseminata akan saling mempengaruhi sehingga penyakit akan
26

memasuki syok ireversibel disertai perdarahan hebat, terlibatnya organ-organ vital


yang biasanya diakhiri dengan kematian.
d. Sistem komplemen(1)
Penelitian

sistem

komplemen

pada

demam

berdarah

dengue

memperlihatkan penurunan kadar C3, C3 proaktivator, C4, dan C5, baik pada kasus
yang disertai syok maupun tidak. Hasil penelitian radioisotop mendukung pendapat
bahwa penurunan kadar serum komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem
komplemen. Aktivasi ini menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a yang mempunyai
kemampuan menstimulasi sel mast untuk melepas histamin dan merupakan
mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan
volume plasma, dan syok hipovolemik.
Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada penderita
demam berdarah dengue ialah ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam
urin 24 jam, adanya kompleks imun yang bersirkulasi, dan adanya korelasi antara
kadar kuantitatif kompleks imun dengan derajat berat penyakit.

SPEKTRUM KLINIS(2)
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan
tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian
infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai
dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan, yang tidak spesifik (undifferentiated
febrile illness), Demam Dengue (DD), atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam
Berdarah Dengue (DBD).
Bagan I. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue (Sumber : WHO, 1997)

27

(2)

a.

Demam Dengue (Dengue Fever)(1), (2)


Setelah masa tunas berkisar antara 4-6 hari (rentang 3-14 hari), gejala

prodromal yang tidak khas seperti nyeri kepala hebat, nyeri belakang bola mata,
nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa menggigil, dan malaise. Dijumpai trias
sindrom, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan, dan timbulnya ruam (rash).
Pada demam suhu umumnya antara 39-40 0C, timbul mendadak, pada beberapa
penderita dapat dilihat bentuk kurva suhu yang menyerupai pelana kuda atau bifasik,
tetapi pada penelitian selanjutnya bentuk kurva ini tidak ditemukan pada semua
pasien sehingga tidak dapat dianggap patognomonik. Demam menetap antara 5-7
hari. Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali, yaitu pada hari
sakit ke 3-5, berlangsung selama 3-4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang
menghilang pada tekanan. Ruam terdapat di dada, tubuh serta abdomen, menyebar
ke anggota gerak dan muka. Ruam tersebut kemudian menghilang tanpa bekas dan
selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6 atau ke-7 terutama di daerah
kaki, telapak tangan dan kaki. Selain itu, dapat juga ditemukan petekia.
Kelainan darah tepi demam dengue ialah leukopenia selama periode prademam dan demam, neutrofilia relatif dan limfopenia, disusul neutropenia relatif dan
limfositosis pada periode puncak penyakit dan pada masa konvalesens. Eosinofil
menurun atau menghilang pada permulaan dan pada puncak penyakit, hitung jenis
28

neutrofil bergeser ke kiri selama periode demam, sel plasma meningkat pada
periode memuncaknya penyakit dengan terdapatnya trombositopenia. Darah tepi
menjadi normal kembali dalam waktu 1 minggu.
Demam Dengue yang disertai dengan perdarahan harus dibedakan dengan
Demam Berdarah Dengue, dimana pada Demam Dengue tidak dijumpai kebocoran
plasma. Hasil pemeriksaan serologis (dengue rapid test) untuk infeksi akut primer
menunjukkan peninggian (positif) IgM. Selain itu manifestasi klinis DD menyerupai
berbagai penyakit, misalnya infeksi virus Chikungunya, demam tifoid, leptospirosis,
dan malaria. Diagnosis dapat dibantu dengan pemeriksaan serologis atau isolasi
virus.
b.

Demam Berdarah Dengue (DBD) (1), (2)


Demam Berdarah Dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam

tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan


peredaran

darah

(circulatory

failure).

Fenomena

patofisiologi

utama

yang

menentukan derajat penyakit dan membedakan DBD dari DD ialah peningkatan


permeabilitas

dinding

pembuluh

darah,

menurunnya

volume

plasma,

trombositopenia, dan diastesis hemoragik.


Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari,
disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri
otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita
mengeluh nyeri menelan dengan farings hiperemis ditemukan pada pemeriksaan,
namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan
di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang
demam terutama pada bayi.
Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede)
positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada
bekas pengambilan darah. Petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas,
aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari
demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, sedangkan
29

perdarahan saluran cerna hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah
renjatan yang tidak dapat diatasi.
Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di
bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan
berat ringannya penyakit namun pembesar hati lebih sering ditemukan pada
penderita dengan syok.
Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi
penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang
bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan
perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat
mengalami syok.
Pada

pemeriksaan

laboratorium

ditemukan

trombositopenia

dan

hemokonsentrasi. Jumlah trombosit < 100.000 /uL ditemukan antara hari sakit ke 37. Peningkatan kadar hematokrit merupakan bukti adanya kebocoran plasma, walau
dapat terjadi pula pada kasus derajat ringan meskipun tidak sehebat dalam keadaan
syok. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif
dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok.
Hipoproteinemi ataupun hipoalbuminemi dapat memperkuat kebocoran plasma.
Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat.
Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama sebelah
kanan. Berat-ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-ringannya penyakit.
Pada pasien yang mengalami syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral.

Patokan

diagnosis DBD

(WHO,

1975)

berdasarkan

gejala

klinis

dan

laboratorium :
Klinis
Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.
1. Manifestasi perdarahan, minimal uji tourniquet positif dan salah satu bentuk
perdarahan lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan mukosa,
perdarahan gusi), hematemesis dan atau melena.
2. Pembesaran hati
30

3. Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun
( 20 mmHg), tekanan darah menurun ( 80 mmHg) disertai kulit yang teraba
dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari, dan kaki, pasien
menjadi gelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut.
Laboratorium
Trombositopenia dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu
ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/uL ditemukan pada
hari ke-3 sampai ke-7 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan
perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran
plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit > 20 % dibandingkan dengan nilai
hematokrit pada masa sebelum sakit atau masa konvalesen. Ditemukannya dua
atau tiga patokan klinis pertama disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi
sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DBD. Dengan patokan ini 87 % kasus
tersangka DBD dapat didiagnosis dengan tepat, yang dibuktikan oleh pemeriksaan
serologis, dan dapat dihindari diagnosis berlebihan.
Demam
Demam sebagai gejala utama terdapat pada semua kasus dan merupakan
alasan mengapa orang tua membawa anaknya berobat oleh karena khawatir akan
keadaan anak yang demam. Karakteristik demam pada DBD yaitu, demam tinggi
mendadak, terus-menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun, tidak mempan dengan
obat antipiretik. Kadang suhu tubuh sangat tinggi mencapai 40 0C dan dapat terjadi
kejang demam. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat fase
demam cenderung menurun dan pasien tampak seakan sembuh, hati-hati karena
fase tersebut dapat merupakan awal kejadian syok. Biasanya pada hari ketiga
demam, hari ke 3, 4, 5 adalah fase kritis yang harus dicermati karena dapat terjadi
syok. Kemungkinan terjadi perdarahan dan kadar trombosit dapat sangat rendah (<
200.000 /uL).
Manifestasi Perdarahan
Penyebab

perdarahan

pada

pasien

DBD

adalah

vaskulopati,

trombositopenia, dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskular yang


menyeluruh. Jenis perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji
31

tourniquet (uji Rumple Leede/uji bendung) positif, petekia, purpura, ekimosis, dan
perdarahan konjungtiva. Perdarahan lain yaitu epistaksis, perdaraha gusi, melena,
dan hematemesis.
Uji torniquet positif sebagai manifestasi perdarahan kulit paling ringan yang
merupakan tanda fragilitas kapiler yang meningkat. Perlu diingat bahwa hali ini juga
dapat ditemukan pada penyakit virus lain (misalnya campak, demam chikungunya)
infeksi bakteri (tifus abdominalis) dan lain-lain. Uji tourniquet positif akan banyak
kegunaanya apabila secara klinis diduga DBD, oleh karena pada awal perjalanan
penyakit 70,2 % kasus DBD mempunyai hasil uji tourniquet positif. Uji tourniquet
positif apabila terdapat lebih dari 10 petekia pada area 1 inci persegi (2,8 cm x 2,8
cm) di lengan bawah bagian depan (volar) termasuk pada lipatan siku (fosa cubiti).
Pembesaran Hati (Hepatomegali)
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,
bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah
lengkungan iga kanan. Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi teraba,
dapat meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati tidak sejajar
dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada daerah tepi hati, berhubungan
dengan adanya perdarahan. Nyeri perut lebih tampak jelas pada anak besar dari
pada anak kecil. Pada sebagian kecil kasus dapat dijumpai ikterus.
Syok (Sindrom Syok Dengue/SSD)
Manifestasi syok pada anak terdiri atas :
1. Kulit pucat, dingin, dan lembab terutama pada ujung jari kaki,tangan, dan
hidung, sedangkan kuku menjadi biru. Hal ini disebabkan oleh karena
sirkulasi yang tidak adekuat menyebabkan perangsangan sistem simpatis.
2. Anak yang semula rewel cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya
menurun menjadi apatis, sopor, dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan
sirkulasi serebral.
3. Perubahan nadi, bak frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi cepat
dan lembut sampai tidak dapat dirabaoleh karena kolaps sirkulasi.
4. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang.
5. Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80 mmHg atau kurang.
32

