Anda di halaman 1dari 207

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Penjualan atas Barang Mewah


(PPnBM)

POKOK BAHASAN

PENDAHULUAN
OBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
SUBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG
CARA MENGHITUNG PAJAK, DASAR PENGENAAN
PAJAK, DAN TARIF
FAKTUR PAJAK DAN NOTA RETUR
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM)
PEMUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
FASILITAS PPN DAN PPnBM
PEMBAYARAN, PELAPORAN DAN SPT MASA PPN DAN
PPnBM
RESTITUSI

PENDAHULUAN
Dasar Hukum
Karakteristik PPN dan PPnBM
Mekanisme PPN dan PPnBM

Dasar Hukum
Undang-undang PPN di Indonesia adalah Undang-undang
Nonor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
(STDTD) Undang-uandang nomor 42 tahun 2009
Perubahan UU PPN 1984
1. Perubahan pertama, pada tahun 1994 dengan diterbitkannya UndangUndang Nomor 11 Tahun 1994 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1995
2. Perubahan kedua, pada tahun 2000 dengan diterbitkannya UndangUndang Nomor 18 Tahun 2000 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2001.
3. Perubahan ketiga, pada tahun 2009 diterbitkan Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2009 yang mulai berlaku sejak 1 April 2010.
Meskipun Berkali-kali berubah nama UU tersebut tetap UU PPN 1984
4

PERUBAHAN UU PPN
Undang-Undang
No 8 Th 1983

Berlaku sejak
1 April 1985

Undang-Undang
No 11 Th 1994

Berlaku sejak
1 Januari 1995

Undang-Undang
No 18 Th 2000

Berlaku sejak
1 Januari 2001

Undang-Undang
No 42 Th 2009

Berlaku sejak
1 April 2010

DASAR HUKUM
UU No.11
Tahun 1994
Mulai berlaku
1 1 - 1995

Ps.III
UU ini disebut
UU Perubahan
UU PPN 1984

Perub I
Ps. 1 - 17

UU No.8
Tahun 1983

Mulai berlaku
1 April 1985

Ps.20

Perub III
Ps.116C

UU No 42
Tahun 2009
Mulai berlaku
1 4 - 2010

Ps.II
UU ini disebut
UU Perubahan
Ketiga
UU PPN 1984

UU ini disebut
UU PPN 1984

Nama Tetap

PERKEMBANGAN PAJAK TIDAK LANGSUNG


DI INDONESIA
PAJAK PEMBANGUNAN I
1 Juni 1947
UU No.32/1956

Menjadi Pajak Daerah

PAJAK PEREDARAN
UU No.12/1950 MULAI BERLAKU 1 JANUARI 1951

PAJAK PENJUALAN
UU No.18 Drt/1951 Jo. UU No.85/1953
MULAI BERLAKU 1 OKTOBER 1951

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


UU No.8/1983 Jo. UU No.11/1994 Jo. UU No.18/2000 Jo. UU No 42/2009

MULAI BERLAKU 1 APRIL 1985

KELEMAHAN UU PPn 1951


1. Menganut dualisme sistem pemungutan pajak
a. Bagi WP mampu pembukuan menggunakan
self assessment system
b. Bagi WP non pembukuan menggunakan
Official assessment system
2. Menganut Tarif Majemuk (Multiple Rate)
3. Dalam Pelaksanaannya menimbulkan pengenaan
pajak berganda (bersifat Kumulatif)
REFORMASI SISTEM PERPAJAKAN NASIONAL 1983

UU PPN 1984

Karakteristik PPN
dan PPnBM
1.
2.
3.
4.
5.
6.

PPN sebagai Pajak Tidak Langsung.


PPN adalah pajak objektif
PPN menggunakan tarif tunggal
PPN bersifat Netral
PPN bersifat multi stage levy.
PPN tidak menimbulkan Dampak Pengenaan Pajak
Berganda
7. Metode Perhitungan PPN indirect subtraction method/tax
credit method/invoice method
8. PPN adalah pajak atas konsumsi di dalam negeri
9

PPN adalah PAJAK TIDAK LANGSUNG

Penanggung
Jawab

NEGARA
PPN
BARANG

PENJUAL

Pemikul beban
(destinataris)
Pajak
PEMBELI

PPN

Karakter PPN sebagai pajak tidak langsung ini menimbulkan


konsekuensi yuridis bahwa antara pemikul beban pajak
(destinataris pajak) dengan penanggung jawab atas penyetoran
pajak ke kas negara berada pada pihak-pihak yang berbeda.

Dalam hal pembeli sdh membayar harga barang dan PPN kepada
Penjual sama halnya dengan Pembeli sudah menyetor PPN ke
Kas Negara

Dlm hal Penjual tidak memungut PPN dari Pembeli, merupakan


tanggung jawab Penjual, bukan Pembeli.

PPN adalah PAJAK OBJEKTIF


Timbulnya kewajiban pajak sangat ditentukan oleh
adanya objek pajak
Kondisi subjektif subjek pajak tidak relevan
Tidak memperhatikan azas
keadilan pemungutan pajak

Dampak Regresif
(Kesenjangan Beban Pajak)

Untuk mengurangi regresivitas PPN, bagi konsumen


yg mengkonsumsi BKP yg tergolong Mewah
Dikenakan PPnBM disamping PPN

Tarif Tunggal
Tarif PPN
Dengan
PP
tarif
dinaikkan setinggi2nya
15% atau diturunkan
serendah2nya 5%.

10%

Impor BKP/BKP TB/JKP


Penyerahan DN
Membangun Sendiri
Penyerahan Aktiva Psl 16D

PPnBM

0%
Ekspor BKP/BKP
TB/JKP

10% - 200%

12

Bersifat Netral
Netralitas Pajak Pertambahan
dibentuk oleh dua Faktor yaitu :

Nilai

1. PPN dikenakan atas konsumsi barang


maupun jasa
2. Dalam pemungutannya, PPN menganut
prinsip tempat tujuan

13

MULTI STAGE LEVY namun NON KUMULATIF


PABRIKAN
BKP

HARGA JUAL
= 1.000.000

PEDAGANG BESAR
HARGA BELI = 1.000.000

BKP

NILAI TAMBAH = 300.000

PK =
100.000

PPN =
100.000

KN

PPN =
30.000

KN

PPN 10%
100.000
PM = 100.000
PK = 130.000
PPN 10%
130.000

HARGA JUAL = 1.300.000

PEDAGANG ECERAN

PM = 130.000
PK = 150.000

HARGA BELI = 1.300.000

BKP

NILAI TAMBAH = 200.000

HARGA JUAL = 1.500.000

KONSUMEN

PPN 10%
150.000

BEBAN PAJAK

PPN =
20.000

KN

Metode Perhitungan PPN

PPN

SISTEM PEMUNGUTAN PPn atas


Nilai Tambah
HARGA BELI

BIAYA
Penyusutan
Bunga/sewa
Gaji / upah
Manajemen
Laba usaha
Jumlah

Bhn Baku
= 500
Bhn Penolong = 300
Suku cadang dll = 200
Jumlah
= 1.000

SUBTRACTION METHOD

HARGA JUAL
=
=
=
=
=
=

50
100
300
150
100
700

Nilai Tambah = 700

INDIRECT SUBTRACTION/
CREDIT/INVOICE METHOD

1.700

ADDITION METHOD

METODE PENGHITUNGAN
(Calculation Method)
SUBTRACTION METHOD

INDIRECT SUBTRACTION/
CREDIT/INVOICE METHOD

HARGA JUAL = 1.700


HARGA BELI = 1.000
DPP = 700
PPN 10% =
70
ADDITION METHOD
PENYUSUTAN = 50
BUNGA
= 20
SEWA
= 80
GAJI/UPAH
= 300
MANAJEMEN = 150
LABA USAHA = 100
Jumlah
= 700
PPN 10%
= 70

HARGA JUAL = 1.700


PPN = 10% x 1.700 = 170
HARGA BELI = 1.000
PPN = 10% x 1.000 = 100
PPN disetor ke
Kas Negara
= 70

PPN ADALAH PAJAK ATAS


KONSUMSI DALAM NEGERI
DESTINATION PRINCIPLE :

1. Pajak dikenakan di tempat tujuan barang atau jasa


akan dikonsumsi
2. Impor BKP dikenakan PPN

3. Pemfaatan BKP TB dan JKP dikenakan PPN


4. BKP produksi dalam negeri dikonsumsi di dalam
negeri, dikenakan PPN

5. Ekspor BKP / BKP TB / JKP tidak dikenakan PPN,


namun dengan alasan ekonomi, dikenakan PPN
dengan tarif 0 %

DESTINATION PRINCIPLE
Dan NETRALITAS PPN MENYIMPANG DARI
DESTINATION
PRINCIPLE

DESTINATION PRINCIPLE

PPN

PPN

PPN

PPN 0%

PPN 0%

PPN 0%
LN
DN

BKP

JKP

BKP TDK
BERWUJUD

JKP

PEMANFAATAN

BKP/JKP
PRODUKSI
DLM NEGERI

PPN

BKP TDK
BERWUJUD

BKP

Mekanisme PPN
Indonesia
1. Indirect Substraction Method
2. Direct Subtraction Method
3. Self Imposition Method

Ringkasan
19

Indirect Substraction Method


Mekanisme ini merupakan mekanisme
PPN yang bersifat umum
Harga +PPN

SIAPAPUN

PKP
FAKTUR PAJAK

Setiap PKP yang menyerahkan BKP atau JKP diwajibkan membuat Faktur
Pajak untuk memungut pajak yang terutang yang disebut Pajak Keluaran
a. Pada saat PKP membeli BKP atau menerima JKP dari PKP lain, juga
membayar pajak yang terutang, yang dinamakan Pajak Masukan (input
tax).
b. Pada akhir Masa Pajak, Pajak Masukan tersebut dikreditkan dengan20
Pajak Keluaran.

Direct Subtraction Method


Mekanisme ini merupakan mekanisme PPN yang
bersifat khusus
Metode yang menggunakan Bendaharawan Pemerintah
dan KPKN sebagai pemungut PPN atas transaksi
pembayaran yang dilakukan bendaharawan dengan
menggunakan dana dari APBN/APBD
Bayar hanya sebesar harga Jual
PPN

PKP

BKP/JKP

KAS
NEGARA

WAPU

FP + SSP

21

Self Imposition Method


Pemungutan PPN yang dilakukan sendiri
oleh perusahaan ataupun orang pribadi
yang melakukan usaha.
Contoh Impor JKP/BKP tak berwujud oleh
PKP dan Bukan PKP, objek PPN pasal 16
C atas kegiatan membangun sendiri dan
16 D.

22

Ringkasan Mekanisme PPN

KAS NEGARA

BAHAN BAKU /
PEMBANTU
FP PPN
10.000.000

PB
FARMASI

SSP a.n.
PT.MEDIKO

Nilai Impor = 90.000.000


PPN Impor = 9.000.000

Obat / Alat
Kedokteran
100.000.000

100.000.000 + PPN
10.000.000

PT MEDIKO

FP & SSP

PPN= 14.000.000

PPN 14.000.000

Obat / Alat
Kedokteran
140.000.000

KemenKES
(PEMUNGUT
PPN)

140.000.000 +
SSP PPN 14.000.000

SPT MASA PPN :


PENYERAHAN SEBULAN
PAJAK KELUARAN 10% x 240.000.000
PK DIPUNGUT OLEH PEMUNGUT PPN
PK DIPUNGUT SENDIRI
PAJAK MASUKAN
PPN KURANG BAYAR

= 240.000.000
= 24.000.000
= 14.000.000
= 10.000.000
= 9.000.000
= 1.000.000

23

OBJEK
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
Pasal 4 , 16C dan 16D

24

OBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


Dalam Pasal 4:
1. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh Pengusaha;
2. Impor BKP;
3. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh Pengusaha;
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean;
5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
6. Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
7. Ekspor BKP tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
8. Ekspor JKP oleh Pengusaha Kena Pajak
25

Objek..Lanj
Dalam Pasal 16C, yaitu kegiatan membangun sendiri
yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang
batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan
Menteri Keuangan.
Dalam Pasal 16D, yaitu Pajak Pertambahan Nilai
dikenakan atas penyerahan BKP berupa aktiva yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh
PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak
Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c
26

27

Barang Kena Pajak


Barang Bergerak
Barang Berwujud
Barang Tidak Bergerak

BKP
Dikenakan
PPN
Barang Tidak Berwujud
Pada dasarnya semua barang dapat dikenakan PPN kecuali UU
menetapkan sebaliknya (Ps 4A ayat 2 UU PPN jo ps 1 PP No 144/2000
28

Penyerahan Barang Kena Pajak dan


Bukan Penyerahan Barang Kena Pajak
Pasal 1A ayat (2)

Penyerahan BKP :
a. penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;
b. pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau
perjanjian sewa guna usaha (leasing);
c. penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru
lelang;
d. pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak;
e. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan;
f. penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang;
g. penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi; dan
h. penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka
perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang
penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak
yang membutuhkan Barang Kena Pajak.
29
12/18/2014

Penyerahan Barang Kena Pajak dan


Bukan Penyerahan Barang Kena Pajak
Pasal 1A ayat (2)

Bukan Penyerahan:
a.
b.
c.

d.

e.

penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana


dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang;
penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf f dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan
pemusatan tempat pajak terutang;
pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha
dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang
menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak; dan
Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak
dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(8) huruf b dan huruf c.
30

12/18/2014

Syarat Penyerahan
Kena Pajak
1. Barang Berwujud Yang Diserahkan Merupakan Barang
Kena Pajak.
2. Barang Tidak Berwujud Yang Diserahkan Merupakan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
3. Penyerahan Dilakukan Di Dalam Daerah Pabean. Dan
4. Penyerahan Dilakukan Dalam Rangka Kegiatan Usaha
Atau Pekerjaannya.
5. Dilakukan Oleh Pengusaha Pengusaha Kena Pajak

31

Barang Kena Pajak


Tidak Berwujud
Pengenaan PPN atas Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud antara lain atas:
1. penyerahan Barang Kena Pajak (Berwujud dan Tidak Berwujud)
di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
(Pasal 4 ayat (1) huruf a).
2. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; (Pasal 4 ayat (1)
huruf d).
3. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha
Kena Pajak. (Pasal 4 ayat (1) huruf g).

