Faktor yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap perubahan
kebijakan luar negeri suatu negara adalah ekonomi domestik atau
keadaan ekonomi negara yang bersangkutan sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith (Smith dalam Samuelson 1967, 2). Ekonomi domestik dalam artian yang umum adalah keadaan ekonomi nasional yang berkembang pada satu periode tertentu. Keadaan ekonomi amat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup atau eksistensi suatu negara, khususnya terhadap eksistensi rezim yang berkuasa. Berhasil tidaknya perekonomian nasional bisa diamati dari beberapa indikator, antara lain tingkat pengangguran, laju pertumbuhan produksi, pendapatan per kapita, dan tingkat inflasi. Kondisi ekonomi domestik itu juga dipengaruhi oleh keadaan ekonomi internasional. Kondisi perekonomian juga erat kaitannya dengan kondisi sosial, sebab tercapainya kesejahteraan sosial merupakan indikasi tercapainya kemajuan perekonomian nasional. Kesejahteraan sosial dimaksud misalnya cukup tersedianya sandang dan pangan serta sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan.Suatu kondisi sosial yang buruk merupakan cerminan dari kekurang berhasilan,bahkan mungkin kegagalan perekonomian nasional.Kalau kondisi ini sampai terjadi, besar kemungkinan bahwa pada akhirnya akan muncul ketidak -stabilan politik dan keamanan.Sebaliknya, tercapainya suatu stabilitas ekonomi adalah sangat memungkinkan bagi terciptanya stabilitas sosial, politik dan keamanan. Tercapainya stabilitas ekonomi bisa diamati dari beberapa indikator, antara lain tingkat pengangguran yang rendah, laju pertumbuhan produksi yang tinggi,pendapatan per kapita yang tinggi, dan tercapainya stabilitas moneter. Kebijakan ke Luar Berdasarkan apa yang dikemukakan terdahulu, tampak bahwa keadaan ekonomi dalam negeri, situasi internasional dan kepribadian pemimpin maupun ideologi (sistem nilai) yang dianutnya akan banyak mempengaruhi perkembangan serta perubahan poiltik luar negeri,
termasuk tentunya kebijakan luar negeri Indonesia ke depan.
Sebagaimana diketahui, kebijakan luar negeri Indonesia berlandaskan pada asas politik luar negeri bebas aktif. Asas dan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif itu tentu tetap harus menjadi pegangan. Politik luar negeri bebas aktif itu sendiri secara historis merupakan pengejawantahan dari buah pemikiran Bung Hatta yang terangkum dalam karya legendarisnya berjudul "Mendayung di Antara Dua Karang". Politik luar negeri bebas aktif secara harfiah memiliki makna dasar sebagai suatu kondisi bebas dan tidak terikat, namun tetap bersikap aktif dalam konteks hubungan antar bangsa, baik di tingkat regional maupun internasional. Keputusan Indonesia untuk tidak ikut mendukung dan bergabung dengan pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat dalam Perang Irak (2003) misalnya, merupakan cerminan nyata dan konsekuensi logis dari penerapan politik luar negeri bebas aktif tersebut.Dalam konteks hubungan internasional, Presiden RI pasti akan menjadikan politik luar negeri sebagai bagian penting yang harus dijalankan Pemerintah Indonesia. Situasi internasional yang penuh dinamika menuntut kepiawaian seorang presiden dalam menjalankan politik luar negerinya dengan tetap berpedoman pada politik luar negeri yang bebas aktif. Masalah pelik yang masih dihadapi misalnya soal perang terhadap terorisme dan penyelesaian konflik Timur Tengah, selain soal perbatasan serta masalah seni dan budaya dengan Malaysia yang merupakan isu sensitif di dalam negeri. Di lain pihak upaya untuk terus menumbuhkan semangat dan solidaritas ASEAN merupakan tantangan tersendiri yang tidak ringan. Sementara itu,sejumlah problem di dalam negeri seperti ancaman separatisme, 123 masalah penegakan hukum, pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), masalah ekonomi yang pelik,serta ketergantungan kepada pinjaman (bantuan) luar negeri menuntut keseriusan pemerintah mendatang untuk segera mengatasinya. Perhatian terutama mesti diarahkan terhadap tercapainya stabilitas perekonomian nasional, sebab faktor ini akan membantu terciptanya stabilitas sosial, politik dan keamanan. Pemerintah perlu melihat bagaimana negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Filipina mampu keluar dari krisis ekonomi dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama. Dalam situasi internasional yang penuh dinamika dan benturan kepentingan,
kiprah Amerika Serikat sebagai satu-satunya negara adikuasa
nampaknya masih dominan, bahkan di bidang ekonomi dalam batasbatas tertentu Indonesia masih membutuhkan Amerika, baik secara langsung maupun tidak langsung.Meski demikian,Pemerintah RI harus terus berupaya mempertahankan politik luar negeri bebas aktif secara konsisten dan pemerintah dituntut supaya melaksanakan politik luar negeri yang seluwes mungkin tanpa mengabaikan kepentingan nasional Indonesia. Masalahnya, di dunia internasional pencitraan Indonesia sampai sejauh ini dapat dikatakan masih relatif lemah, terlebih dengan adanya peledakan bom di Jakarta belum waktu yang lalu serta ramainya pemberitaan indikasi pelemahan peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta soal dana talangan Bank Century yang bermasalah.