Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS ANESTESI

Spinal Anesthesia
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia

Oleh :
Nama/NIM : Gati Srikandi / 09711150
Pembimbing :
Dr. Bambang T , Sp.An
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU ANESTESI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA

2014

BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama

: Tn. A

No CM

: 176681

Umur

: 65 tahun

Jenis kelamin

: laki-laki

BB

: 65 kg

Agama

: Islam

Alamat

: Geneng

Tanggal masuk

: 3 Desember 2014

B. ANAMNESIS
Riwayat penyakit
1. Keluhan utama

: tidak dapat BAK

2. Keluhan tambahan

: BAK nyeri, demam menggigil, sebelum tidak

bisa kencing, buang air kecil terasa anyang-anyangan


3. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke IGD RS dengan keluhan utama tidak dapat buang air
kecil. Tidak dapat buang air kecil terjadi secara tiba-tiba sejak 2 hari yang
lalu. Pasien merasa ingin buang air kecil, namun tidak dapat
mengeluarkannya. Jika pasien berusaha mengedan, ia merasa sakit pada
perut bagian bawah. Sehari sebelum pasien tidak dapat buang air kecil, ia
mengalami anyang-anyangan saat mau buang air kecil, kemudian ia juga
mengeluhkan demam hingga keluar keringat.
Pasien menyangkal mengalami buang air kecil yang terputus-putus,
air seni disertai dengan darah, berwarna keruh, dan frekuensi buang air

kecil bertambah. Menurut pengakuan pasien ia sering mengkonsumsi teh,


kopi dan sayur-sayuran seperti bayam, kacang-kacangan dan daging, serta
banyak minum air putih. Ia menyangkal sering mengkonsumsi soda, susu,
coklat dan obat-obatan anti maag.
4. Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit asma disangkal
- Riwayat penyakit alergi obat disangkal
- Riwayat operasi hernia dan pembiusan 20 tahun yang lalu
C. PEMERIKSAAN FISIK
1.

Status Generalis
Keadaan umum

: Sedang

Kesadaran

: Compos Mentis; GCS: E4 V5 M6

Vital sign

: TD 160/100 mmhg
Nadi 72 x/menit, reguler, isi dan tegangan

cukup
RR 28 x/menit
Suhu 36, 5 C
Primary survey :
A : clear, MP I
B : spontan, SD vesikuler Rbk -/-, Rbh -/-, Wh -/-, RR 28 x/menit
C : N : 72 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, TD : 160/100 mmHg,
s1>s2 m (-) G (-)
D : GCS E4M6V5
Kepala

Mesochepal, simetris, tumor(-), tanda


radang (-).
Rambut warna hitam, tersebar merata,
dan tidak mudah dicabut.

Mata

Konjungtiva tidak anemis.


Sklera tidak ikterik.
Reflek cahaya +/+

Hidung

Pupil isokor, 3mm


Discharge (-), epistaksis (-), deviasi

Mulut

septum (-).
Lidah kotor

(-),

bibir

kering

(-),

hiperemis (-), pembesaran tonsil (-),


Gigi
Telinga
Leher

:
:
:

Mallampati I
Gigi palsu (-)
Discharge (-), tidak ada kelainan bentuk.
Simetris, tidak ada deviasi trakea,
pembesaran tiroid dan kelenjar getah

Thorax

bening (-)
Pulmo
: Simetris kanan-kiri
Tidak ada retraksi
SD : vesikuler (+/+) normal
ST : Ronkhi (-/-)
Wheezing (-/-)

Abdomen
Extremitas

:
:

Cor
: BJ I-II reguler, S1>S2, bising (-).
Status lokalis
Superior : Edema (-/-), sianosis (-/-)
Inferior : Edema (-/-), sianosis (-/-)
Turgor kulit : cukup
Akral : hangat

Vertebrae
b. Status Lokalis

Tidak ada kelainan

Regio suprapubik
Inspeksi : cembung (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-)
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Laboratorium tanggal : 3 Desember 2014