32

33

EKSPOR

Pasal 4 huruf f, g, dan h


Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang
dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean.
Ekspor akan dikenakan PPN apabila yang melakukan
ekspor adalah Pengusaha Kena Pajak.
Orang pribadi atau badan yang melakukan ekspor BKP
tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya tidak
termasuk dalam pengertian Pengusaha sehingga tidak
terikat dengan kewajiban melaporkan usaha untuk
dikukuhkan sebagai PKP.
Ekspor meliputi BKP, BKP TB dan JKP
34

12/18/2014

Ekspor BKP Tidak berwujud


1. penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di
bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah,
paten, desain atau model, rencana, formula atau
proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak
kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa
lainnya;
2. penggunaan
atau
hak
menggunakan
peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau
ilmiah;
3. pemberian pengetahuan atau informasi di bidang
ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;
35

Ekspor BKP Tidak berwujud lanj..


4. pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan
penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1,
penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut
pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut
pada angka 3, berupa:
a. penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman
suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui
satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
b. penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau
rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio
yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik,
atau teknologi yang serupa; dan
c. penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh
spektrum radio komunikasi;
5. penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion
picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita
suara untuk siaran radio; dan
6. pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan
penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau
36
hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.

Jasa Kena Pajak


Pasal 1 angka 5 dan 6 UU PPN 1984.
Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang
berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang
menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau
hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan
untuk menghasilkan barang karena pesanan atau
permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari
pemesan.
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak
berdasarkan Undang-Undang ini

37

Penyerahan Jasa
Kena Pajak
Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan
pemberian Jasa Kena Pajak.
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
a. jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak.
b. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean. dan
c. penyerahan
dilakukan
dalam
kegiatan
usaha
pekerjaannya.
d. Dilakukan oleh PengusahaPengusaha Kena Pajak

atau

Termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena


Pajak adalah Jasa Kena Pajak yang dimanfaatkan untuk
kepentingan sendiri dan/atau yang diberikan secara
cuma-cuma.
38

Ekspor Jasa Kena


Pajak
Ekspor Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan
penyerahan Jasa Kena Pajak ke luar Daerah Pabean.
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas Ekspor Jasa
Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan
cara mengalikan tarif Pajak Pertambahan Nilai dengan
Dasar Pengenaan Pajak.
Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 0% (nol persen).
Dasar Pengenaan Pajak adalah Penggantian

39

Jenis Ekspor Jasa


Kena Pajak
Jasa Maklon
untuk selain Jasa Maklon
jasa perbaikan dan perawatan.
jasa konstruksi, yaitu layanan jasa konsultasi
perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan
jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan
layanan
jasa
konsultasi
pengawasan
pekerjaan konstruksi.
40

Jasa Tidak Kena Pajak

41

KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI


(Pasal 16C dan PMK-39/PMK.03/2010)

42

Pasal 16C
Kegiatan membangun sendiri (KMS) yang dilakukan tidak
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai dengan pertimbangan untuk
mencegah terjadinya penghindaran pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai.
Pengenaan PPN atas kegiatan membangun sendiri mulai
dikenakan sejak perubahan UU PPN 1984 yang pertama
yaitu dalam UU Nomor 11 Tahun 1994 yang mulai
berlaku sejak 1 Januari 1995.

43

Pasal 16C
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
39/PMK.03/2010 tanggal 22 Februari 2010

44

Kegiatan Membangun
Sendiri

Kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang


dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi
atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Bangunan berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau
dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan
kriteria:
a. konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis,
dan/atau baja;
b. diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
c. luas keseluruhan paling sedikit 300 m2 (tiga ratus meter persegi).

Pajak Pertambahan Nilai terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif


10% (sepuluh persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak.
Dasar Pengenaan Pajak adalah 40% (empat puluh persen) dari jumlah
biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun
bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.
Saat terutangnya PPN atas kegiatan membangun sendiri terjadi pada saat
45
mulai dibangunnya bangunan.

Kegiatan
Membangun Sendiri
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap
dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang
waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua)
tahun.
Tempat PPN terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di
tempat bangunan tersebut didirikan.
Kegiatan mendirikan bangunan yang dilakukan melalui kontraktor
atau pemborong bukan merupakan kegiatan membangun sendiri
sepanjang dapat dibuktikan bahwa atas kegiatan membangun
tersebut telah dipungut PPN.
PPN perbulan sebesar 10%x 40% x jumlah biaya yang dikeluarkan
dan/atau yang dibayarkan pada setiap bulannya.
PPN terutang wajib disetor ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau
Bank Persepsi paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah
berakhirnya masa pajak.
46

Tanggung Renteng
Dalam hal bangunan sebagai hasil kegiatan membangun
sendiri digunakan oleh pihak lain sebagai tempat tinggal atau
tempat kegiatan usaha, orang pribadi atau badan yang
melakukan kegiatan membangun sendiri wajib menyerahkan
bukti SSP asli PPN atas kegiatan membangun sendiri kepada
pihak lain yang menggunakan bangunan tersebut.
Dalam hal orang pribadi atau badan yang membangun sendiri
bangunan untuk digunakan pihak lain tidak dapat menunjukkan
bukti SSP asli PPN atas kegiatan membangun sendiri, pihak
lain yang menggunakan bangunan tersebut bertanggung jawab
secara renteng atas pembayaran PPN yang terutang.

Pasal 16C dan PMK-39/PMK.03/2010

300m2/ lebih

Paling lambat Akhir Bulan berikut

1 April 2010 luas 200m2 atau lebih

48

Contoh Perhitungan
Pada bulan Juli 2010, PT Fathiyyah Trading, PKP yang bergerak di bidang
perdagangan, membangun sebuah gedung untuk gudang dengan luas 400
m2. Pembangunan dilakukan dengan jasa tukang dan mandor serta diawasi
sendiri dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp650.000.000,00- dengan
rincian sebagai berikut:
a. Biaya pembelian/perolehan tanah Rp250.000.000,00b. untuk pembelian bahan bangunan adalah Rp275.000.000 (termasuk PPN sebesar
Rp25.000.000);
c. untuk upah tukang Rp125.000.000,00-

Jawaban:
DPP = 40% x Total Biaya yang dikeluarkan termasuk PPN tetapi tidak termasuk
harga perolehan tanah.
= 40% x (Rp650.000.000-Rp250.000.000)
= 40% x Rp400.000.000,= Rp160.000.000
PPN = 10% x Rp160.000.000
= Rp16.000.000,49

Penyerahan Aktiva Menurut Tujuan


Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan
(Pasal 16D)
Dikenakan PPN apabila:
Aktiva tersebut diperoleh setelah 1 April 1985.
Yang melakukan penyerahan (pengalihan) aktiva
adalah Pengusaha Kena Pajak.
Kec. atas pengalihan BKP yang tidak mempunyai
hubungan langsung dengan kegiatan usaha dan
pengalihan aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan, yaitu kendaraan bermotor
berupa sedan dan station wagon, yang menurut
ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c Pajak
Masukan atas perolehan aktiva tersebut tidak dapat
dikreditkan.
50

Syarat Penyerahan Terutang PPN Pasal 16D


1. yang
melakukan
penyerahan
atau
pemindahtanganan adalah Pengusaha Kena Pajak;
2. perolehan
aktiva
tersebut
bukan
untuk
diperjualbelikan atau sebagai barang dagangan.
3. perolehan aktiva tersebut berhubungan langsung
dengan kegiatan usaha dan bukan jenis kendaraan
sedan dan station wagon.

51

Berhubungan Langsung
dengan Kegiatan Usaha
Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung
berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran
untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan
manajemen.
Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha.
Agar dapat dikreditkan, Pajak Masukan juga harus memenuhi
syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan adanya
penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.
Oleh karena itu, meskipun suatu pengeluaran telah memenuhi
syarat adanya hubungan langsung dengan kegiatan usaha,
masih dimungkinkan Pajak Masukan tersebut tidak dapat
dikreditkan, yaitu apabila pengeluaran dimaksud tidak ada
kaitannya dengan penyerahan yang terutang Pajak
Pertambahan Nilai
52

Contoh Perhitungan
PT BUDI adalah PKP yang bergerak di bidang industri
tekstil, padal 16 Mei 2010 melakukan penjualan aktiva
berupa satu unit Truck yang semula untuk mengangkut
barang dagangan seharga Rp150.000.000,- kepada PT
PEMBELI BARANG BEKAS, Truck ini dibeli pada 17 Juni
2004 dengan harga Rp250.000.000,-.
Jawaban:
PPN terutang atas penyerahan aktiva yang menurut
tujuan semula tidak untuk diperjual belikan (Pasal 16D)
adalah
10% x Rp150.000.000 = Rp15.000.000
53

54

Subjek Pajak
Dalam Pasal 4, 16C dan 16D UU PPN
1984 dapat diketahui Subjek PPN
dikelompokan menjadi dua, yaitu:
1 Pengusaha Kena Pajak (PKP)
2 Bukan Pengusaha Kena Pajak (Non PKP)

55

Subjek Pajak

PKP
Pengusaha
Menyerahkan
BKP
(ps 4 huruf a)

Pengusaha
Menyerahkan
JKP
(Ps 4 huruf c)

NON PKP

Pengusaha
Mengimpor
Mengekspor
BKP
BKP, BKP TB & JKP(Ps 4 huruf b)
(Ps 4 huruf f,g & h)

Pengusaha
Menyerahkan
Aktiva tdk
untuk dijual
(Ps. 16D)

Membangun
Sendiri tidak dlm
Kegiatan Usaha
/Pekerjaan
Ps. 16C

Memanfaatkan
BKP TB/JKP
Dari Luar di dlm
daerah Pabean
(Ps. 4 huruf d dan e)

56

PENGUSAHA
Ps. 1 angka 14

ORANG PRIBADI

BADAN

DALAM KEGIATAN USAHA ATAU


PEKERJAANNYA
- MENGHASILKAN BARANG;
- MENGIMPOR BARANG;
- MENGEKSPOR BARANG;
- MELAKUKAN USAHA PERDAGANGAN;
- MELAKUKAN USAHA JASA;
- MEMANFAATKAN BARANG TIDAK BERWUJUD / JASA
DARI LUAR DAERAH PABEAN.
- EKSPOR JASA

57

PENGUSAHA KENA PAJAK


(PKP)
Ps. 1 angka 15

PENGUSAHA

YANG MELAKUKAN PENYERAHAN


BKP/JKP

YANG DIKENAKAN PAJAK BERDASARKAN UU PPN

58

Pengusaha Kecil
Pengusaha kecil tidak wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Namun diperbolehkan untuk menjadi PKP
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor
68/PMK.03/2010 adalah Pengusaha yang
menyerahkan BKP dan atau JKP tidak lebih
dari Rp. 600.000.000,00 Sejak 1 April 2010

59

12/18/2014

Pengusaha Kecil
PMK-68/PMK.03/2010
Peredaran Bruto
Dlm 1 th buku
tidak > Rp 600 jt

Pengusaha
Kecil

Wajib melaksanakan
seluruh Kwjbn PKP

Pengusaha
Menyerahkan
BKP/JKP

Dalam Bag. Th Buku


Peredaran Bruto
> Rp 600 jt

Dapat memilih utk


dikukuhkan mjd PKP

Wajib Lapor Usaha utk


Dikukuhkan Sbg PKP plg
Lambat Akhir bulan
berikutnya

PKP
diabaikan
Saat Pengukuhan adalah
Awal Bln Berikutnya setelah
Batas akhir pelaporan usaha

60

Kewajiban
Pengusaha Kena Pajak
Pasal 3A ayat (1) dan (2)

61

KEWAJIBAN PENGUSAHA MELAPORKAN USAHANYA


UNTUK DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP
Ps. 3 A ayat (1) dan (2)

Pengusaha yang melakukan :


Penyerahan Barang Kena Pajak Di Dalam Daerah Pabean.
Penyerahan Jasa Kena Pajak Di Dalam Daerah Pabean.
Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud.
Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
Ekspor Jasa Kena Pajak
TERMASUK PENGUSAHA KECIL YG MEMILIH

UNTUK DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP

MELAPORKAN USAHANYA UNTUK DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP

MEMUNGUT PPN / PPn BM YANG TERUTANG

I
B

MENYETORKAN PPN / PPn BM YANG TERUTANG

MELAPORKAN PPN / PPn BM YANG TERUTANG


62

Kewajiban Melaporkan Usaha Untuk


Dikukuhkan sebagai PKP
(Pasal 3A ayat 1 UU PPN 1984 jo Pasal 2 UU KUP)

Tidak
Lapor
Usaha

Paling lambat sebelum


Melakukan penyerahan
BKP/JKP

Denda
2% X DPP
Pasal 14 KUP

Pengusaha yg s.d suatu bulan dlm1th buku


Mencapai jml peredaran bruto >batas maks
Pengusaha Kecil
Paling lambat akhir bulan berikutnya
PMK-68/PMK.03/2010

Pengusaha Kecil

Dapat memilih untuk


Dikukuhkan menjadi PKP

Wajib
melaksanakan
Seluruh Kewajiban
PKP
63

KEWAJIBAN ORANG PRIBADI ATAU BADAN YANG MEMANFAATKAN


BKP TIDAK BERWUJUD DAN JKP DARI LUAR DAERAH PABEAN
Ps. 3A ayat (3)

ORANG PRIBADI ATAU BADAN YANG MEMANFAATKAN :


- BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD DARI LUAR DAERAH PABEAN;
- JASA KENA PAJAK DARI LUAR DAERH PABEAN
W
A
J

MEMUNGUT
MENYETOR, DAN

I
B

PPN
YG
TERUTANG

MELAPORKAN

PENGHITUNGAN & TATA CARANYA DIATUR DENGAN


KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN

64

Siklus Kewajiban PKP


di bidang PPN setiap bulan

3M
PKP
SPT Masa PPN

3. Melapor
Dengan lampiran SSP ke KPP
65

1. Berapa yang di pungut ?

1. Memungut
(jumlah, sarana & cara)

2. Apa Sarana pemungutan?

3. Bagaimana memungutnya?

1.