6. Oliguria sampai anuri karena menurunnya perfusi ke arteri renalis.


Syok terjadi pada saat atau setelah demam turun, yaitu di antara hari sakit ke
3-7. Pasien seringkali mengeluh nyeri perut sebelum timbul syok, dan menjadi tanda
bahaya oleh karena kemungkinan besar terjadi perdarahan gastrointestinal.
tatalaksana syok harus dilakukan secara tepat oleh karena bila tidak pasien dapat
masuk dalam syok berat (profound shock), tekanan darah tidak dapat diukur dan
nadi tidak dapat diraba. Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat,
syok biasanya teratasi dengan segera, tatalaksana syok yang tidak adekuat akan
menimbulkan komplikasi asidosis metabolik, hipoksia, perdarahan gastrointestinal
hebat dengan prognosis buruk. Sebaliknya dengan pengobatan tepat, masa
penyembuhan cepat sekali terjadi, pasien menyembuh dalam waktu 2-3 hari dan
selera makan yang membaik dan pengeluaran urin yang cukup merupakan petunjuk
prognosis baik.

Pembagian derajat DBD menurut WHO 1997


Demam diikuti gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
Derajat I

perdarahan ialah uji Tourniquet yang positif.


Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau

Derajat II

perdarahan lain.
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,

Derajat III

tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,


sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak
tampak gelisah.
Syok berat (profound shock) nadi tidak dapat diraba dan

Derajat IV

tekanan darah tidak terukur.

Catatan : Adanya trombositopenia disertai hemokonsentrasi membedakan DBD derajat I/II dengan DD
Pembagian derajat penyakit dapat juga dipergunakan untuk kasus dewasa.

33

PEMERIKSAAN PENUNJANG(1), (2)


1.

Hematologi
a. Jumlah Trombosit
Penurunan jumlah trombosit menjadi < 100.000 /uL atau kurang dari 1-2
trombosit/LPB dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan pada 10 LPB. Umumnya
trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan sebelum suhu
turun. Jumlah trombosit 100.000 /uL biasanya ditemukan pada hari ketiga
sampai ketujuh. Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti normal
kembali.
b. Kadar Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan hemokonsentrasi selalu
dijumpai pada DBD, merupakan indikator terhadap perembesan plasma,
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada
umumnya peningkatan hematokrit didahului oleh penurunan trombosit, dengan
peningkatan trombosit 20 % mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler
dan perembesan plasma. Nilai hematokrit selalu berubah seiring penggantian
cairan maupun adanya perdarahan.
c. Jumlah Leukosit
Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel
neutrofil. Selanjutnya pada akhir fase demam, jumlah leukosit dan sel neutrofil
menurun sehingga jumlah limfosit secara relatif meningkat. Peningkatan jumlah
sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru > 4 % di daerah tepi dapat dijumpai
pada hari sakit ketiga sampai ketujuh.
d. Pemeriksaan laboratorium Lain
Kadar albumin menurun sedikit dan bersifat sementara; hipoproteinemia;
hiponatremia; eritrosit dalam tinja hampir selalu ditemukan; serum komplemen
menurun; penurunan -antiplasmin (2-plasmin inhibitor) hanya pada beberapa
kasus; pada sebagian besar kasus disertai penurunan faktor koagulasi dan
fibrinolitik yaitu fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III;
sedikit peningkatan dari serum aspartat aminotransferase (SGOT dan SGPT);
pada kasus berat dijumpai disfungsi hati, penurunan kelompok vitamin K34

dependent protrombin seperti faktor V, VII, IX, dan X; waktu tromboplastin parsial
dan waktu protrombin memanjang; asidosis metabolik berat dan peningkatan
kadar urea nitrogen terdapat pada syok berkepanjangan.
2.

Radiologi
Pada foto toraks dalam posisi lateral dekubitus kanan (DBD derajat III/IV dan

sebagian besar derajat II) didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan.
Selain itu asites dan efusi pleura dapat juga dideteksi dengan pemeriksaan Ultra
Sonografi (USG).

3.