Darah lengkap
Hb

: 12,5 gr/dl

Lekosit

: 5100 /l

Hematokrit

: 39 %

Trombosit

: 261.000 / mm

PT

: 11,6 dtk

APTT

: 32,3 dtk

Total protein

: 7,76 g/dl

Albumin

: 4,95 g/dl

Globulin

: 2,81 g/dl

SGOT

: 18 U/L

SGPT

: 15 U/L

Ureum darah

: 31 mg/dl

Kreatinin

: 1,1 mg/dl

Glukosa sewaktu : 123 mg/dl


Natrium

: 144 mmol/L

Kalium

: 4,0 mmol/L

Chlorida

: 110 mmol/L

Kalsium

: 9,4 mg/dl

E. KESIMPULAN KONSUL ANESTESI


- Status fisik ASA II
F. LAPORAN ANESTESI PASIEN
a) Diagnosis pra-bedah

: striktur uretra dan vesikolitiasis

b) Diagnosis post-bedah

: striktur uretra dan vesikolitiasis

c) Jenis pembedahan

: Vesikolitotomi

Status Anestesi

Persiapan Anestesi

1. informed concent
2. Puasa 8 jam sebelum Operasi

Penatalaksanaan Anestesi
- Jenis anestesi

Regional Anestesi (RA)

- Medikasi

Buvanest 1 amp (Bupivacain 5mg/ml)


Lidocain 1 amp (Lidocain HCL 2%)
O2 4 liter/menit

- Teknik anestesi

* Pasien dalam posisi duduk dan


kepala menunduk.
* Dilakukan desinfeksi di sekitar
daerah tusukan yaitu di regio vertebra
lumbal 3-4.
* Dilakukan Sub Arakhnoid Blok
dengan jarum spinal no.25 pada regio
vertebra Lumbal 3-4.
* LCS keluar (+) jernih.

- Respirasi
- Posisi
- Jumlah cairan yang masuk

:
:
:

- Perdarahan selama operasi


Pemantauan selama anestesi :

- mulai anestesi
:
- mulai operasi
:
-selesai anestesi
:
- selesai operasi
:
Durasi Operasi
:
Tekanan darah dan frekuensi nadi :
Pukul (WIB)
10.45
11.00
11.15
11.30

Spontan
Supine
Kristaloid = 1000 cc (RL 2)
Koloid
= 500 cc ( HES)
300 cc

10.45
10.55
12.00
11.55
60 menit

Tekanan Darah (mmHg)


126/68
90/50
148/78
149/72

Nadi (kali/menit)
88
90
100
94

11.45
12.00

152/88
154/90

98
108

Monitoring Post Operatif (Ruang Pemulihan)


Pukul (WIB)
12.05
12.15

Tekanan Darah (mmHg)


140/82
140/85

Nadi (kali/menit)
100
98

Intruksi paska operasi


1. Bed rest total 24 jam post op dengan bantal tinggi. Boleh miring kanan kiri,
tak boleh duduk
2. Ukur TD dan N tiap 15 menit selama 1 jam pertama. Bila TD < 90 beri
efedrin 10 mg, bila N<60 beri SA 0,5 mg
3. bila tidak ada mual muntah boleh minum sedikit-sedikit dengan sendok
4. bila nyeri kepala hebat, konsul anestesi
G. PROGNOSA
Dubia ad Bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Vesikolitiasis
Definisi
Vesikolitiasis (batu kandung kemih) adalah batu pada vesika urinaria atau
kandung kemih. Batu perkemihan dapat timbul pada berbagai tingkat dari sistem
perkemihan (ginjal, ureter, kandung kemih), tetapi yang paling sering ditemukan
ada di dalam ginjal. Vesikolitiasis merupakan batu yang menghalangi aliran air
kemih akibat penutupan leher kandung kemih, maka aliran yang mula-mula
lancar secara tiba-tiba akan berhenti dan menetes disertai dengan rasa nyeri