3M
Kewajiban
PKP

2.

2. Menyetor

Tarif x DPP

Faktur Pajak &


Nota Retur

Umum
Khusus

1. Berapa yang di hitung? PK # PM


2. Sarana, kapan dan cara penyetoran? SSP
3. Bagaimana kalau kelebihan bayar? Restitusi/kompensasi

3.

3. Melapor

Tata cara Pelaporan SPT PPN 1107


66

Cara mudah memahami penghitungan PPN


Penjualan/
Penyerahan
(1bulan)

Pembelian/
Perolehan
(1bulan)

Pajak Keluaran (PK)

200
Pajak Masukan (PM)
150
Hasil selisih; KB/LB/N =..
KB = kurang bayar ; PK> PM
LB = Lebih bayar ; PM> PK
N = Nihil PK= PM

68

HUBUNGAN ISTIMEWA
Ps. 2 ayat (1)

DALAM HAL HARGA JUAL/PENGGANTIAN LEBIH


RENDAH DARI HARGA PASAR WAJAR KARENA
PENGARUH HUBUNGAN ISTIMEWA
MAKA

HARGA JUAL ATAU PENGGANTIAN


SEBAGAI DPP DIHITUNG ATAS DASAR
HARGA PASAR WAJAR

PADA SAAT PENYERAHAN BKP/JKP


DILAKUKAN
69

HUBUNGAN ISTIMEWA DIANGGAP ADA DALAM HAL


Ps. 2 ayat (2)
HARGA JUAL ATAU PENGGANTIAN
YANG MENJADI DASAR PENGENAAN PAJAK
DITEKAN LEBIH RENDAH DARI
HARGA PASAR WAJAR

YANG DISEBABKAN OLEH :


1. FAKTOR KEPEMILIKAN ATAU PENYERTAAN LANGSUNG ATAU
TIDAK LANGSUNG SEBESAR 25% ATAU LEBIH PADA PENGUSAHA LAINNYA,
ATAU HUBUNGAN ANTARA PENGUSAHA DENGAN PENYERTAAN 25% ATAU \
LEBIH PADA DUA PENGUSAHA ATAU LEBIH DEMIKAINAN PULA DENGAN
HUBUNGAN TERSEBUT

2. FAKTOR PENGUASAAN MELALUI MANAJEMEN ATAU


PENGGUNAAN TEKNOLOGI
3. FAKTOR HUBUNGAN KELUARGA, SEDARAH DAN SEMENDA DALAM
GARIS KETURUNAN LURUS SATU DERAJAT DAN/ATAU
KESAMPING SATU DERAJAT
70

CONTOH FAKTOR
KEPEMILIKAN / PENYERTAAN
(DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA)
PENYERTAAN
LANGSUNG (PL)

PT A

PT D

> 25 %

P
L
P
T
L

> 50 %

PT B
P
L

P
T
L
P
T
L

> 50 %

PT C
PTL = PENYERTAAN TIDAK LANGSUNG

71

CONTOH FAKTOR
PENGUASAAN MANAJEMEN
DAN TEKNOLOGI
(DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA)

APABILA LEBIH DARI SATU ATAU BEBERAPA


PERUSAHAAN BERADA DI BAWAH PENGUASAAN
PENGUSAHA YANG SAMA DALAM BIDANG
MANAJEMEN DAN TEKNOLOGI, MAKA DIANGGAP
ADA HUBUNGAN ISTIMEWA

CONTOH :
- PT. A SELAKU PERUSAHAAN REAL ESTAT E
MENEMPATKAN TENAGA AHLI PEMASARANNYA
PADA PT. B YANG JUGA PERUSAHAAN REAL ESTATE.
- ANTARA PT. A DENGAN PT. B DIANGGAP TELAH
TERJADI HUBUNGAN ISTIMEWA
72

CONTOH FAKTOR
HUBUNGAN KELUARGA
(DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA)

SEMENDA

SEDARAH

SAUDARA
KANDUNG

10

KE
SAM
PING

AYAH
+
IBU

MERTUA
PKP

10 KE ATAS

10 KE ATAS
10

PKP + ISTRI
10 KE BAWAH

ANAK
KANDUNG
SEDARAH

KE
SAM
PING

IPAR PKP

10 KE BAWAH
ANAK
TIRI PKP
SEMENDA
73

RINGKASAN
PENYERAHAN PPN
BKP/JKP
SIAPAPUN

PKP
PPN
BKP/JKP

SIAPAPUN

NONPKP

PPN
74

RINGKASAN
PENYERAHAN PPN

PKP
/NONPKP

NONBKP/NON
JKP
SIAPAPUN

PPN

75

Pasal 11 dan 12 UU PPN 1984

76

Saat Pajak Terutang


Penyerahan BKP
Penyerahan JKP

Pajak Terutang
Pada Saat
(Ps 11 UU PPN jo Ps 13 PP
143/2000)

Impor BKP
Pemanfaatan BKP TB/JKP
dari Luar daerah Pabean, di
dlm daerah Pabean
Ekspor BKP, BKP TB dan JKP
Pada saat Pembayaran, dalam
hal pembayaran diterima sblm
penyerahan/pemanfaatan
Yang ditetapkan oleh

77

Prinsip akrual
artinya terutangnya pajak terjadi pada saat
penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak meskipun pembayaran atas penyerahan
tersebut belum diterima atau belum sepenuhnya
diterima atau pada saat impor Barang Kena
Pajak.
Saat terutangnya pajak untuk transaksi yang
dilakukan melalui electronic commerce tunduk
pada ketentuan ini.

78

1. Saat Pembayaran
Dalam
hal
pembayaran
diterima
sebelum penyerahan Barang Kena
Pajak, sebelum penyerahan Jasa Kena
Pajak, sebelum dimulainya pemanfaatan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari
luar Daerah Pabean, atau sebelum
dimulainya pemanfaatan Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya
pajak adalah saat pembayaran.
79

2. Saat Lain.
Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat
lain sebagai saat terutangnya pajak dalam hal
saat terutangnya pajak sukar ditetapkan atau
terjadi perubahan ketentuan yang dapat
menimbulkan ketidakadilan.
Kep-428/PJ./2002 Tentang Saat Terutangnya
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas
Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong
Mewah Dari Pusat Ke Cabang Atau Sebaliknya
Dan Penyerahan Barang Kena Pajak Yang
Tergolong Mewah Antar Cabang.
80

3. Saat Pemanfaatan
Dalam hal orang pribadi atau badan
memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean atau memanfaatkan Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean, terutangnya pajak
terjadi pada saat orang pribadi atau badan
tersebut mulai memanfaatkan Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena
Pajak tersebut di dalam Daerah Pabean.
81

Berdasarkan PMK Nomor 40/PMK.03/2010 Saat


dimulainya pemanfaatan BKP TB dan JKP dari
Luar daerah Peban di dalam derah pabean adalah:
1)
2)
3)
4)

saat BKP tidak berwujud dan/atau JKP tersebut secara


nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkannya;
saat harga perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud
dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut dinyatakan sebagai
utang oleh pihak yang memanfaatkannya;
saat harga jual Barang Kena Pajak tidak berwujud
dan/atau penggantian Jasa Kena Pajak tersebut ditagih
oleh pihak yang menyerahkannya; atau
saat harga perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud
dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut dibayar baik
sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang
memanfaatkannya.

Apabila hal diatas tidak diketahui,


dimulainya pemanfaatan adalah pada
tanggal
ditandatanganinya kontrak
perjanjian atau saat lain yang ditetapkan

saat
saat
atau
oleh

82

Tempat PPN Terutang


(Pasal 12)

a.
b.
c.
d.

e.

f.

Tempat tinggal atau tempat kedudukan.


Tempat kegiatan usaha dilakukan.
Tempat BKP dimasukkan dalam hal Impor.
Tempat orang pribadi dan/atau badan terdaftar
sebagai WP dalam hal pemanfaatan BKP Tidak
berwujud dan/atau JKP dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean.
Tempat lain selain tempat tinggal atau tempat
kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha
dilakukan yang diatur dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak.
Atas pemberitahuan secara tertulis dari PKP, Direktur
Jenderal Pajak dapat menetapkan 1 (satu) tempat
atau lebih sebagai tempat pajak terutang.
83

12/18/2014

Tempat Lain

SE-27/PJ./2010 joPER-4/PJ./2010

a. Bagi Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi, Pajak Pertambahan


Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah terutang di tempat tinggal dan/atau tempat
kegiatan usaha atau tempat lain.
b. Bagi Pengusaha Kena Pajak Badan, Pajak Pertambahan Nilai
atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah terutang di tempat kedudukan dan tempat kegiatan
usaha atau tempat lain.
c. Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1) yang mempunyai tempat tinggal tidak
sama dengan tempat kegiatan usahanya, dikukuhkan dan
terutang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah hanya di tempat kegiatan usahanya, sepanjang
Pengusaha Kena Pajak tersebut tidak melakukan kegiatan
usaha apapun di tempat tinggalnya.
84

Pemusatan PPN
Terutang
Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor 19/PJ/2010 tentang
Penetapan Satu Tempat Atau Lebih
Sebagai Tempat Pajak
Pertambahan Nilai Terutang

85

Cara Menghitung Pajak,


Tarif PPN dan PPnBM
(Pasal 7 dan 8)

dan
Dasar Pengenaan Pajak
Pasal 1 angka 17 UU PPN

86

Cara Menghitung
Pajak
PPN dan PPnBM yang terutang dihitung
dengan cara mengalikan tarif pajak
dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Tarif x Dasar Pengenaan Pajak

87

Tarif PPN dan PPn BM


Pasal 7&8 UU PPN 1984

Tarif PPN adalah 10%


Tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0%
Dengan Peraturan Pemerintah, tarif

PPN dapat diubah menjadi:


- serendah-rendahnya 5% dan
- setinggi-tingginya 15%
Tarif PPnBM adalah 10 %s.d 200%
Tarif PPnBM atas ekspor BKP adalah 0%
88

12/18/2014

88

Dasar Pengenaan Pajak


Pasal 1 angka 17 UU PPN

Harga Jual
Penggantian
Nilai Impor
Nilai Ekspor

Nilai lain
89

Dasar Pengenaan Pajak


Pasal 1 angka 17

Harga Jual: Nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau

seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP [tidak termasuk PPN]
dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. Ps 1 angka 18
Penggantian: nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor
Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini
dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang
yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Ps 1 angka 19

Yang termasuk semua biaya antara lain biaya pengangkutan, biaya asuransi, biaya
bantuan teknik, biaya pemeliharaan, biaya pengiriman, biaya garansi jika tidak
dibayar akan menghambat kelancaran penyerahan BKP atau JKP

12/18/2014

90

90

Dasar Pengenaan Pajak

Nilai Impor = nilai berupa uang yang menjadi dasar


perhitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yg
dikenakan berdasarkan ketentuan dlm perUU Pabean untuk
impor BKP tidak termasuk PPN, Ps 1 angka 20
Nilai Impor = Cost, Insurance, Dan Freight (CIF) + Bea Masuk + Bea Masuk Tambahan

Nilai Ekspor = Nilai berupa uang, termasuk biaya yang


diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. Ps 1 ang 26
DPP =Nilai yang tercantum dalam dokumen PEB yg difiat
muat oleh DJBC
Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan
91

DPP Nilai lain

(PMK No-75/PMK.03/2010 Per 1 April 2010)

Untuk
pemakaian Harga
Jual
atau
sendiri Barang Kena
Penggantian setelah
Pajak dan/atau Jasa
dikurangi laba kotor
Kena Pajak
Untuk
pemberian Harga
Jual
atau
cuma-cuma Barang
Penggantian setelah
Kena Pajak dan/atau
dikurangi laba kotor
Jasa Kena Pajak
Untuk
penyerahan perkiraan harga jual
media rekaman suara
rata-rata
atau gambar

Nilai Lain ditetapkan:


(continued)
Untuk
penyerahan perkiraan hasil ratafilm cerita
rata per judul film;
Untuk
penyerahan harga yang disepakati
Barang Kena Pajak
antara
pedagang
melalui
pedagang
perantara
dengan
perantara
pembeli
Untuk
penyerahan sebesar harga jual
produk
hasil
eceran;
tembakau

Nilai Lain ditetapkan:


(continued)
Untuk Barang Kena Pajak
berupa persediaan dan/atau
aktiva yang menurut tujuan
semula
tidak
untuk
diperjualbelikan, yang masih
tersisa pada saat pembubaran
perusahaan
Untuk penyerahan Barang
Kena Pajak dari Pusat ke
Cabang
atau
sebaliknya
dan/atau penyerahan Barang
Kena Pajak antar cabang

harga pasar wajar

harga pokok penjualan atau


harga perolehan;

Nilai Lain ditetapkan:


(continued)
Untuk
penyerahan
Barang
Kena
Pajak
melalui juru lelang
Untuk penyerahan jasa
pengiriman paket
untuk penyerahan jasa
biro perjalanan atau jasa
biro pariwisata

harga lelang
10 % (sepuluh persen)
dari jumlah yang ditagih
atau
jumlah
yang
seharusnya ditagih
adalah 10% (sepuluh
persen)
dari
jumlah
tagihan atau jumlah
yang
seharusnya
ditagih.