Diagnosis Serologi(1), (2), (6)


Setelah satu minggu tubuh terinfeksi virus dengue, terjadi viremia yang diikuti

oleh pembentukan IgM-antidengue. IgM hanya berada dalam waktu yang relatif
singkat dan akan disusul segera dengan pembentukan IgG. Pada kira-kira hari
kelima infeksi terbentuklah antibodi yang bersifat menetralisasi virus (neutralizing
antibody/NT). Titer antibodi NT akan naik dengan cepat, kemudian menurun secara
lambat untuk waktu yang lama, biasanya seumur hidup. Setelah antibodi NT, akan
timbul antibodi yang mempunyai sifat menghambat hemaglutinasi sel darah merah
angsa (haemaglutination inhibiting antibody/HI). Titer antibodi HI itu naik sejajar
35

dengan antibodi NT, kemudian turun secara perlahan-lahan, tetapi lebih cepat
daripada antibodi NT. Antibodi yang terakhir, yaitu antibodi yang mengikat
komplemen (complement fixing antibody/CF), timbul sekitar hari kedua puluh. Titer
antibodi itu naik setelah perjalanan penyakit mencapai maksimum dalam waktu 1-2
bulan, kemudian turun secara cepat dan menghilang setelah 1-2 tahun.
Pada dasarnya diagnosis konfirmasi infeksi virus dengue ditegakkan atas hasil
pemeriksaan serologik atau hasil isolasi virus. Dasar pemeriksaan serologis
membandingkan adalah membandingkan titer antibodi pada masa akut dengan
konvalesens. Tehnik pemeriksaan yang dianjurkan WHO ialah pemeriksaan HI dan
CF. Kedua cara itu membutuhkan dua contoh darah. Contoh darah pertama diambil
pada waktu demam akut, sedangkan yang kedua pada masa konvalesens, 1-4
minggu dalam perjalanan penyakit. Dalam praktik sukar sekali didapatkan contoh
darah kedua karena pasien yang telah sembuh sehingga tidak bersedia diambil
darahnya. Dengan demikian diambil kebijaksanaan untuk mengambil darah
sebanyak 3 kali. Pertama, sewaktu masuk rumah sakit, kedua pada waktu
meninggalkan rumah sakit, dan ketiga 1-4 minggu setelah perjalanan penyakit.
Apabila hanya diperoleh satu contoh darah, penafsiran akan sulit atau bahkan sering
tidak mungkin dilakukan.
Dikenal 5 jenis uji serologi yang dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi virus
dengue, misalnya :
1. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI test)
Merupakan

uji

serologis

yang

dianjurkan

dan

sering

dipakai

dan

dipergunakan sebagai gold standard pada pemeriksaan serologis. Meskipun


begitu, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan pada uji HI ini : (a) Uji HI sensitif
tetapi tidak spesifik, artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus apa yang
menginfeksi, (b) antibodi HI bertahan sangat lama dalam tubuh (sampai > 48
tahun), sehingga sering dipakai dalam studi sero-epidemiologi, (c) untuk
diagnosis membutuhkan kenaikan titer konvalesens 4x lipat dari titer serum akut
atau titer tinggi (> 1280) baik pada serum akut atau konvalesens dianggap
sebagai positif infeksi dengue yang baru terjadi (recent dengue infection).
2. Uji Komplemen fiksasi (CF test)
36

Uji komplemen fiksasi jarang digunakan sebagai uji diagnostik rutin, oleh
karena

cara

pemeriksaan

yang

rumit

dan memerlukan tenaga yang

berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi CF hanya bertahan


beberapa tahun saja (2-3 tahun).
3. Uji Neutralisasi (NT test)
Merupakan uji yang paling sensitif dan spesifik untuk virus dengu. Uji
neutralisasi memakai cara yang disebut Plague reduction Neutralization Test
(PRNT) yang berdasarkan adanya reduksi dari plak yang terjadi. Antibodi
neutralisasi dideteksi hampir bersamaan dengan HI antibodi dan bertahan lama
(> 4-8 tahun). Tetapi uji neutralisasi juga rumit dan memerlukan waktu yang
cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.
4. IgG dan IgM Elisa
Merupakan uji serologi yang banyak sekali dipakai, untuk mengetahui
kandungan IgG dan IgM dalam serum pasien. Terdapat hal-hal yang perlu
diperhatikan : (a) IgM baru timbul pada hari ke 4-5 infeksi dengue dan diikuti
oleh timbulnya IgG, (b) apabila hasil uji terhadap IgM masih negatif, maka dapat
diulang, dan apabila pada hari ke-6 sakit hasil masih negatif maka dilaporkan
sebagai negatif, (c) IgM dapat bertahan lama di dalam darah sampai 2-3 bulan
setelah infeksi, (d) uji IgM tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya uji
diagnostik untuk pengelolaan kasus, harus disertai dengan uji IgG, (e)
mempunyai sensitifitas sedikit di bawah uji HI, dengan kelebihan hanya
memerlukan satu serum akut saja dengan spesifisitas yang sama dengan uji HI,
(f) pada saat ini juga telah beredar uji IgM/IgG Elisa yang sebanding dengan uji
HI dan sedikit lebih spesifik seperti IgM/IgG Dengue Blot.