Etiologi
Batu kandung kemih disebabkan infeksi, statis urin dan periode imobilitas
(drainage renal yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium). Faktor- faktor
yang mempengaruhi terjadinya batu kandung kemih adalah
a. Hiperkalsiuria
Suatu

peningkatan

kadar

kalsium

dalam

urin,

disebabkan

karena,

hiperkalsiuria idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi


natrium, kalsium dan protein), hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan
kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium.
b. Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih,
khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap
atau tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan masukan protein
tinggi.
c. Hiperurikosuria
Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu
pembentukan batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.
d. Penurunan jumlah air kemih dikarenakan masukan cairan yang sedikit.
e. Jenis cairan yang diminum. Minuman yang banyak mengandung soda seperti
soft drink, jus apel dan jus anggur merupakan resiko terjadinya batu saluran
kemih
f. Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan
oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan
penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu
absorbsi garam empedu.
g. Ginjal Spongiosa Medula.
Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak
dijumpai predisposisi metabolik).
h. Batu Asam Urat
Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan
hiperurikosuria (primer dan sekunder).

i. Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan
organisme yang memproduksi urease.
Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :
1. 75 % kalsium
2.15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat)
3.6 % batu asam urat
4.1-2 % sistin (cystine)
Manifestasi Klinis
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan
berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi
obstruksi pada leher kandung kemih menyebabkan retensi urin atau bisa
menyebabkan sepsis, kondisi ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan
pasien, dapat pula kita lihat tanda seperti mual muntah, gelisah, nyeri dan perut
kembung. Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka
gejalanya tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya
penyumbatan. Jika penyumbatan timbul dengan cepat (Hidronefrosis akut)
biasanya akan menyebabkan koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah antara
rusuk dan tulang punggung) pada sisi ginjal yang terkena. Jika penyumbatan
berkembang secara perlahan (Hidronefrosis kronis), biasanya tidak menimbulkan
gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang punggung.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi pemeriksaan:
1. Urine
o

apH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting,


organisme dapat berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH
yang rendah menyebabkan pengendapan batu asam urat.

Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita


dengan batu, bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.

Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi


dalam proses pembentukan batu saluran kemih.

Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat


apakah terjadi hiperekskresi.

2. Darah
o

Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.

Lekosit terjadi karena infeksi.

Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.

Kalsium, fosfat dan asam urat.

3. Radiologis
o

Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi
bendungan atau tidak.

Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada
keadaan ini dapat dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan
dengan antegrad pielografi tidak memberikan informasi yang
memadai.

4. USG (Ultra Sono Grafi)


Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal.
5. Riwayat Keluarga
Untuk mengetahui apakah ada anggota keluarga yang menderita batu saluran
kemih, jika ada untuk mengetahui pencegahan, pengobatan yang telah
dilakukan, cara mengambilan batu, dan analisa jenis batu.
Komplikasi
Komplikasi yang disebabkan dari Vesikolithotomi adalah sebagai berikut:
1. Sistem Pernafasan
Atelektasis bida terjadi jika ekspansi paru yang tidak adekuat karena pengaruh
analgetik, anestesi, dan posisi yang dimobilisasi yang menyebabkan ekspansi