Pajak Masukan
Penyerahan jasa yang dilakukan oleh:
Pengusaha biro perjalanan dan biro pariwisata
Penyerahan jasa pegiriman paket

Tidak Dapat Dikreditkan


Bagi PKP yang menyerahkan Jasa tersebut
PPN yang dibayar telah diperhitungkan dengan
Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP
96

PPN
dikenakan atas
Penyerahan BKP/JKP
Impor BKP
Pemanfaatan BKP tidak berwujud/JKP
dari luar Daerah Pabean
Kegiatan membangun sendiri
Penyerahan aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan

12/18/2014

EKSPOR BKP/
BKP TB /
JKP

DENGAN TARIF

DENGAN TARIF

10% x DPP

0% x DPP

97

Contoh Soal
1. Pada tahun 2011, PT. A membangun gudang untuk penyimpanan dokumen
seluas 200 m2. Kegiatan ini diserahkan kepada PT. Adhi Karya selaku PKP Jasa
Konstruksi.
2. Restoran Enak tenan yang ada di Hotel Pasti Nyaman menyediakan
makanan/minuman kepada peserta lokakarya pajak yang diselenggarakan oleh
Pusat Pengambangan Pendidikan XZY.
3. Budi (Pengusaha Katering) menyerahkan jasa Katering.
4. PT Pos Indonesia menyerahkan jasa pengiriman dokumen.
5. PT Total Indonesia adalah Pengusaha Konstruksi, Pada 3 April 2010
membangun ruangan kantornya seluas 400 M2.
6. Ahmad seorang pegawai perusahaan swasta ternama di Jakarta, dia sedang
membangun rumah seluas 350 M2 dengan dilakukan sendiri, memakai beberapa
tukang dan diawasi sendiri.
7. PT. Suka Ekspor (PKP) mengekspor ke Thailand berupa Beras, Jagung, Sagu,
Minyak Kelapa, Gula, dan Kopi Bubuk.
8. Bank BRI menyerahkan jasa anjak piutang kepada nasabahnya.
98
9 KFC Indonesia memanfaatkan merk dagang KFC Amerika

FAKTUR PAJAK
Pasal 1 angka 23 dan Pasal 13

dan

NOTA RETUR

99

FAKTUR PAJAK
Ps. 1 angka 23

BUKTI PUNGUTAN PAJAK YG


DIBUAT OLEH :

PKP
KARENA

PENYERAHAN
BKP/JKP
100

101

FAKTUR PAJAK

102

Dokumen Tertentu Sebagai Faktur Pajak


(Per Dirjen Nomor PER-10 /PJ/2010 jo PER-67/PJ./2010 )
1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

9.

10.
11.
12.
13.

Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat yang
berwenang dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut;
Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh BULOG/DOLOG untuk
penyaluran tepung terigu;
Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat dikeluarkan oleh PERTAMINA untuk penyerahan
Bahan Bakar Minyak dan/atau bukan Bahan Bakar Minyak;
Bukti tagihan atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi;
Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill, atau Delivery Bill, yang dibuat/dikeluarkan untuk
penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;
Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan;
Bukti tagihan atas penyerahan listrik oleh perusahaan listrik;
Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang dilampiri dengan
invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor Jasa
Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, untuk ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud;
Pemberitahuan impor Barang (PIB) dan dilampiri dengan Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pabean,
Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk impor Barang Kena
Pajak; dan
Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena
Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dan luar Daerah Pabean;
Bukti tagihan atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh perusahaan air minum;
Bukti tagihan (Trading Confirmation) atas penyerahan JKP oleh perusahaan perantara efek;
103
Bukti tagihan atas penyerahan JKP oleh Perbankan

PMK-65/PMK.03/2010

Nota Retur

Pasal 5A UU PPN 1984


PMK-65/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengurangan
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah Untuk Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak
yang Dikembalikan
Nota Retur dibuat apabila PKP pembeli mengembalikan
BKP/JKP.
Fungsi Nota Retur Bagi pengembalian BKP mengurangi:

Nota Retur harus dibuat dalam Masa Pajak yang sama


dengan Masa Pajak terjadinya pengembalian Barang
Kena Pajak.

12/18/2014

104

Pengkreditan Pajak Masukan


Pasal 9 UU PPN

105

Pengkreditan Pajak Masukan (PM)


(Pasal 9 UU PPN)

PKP berhak mengkreditkan Pajak Masukan


PM dapat dikreditkan pada Masa Pajak yang
sama atau Masa Pajak yang tidak sama.
Pengkreditan Masa Tidak Sama (MTS) paling
lambat pada bulan ketiga setelah Masa Pajak
berakhir, syarat:
PM belum dibebankan sebagai biaya
Belum diperiksa, kec. Telah dicatat dlm
pembukuan PKP
Pengkreditan pada Masa Pajak lebih dari
bulan
ketiga
diperbolehkan
dengan
mekanisme pembetulan SPT Masa
12/18/2014

106

PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN


Ps. 9 ayat (2), (2a), (2b), (3), (4) dan (4a)

PM DIKREDITKAN DG PK
UNTUK MASA PAJAK YG SAMA
Ps. 9 (2)
PK > PM
SELISIH DIBAYAR
OLEH PKP
Ps. 9 (3)

PK < PM
SELISIH LB DIKOMPENSASI
KE MASA PAJAKBERIKUTNYA
Ps. 9 (4)
SELISIH LB DAPAT DIRETISTUSI
PADA AKHIR THAN BUKU
Ps. 9 (4a)

BAGI PKP YANG BELUM BERPRODUKSI SHG BELUM MELAKUKAN PENYERAHAN


TERUTANG PAJAK, PAJAK MASUKAN ATAS PEROLEHAN DAN/ATAU IMPOR BARANG
MODAL DAPAT DIKREDITKAN Ps. 9 ayat (2a)

Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur


107
Pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9).

YANG DAPAT MELAKUKAN


RESTITUSI SETIAP MASA
a. PKP yang melakukan ekspor BKP Berwujud
b. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau
penyerahan
JKP
kepada
Pemungut
Pajak
Pertambahan Nilai;
c. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau
penyerahan JKP yang Pajak Pertambahan Nilainya
tidak dipungut;
d. PKP yang melakukan ekspor BKP Tidak Berwujud;
e. PKP yang melakukan ekspor JKP; dan/atau
f. PKP dalam tahap belum berproduksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2a).

PAJAK MASUKAN
Ps. 1 angka 24

PPN YG SEHARUSNYA SUDAH


DIBAYAR OLEH PKP

KARENA

PEROLEHAN BKP
PENERIMAAN JKP
PEMANFAATAN BKP
TIDAK BERWUJUD
PEMANFAATAN JKP

D
A
R
I

LUAR
DAERAH
PABEAN

IMPOR BKP
109

PAJAK KELUARAN
Ps. 1 angka 25

PPN YANG TERUTANG YANG WAJIB


DIPUNGUT OLEH PKP
KARENA

PENYERAHAN BKP / JKP, ATAU KARENA EKSPOR BKP BERWUJUD,


EKSPOR BKP TIDAK BERWUJUD, DAN/ATAU
EKSPOR JASA KENA PAJAK.
110

PM TIDAK DAPAT DIKREDITKAN


(PMK -75/KMK.03/2010)

PAJAK MASUKAN YANG BERKENAAN


DENGAN PENYERAHAN :
JASA BIRO PERJALANAN ATAU
JASA BIRO PARIWISATA
JASA PENGIRIMAN PAKET

PM sehub dg penyerahan tersebut diatas tidak


dapat dikreditkan karena dalam nilai lain telah
diperhitungkan PM atas perolehan BKP/JKP
dalam rangka usaha tersebut diatas

Bagi Customer
DAPAT
dikreditkan

PM TIDAK DAPAT DIKREDITKAN


Ps. 9 ayat (8)
ATAS

UNTUK :

PENGELUARAN
PEROLEHAN BKP/JKP SEBELUM PENGUSAHA DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP

PEROLEHAN BKP/JKP YG TDK MEMPUNYAI HUBUNGAN LANGSUNG DG KEGIATAN USAHA


PEROLEHAN & PEMELIHARAAN KENDARAAN BERMOTOR SEDAN dan STATION WAGON
KECUALI MERUPAKAN BARANG DAGANGAN ATAU DISEWAKAN

PEMANFAATAN BKP TDK BERWUJUD ATAU PEMANFAATAN JKP DARI LUAR DAERAH
PABEAN SEBELUM PENGUSAHA DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP
PEROLEHAN BKP/JKP YANG FAKTUR PAJAKNYA TIDAK MEMENUHI
KETENTUAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DLM PASAL 13 (5) ATAU AYAT (9)
ATAU TIDAK MENCANTUMKAN NAMA, ALAMAT, DAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK
PEMBELI BARANG KENA PAJAK ATAU PENERIMA JASA KENA PAJAK
PEMANFAATAN BKP TDK BERWUJUD ATAU PEMANFAATAN JKP
DARI LUAR DAERAH PABEAN YG FAKTUR PAJAKNYA TDK
MEMENUHI KETENTUAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DLM PASAL 13 (6)
PEROLEHAN BKP/JKP YG PM-NYA DITAGIH DG PENERBITAN KETETAPAN PAJAK
PEROLEHAN BKP/JKP YG PM-NYA TDK DILAPORKAN
DLM SPT MASA PPN YG DIKETEMUKAN PADA WAKTUDILAKUKAN PEMERIKSAAN

PEROLEHAN BKP SELAIN BARANG MODAL ATAU JKP SEBELUM PKP


BERPRODUKSI SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT (2A)

PM TIDAK DAPAT DIKREDITKAN


Ps. 9 ayat (8)
1. Perolehan BKP dan/atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
contoh pengusaha A melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal
3 januari 2010. Pengukuhan sebagai PKP diberikan pada tanggal 5 januari 2010 dan
berlaku surut sejak 3 januari 2010. Pajak masukan sehubungan dengan perolehan BKP
atau JKP sebelum 3 januari 2010 tidak dapat dikreditkan
2. Perolehan BKP dan/atau JKP yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan
usaha
contoh : PPN yang dibayar kepada pemborong atas pembangunan rumah dinas untuk
direksi.
3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, station wagon, kecuali
merupakan barang dagangan atau disewakan ;
Contoh : PPN yang dibayar kepada bengkel atas perbaikan sedan yang digunakan
sebagai mobil dinas direksi.
4. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean
sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP ;
contoh : PT Ardi mentrasfer royalti kepada perusahaan di Perancis atas pemanfaatan
hak menggunakan merek dagang yang dilakukan oleh PT Ardi. Apabila ketika
mentransfer royalti tersebut dilakukan sebelum PT Ardi dikukuhkan sebagai PKP, maka
PPN yang dibayar tersebut merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.

5.. Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (5) ;
Contoh : Karena ada coretan untuk membetulkan kesalahan tulis dalam Faktur Pajak
yang diterima oleh PT Perbawa, maka Faktur Pajak ini tergolong sebagai Faktur Pajak
yang cacat sehingga Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan.
6. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean
yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 13 ayat (6)
Contoh : PT Armando yang sudah dikukuhkan sebagai PKP mentransfer fee atas jasa
pemasaran yang diterima dari pengusaha di Taiwan. PPN yang terutang dibayar ke bank
persepsi menggunakan SSP. Dalam SSP ini PT Armando lupa mencantumkan NPWPnya, sehingga PPN yang tercantum dalam SSP ini tidak dapat dikreditkan karena tidak
mememenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (6) UU PPN 1984

Lanjutan..
8. Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya ditagih dengan
penerbitan ketetapan pajak
Contoh : Dalam contoh sub 7) tersebut, dalam hal PT Armando tidak
membayar ke kas negara PPN yang terutang, maka PPN tersebut akan
ditagih menggunakan surat ketetapan pajak. PPN yang ditagih dengan surat
ketetapan pajak ini, tidak dapat dikreditkan oleh PT Armando
9. Perolehan BKP dan atau perolehan JKP yang atas penyerahannya
dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 16B ayat (3) UU PPN 1984)
Contoh : ketika PT sastra selaku PKP penerbit menyerahkan buku pelajaran
kepada pembeli dibebaskan dari pengenaan PPN, maka pajak masukan
yang terkait tidak dapat dikreditkan.

10. Perolehan BKP Atau JKP Yang Pajak Masukannya Tidak Dilaporkan
Dalam SPT Masa PPN, Yang Diketemukan Pada Waktu Dilakukan
Pemeriksaan.

FP 27/12/2007

116

PM YANG DAPAT DIKREDITKAN


TETAPI BELUM DIKREDITKAN DG PK
PADA MASA PAJAK YG SAMA
Ps. 9 ayat (9)

DAPAT DIKREDITKAN
PADA MASA PAJAK
BERIKUTNYA
SEPANJANG PM TSB. BELUM DIBEBANKAN
SBG BIAYA ATAU BELUM DIKAPITALISASIKAN
DGN HARGA PEROLEHAN BKP/JKP YBS.
& BELUM DILAKUKAN PEMERIKSAAN
SELAMBAT-LAMBATNYA
TIGA BULAN SETELAH
BERAKHIRNYA
MASA PAJAK

APABILA JANGKA
WAKTU
TSB. DILAMPAUI

PENGKREDITAN PM DAPAT DILAKUKAN


MELALUI PEMBETULAN SPT MASA PPN YBS

Contoh Ps. 9(9) UU PPN 1984


Pengkreditan Masa Tidak Sama
Pajak Masukan dalam Faktur Pajak tertanggal 30 November 2006 belum
dikreditkan dalam (SPT Masa PPN) Masa Pajak November 2006, dapat
dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam (SPT Masa PPN) Masa Pajak
Desember 2006 atau Januari 2007, atau yang terakhir Februari 2007.