37

5. NS1-Ag tes
Virus dengue merupakan virus RNA rantai tunggal, terdapat empat serotipe
yang berbeda yaitu DEN1,DEN2,DEN3 dan DEN4 yang semuanya terdapat di
Indonesia. Virus dengue memiliki genom 11 kb yang mengkode 10 macam
protein virus yaitu tiga protein struktural (C/protein core, M/protein membrane,
E/protein

envelope)

dan

tujuh

protein

nonstruktural

(NS1,NS2a,NS2b,NS3,NS4a,NS4b,NS5).
NS1-Ag tes adalah tes untuk deteksi protein non struktur NS-1 Ag yang ada
dalam sirkulasi dan dapat mendeteksi ke empat serotipe. Keunggulannya dapat
mendeteksi virus lebih awal, mulai dari hari ke-1 demam sampai demam hari ke9 dan mempunyai sensitivitas DEN-1 : 88,9%, DEN-2 : 87,1%, DEN-3 : 100%,
DEN-4 : 93,35%.(6)
4.

Isolasi Virus
Beberapa cara isolasi yang kini dikembangkan : Inokulasi intraserebral pada

bayi tikus putih albino umur 1-3 hari, Inokulasi pada biakan jaringan mamalia
(LLCMK2) dan nyamuk A. Albopictus, Inokulasi pada nyamuk dewasa secara
intratorasik/intraserebral pada larva.
5.

Deteksi Antigen Virus atau RNA Virus


38

DIAGNOSIS BANDING(2)
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri,
virus, atau parasit, seperti; demam tifoid, campak, influenza, demam
chikungunya, hepatitis, leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia
disertai hemokonsentrasi dapat membedakan DBD dengan penyakit lain.
b. Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya
(DC), dimana DC biasanya dapat menyerang seluruh anggota keluarga dan
penularannya mirip dengan influenza. Pada DC serangan demam mendadak,
masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam
makulopapular, injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi.
Proporsi uji Tourniquet positif, petekia, dan epistaksis hampir sama dengan
DBD, tetapi pada DC tidak dijumpai perdarahan gastrointestinal dan syok.
c. Perdarahan seperti ptekia dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit
infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak
semula pasien sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda
infeksi. Terdapat leukosistosis serta dominasi sel PMN (pergeseran ke kiri
pada hitung jenis). Pada meningitis meningokokus jelas terdapat gejala
rangsang meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.
d. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD
Derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan bawah kulit.
Pada hari-hari pertama diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD,
tetapi pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai leukopenia, tidak
dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran ke kanan pada hitung
jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali
normal pada ITP.

KOMPLIKASI(1), (2)
1. Ensefalopati Dengue
Ensefalopati dengue pada umumnya diduga terjadi sebagai komplikasi syok
yang berkepanjangan, disfungsi hati, udem otak, perdarahan kapiler serebral,
gangguan metabolik seperti hipoksemia atau hiponatremia serta trombosis
39

pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular


diseminata (KID). Pada ensefalopati dengue kesadaran pasien menurun menjadi
apati atau somnolen, dengan atau tanpa kejang, dan dapat terjadi pada
DBD/DSS. Untuk memastikan ensefalopati bila ada syok, maka syok harus
diatasi terlebih dahulu. Pungsi lumbal dapat dikerjakan setelah syok teratasi dan
kesadaran tetap menurun (hati-hati bila jumlah trombosit < 50.000 /uL). Selain itu
juga dapat dijumpai kenaikan kadar serum transaminase (SGOT/SGPT), PT dan
APTT memanjang, kadar gula darah menurun, alkalosis pada pemeriksaan gas
darah, dan hiponatremia.
Dalam dua dekade terakhir makin banyak laporan DBD yang disertai gejala
ensefalopati dikemukakan dari beberapa negara di kawasan Asia Tenggara dan
Pasifik Barat. Adanya kasus ensefalopati dengue menandakan betapa
bervariasinya gejala klinis pasien DBD dan bahwa patokan klinis yang digariskan
WHO tidak selalu dijumpai. Persentase ensefalopati dengue tertinggi terdapat
pada golongan umur 1-4 tahun (yaitu pada golongan umur tersering terjadinya
kejang demam pertama kali). Oleh karena itu di daerah endemis DBD perlu
diperhatikan (1) pada setiap kasus demam disertai kejang dan pasien dengan
diagnosis klinis ensefalitis perlu dicari kemungkinan adanya manifestasi
perdarahan dan (2) sekiranya pasien jatuh dalam syok kita harus waspada
terhadap kemungkinan DSS.
2. Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat
syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik
meskipun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati
dengan menggantikan volume plasma intravaskular, penting diperhatikan
apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter
yang penting dan mudah dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok telah
teratasi. Diuresis diusahakan minimal > 1 ml/kgBB/jam. Oleh karena bila syok
belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat
terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering dijumpai acute tobular