tidak maksimal. Penumpukan sekret dapat menyebabkan pnemunia, hipoksia


terjadi karena tekanan oleh agens analgetik dan anestesi serta bisa terjadi
emboli pulmonal.
2. Sistem Sirkulasi
Dalam sistem peredaran darah bisa menyebabkan perdarahan karena lepasnya
jahitan atau lepasnya bekuan darah pada tempat insisi yang bisa menyebabkan
syok hipovolemik. Statis vena yang terjadi karena duduk atau imobilisasi
yang terlalu lama bisa terjadi tromboflebitis, statis vena juga bisa
menyebabkan trombus atau karena trauma pembuluh darah.
3. Sistem Gastrointestinal
Akibat efek anestesi dapat menyebabkan peristaltik usus menurun sehingga
bisa terjadi distensi abdomen dengan tanda dan gejala meningkatnya lingkar
perut dan terdengar bunyi timpani saat diperkusi. Mual dan muntah serta
konstipasi bisa terjadi karena belum normalnya peristaltik usus.
4. Sistem Genitourinaria
Akibat pengaruh anestesi bisa menyebabkan aliran urin involunter karena
hilangnya tonus otot.
5. Sistem Integumen
Perawatan yang tidak memperhatikan kesterilan dapat menyebabkan infeksi,
buruknya fase penyembuhan luka dapat menyebabkan dehisens luka dengan
tanda dan gejala meningkatnya drainase dan penampakan jaringan yang ada
dibawahnya. Eviserasi luka/kelurnya organ dan jaringan internal melalui insisi
bisa terjadi jika ada dehisens luka serta bisa terjadi pula surgical mump
(parotitis).
6. Sistem Saraf
Bisa menimbulkan nyeri yang tidak dapat diatasi.
B. Striktur Uretra
Definisi

Striktur uretra adalah penyempitan lumen urethra karena dindingnya mengalami


fibrosis dan kehilangan elastisitasnya.
Etiologi
a. Congenital
b. Sering terdapat di daerah :
-

Fossa navicularis

Pars membranasea

c. Traumatik
Terutama akibat Straddle injury : ruptur urethra dengan ciri gross
hematuri
Gejala :
Pancaran kecil, lemah dan sering mengejan
Bisanya karena retensi urin causa cystitis
Diagnosa :
Uretthrocystogrfi Bipoler untuk melihat :
Lokasi striktur ( proksimal / distal ) untuk
tindakan operasi
Besar kecilnya striktur
Panjang striktur
Jenis striktur
Kateterisasi ukuran 18F - 6F bila gagal
kemungkinan :
Retenssio urin total
Massa tumor
Terapi :
a. Konservatif
Bila cateter 6F gagal masukkan bougie filliform
berhasil ganti dengan cateter Nellaton 14F/16F
b. Operatif
Indikasi :

Panjang striktur 1 cm atau lebih


Jaringan fibrotik peri urethral hebat
Metode :
a. Reseksi anatomose end to end ( panjang striktur 1
cm )
b. Prosedur JOHNSON
Johnson I
Ditempat striktur disayat longitudinal eksisi
jaringan fibrotik mukosa urethra dijahitkan
pada kuluit penis pendulans pasang cateter 5-7
hr cateter diangkat, urin keluar lewat artificial
hipospadia biarkan sampai 6 bln jaringan
daerah striktur lunak Lakukan Johnson II
Johnson II yaitu pembuatan uretra baru
c. Urethroplasty : bila striktur pada pars prostatika
C. Anestesi Spinal
Anestesi spinal adalah salah satu anestesi regional blok sentral (blok
neuroaksial) Anestesia regional merupakan hambatan impuls nyeri suatu bagian
tubuh sementara dengan menghambat impuls syaraf sensorik. Fungsi motorik saraf
dapat terpengaruh baik sebagian maupun seluruhnya. Neuroaksial blok (spinal dan
epidural anestesi ) akan menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok
motoris tergantung dari dosis, konsentrasi dan volume obat anestesi lokal.
Terdapat perbedaan fisiologis dan farmakologis bermakna antara anestesi
spinal dan epidural, yaitu :

Efek fisiologis yang diberikan blok neuroaksial :