118

Pajak Masukan dapat dikreditkan dengan cara


melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang
bersangkutan.
Apabila PKP Pembeli atau Penerima Jasa baru menerima Faktur Pajak ini
setelah tanggal 22 Februari 2007, berarti sudah melampaui 3 bulan setelah
akhir Masa Pajak November 2006, maka pengreditan tetap dapat dilakukan
dengan cara pembetulan SPT Masa PPN November 2006

PEDOMAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN


BAGI PKP YG MEMPUNYAI PEREDARAN USAHA
JUMLAH TERTENTU (Deemed Pajak Masukan)
(Ps. 9(7) UU PPN 1984 Jo PMK-74 /PMK.03/2010)

Bagi PKP yang menggunakan Norma Penghitungan


Penghasilan Neto (NPPN):
PKP dengan Peredaran Bruto (Omzet) 1 tahun tidak
lebih dari 1,8 Miliar
Sesuai dgn PMK-74/PMK.03/2010 digunakan Norma
Sbb:
- Untuk Penyerahan Barang Kena Pajak
PM = 70% x Pajak Keluaran Kurang Bayar 3%
- Untuk penyerahan Jasa Kena Pajak
PM = 60% x Pajak Keluaran Kurang Bayar 4 %
Pajak Keluaran (PK) = 10% x Dasar Pengenaan Pajak
Dasar Pengenaan Pajak adalah Jumlah Peredaran
Usaha
120

12/18/2014

BESARNYA PAJAK MASUKAN YANG DAPAT DIKREDITKAN


OLEH PKP YG MEMPUNYAI PEREDARAN USAHA
JUMLAH TERTENTU DIHITUNG DENGAN MENGGUNAKAN
PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
(Ps. 9(7) UU PPN 1984 Jo PMK-74/PMK.03/2010)

PKP
MENGGUNAKAN
NORMA
PENGHITUNGAN
PENGHASILAN NETO

PM =70% X PK
(Utk. Penyerahan BKP)
PEDOMAN
PENGKREDITRAN
PAJAK MASUKAN
(78/KMK.03/2010)

PM =60% X PK
(Utk. Penyerahan JKP)

TIDAK
MENGGUNAKAN NORMA
PENGHITUNGAN
PENGHASILAN
NETTO

PEDOMAN
PENGKREDITAN PM
TIDAK BERLAKU

MEKANISME BIASA

PK - PM

BESARNYA PAJAK MASUKAN YANG DAPAT DIKREDITKAN


OLEH PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN KEGIATAN
USAHA TERTENTU DIHITUNG DENGAN MENGGUNAKAN
PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
(Ps. 9(7a) UU PPN 1984 Jo PMK-79/PMK.03/2010)

Bagi PKP kegiatan tertentu yang melakukan


penyerahan:
a. Kendaraan Bermotor Bekas secara eceran;
b. Emas Perhiasan secara eceran
Sesuai
dgn
PMK-78/PMK.03/2010
digunakan
Pedoman Pengkreditam PM adalah Sbb:
- Untuk Penyerahan Kedaraan Bermotor Bekas
PM = 90% x Pajak Keluaran Kurang Bayar 1%
- Untuk penyerahan Emas Perhiasan
PM = 80% x Pajak Keluaran Kurang Bayar 2%
Pajak Keluaran (PK) = 10% x Dasar Pengenaan Pajak
Dasar Pengenaan Pajak adalah Jumlah Peredaran
Usaha

122

PMK-78/PMK.03/2010
TENTANG
PEDOMAN PENGHITUNGAN
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI
PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN
PENYERAHAN YANG TERUTANG PAJAK DAN
PENYERAHAN YANG TIDAK TERUTANG
PAJAK
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal 1 April 2010.

123

Pengusaha Kena Pajak yang


melakukan kegiatan:
1. usaha terpadu (integrated), terdiri dari:
a. unit atau kegiatan yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak;
dan
b. unit atau kegiatan lain yang melakukan Penyerahan yang Tidak
Terutang Pajak;

2. usaha yang atas penyerahannya terutang pajak dan yang


tidak terutang pajak;
3. usaha untuk menghasilkan, memperdagangkan barang, dan
usaha jasa yang atas penyerahannya terutang pajak dan
yang tidak terutang pajak; atau
4. usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang pajak
dan sebagian lainnya tidak terutang pajak,
sedangkan Pajak Masukan untuk Penyerahan yang Terutang
Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan untuk Penyerahan yang
Terutang Pajak dihitung dengan menggunakan pedoman
penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
124

Pengkreditan PM pada saat


Perolehan BKP/JKP
PKP yang melakukan kegiatan usaha yang penyerahannya terutang pajak
& tidak terutang pajak, sedangkan PM untuk Penyerahan yang Terutang
Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah PM yang dapat
dikreditkan dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan, yaitu:

P = PM x Z
dengan ketentuan:
P
jumlah PM yang dapat dikreditkan;
PM jumlah PM atas perolehan BKP dan/atau JKP;
Z
persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang
Terutang Pajak terhadap penyerahan seluruhnya.

Penghitungan Kembali Pajak Masukan Yang


Dapat Dikreditkan

3. Muatan Pasal

Dilakukan setiap tahun (sesuai masa manfaat), diperhitungkan


dengan PM yang dapat dikreditkan pada suatu Masa Pajak paling
lama pada bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku, dg rumus:

a. P = (PM/T) x Z, u/ BKP & JKP yang masa manfaatnya > 1 tahun.


b. P = PM x Z, u/ BKP & JKP yang masa manfaatnya < 1 tahun.
dengan ketentuan:
P adalah jumlah PM yang dapat dikreditkan dalam 1 (satu) tahun buku;
PM adalah jumlah PM atas perolehan BKP dan/atau JKP.
T adalah masa manfaat BKP dan/atau JKP yang ditentukan sebagai berikut:
- untuk BKP berupa tanah dan bangunan adalah 10 (sepuluh) tahun;
- untuk BKP, selain tanah dan bangunan, dan JKP adalah 4 (empat) tahun;
Z' adalah persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang
Pajak terhadap seluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku;

KETENTUAN PENTING
Pasal 5
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dari hasil penghitungan
kembali
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
4,
diperhitungkan dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
pada suatu Masa Pajak, paling lama pada bulan ketiga
setelah berakhirnya tahun buku.
Pasal 6
Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 tidak perlu
dilakukan dalam hal masa manfaat Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2) huruf a telah berakhir.

127

Contoh Penghitungan
PKP bergerak di bidang perkebunan jagung dan pabrik minyak
jagung.
APRIL 2011
April 2011, PKP membeli truk dengan harga Rp200 juta
(PPN Rp20 juta).
Masa manfaat truk sebenarnya 5 tahun, tetapi untuk tujuan
penghitungan PM berdasarkan PMK ini ditetapkan 4 tahun.
Diperkirakan persentase rata-rata jumlah penyerahan yang
terutang pajak terhadap seluruh penyerahan adalah 70%.
PM yang dapat dikreditkan dalam SPT Masa PPN Masa
April 2011: Rp20 juta x 70% = Rp14 juta
Cont.

Contoh Penghitungan (Thn ke-I)


MARET 2012
Total peredaran usaha tahun 2011 : Rp100 miliar, terdiri dari penjualan jagung :
Rp40 miliar dan penjualan minyak jagung : Rp60 miliar.
Penghitungan kembali PM yang dapat dikreditkan atas perolehan truk selama
tahun buku 2011 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2012 adalah:
Rp60 miliar
x
Rp20 juta
=
Rp3 juta
Rp100 miliar
4
PM atas perolehan truk yang telah dikreditkan untuk tiap tahun buku sesuai
masa manfaat truk tersebut adalah (Rp14 juta / 4) = Rp 3,5 juta

Jadi PM yang harus diperhitungkan kembali (mengurangi PM untuk Masa Pajak


Maret 2012) adalah sebesar Rp3,5 juta Rp3 juta = Rp500 ribu

Penghitungan kembali Pajak Masukan seperti perhitungan di atas dilakukan


setiap tahun sampai dengan masa manfaat truk berakhir.
Cont.

Contoh Penghitungan (Thn ke-II)


MARET 2013
Total peredaran usaha tahun 2012 : Rp100 miliar, terdiri dari penjualan jagung :
Rp10 miliar dan penjualan minyak jagung : Rp90 miliar.

Penghitungan kembali PM yang dapat dikreditkan atas perolehan truk selama


tahun buku 2012 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2013 adalah:
Rp90 miliar
x
Rp20 juta
=
Rp4,5 juta
Rp100 miliar
4

PM atas perolehan truk yang telah dikreditkan untuk tiap tahun buku sesuai
masa manfaat truk tersebut adalah (Rp14 juta / 4) = Rp 3,5 juta

Jadi PM yang harus diperhitungkan kembali (menambah PM untuk Masa Pajak


Maret 2013) adalah sebesar Rp4,5 juta Rp3,5 juta = Rp1 juta

Cont.

Contoh Penghitungan (Thn ke-III)


MARET 2014
Total peredaran usaha tahun 2013 : Rp100 miliar, terdiri dari penjualan jagung :
Rp30 miliar dan penjualan minyak jagung : Rp70 miliar.

Penghitungan kembali PM yang dapat dikreditkan atas perolehan truk selama


tahun buku 2013 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2014 adalah:
Rp70 miliar
x
Rp20 juta
=
Rp3,5 juta
Rp100 miliar
4

PM atas perolehan truk yang telah dikreditkan untuk tiap tahun buku sesuai
masa manfaat truk tersebut adalah (Rp14 juta / 4) = Rp 3,5 juta

Jadi PM yang harus diperhitungkan kembali adalah:


Rp3,5 juta Rp3,5 juta = Rp 0

Cont.

Contoh Penghitungan (Thn ke-IV)


MARET 2015
Total peredaran usaha tahun 2014 : Rp100 miliar, terdiri dari penjualan jagung :
Rp50 miliar dan penjualan minyak jagung : Rp50 miliar.

Penghitungan kembali PM yang dapat dikreditkan atas perolehan truk selama


tahun buku 2014 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2015 adalah:
Rp50 miliar
x
Rp20 juta
=
Rp2,5 juta
Rp100 miliar
4

PM atas perolehan truk yang telah dikreditkan untuk tiap tahun buku sesuai
masa manfaat truk tersebut adalah (Rp14 juta / 4) = Rp 3,5 juta

Jadi PM yang harus diperhitungkan kembali (mengurangi PM untuk Masa Pajak


Maret 2015) adalah sebesar Rp3,5 juta Rp2,5 juta = Rp 1 juta

Penghitungan PM sebagaimana perhitungan di atas tidak perlu lagi dilakukan


pada tahun 2016.

Pedoman Penghitungan PM yang


lain
Pedoman penghitungan pengkreditan Pajak
Masukan berdasarkan PMK ini tidak berlaku bagi
PKP yang telah ditetapkan untuk menggunakan
pedoman penghitungan pengkreditan Pajak
Masukan sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (7) dan
ayat (7a) UU PPN.

134

PEMUNGUT PPN
Ps. 1 angka 27

- BENDAHARAWAN PEMERINTAH;
- BADAN;
- INSTANSI PEMERINTAH.
YANG DITUNJUK OLEH MENTERI KEUANGAN
UNTUK

MEMUNGUT
MENYETOR
MELAPORKAN

PAJAK YG TERUTANG
OLEH PKP ATAS
PENYERAHAN BKP/
JKP KEPADA
PEMUNGUT PPN
135

Pemungut PPN
(Pasal 16A UU PPN)
Pemungut (Wapu PPN) menurut KMK Nomor
563/KMK.03/2003 adalah:
- Bendaharawan pemerintah (pusat/Daerah);
- Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara

(KPPN)

Sejak 1 Januari 2004


Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Migas
selaku
Pemungut
PPN
menurut
PMK
73/PMK.03/2010 yang meliputi Kontraktor Kontrak Bagi
Hasil dan Kontrak Karya di bidang Minyak, Gas Bumi, Panas
Bumi, dan Pertambangan Umum lainnya sejak 1 April

2010 (sebelumnya PMK-11/PMK.03/2005)


12/18/2014

136 136

PMK-73/PMK.03/2010

137

Pemungut Tidak memungut PPN


1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.
8.

Pembayaran yang jumlahnya tidak lebih dari Rp. 1 juta


termasuk PPN/PPnBMbendaharawan&KPPN
Pembayaran yang jumlahnya tidak lebih dari Rp. 10 juta
termasuk PPN/PPnBMKontraktor
Pembayaran untuk pembebasan tanah kecuali
pembayaran atas penyerahan tanaholeh real estate atau
industrial estate;
Pembayaran atas penyerahan BKP/JKP yang dapat
fasilitas dibebaskan/tidak dipungut;
Pembayaran untuk penyerahan BBM dan bukan BBM
oleh Pertamina;
Pembayaran atas rekening telepon kepada PT. Telkom
atau perusahaan telekomunikasi lainnya;
Pembayaran untuk jasa angkutan udara yang diserahkan
oleh perusahaan penerbangan;
Pembayaran atas penyerahan BKP/JKP yang tidak
terutang PPN.