40

necrosis, ditandai penurunan jumlah urin, dan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin.
3. Udem paru
Udem paru adalah komlikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian
cairan yang berlebihan (overload). Pemberian cairan pada hari sakit ketiga
sampai

kelima

sesuai

panduan

yang

diberikan,

biasanya

tidak

akan

menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Akan
tetapi apabila pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular dan
cairan masih diberikan (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan kadar
hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit) pasien akan
mengalami distres pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan
ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto dada. Gambaran udem paru
harus dibedakan dengan perdarahan paru.

TATALAKSANA(1), (2)
A. Demam Dengue (DD) (2)
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien
dianjurkan :

Tirah baring, selama masih demam

Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan

Untuk

menurunkan

suhu

menjadi

<

39C,

dianjurkan

pemberian

parasetamol
Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu,
disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari

Monitor suhu, jumlah trombosit danhematokrit sampai fase konvalesen.

Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda
penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap
komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan
oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase
demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi
penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok).
41

Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh
karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air
besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan,
perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan
tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa segera ke rumah sakit.
B. Demam Berdarah Dengue (DBD) (1), (2)
Perbedaan patofisiologik utama antara DBD dengan penyakit lain adalah
peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dan
gangguan hemostasis. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian
mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun yang merupakan fase awal
terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai
pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD
terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui
dari peningkatan kadar hematokrit. Terdapatnya peningkatan hematokrit 20 %
mencerminkan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian
cairan. Larutan garam isotonik atau Ringer Laktat dapat diberikan sebagai cairan
pengganti awal sesuai dengan berat ringannya penyakit.
Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD,
bersifat simtomatik dan suportif, yaitu dengan pemberian cairan oral untuk
mencegah dehidrasi. Apabila sulit diberikan per oral (anak tidak mau minum,
muntah, nyeri perut) maka cairan intravena perlu diberikan. Antipiretik kadang
dibutuhkan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama
demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk mempertahankan suhu di
bawah 39 0C dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali atau dapat disederhanakan seperti
pada tabel :
Tabel Dosis Parasetamol Menurut Kelompok Umur
Umur (tahun)

Parasetamol (tiap kali pemberian)


Dosis (mg)

42

Tablet (1 tab = 500 mg)

<1

60

1/8

13

60 - 125

1/8 1/4

46

125 - 250

1/4 -1/2

7 12

250 - 500

1/2 - 1

Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi,
anoreksia, dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air, teh
manis, sirop, susu, ASI pada bayi, serta larutan oralit. Sebaiknya hindari cairan yang
berwarna coklat atau merah untuk menghindari salah interpretasi bila pasien
muntah. Diberikan minum 50 ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan
dehidrasi dapat diatasi anak dapat diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kgBB dalam
24 jam berikutnya.
Bila terjadi kejang demam, disamping antipiretik dapat diberikan antikonvulsif
selama masih demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang
mungkin terjadi. Periode kritis yaitu pada waktu transisi, yaitu pada saat suhu turun
pada umumnya pada hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit
berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil
pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman
kebutuhan cairan intravena. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari
sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak
tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun
tidak terlalu sensitif, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb Sahli dengan
estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.
Penggantian Volume Plasma
Penggantian volume plasma harus diberikan dengan hati-hati. Kebutuhan
cairan dihitung untuk 2 atau 3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin
lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-48 jam berikutnya harus
disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume urin. Secara
umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8 %.
Indikasi pemberian cairan intravena : (a) anak dengan syok; (b) anak yang
terus-menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin
43

diberikan minum per oral; (c) nilai hematokrit yang cenderung meningkat pada
pemeriksaan berkala. Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka
komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan
komposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan
sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera
pada tabel di bawah ini :
Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang (defisit cairan 5 8 %)
Berat Badan Masuk RS (kg)