- Efek Kardiovaskuler
Akibat dari blok simpatis, terjadi penurunan tekanan darah. Efek
simpatektomi tergantung dari tinggi blok. Pada spinal : 2-6 dermatom
diatas level blok sensoris, sedangkan pada epidural: pada level yang sama.
Pencegahan efek hipotensi adalah dengan pemberian cairan (pre-loading)
untuk mengurangi hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum
dilakukan spinal/epidural anestesi. Selain opemberian cairan, obat-obatan
vasopressor (efedrin) juga dapat diberikan.
Bila terjadi high spinal (blok pada cardioaccelerator fiber di T1-T4) dapat
terjadi bradikardi sampai cardiac arrest.
- Efek Respirasi
Bila terjadi spinal tinggi (blok lebih dari dermatom T5) dapat terjadi
hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak sehingga dapat terjadi
respiratory arrest. Kemudian efek respirasi bisa juga terjadi jika blok
mengenai nervus phrenicus sehingga menganggu gerakan diafragma dan
otot perut yg dibutuhkan untuk inspirasi dan ekspirasi.
- Efek Gastrointestinal
Mual muntah dapat terjadi akibat blok neuroaksial sebesar 20%, yaitu
hiperperistaltik GI oleh aktivitas parasimpatis vagal yang disebabkan oleh
simpatis

yg

terblok.

Mual muntah juga bisa diakibatkan oleh efek hipotensi yaitu


menyebabkan hipoksia otak yg merangsang pusat muntah di CTZ (dasar
ventrikel ke IV).
1. Persiapan Anesthesia Regional
Persiapan anestesi regional sama dengan persiapan anestesi umum yaitu untuk
mengantisipasi terjadinya reaksi toksik sistemik yang bisa berakibat fatal dan
memerlukan persiapan resusitasi, misalnya pada kasus obat anestesi
spinal/epidural masuk ke pembuluh darah dan kemudian menyebabkan kolaps
kardiovaskular hingga henti jantung. Selain itu persiapan juga untuk
mengantisipasi terjadinya kegagalan sehingga operasi dapat dilanjutkan
dengan anestesi umum. Persiapan lain yang perlu diperhatikan adalah :
a. Pemberian informasi tentang tindakan ini (informed concernt), yaitu
pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi.
b. Dilakukan pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat
penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi.
Perhatikan juga adanya scoliosis atau kifosis. Pemeriksaan laboratorium
yang perlu dilakukan adalah penilaian hematokrit. Masa protrombin (PT)
dan masa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat
gangguan pembekuan darah.
2. Keuntungan Anestesia Regional
a. Alat yang dibutuhkan minimal dan teknik yang di gunakan relatif
sederhana biaya relatif lebih murah
b. Dipertimbangkan sebagai teknik yang relatif aman untuk pasien yang tidak
puasa (operasi emergency, lambung penuh) karena penderita sadar
c. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
d. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
e. Perawatan post operasi lebih ringan.
3. Kerugian Anestesia Regional
a. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesia regional
b. Membutuhkan kerjasama penderita
c. Sulit diterapkan pada anak-anak
4. Indikasi Anestesi Spinal
a. Bedah ekstremitas bawah
b. Bedah panggul

c. Tindakan sekitar rektum-perineum


d. Bedah obstetri ginekologi
e. Bedah urologi
f. Bedah abdomen bawah
5. Kontra Indikasi absolut
a. Pasien menolak untuk dilakukan anestesi spinal
b. Terdapat infeksi pada tempat suntikan
c. Hipovolemia berat sampai syok
d. Menderita
koagulopati
dan
sedang

mendapat

terapi

antikoagulan
e. Tekanan intrakranial yang meningkat
f. Fasilitas untuk melakukan resusitasi minim
g. Kurang berpengalaman atau tanpa konsultan anestesi.
6. Kontra indikasi relatif :
a. Menderita infeksi sistemik ( sepsis, bakteremi )
b. Terdapat infeksi disekitar tempat suntikan
c. Kelainan neurologis
d. Kelainan psikis
e. Bedah lama
f. Menderita penyakit jantung
g. Hipovolemia ringan
h. Nyeri punggung kronis.
7. Perlengkapan
Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan perlengkapan
operasi yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan
tindakan resusitasi.
Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal memiliki
permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16G sampai
dengan 30G. Obat anestetik lokal yang dapat digunakan adalah prokain,
tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal
mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi
spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka
akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil
(hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama
(isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan.
Perlengkapan lain yang diperlukan berupa kain kasa steril, povidon iodine,
alcohol, dan duk steril.

Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing


seperti ujung bamboo runcing (Quincke-Babcock atau Greene) dan jenis yang
ujungnya seperti ujung pensil (whitacre). Ujung pensil banyak digunakan
karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal.

8. Teknik Anestesi Spinal


Berikut langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal, antara lain:
a. Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan
posisi termudah untuk tindakan punksi lumbal. Pasien duduk di tepi
meja operasi dengan kaki pada kursi, bersandar ke depan dengan
tangan menyilang di depan. Pada posisi dekubitus lateral pasien tidur
berbaring dengan salah satu sisi tubuh berada di meja operasi.
b. Posisi permukaan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di daerah
antara vertebrata lumbalis (interlumbal).
c. Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung pasien.
d. Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang
medial dengan sudut 10o-30o terhadap bidang horizontal ke arah
cranial. Jarum lumbal akan menembus ligamentum supraspinosum,

ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, lapisan duramater,


dan lapisan subaraknoid.
e. Cabut stilet lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar.
f. Suntikkan obat anestetik local yang telah disiapkan ke dalam ruang
subaraknoid.

Kadang-kadang

untuk

memperlama

kerja

obat

ditambahkan vasokonstriktor seperti adrenalin.


9. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah hipotensi, nyeri saat penyuntikan,
nyeri punggung, sakit kepala, retensio urine, meningitis, cedera pembuluh
darah dan saraf, serta anestesi spinal total.

BAB III
PEMBAHASAN
Sebelum dilakukan operasi, kondisi penderita tersebut termasuk dalam ASA II
karena penderita berusia 65 tahun dan memiliki tekanan darah 160/100 mmHg,
walaupun riwayat hipertensi disangkal dan pasien tidak ada gangguan sistemik yang
berat. Selain itu dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, tidak ditemukan kelainan
organik, fisiologik, psikiatrik, dan biokimia yang berarti. Berdasarkan diagnosis
bedah pasien yaitu retensio urin suspek striktur uretra dan divertikel, rencana
operasinya adalah explorasi buli sehingga jenis anestesi yang akan dilakukan adalah
anestesi regional, yaitu spinal, karena letak organnya di bawah panggul.
Induksi anestesi pada kasus ini menggunakan anestesi lokal yaitu bupivacaine
sebanyak 1 ampul. Kerja bupivacain adalah dengan menghambat konduksi saraf yang
menghantarkan impuls dari saraf sensoris. Kebanyakan obat anestesi lokal tidak
memiliki efek samping maupun efek toksik secara berarti. Pemilihan obat anestesi
lokal disesuaikan dengan lama dan jenis operasi yang akan dilakukan.
Selama perjalanan operasi, pasien diberikan maintanance berupa :
-

O2 4 liter/menit

Pemberian analgetika berfungsi untuk mengurangi atau menghilangkan rasa


nyeri tanpa mempengaruhi susunan saraf pusat atau menurunkan kesadaran juga tidak
menimbulkan ketagihan. Obat yang digunakan ketorolac, merupakan anti inflamasi
non steroid (AINS) bekerja pada jalur oksigenasi menghambat biosintesis
prostaglandin dengan analgesic yang kuat secara perifer atau sentral. Juga memiliki
efek anti inflamasi dan antipiretik.
Pada pengelolaan cairan selama 1 jam operasi, pasien diberikan cairan
sebanyak 1500 cc yang terdiri dari 2 RL sebanyak 1000 cc dan Fima Hes sebanyak
500 cc. Menurut perhitungan teoritis, pemberian cairan dilakukan berdasarkan

perhitungan pengeluaran cairan dan maintananc caira. Berikut perincian pada 1 jam
pertama :
1. Maintenance 2 cc/kgBB/jam