12/18/2014

138 138

Mekanisme Pemungutan

Saat pajak terutang adalah saat pembayaran


Dalam jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau KPKN termasuk
Jumlah pajak Terutang

Pada saat PKP rekanan mengajukan Tagihan, wajib membuat FP dan SSP,
dengan ketentuan:
1. FP disi dengan lengkap rangkap 3 (tiga) dengan peruntukan:
- lembar ke-1 untuk bendaharawan Pemerintah atau KPKN sebagai pemungut PPN
- lembar ke-2 untuk arsip PKP Rekanan
- lembar ke-3 untuk KPP melalui Bendaharawan Pemerintah atau KPKN
2. SSP yang diisi adalah kolom identitas dan jumlah pajak terutang, sedangkan kolom lainya tidak
perlu diisi
FP dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoranPPN dan PPnBM
Pemungut PPN wajib memungut pajak yang terutang pada saat pembayaran (bukan saat
penyerahan)
Penyetoran pajak yang dipungut ke Kas Negara:
- KPKN saat pencatatan penyetoran PPN dan PPn BM dilakukan pada saat pembayarn oleh
KPKN kepada PKP rekanan
- Bendaharawan wajib menyetor ke Kas Negara PPN dan PPn BM yang telah dipungut
paling lambat dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah bulan dlakukanpembayarn atas
Tagihan.
Pelaporan pajak yang telah dipungut dan disetor:
-Bendaharawan ke KPP tempat terdaftar paling lambat 20 hari setelah bulan dilakukan
pembayaran atas Tagihan dengan menggunakan SPT 1107 Pemungut
- KPKN melaporkan pemungutannya setiap hari kerja menyampaikan lembar ke-3 FP yang telah
dibubuhi catatan nomor dan tanggal advis kepada kepala KPP dengan Surat Pengantar.
139

Kasus
PT Sehat Selalu pada tanggal 10 Januari
2010 menyerahkan sejumlah sepatu kepada
Depdiknas dengan harga kontrak termasuk
PPN Rp 220.000.000,-. Surat Tagihan
disampaikan pada tanggal 15 Januari 2010
sedangkan pembayaran diterima pada
tanggal 18 Januari 2010. Kapan FP dibuat
dan dilaporkan?
12/18/2014

140

141

Pajak Penjualan atas Barang Mewah


(Pasal 5,8 dan 10 UU PPN)

Karakteristik PPn BM :
pungutan tambahan disamping PPN;
dipungut hanya satu kali yaitu pada
saat impor BKP atau
penyerahan BKP oleh Pabrikan;
Yang Tergolong Mewah
tidak dapat dikreditkan dengan PPN;
Meskipun demikian, apabila eksportir mengekspor
BKP yang tergolong mewah, PPnBM yang dibayar
saat perolehan nya Dapat Diminta Kembali (Pasal 10 ayat 3)
PPn BM yang dibayar menjadi unsur DPP (harga pokok)
untuk penghitungan PPN berikutnya;
142
12/18/2014

143

OBYEK PPn BM
Ps. 5 ayat (1), (2)
Ps. 5 (1)

PPn BM
DIKENAKAN ATAS
PENYERAHAN BKP YANG
TERGOLONG MEWAH

IMPOR BKP YANG


TERGOLONG MEWAH

OLEH PENGUSAHA YANG


MENGHASILKAN BKP
YANG TERGOLONG MEWAH
DALAM DAERAH PABEAN
DALAM KEGIATAN USAHA
ATAU PEKERJAAN PENGUSAHA

LIHAT
PENJELASAN
PS. 5(1)
UU PPN

PPn BM DIKENAKAN HANYA SATU KALI PADA WAKTU PENYERAHAN BKP YANG
TRGOLONG MEWAH OLEH PKP YANG MENGHASILKAN BARANG MEWAH ATAU
PADA WAKTU IMPOR
Ps. 5 (2)

DASAR PERTIMBANGAN
PENGENAAN PPn BM
Penjelasan Ps. 5 (1)

ATAS PENYERAHAN BKP YANG TERGOLONG MEWAH OLEH


PRODUSEN ATAU ATAS IMPOR BKP YANG TERGOLONG
MEWAH, DI SAMPING DIKENAKAN PPN, JUGA DIKENAKAN PPn
BM DENGAN PERTIMBANGAN

PERLU KESEIMBANGAN PEMBEBANAN PAJAK ANTARA


KONSUMEN YANG BERPENGHASILAN RENDAH DENGAN
KONSUMEN YANG BERPENGHASILAN TINGGI
PERLU ADANYA PENGENDALIAN POLA KONSUMSI ATAS BKP
YANG TERGOLONG MEWAH
PERLU ADANYA PERLINDUNGAN TERHADAP PRODUSEN KECIL
ATAU TRADISIONAL
PERLU UNTUK MENGAMANKAN PENERIMAAN NEGARA

KRITERIA MEWAH
Penjelasan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang :
1.

2.
3.
4.

5.

bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau


dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan
tinggi; atau
barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status;
dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral
masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat,
seperti minuman beralkohol. (DIHAPUS)

Tarif dan Pengelompokan Barang Mewah


(Pasal 8 UU PPN)

Tarif PPn BM paling rendah 10% dan paling tinggi 200%.


Pengelompokan Barang Mewah meliputi :
-Kendaraan Bermotor,
-Selain Kendaraan Bermotor,

Sebelum 1 April 2010 tarif PPnBM sebesar 10% s.d 75%

12/18/2014

147

PENGHITUNGAN PPnBM
PPnBM = TARIF PPnBM x DPP ; atau
PPnBM = TARIF PPnBM x HARGA JUAL

DEFINISI HARGA JUAL


SEBELUM 1 JANUARI 2001

DEFINISI HARGA JUAL


SETELAH 1 JANUARI 2001

NILAI BERUPA UANG, TERMASUK SEMUA


BIAYA YANG DIMINTA ATAU
SEHARUSNYA DIMINTA OLEH PENJUAL
KARENA PENYERAHAN BARANG KENA
PAJAK, TIDAK TERMASUK

NILAI BERUPA UANG, TERMASUK SEMUA


BIAYA YANG DIMINTA ATAU
SEHARUSNYA DIMINTA OLEH PENJUAL
KARENA PENYERAHAN BARANG KENA
PAJAK, TIDAK TERMASUK

PAJAK

YANG DIPUNGUT

MENURUT UNDANG-UNDANG INI DAN


POTONGAN HARGA YANG DICANTUMKAN
DALAM FAKTUR PAJAK

PAJAK = PPN & PPnBM

PPN

YANG DIPUNGUT

MENURUT UNDANG-UNDANG INI DAN


POTONGAN HARGA YANG DICANTUMKAN
DALAM FAKTUR PAJAK

TATA CARA PENGENAAN


PPn BM KENDARAAN BERMOTOR
(KEP-586/PJ./2001, 29 Agustus 2001)
TIDAK DIKENAKAN PPnBM

IMPOR ATAU PENYERAHAN KBM

DALAM
BENTUK SASIS

DALAM
BENTUK CKD
UNTUK
ANGKUTAN
BARANG

KENDARAAN BERMOTOR

BERODA DUA
Dg. KAPASITAS
ISI SILINDER 250 CC

TATA CARA PENGENAAN


PPn BM KENDARAAN BERMOTOR
(KEP-586/PJ./2001, 29 Agustus 2001)
DIBEBASKAN DARI
PENGENAAN PPnBM

IMPOR ATAU PENYERAHAN KBM

YG. DIGUNAKAN
UTK KENDARAAN :
AMBULAN ;
JENASAH ;
PEMADAM
KEBAKARAN ;
TAHANAN ;
ANGKUTAN
UMUM

YG. DIGUNAKAN
UTK KEPERLUAN
PATROLI TNI/POLRI

YG. DIGUNAKAN UNTUK


TUJUAN PROTOKOLER
KENEGARAAN

KENDARAAN BERMOTOR

KBM Angkutan Orang Untuk 10 Orang atau Lebih


TERMASUK Pengemudi dengan motor bakar cetus
api atau nyala kompresi (Diesel/Semi Diesel) Dg.
Semua Kapasitas isi Silinder yg. digunakan utk
Kend. Dinas TNI/POLRI.

PENGENAAN PPn BM ATAS


KENDARAAN BERMOTOR
(KEP-540/PJ./2000, 29 Desember 2000)
PENGHITUNGAN PPN &/ PPnBM

ATASIMPOR KBM

ATAS
PENY. KBM DI DPI (Non impor KBM)

PPN = 10% X N.Impor


PPnBM = tarif PPnBM x N.Impor
DPP utk N.Impor
TIDAK TMSK
PPN & PPnBM

Oleh Pabrikan or
Pihak yg Mhsk. KBM

PPN = 10% X HJ
PPnBM = tarif PPnBM X HJ
Berlaku untuk KBM
Impor CBU

DPP utk. HJ
TIDAK TMSK
PPN & PPnBM

Oleh SELAIN
Pabrikan or
Pihak yg Mhsk. KBM

PPN

= 10% X HJ

DPP utk. HJ
TMSK PPnBM yg Dikenakan
Atas Peny. Dr.Pabrikan/atas Impor
KBM mewah

Untuk Impor CKD


Belum Terhutang PPnBM
HJ yg dipakai utk menghitung PPN atas peny.KBM yg tergolong mewah kepada
pembeli yg mempunyai SKB PPnBM TIDAK termasuk PPnBM yg telah dipungut

Kasus
PT Perkusi adalah pabrikan perlengkapan elektronik,
antara lain produknya adalah AC yang atas
penyerahannya terutang PPN 10% dan PPnBM 20%.
PT Perkusi menyerahkan sejumlah AC-2 PK
kepada PT Ambara dengan Harga Jual per-unit Rp
4.000.000,00.
Kemudian oleh PT Ambara sebagian dari AC tersebut
diserahkan kepada toko elektronik Kencana dengan
memperhitungkan nilai tambah sebesar Rp
300.000,00.
Toko elektronik Kencana ketika menyerahkan
kepada konsumen akhir mengambil laba sebesar
Rp500.000,12/18/2014

152

Penghitungan pajak yang terutang sebagai berikut

Harga yang harus dibayar oleh Toko Kencana sebesar Rp 5.610.000 ( + PPN Rp 510.000)

12/18/2014

Impor BKP

Tambahan

Impor adalah setiap kegiatan memasukan barang dari luar


Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.
Dalam impor dikenal dua jenis impor:
a. Kegiatan impor yang dilakukan oleh dan untuk
kepentingan
importir yang bersangkutan;
b. Kegiatan impor yang dilakukan oleh Importir untuk kepentingan
pihak lain selaku indentor (Impor Indent). Atas impor ini Importir
memperoleh Handling fee impor dari Indentor yang merupakan
objek pajak.

PPN terutang sebesar 10% x Nilai Impor


Nilai Impor = CIF + Bea Masuk + Bea Masuk Tambahan +
Pungutan Pabean lainnya
PPN terutang disetor dengan SSPCP melalui Bea Cukai
atau Bank Devisa.
PIB dan SSPCP merupakan dokumen tertentu yang
dipersamakan sebagai Faktur Pajak.
12/18/2014

154

Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud


Atau JKP dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean
PMK-40/PMK.03/2010

Berbeda dengan mekanisme lainnya, pada objek pajak ini


pajak dipungut dan disetor sendiri oleh pihak yang
memanfaatkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
setelah bulan pemanfaatan.
Besarnya PPN yang harus disetor adalah 10% dari jumlah
yang dibayarkan (gross up).
Kolom identitas pada SSP diisi dengan identitas pihak
yang menyerahkan BKP/JKP tidak berwujud.
Kolom NPWP diisi dengan angka 0 dan kode KPP dimana
WP yang memanfaakan terdaftar.
SSP lembar ke-3 dilampirkan pada SPT. Jika non PKP
SSP lembarke-3 sebagai laporan (Paling lambat akhir
bulan berikutnya).
12/18/2014

155

Fasilitas PPN
Sebagaimana diatur dalam Pasal 16B Undang-undang
PPN, ada dua fasilitas PPN dan PPnBM :
- Fasilitas tidak dipungut dan
- Fasilitas dibebaskan
perbedaan keduanya adalah bahwa pada fasilitas
tidak dipungut, PM berkaitan dengan penyerahan
tersebut dapat dikreditkan sedangkan pada fasilitas
dibebaskan tidak dapat dikreditkan.