Jumlah Cairan (ml/kgBB/hari)

<7

220

7-11

165

12-18

132

> 18

88

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan
berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat
hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan
dengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama. Kebutuhan cairan rumatan
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel Kebutuhan Cairan Rumatan
Berat Badan (kg)

Jumlah cairan (ml)

10

100 per kgBB

10 20

1000

> 20

x kg (diatas 10 kg)

1500 + 20 x kg (diatas 20 kg)

Jumlah cairan rumatan diperhitungkan untuk 24 jam. Oleh karena kecepatan


perembesan plasma tidak konstan (perembesan plasma terjadi pada saat suhu
turun), maka volume cairan pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dan
kehilangan plasma, yang dapat diketahui dari pemantauan kadar hematokrit.
Penggantian volume yang berlebihan terus-menerus setelah perembesan plasma
berhenti akan mengakibatkan distres pernafasan sebagai akibat udem paru.
Demikian pula pada saat fase konvalesens terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular,
44

akan menyebabkan edema paru dan distress pernafasan apabila cairan intravena
tetap diberikan
Larutan kristaloid yang direkomendasikan WHO adalah larutan ringer laktat
(RL) atau dekstrosa 5 % dalam larutan ringer laktat (D5/RL), ringer asetat (RA) atau
dekstrose 5 % dalam larutan ringer asetat (D5/RA), NaCl 0,9% atau dekstrosa 5 %
dalam larutan garam faali. Sedangkan larutan koloid yang dianjurkan adalah
dekstran-40 dan plasma darah.
C. Demam Manajemen Syok (DSS)(1), (2)
Pasien harus dirawat dan segera diobati jika dijumpai tanda-tanda syok. Cairan
pengganti adalah pengobatan yang utama, yang berguna untuk memperbaiki
kekurangan volume plasma. Pasien anak akan cepat mengalami syok dan sembuh
kembali segera dalam 48 jam.
Penggantian Volume Plasma Segera
Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat 20 ml/kg BB. Tetesan
diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Apabila setelah 30 menit syok
teratasi, cairan disesuaikan 10 ml/kgBB/jam. Apabila syok belum dapat teratasi
dan/atau keadaan klinis memburuk setelah 30 menit pemberian cairan awal, tetesan
ringer laktat tetap dilanjutkan 15-20 ml/kgBB ditambah dengan koloid (dekstran 40
atau plasma 10-20 ml/kgBB/jam, maksimal 30 ml/kgBB). Apabila terjadi perbaikan
tetesan ditukar kembali dengan kristaloid dengan tetesa 20 ml/kgBB/jam. Apabilaa
setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid syok masih menetap sedangkan
kadar hematokrit menurun, tetapi masih > 40 %, maka berikan darah volume kecil
(10 ml/kgBB/jam), dan apabila terdapat perdarahan masif berikan darah segar 20
ml/kgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10 ml/kgBB/jam.Setelah keaaan klinis
membaik, tetesan cairan dikurangi bertahap sesuai dengan keadaan klinis dan kadar
hematokrit.
Observasi klinis, tekanan darah, nadi, jumlah urin dikerjakan tiap jam (jumlah
urin 1 ml/kgBB/jam merupakan indikasi keadaan sirkulasi yang membaik), serta
pemeriksaan hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan umum
membaik. Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun
45

dibanding nilai Ht sebelumnya. Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi
setelah 48 jam syok teratasi untuk mencegah terjadinya reabsorbsi cairan berlebih
dari ekstravaskular.
Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremia danasidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD,
maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat.
Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya DIC, sehingga tatalaksana
pasien menjadi lebih kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma
diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat,
maka perdarahan sebagai akibat DIC, tidak akan tejadi sehingga heparin tidak
diperlukan.

Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien
syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus
diingat pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker
oksigen.

Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap
pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock).
Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang
nyata.

Kadangkala

sulit

untuk

mengetahui

perdarahan

interna

(internal

haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit (misalnya


dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang
mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah segar
dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel
darah merah dan faktor pembesar trombosit. Plasma segar dan atau suspensi
trombosit berguna untuk pasien dengan DIC dan perdarahan masif. DIC biasanya
terjadi pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat
menimbulkan kematian. Pemeriksaan hematologi seperti waktu tromboplastin
46

parsial, waktu protombin, dan fibrinogen degradation products (FDP) harus diperiksa
pada pasien syok untuk mendeteksi terjadinya dan berat ringannya DIC.
Pemeriksaan hematologis tersebut juga menentukan prognosis.
Monitoring (2)
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara
teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada
monitoring adalah :

Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15 - 30


menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.

Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis
pasien stabil.

setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan,


jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah
mencukupi.

Jumlah dan frekuensi diuresis.


Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volume

intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum cukup
1 ml/kg/BB, sedang jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan
tanda overload antara lain edema, pernapasan meningkat, maka selanjutnya
furosemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan jumlah diuresis, kadar ureum
dan kreatinin tetap harus dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap belum mencukupi,
pada umumnya syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian dopamia
perlu dipertimbangkan.
D. Tatalaksana Ensefalopati Dengue(2)
Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis, maka bila syok
telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03-, dan
jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar
dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak
diberikan kortikosteroid (dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam), tetapi bila
47

terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila


terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari,
kadar gula darah diusahakan > 60 mg, mencegah terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi
asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang
adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan
laktulosa.
Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid,
anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah
segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan
tranfusi tukar.

KRITERIA PASIEN PULANG(2)


Pasien dapat dipulangkan apabila memenuhi semua keadaan di bawah ini:

Tampak perubaikan secara klinis

Bebas panas sedikitnya 24 jam tanpa pemakaian obat antipiretik

Nafsu makan membaik

Output urin baik

Hematokrit stabil

Tiga hari setelah syok

Tidak ada distres pernafasan karena efusi pleura atau asites

Trombosit > 50.000 /uL

PENCEGAHAN(7)
Hal yang terbaik adalah mencegah agar tidak terkena DBD. Tindakantindakan yang dapat dilakukan untuk mencegahnya yaitu:

Mencegah perkembangbiakan nyamuk ada di sekitar kita. Dapat Dilakukan


gerakan 3M yaitu; Menutup tempat penyimpanan air, Menguras bak mandi,
dan Mengubur barang-barang yang tidak terpakai. Larva nyamuk akan
48

berkembang di genangan air dalam waktu sekitar seminggu. Untuk itu, perlu
dicegah

kemungkinan

benda-benda

yang

merupakan

tempat

berkembangnya larva ini seperti pot bunga, kaleng bekas, ban bekas atau
barang lainnya yang menampung genangan air, khususnya pada musim
penghujan dimana tempat-tempat tersebut dapat menjadi genangan dari air
hujan yang turun.

Cegah agar jangan digigit nyamuk; misalnya dengan cara menggunakan


lotion atau obat pengusir nyamuk, memakai kelambu pada waktu tidur siang,
memasang kasa di lubang ventilasi, dan juga bisa dengan melakukan
penyemprotan dengan obat yang dibeli di toko.

Menggunakan bubuk Abate pada selokan dan penampungan air agar tidak
menjadi tempat bersarangnya nyamuk.

Jaga kondisi tetap sehat. Kondisi badan yang kuat, membantu tubuh untuk
menangkal virus yang masuk sehingga walau terkena gigitan nyamuk, virus
tidak akan berkembang.

Pendidikan kesehatan masyarakat.


.

49

Bagan Tatalaksana Kasus Tersangka DBD

50

Bagan Tatalaksana Kasus Tersangka DBD Tanpa Peningkatan Hematokrit

51

Bagan Tatalaksana Kasus Tersangka DBD Dengan Peningkatan Hematokrit 20%

52

Bagan Tatalaksana DBD Derajat III dan IV

53

DAFTAR PUSTAKA

1.

Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku
Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2010.
Hal.155-181.

2.

Hadinegoro SR, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam


Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. 2006. Hal. 1-43.

3.

Aedes aegypti. Didapat dari http://id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti. Diunduh


pada tanggal 4 januari 2011.

4.

Kajian Masalah Kesehatan Demam Berdarah Dengue. Kristina, Isminah, Leny


Wulandari. Didapat pada http://kumpulan.info/sehat/artikel-kesehatan/48-artikelkesehatan/324-cegah-demam-berdarah-dbd.html. Diunduh pada tanggal 5
Januari 2011.

5.

Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue. Prof.DR.H.


Soegeng Soegijanto, dr.SpA(K),DTM&H. Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak FK
Unair Surabaya. Ketua Direktorat Penyuluhan TDC Unair Surabaya. Ketua
Team Peneliti DBD TDC Unair Surabaya.

6.

Limfosit Plasma Biru Nilai Diagnostik Pada Infeksi Dengue. Nany. Magister Ilmu
Kedokteran Tropis Universitas Sumatera Utara. 2007. Hal. 49.

7.

Waspada

Demam

Berdarah

atau

DBD.

Didapat

dari

http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah1.htm. Diunduh
pada tanggal 4 januari 2011.

54

Anda mungkin juga menyukai