= 65 x 2 cc

= 130 cc

2. Pengganti Puasa

= 8 x 130

= 1040 cc

3. Stress operasi 6 cc/kgBB/jam

= 65 x 6 cc

= 390 cc

Jadi kebutuhan cairan jam I : = x1040 +130+520= 1170 cc 2 flab RL


Operasi berlangsung selama 1 jam, sehingga kebutuhan cairan pasien adalah
sebanyak 1170 cc. Kemudian setelah dilakukan operasi diketahui jumlah perdarahan
pada kasus ini yaitu sebanyak 300 cc. Menurut perhitungan, perdarahan yang lebih
dari 20 % Estimated Blood Volume (EBV) harus dilakukan tindakan pemberian
transfusi darah. Pada pasien ini, perkiraan perdarahan adalah 300 cc, dimana EBVnya adalah 4875 cc.
EBV laki-laki dewasa = 70 cc/kgBB
= 65 x 70 cc

= 4550 cc

Sehingga didapatkan jumlah perdarahan (% EBV) adalah

6,1 %

% EBV = 300/4550 x 100 % = 6,6 %


Oleh karena perdarahan pada kasus ini kurang dari 20% EBV maka tidak
diperlukan tranfusi darah. Dengan pemberian cairan rumatan (koloid 1flab) sudah
cukup untuk menangani banyaknya perdarahan.
Untuk kebutuhan cairan di bangsal, perhitungannya adalah sebagai berikut :
1. Maintenance 2 cc/kgBB/jam

= 65 x 2 cc

130

cc/jam
2. Sehingga jumlah tetesan yang diperlukan jika mengunakan infuse
1 cc ~ 20 tetes adalah 130/60 x 20 tetes = 43,3 tetes/menit
Untuk Program Post Operasi, setelah pasien pulih, pasien dikirim ke bangsal
dengan intruksi yang diberikan adalah :
Post Oerasi rawat di RR
Beri O2 nasal 2-3 lpm
Cairan infuse RL 30 tetes/menit
Awasi vital Sign setiap 15 menit

Tidur head up 30 derajat 24 jam post Operasi


Boleh miring kanan / miring kiri
Bisa langsung MMS
Bila TD sistol <90 beri efedrin 10 mg IV
Bila nadi < 60 x/menit beri Sulfas Atropin 0,5 mg/IV
Bila nyeri hebat, konsul Spesialis Anestesi

BAB IV
KESIMPULAN
1. Penderita usia tahun 65 tahun dengan retensio urin suspek divertikel dan striktur
uretra, kemudian mempunyai hipertensi tanpa adanya gangguan sistemik berarti.
Oleh karena itu pasien digolongkan ASA II
2. Jenis anestesi yang dilakukan adalah anestesi regional (spinal)
3. Induksi anestesi menggunakan buvanest dengan dosis 1 ampul diberikan secara
bolus intravena
4. Pemberian cairan saat operasi berjumlah 520 cc dan cairan di bangsal diberikan
43 tetes/menit
5. Pasca operasi, penderita dibawa ke ruang pulih untuk diawasi secara lengkap dan
baik dan diberikan instruksi paska operasi, sebagai penanganan jika terjadi efek
anestesi yang masih tersisa.

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief, SA, Suryadi, KA, Dachlan, R: Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi kedua,
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 2002.
2. Himendra, A: Teori Anestesiologi, Yayasan Pustaka Wina, Bandung, 2004.
3. Muhiman, Roesli Thaib, Sunatrio, Dahlan, : ANESTESIOLOGI , Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 1989.
4. Mansjoer, Arif. dkk. Anestesi spinal. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran edisi III
hal.261- 264. 2000. Jakarta.
5. Syarif, Amir. Et al. Kokain dan Anestetik Lokal Sintetik. Dalam: Farmakologi dan
Terapi edisi 5 hal.259-272. 2007. Gaya Baru, jakarta.

Anda mungkin juga menyukai