12/18/2014

157

TIDAK DIPUNGUT ATAU


DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PPN
Ps. 16 B ayat (1) (Ketentuan Khusus)
DENGAN PERATURAN PEMERINTAH

PAJAK TERUTANG TIDAK DIPUNGUT


SEBAGIAN/SELURUHNYA, UNTUK
SEMENTARA/SELAMANYA

DIBEBASKAN DARI
PENGENAAN PAJAK

UNTUK

KEGIATAN DI KAWASAN TERTENTU ATAU TEMPAT TERTENTU


DI DALAM DAERAH PABEAN
PENYERAHAN BKP / JKP TERTENTU
IMPOR BKP TERTENTU
PEMANFAATAN BKP TDK BERWUJUD TERTENTU DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DLM
DAERAH PABEAN

PEMANFAATAN JKP TERTENTU DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DLM DAERAH PABEAN

PM ATAS PPN TERUTANG


TIDAK DIPUNGUT
Ps. 16 B ayat (2) (Ketentuan Khusus)

PAJAK MASUKAN YANG DIBAYAR UNTUK


PEROLEHAN BKP/JKP

YANG ATAS PENYERAHANNYA TIDAK DIPUNGUT


PPN

DAPAT DIKREDITKAN

PM ATAS PPN DIBEBASKAN


Ps. 16 B ayat (3)
(Ketentuan Khusus)

PAJAK MASUKAN YANG DIBAYAR UNTUK


PEROLEHAN BKP/JKP
YANG ATAS PENYERAHANNYA
DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PPN

TIDAK DAPAT DIKREDITKAN


KARENA

FASILITAS PEMBEBASAN
PENGENAAN PPN, MENGAKIBATKAN
TIDAK ADANYA PAJAK KELUARAN

Termasuk yang mendapatkan


Fasilitas Dibebaskan
Impor dan atau penyerahan BKP tertentu
dan penyerahan JKP tertentu ( PP 146 Tahun
2000 Jo PP 38 Tahun 2003)

Impor dan atau penyerahan BKP tertentu


yang bersifat strategis (PP 12 Tahun 2001 sttd
PP 31 Tahun 2007)

12/18/2014

161

Fasilitas Tidak Tipungut


Penyerahan BKP Dari Daerah Pabean Indonesia
Lainnya (DPIL) ke Kawasan Berikat Pulau Batam dan
Pulau-pulau di sekitarnya yang ditetapkan sebagai
Kawasan Berikat (PP 63 Tahun 2003 jo PP 60 Tahun
2005 dan KMK No. 583/KMK.03/2003 jo KMK
No.16/PMK.03/2005)
penyerahan BKP/JKP dalam rangka proyek Pemerintah
yang dananya dari Hibah atau bantuan luar negeri ( PP.
42 tahun 1995)
KAPET (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu)
diatur dalam KEP-229/PJ./2001)

12/18/2014

162

Kawasan Berikat P. Batam

(PP 63 Tahun 2003 Jo KMK 583/KMK.03/2003)

Diberikan Fasilitas tidak dipungut yaitu atas :


a. penyerahan Barang Kena Pajak, yaitu :
- penyerahan BKP antar Pengusaha;
- penyerahan BKP dari PKP di Daerah Pabean di luar kawasan berikat
daerah industri pulau Batam; Sepanjang BKP tersebut akan
digunakan
untuk menghasilkan BKP yang diekspor.
b. Impor BKP oleh pengusaha sepanjang BKP tersebut akan

digunakan untuk menghasilkan BKP yang diekspor


Atas penyerahan BKP dan/atau impor BKP selain yang digunakan untuk
menghasilkan BKP untuk diekspor dan penyerahan JKP di/ke/dari
Kawasan Berikat daerah industri pulau Batam, terutang PPN dan atau
PPnBM, yang pengenaannya dilakukan secara bertahap.
Atas penyerahan yang dapat fasilitas Faktur Pajak di cap PPN TIDAK
DIPUNGUT SESUAI DENGAN PP. 63 TAHUN 2003

12/18/2014

163

Peraturan Pemerintah Nomor PP NO 2 Tahun 2009 Tentang


Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawasan
Atas Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Serta
Berada Di Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan
Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1995 tentang Perlakuan


Perpajakan Dalam Rangka Kegiatan Konstruksi dan Kegiatan Operasi
Pembangunan Proyek Pengembangan Pulau Bintan dan Pulau Karimun
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2003 tentang Perlakuan Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah di Kawasan
Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2005
Sejak tanggal
1 April 2009

Dinyatakan Tidak Berlaku


164

Peraturan Pemerintah Nomor PP No 2 Tahun


2009 jo PMK-45/PMK.03/2009 jo SE-37/PJ/2009

Sejak tanggal 1 April 2009 Pengusaha di


Kawasan Bebas tidak perlu dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan Pengusaha Kena
Pajak yang telah dikukuhkan sebelum tanggal 1
April 2009 akan dicabut pengukuhannya secara
bertahap

165

Fasilitas Perpajakan di Kawasan Bebas


adalah sebagai berikut: (Ringkasan)
1. Penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak di dalam Kawasan Bebas
dan dari Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas lainnya, dibebaskan dari
pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM.
2. Pernasukan Barang Kena Pajak berwujud dari luar Daerah Pabean ke Kawasan
Bebas dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM serta tidak
dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22.
3. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean di Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan PPN.
4. Pemasukan barang Kena Pajak dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean atau
dari Tempat Penimbunan berikat ke Kawasan Bebas yang melalui pelabuhan
atau bandar udara yang ditunjuk tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM.
5. Penyerahan Jasa Kena Pajak dan/atau Barang Kena Pajak tidak berwujud dari
Tempat Lain Dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas tidak dipungut PPN.
6. Pengeluaran Barang Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke Tempat Penimbunan
Berikat dalam hal barang merupakan barang asal luar Daerah Pabean,
dibebaskan dari pengenaan PPN dan tidak dipungut Pajak Penghasilan Pasal
22.
166

Proyek Pemerintah yang Dananya dari


Hibah atau Bantuan Luar Negeri

(PP. 42/1995 Jo. KMK. 239/KMK.01/1996 jo PP. 43/2000 jo PP. 25/2001)

Yang memperoleh Fasilitas adalah Pemerintah.


Perlakuan PPN :
1. Fasilitas PPN tidak dipungut diberikan atas :
Pemasukan barang/jasa dari
kontraktor utama meliputi:

luar

Daerah

Pabean oleh

Impor BKP,
Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean,
pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean;

Penyerahan BKP/JKP oleh kontraktor utama kepada pemilik

proyek (Pemerintah)
2. Perolehan BKP/JKP di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan oleh kontraktor utama dari sub kontraktor atau
pihak lain tetap terutang PPN.

12/18/2014

167

Proyek Pemerintah yang


Dananya dari Hibah atau
Bantuan Luar Negeri
3. Dalam hal dana selain dari hibah/bantuan luar negeri
juga dari APBN/APBD berlaku ketentuan sebagai berikut
:
a. Atas penyerahan/penerimaan termijn proyek yang dibiayai dari
hibah/pinjaman luar negeri:
PPN/PPnBM tidak dipungut;
Faktur Pajak tetap dibuat dengan diberi cap PPN dan PPnBM tidak
dipungut;
Surat Setoran Pajak tidak perlu dibuat;

b.

Atas penyerahan/penerimaan termijn


proyek yg dibiayai dari APBN/APBD:
PPN/PPnBM terutang wajib dipungut;
Faktur Pajak wajib dibuat;
SSP wajib dibuat sesuai dengan ketentuan.

c. Meskipun tidak ada SSP, dalam pelaporan SSP

dianggap sudah diterima.

12/18/2014

168

Perlakuan PPN di Kawasan Berikat

(KMK No. 291/KMK.03/1997 jo. 101/PMK.04/2005 dan KMK No.


349/KMK.01/1999 jo KEP-229/PJ./2001)
Kawasan Berikat (KB) adalah suatu bangunan, tempat, atau kawasan dengan
batas-batas tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan usaha industri
pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangun, perekayasaan,
penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas
barang dan bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam Daerah
Pabean Indonesia Lainnya (DPIL), yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor.

Fasilitas PPN tidak dipungut :


1. Impor barang modal atau peralatan perkantoran yang
semata-mata dipakai oleh Penyelengara Kawasan Berikat
(PKB) termasuk PKP merangkap sbg Pengusaha Di
Kawasan Berikat (PDKB);
2. Impor barang modal dan peralatan pabrik yang berhubungan
langsung dengan kegiatan produksi PDKB yang sematamata dipakai di PDKB;
3. Impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB
4. Pemasukan BKP dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya
(DPIL) ke PDKB untuk diolah lebih lanjut;
5. Pengiriman barang hasil produksi PDKB ke perusahaan
industri di DPIL atau PDKB lainnya dalam rangka subkontrak
12/18/2014

169

Fasilitas di Kawasan Berikat

KMK No. 291/KMK.03/1997 jo. 101/PMK.04/2005 dan KMK


No. 349/KMK.01/1999 jo KEP-229/PJ./2001)

7.

8.

9.

Penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan


subkontrak oleh PKP di DPIL atau PDKB lainnya
kepada PDKB asal;
Peminjaman mesin dan/atau peralatan pabrik
dalam rangka subkontrak dari PDKB kepada
perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya
dan pengembaliannya ke PDKB asal
Pengeluaran barang dari KB yang ditujukan
kepada orang yang memperoleh fasilitas
pembebasan atau penangguhan Bea Masuk,
Cukai dan Pajak dalam rangka impor

12/18/2014

170

Fasilitas dibebaskan atas Barang tertentu


yang bersifat Strategis
(PP. 12 Tahun 2001 Jo. PP. 46 Tahun 2003 Jo. PP 7 Tahun 2007 jo PP 31 tahun 2007)

Impor/penyerahan barang strategis yang dibebaskan dari


pengenaan PPN adalah:
1. Impor/penyerahan barang modal yang digunakan dan
diperlukan secara langsung untuk menghasilkan BKP;*
2. Impor/penyerahan makanan ternak, unggas, dan ikan dan atau
bahan baku untuk pembuatannya;
3. Barang hasil pertanian;
4. Impor/penyerahan bibit atau benih dari barang pertanian
perkebunan, kehutanan, peternakan ,perikanan, penangkaran
5. Penyerahan air bersih melalui pipa oleh PAM.
6. Penyerahan listrik kecuali untuk perumahan dengan daya di
atas 6600 watt.
7. Rumah Susun sederhana Milik (Rusunami)

atas penyerahan Barang-barang strategis di atas dibebaskan


tanpa mekanisme SKB kec nomor 1*
12/18/2014

171

PERUBAHAN YANG DILAKUKAN


(PP. 12 Tahun 2001 Jo. PP. 46 Tahun 2003 Jo. PP 7 Tahun 2007 jo
PP 31 tahun 2007)

SEBELUM

ATAS PENYERAHAN
BARANG HASIL
PERTANIAN YG
DILAKUKAN
OLEH PETANI ATAU
KELOMPOK PETANI
DIBEBASKAN DARI
PENGENAAN PPN

PP No. 7
Tahun 2007

SESUDAH

ATAS:
1. IMPOR DAN/ATAU
2. PENYERAHAN
BARANG HASIL
PERTANIAN YG
DILAKUKAN
OLEH SIAPAPUN
DIBEBASKAN DARI
PENGENAAN PPN

RESTITUSI

Pengertian Restitusi
Menurut kamus besar Ilmu Pengetahuan
eko;pembayaran ganti rugi ; pelunasan atas
pembayaran yang masih tersisa

Menurut pengertian pajak : pengembalian atas


kelebihan pembayaran pajak dimana pajak
masukan lebih besar dari pajak keluaran

Self assessment system

WP wajib 5M
mendaftarkan diri
menghitung
Menyetor
Melaporkan
menetapkan pajak terutang

HAK HAK WP ( PKP ) :


1.Mengkreditkan pajak
2. Kompensasi / Restitusi
3. Mengajukan Keberatan / Banding
4. Membetulkan SPT Masa PPN

DASAR HUKUM
Pasal 9 ayat 4 UU PPN

Restitusi Per 1 April 2010


Terjadi kelebihan pembayaran pajak

Pasal 9 ayat 4, 4a dan 4b


UU PPN

RESTITUSI DAPAT DILAKUKAN DI AKHIR TAHUN


BUKU (Pasal 9 ayat 4a)

Kecuali atas kelebihan PKP sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 9 ayat 4b

KELEBIHAN PAJAK MASUKAN DAPAT


DIAJUKAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN
PADA SETIAP MASA PAJAK

a. PKP yang melakukan ekspor BKP Berwujud;


b. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau
penyerahan JKP kepada Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai (Wapu);
c. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau
penyerahan JKP yang Pajak Pertambahan Nilainya
tidak dipungut;
d. PKP yang melakukan ekspor BKP Tidak Berwujud;
e. PKP yang melakukan ekspor JKP; dan/atau
f. PKP dalam tahap belum berproduksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2a).
178

PROSES RESTITUSI
PERMOHONAN
RESTITUSI

DITERIMA
LENGKAP
OLEH KPP

SKPLB

REKENING WP

BANK PERSEPSI

SPMKP

PERMOHONAN
RESTITUSI
(diajukan oleh)
PKP
KEGIATAN
TERTENTU

PKP melakukan
Ekspor BKP

PKP KRITERIA
TERTENTU

Penyerahan BKP
/ JKP kpd
Pemungut PPN

PKP LAINNYA

DJP menerbitkan SKPPKP paling lambat


1 BULAN sejak diterima permohonan
PKP
Kriteria
tertentu

fasilitas
PKP kriteria tertentu tidak wajib
Menyampaikan bukti,dokumen yg
Menyatakan adanya kelebihan pajak

Wewenang DJP

Melakukan pemeriksaan dlm jangka waktu 5 th & menerbitkan :


SKPKB, dan PKP harus membayar jml kekurangan pajak + kenaikan
100 % dr jml kurang bayar
SKPLB
SKP NIHIL

PKP LAINNYA

DJP stlh melakukan pemerikasaan atas permohonan restitusi yang


Diajukan oleh PKP yang melakukan selain kegiatan tertentu harus
Menerbitkan SKP paling lambat :

12 bln sejak diterima permohonan

Lewat jangka waktu

DJP tidak menerbitkan


SKP permohonan
Dianggap
dikabulkan

SKPLB

Harus diterbitkan paling


Lambat 1 bln sejak
Jangka waktu berakhir

Contoh perhitungan
RESTITUSI PPN

Ekspor Barang Kena Pajak termasuk


ekspor BKP YTM
Misal :
Pembelian BKP
: Rp.200 juta
PPN(PM) 10%
: Rp. 20 juta
Barang tsb utk tujuan ekspor
Nilai ekspor BKP
: Rp.200juta
PPN (PK) 0%
: Rp. 0
Kredit pajak
PK
: Rp.0
PM
:(Rp.20 juta)
LB
: Rp.20 juta dpt dikompensasi / restitusi

Pemungutan pajak yang dilakukan oleh


Badan Pemungut
PKP A
produsen

PKP B
Konsumen 1

PKP B membeli BKP dari PKP A


Harga Beli
: Rp. 50 juta
PPN 10%(PM)
: Rp. 5 juta

KPPN
Konsumen 2

PKP B menjual lagi ke KPPN


Merupakan Badan Pemungut
Harga jual
:Rp.60 juta
PPN 10%(PK)
:Rp. 6 juta

Karena PKP C sbg Badan Pemungut mk PKP B tdk memungut


PPN yang mrpkn PK bagi PKP B
Sehingga
PK bagi PKP B menjadi nihil
PK
: Rp.0
PM
: (Rp.5juta)
LB
: Rp. 5 juta dapat direstitusi / dikompensasi

Pada tahap awal usaha PKP


Misal PKP A baru mendirikan Usaha,maka
Harga beli barang modal: Rp. 300 juta
Harga beli bahan baku
: Rp. 150 juta
Total pembelian
: Rp. 450 juta
PPn 10% (PM)
: Rp. 45 juta
Total barang yang dijual atas barang yang diproduksi :
Total penjualan
:Rp. 250 juta
PPN 10% (PK)
:Rp. 25 juta
Kredit Pajak :
PK
: Rp.25juta
PM
:(Rp.45juta)
LB
: Rp.20juta yang dapat dikompensasi / direstitusi

Restitusi Pemegang Paspor Luar


Negeri Psl 16E
PMK-76/PMK.03/2010 jo PER-20/PJ./2010

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang


Mewah yang sudah dibayar atas pembelian Barang Kena
Pajak yang dibawa ke luar Daerah Pabean oleh orang pribadi
pemegang paspor luar negeri dapat diminta kembali, harus
memenuhi syarat:
a.
b.

c.

d.

Nilai pajak pertambahan nilai paling sedikit Rp500.000,00 (lima


ratus ribu rupiah) dan dapat disesuaikan dengan peraturan
pemerintah;
Pembelian barang kena pajak dilakukan dalam jangka waktu 1
(satu) bulan sebelum keberangkatan ke luar daerah pabean;
dan
Faktur pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 13 ayat (5), kecuali pada kolom Nomor Pokok
Wajib Pajak dan alamat pembeli diisi dengan nomor paspor dan
alamat lengkap di negara yang menerbitkan paspor atas
penjualan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri
yang tidak mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak.
Perbelanjaan di 40 toko yang sudah ditunjuk di Jakarta, Bali, 187
dan Yogyakarta

188

KEP-347/PJ./2010

189

190

KEP-386/PJ./2010 tanggal 9 Desember 2010

1. Mirota Batik; alamat: Jl. Ahmad Yani No. 9 Yogyakarta


2. PT Aseli Dagadu Djokdja; alamat: Jl. Pakuningratan 17 Yogyakarta
3. HS Silver; alamat: Jl. Mondorakan No. 1 Prenggan Kotagede,
Yogyakarta
4. Ansor Silver; alamat: Jl. Tegalgendu No. 28 Kotagede, Yogyakarta
5. Batik Keris; alamat: Jl. Malioboro No. 21, Yogyakarta
6. Batik Keris; alamat: Plaza Ambarukmo, Yogyakarta
7. Batik Danarhadi; alamat: Jl. Laksda Adisutjipto No. 3 Yogyakarta
8. Margaria Batik; alamat: Jl. Ahmad Yani No. 65 Yogyakarta
9. Centro Departemen Store; alamat: Plaza Ambarukmo, Yogyakarta
10. Dowa; alamat: Jl. Godean KM 7 Sidomulyo, Sleman
191

192

DEFINISI

SPT adalah:
1. bagi PKP yang menerbitkan tidak lebih dari 25 (dua
puluh lima) FP dalam 1 (satu) Masa Pajak adalah SPT
Masa PPN baik dalam bentuk formulir kertas (hard
copy).
2. bagi PKP yang menerbitkan lebih dari 25 (dua puluh
lima) FP dalam 1 (satu) Masa Pajak adalah SPT Masa
PPN dalam bentuk data elektronik.

SANKSI

Mengapa
25 FP?
193

SPT Masa PPN


Mulai 1 Januari 2011 SPT masa PPN terdiri dari:
a. SPT Masa PPN 1111
HardCopy dan eSPT
b. SPT Masa PPN 1111DM
Penyetoran dan Pelaporan

Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) harus dilakukan paling
lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan
sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
disampaikan.
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan
paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa
Pajak.

SPT Masa PPN harus disampaikan dalam keadaan lengkap,


yaitu sesudah dibubuhkan tanda tangan dan nama jelas baik
pada SPT induk maupun pada setiap lampiran yang telah
dibakukan. Apabila ketentuan ini tidak dipenuhi maka PKP
dianggap tidak pernah memasukkan SPT.
194

SPT Masa PPN 1111


SPT Masa PPN 1111 ini wajib digunakan oleh setiap
PKP selain PKP yang menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, untuk
pelaporan SPT Masa PPN mulai Masa Pajak Januari
2011.
SPT Masa PPN 1111 terdiri dari:
1. Induk SPT Masa PPN; dan
2. Lampiran SPT Masa PPN, baik dalam bentuk formulir kertas
(hard copy) atau data elektronik,

yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan,


yang masing-masing diberi nomor, kode, dan nama
formulir.
195

Nomor, kode dan nama formulir SPT Masa PPN 1111


1.

Nomor dan Kode


Formulir
1111 (F.1.2.32.04)

2.

1111 AB (D.1.2.32.07)

3.

1111 A1 (D.1.2.32.08)

4.

1111 A2 (D.1.2.32.09)

5.

1111 B1 (D.1.2.32.10)

6.

1111 B2 (D.1.2.32.11)

7.

1111 B3 (D.1.2.32.12)

No.

Nama Formulir

Keterangan

Surat Pemberitahuan Masa Pajak Induk SPT Masa PPN


Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)
Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan Lampiran SPT Masa PPN sebagai Sub Induk SPT Masa PPN (memuat keterangan
rekapitulasi penyerahan, perolehan dan penghitungan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan)
Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tidak Lampiran SPT Masa PPN untuk melaporkan Pemberitahuan Ekspor Barang,
Berwujud, dan/atau JKP
Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud)
Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Lampiran SPT Masa PPN untuk melaporkan:
Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak
Faktur Pajak selain Faktur Pajak yang menurut ketentuan diperkenankan
untuk tidak mencantumkan identitas pembeli serta nama dan tanda tangan
penjual, yang diterbitkan; dan/atau;
Nota Retur/Nota Pembatalan yang diterima
Daftar Pajak Masukan yang Dapat Lampiran SPT Masa PPN untuk melaporkan Pemberitahuan Impor Barang atas
Dikreditkan atas Impor BKP dan impor Barang Kena Pajak dan/atau SSP atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak
Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP Tidak Berwujud/Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
dari Luar Daerah Pabean
Daftar Pajak Masukan yang Dapat Lampiran SPT Masa PPN untuk melaporkan:
Dikreditkan atas Perolehan BKP/JKP Faktur Pajak yang dapat dikreditkan, yang diterima; dan/atau
Dalam Negeri
Nota Retur/Nota Pembatalan atas pengembalian Barang Kena
Pajak/pembatalan Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya dapat
dikreditkan, yang diterbitkan
Daftar Pajak Masukan yang Tidak Dapat Lampiran SPT Masa PPN untuk melaporkan:
Dikreditkan atau yang Mendapat Faktur Pajak yang tidak dapat dikreditkan atau mendapat fasilitas, yang
Fasilitas
diterima; dan/atau
Nota Retur/Nota Pembatalan atas pengembalian Barang Kena
196
Pajak/pembatalan Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dapat
dikreditkan atau mendapat

SPT Masa PPN 1111DM


SPT Masa PPN 1111 DM ini wajib digunakan oleh setiap
PKP yang menggunakan pedoman penghitungan
pengkreditan Pajak Masukan, untuk pelaporan SPT
Masa PPN mulai Masa Pajak Januari 2011.
SPT Masa PPN 1111 DM terdiri dari:
1. Induk SPT Masa PPN; dan
2. Lampiran SPT Masa PPN, baik dalam bentuk formulir kertas
(hard copy) atau data elektronik,

yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan,


yang masing-masing diberi nomor, kode, dan nama
formulir.
197

Nomor, kode dan nama formulir SPT Masa PPN 1111 DM


No
1.

2.

3.

Nomor dan Kode


Nama Formulir
Keterangan
Formulir
1111 DM (F.1.2.32.05) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Induk SPT Masa PPN
Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Bagi
PKP Yang Menggunakan Pedoman
Penghitungan
Pengkreditan
Pajak
Masukan
1111 A DM
Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Lampiran SPT Masa PPN untuk
(D.1.2.32.13)
Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak
melaporkan:
- Faktur Pajak selain Faktur Pajak
yang
menurut
ketentuan
diperkenankan
untuk
tidak
mencantumkan identitas pembeli
serta nama dan tanda tangan
penjual, yang diterbitkan; dan/atau
- Nota Retur/Nota Pembatalan yang
diterima
1111 R DM
Daftar
Pengembalian
BKP
dan Lampiran SPT Masa PPN untuk
(D.1.2.32.14)
Pembatalan JKP oleh PKP yang melaporkan daftar Nota Retur dan Nota
Menggunakan Pedoman Penghitungan Pembatalan yang diterbitkan
Pengkreditan Pajak Masukan
198

Dalam hal SPT dilaporkan NIHIL karena


PKP
tidak
melakukan
kegiatan
penyerahan dan perolehan, maka SPT
yang
dilaporkan
hanya
Induknya
sedangkan Lampiran SPT tidak perlu
disampaikan

PEMBATALAN FP
1. PKP Penjual harus memiliki bukti dari PKP Pembeli yang
menyatakan bahwa transaksi dibatalkan.
2. PKP Penjual harus mengirimkan surat pemberitahuan dan copy dari
FP yg dibatalkan ke KPP Penjual dan ke KPP Pembeli.
3. Pelaporan dalam SPT Masa PPN
belum dilaporkan dalam SPT Masa PPN PKP Penjual
telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN PKP Penjual
telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN PKP Pembeli sebagai FP
Masukan, maka PKP Pembeli harus melakukan pembetulan
SPT Masa PPN

200

CONTOH PEMBATALAN
Pada tanggal 1 Januari 2011 PT Cantik (PKP) melakukan
penjualan kepada PT Ceria (PKP) sebesar Rp 100.000.000,dengan menerbitkan FP. Pada tanggal 15 Februari 2011 PT
Ceria membatalkan pembelian, sehingga PT Cantik harus
melakukan pembatalan Faktur Pajak.
SPT Masa PPN PT Cantik
Belum dilaporkan dalam SPT
Masa PPN Januari sbg PK

SPT Masa PPN PT Ceria


Telah dilaporkan dalam SPT Masa
PPN sbg FP Masukan
SPT Masa PPN-nya

SPT Masa PPN-nya

Telah dilaporkan dalam SPT


Masa PPN Januari sbg PK

SPT Masa PPN-nya

201

PENGGANTIAN FP

Penerbitan FP Pengganti atau pembatalan FP, hanya

dapat dilakukan sampai dengan daluwarsa pajak (5


tahun).

Sebagai konsekuensi, PKP Penjual harus melakukan


pembetulan terhadap SPT Masa PPN dimana FP yang
diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan.

Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP yang telah

melakukan pengkreditan PM atas PPN pada FP


Standar yang diganti atau dibatalkan oleh PKP Penjual,
harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN dimana
FP yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan.
205

CONTOH PENGGANTIAN FP
Pada tanggal 5 Januari 2011 PT Cerdik (PKP) melakukan
penjualan kepada PT Pandai (PKP) dengan menerbitkan
Faktur Pajak dengan DPP sebesar Rp 200.000.000,-. dan
PPN sebesar Rp 20.000.000,-.
Pada bulan Juni 2011 PT Cerdik melakukan penggantian
Faktur Pajak karena ternyata nilai penjualan adalah
sebesar Rp 250.000.000,-.
Atas penggantian tersebut PT Cerdik menerbitkan Faktur
Pajak Pengganti pada tanggal 5 Juni 2011 dengan DPP
sebesar Rp 250.000.000,- dan PPN sebesar Rp
25.000.000,SPT Masa PPN PT Cerdik

SPT Masa PPN PT Pandai


206

CONTOH RETUR
Pada tanggal 10 Juni 2011 PT Aman (PKP) menerbitkan Nota
Retur atas pembelian dari PT Bahagia (PKP) dengan nilai DPP
Rp 15.000.000,-. Atas FP tertanggal 10 Oktober 2010 dengan
Nomor FP 010.000-10.00000078.
SPT Masa PPN PT Aman
PT Aman sbg pembeli melaporkan retur pembelian
tersebut pada Lampiran 2 Daftar Pajak Masukan dan PPn
BM.
SPT Masa PPN PT Bahagia
PT Bahagia sebagai penjual melaporkan retur pembelian
tersebut pada Lampiran 1 Daftar Pajak Keluaran dan PPn
BM.
SPT Masa PPN-nya

212

SPT Masa PPN Nota Retur

PT AMAN

213

SPT Masa PPN Nota Retur

PT AMAN

PT BAHAGIA

214

SEKIAN
TERIMA KASIH

215

Anda mungkin juga menyukai

  • KOMBINASI BISNIS
    KOMBINASI BISNIS
    Dokumen69 halaman
    KOMBINASI BISNIS
    Hechy Hoop
    Belum ada peringkat
  • Info
    Info
    Dokumen1 halaman
    Info
    Eunike Tjhie
    Belum ada peringkat
  • FAKTOR
    FAKTOR
    Dokumen27 halaman
    FAKTOR
    Ika Ardianni
    Belum ada peringkat
  • Bab 8
    Bab 8
    Dokumen9 halaman
    Bab 8
    Eunike Tjhie
    Belum ada peringkat