Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat merupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa Yunani, yakni
Philosophia, yang terdiri dari kata philos, yang berarti cinta atau suka, dan
shopia yang berarti bijaksana. Dengan demikian,secara etimologis, filsafat
memberikan pengertian cinta kebijaksanaan (Praja, S, 2003:1-2). Filsafat
India di bangun di atas salah satu peradaban yang tertua di dunia. Tradisitradisinya,
pertahankan.
India, khususnya Lembah Indus, merupakan tempat lahirnya peradaban
dunia yang tertua. Zaman perunggu mencul di sana sekitar tahun 2500 SM.
Penggalian
arkeologi
menunjukkan
peninggalan-peninggalan
yang
diketahui
bahwa
tidak
terdapat
gejolak
mengalahkan
transformasi,
musuh-musuhnya.mereka
kemudian
mengalami
bertanggungjawab
meneruskan
perjuangan
melawan
suku
asli.
4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah/periodisasi filsafat India?
2. Bagaimana metode filsafat India?
3. Apakah
filsafat
India
sebagai
sebuah
filsafat
yang
cerdas
(Konsep
epistemologi)?
4. Mengapa filsafat India
C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah/periodisasi filsafat India.
2. Mengetahui metode filsafat India.
3. Mengetahui filsafat India sebagai Sebuah Filsafat yang Cerdas (Konsep
epistemologi).
4. Mengetahui filsafat India Sebuah Filsafat yang Menuju Kesempurnaan
(Konsep epistemologi).
BAB II
PEMBAHASAN
Upanisad.
Samhita
memuat
Rigweda
(kumpulan
pujian-pujian),
4.
akal
budinya
(untuk
berpikir,
mengerti,
dsb)
dan
tajam
pemikirannya. Jadi dikatakan cerdas apabila dia membahas sesuatu dengan tajam
dan melalui proses akal budi. Dengan konsep-konsep penting yang kita ketahui
tentang epistemologi, akan terlihat bagaimana filsafat India dapat dikatakan
cerdas.
C1. Kecerdasan Filsafat Zaman Upanisad; Brahman adalah Atman
Ada dua kata kunci dalam filsafat zaman Upanisad yang harus
diketahui.Kata kunci itu adalah Brahman dan Atman. Kaelan menjelaskan
bahwa Brahman sebagtai asas kosmos adalah sama dengan Atman sebagai
asas hidup manusia di dalam Atman itulah Brahman menjadi Imanent, yang
tidak
intisarinya atau akarnya, itulah kenyataan, itulah Atman, itulah kamu (tattwam
asi).
Di lain hal ditekankan bahwa inti sebenarnya dari setiap orang adalah
Brahman, maka setiap orang harus tahu bahwa dirinya adalah Brahman. Aku
adalah Brahman (aham Brahma asmi), ialah menjadi segala yang beraneka
ragamini.
Hanya Brahman dan atau Atmanlah yang nyata di luarnya tiada
sesuatupun yang nyata. Oleh karena Brahman adalah Atman maka Atman
bukan hanya berada di dalam manusia melainkan juga di dalam segala sesuatu
yang ada di dalam alam semesta ini, sama seperti Brahman.
Subari mengatakan bahwa konsep epistemologi dari zaman upanisad
melewati dua tahap perkembangan, perkembangan
pengetahuan
tentang
alam
tidak
dapat
dikatakan
sebagai
Upanisad
kurang
menekankan
ajaran
empiris
yang
mana
ajaran
ini
menjadi dua yaitu pengetahuan yang lebih tinggi dan pengetahuan yang lebih
rendah. Pengetahuan yang lebih tinggi ini bisa pengetahuan tentang Brahman,
pengetahuan yang rendah adalah pengetahuan tentang Weda. Lalu untuk
mencapai pengetahuan tentang Brahman, dibutuhkan suatu pemahaman intuisi
atau kesadarn langsung karena panca indera (empiris) dan akal (rasio) tidak
bisa untuk menjangkau Brahman.
Kita bisa melihat keistimewaan kecerdasan pemikiran dari zaman
Upanisad. Pertama, pada zaman ini orang-orang mulai bereaksi terhadap kitab
Weda.Ini berarti pada zaman Upanisad orang sudah mulai berpikir secara
kritis.Mereka
mulai
mempertanyakan
tradisi-tradisi
yang
belum
dapat
pada
zamannya,
bahkan
hingga
sekarang.Karena
Carwaka
10
hanya
menerima
pengetahuan berdasarkan
telah
memverifikasikannya.Maka,
hanya
eksistensi
tidak
duniawi
yang
diakui;
Dengan
konsep
generalisasi,
penyimpulan
memperoleh
pengetahuan tentang objek yang belum diketahui dengan mencari objek yang
sama. Lalu disatukan dengan konsep generalisasi sehingga menciptkan sebuah
pengetahuan baru.
Menurut Carwaka, hal ini tidaklah logis. Misalnya ada kasus semua
yang berasap adalah berapi (premis 1), lalu setelah melihat gunung itu berasap
(premis 2) dapat diketahui bahwa gunung itu berapi (kesimpulan). Carwaka
mengkritik cara berpikir seperti ini. Menurut mereka bagaimana bisa asap
yang ada di gunung bisa diketahui tanpa adanya observasi langsung. Karena
bisa saja ada unsur lain yang menghasilkan asap selain api.Kata semua dalam
11
epistemologi
yaitu,
Jainisme
persepsi,
kebenaran.
Hanya
berpendapat
penyimpulan
kandungan
dan
bahwa
wahyu,
kebenarannya
sumber
ketiganya
tidak
sama
12
mendukung
teori
teorinya
ini
Jainisme
mengakui tujuh
13
adalah
pengetahuan
yang
langsung
diterima
dari
macam
pengetahuan
pengetahuan
manusiapun
dapat
yang
baru
bertambah
dari
dan
manusia,
tidak
sehingga
terkukung.
14
penyimpulan
(anumana),
pembandingan
(upamana)
dan
kesaksian (sabda).
Pertama pengamatan (pratyaksa), hal ini memberikan pengetahuan
kepada
kita
akan
objek-objek
menurut
ketentuan
masing-masing.
kita
dengan
objek-objek
itu.
Nyaya menganggap
bagi
(nirwikalpa)
dan
pratyaksa
yang
ditentukan
(sawikalpa).
15
ada diantara subyek dan obyek. Dengan pengamatan kita dapat memperoleh
pengetahuan yang langsung. Artinya tidak ada sesuatu yang diantara subjek
dan objek. Indera kita berhubungan langsung dengan objek-objeknya.
Tidaklah
demikian
keaaan
pengetahuan
yang
diperoleh
dengan
penyimpulan.
Ketiga, pembandingan (upamana), yaitu pengetahuan tentang adanya
kesamaan, yang menghasilkan pengetahuan adanya hubungan antara nama
atau sebutan obyek yang disebut dengan nama atau sebutan dan obyek yang
disebut dengan nama itu. Keempat adalah kesaksian (sabda), yaitu kesaksian
orang yang dapat dipecaya yang dinyatakan dalam kata-katanya dan
kesaksian Weda. Oleh karena bagaian-bagian Weda itu dipandang sebagai
pernyataan Tuhan, maka kesaksian Weda dipandang sebagai pengetahuan
yang sempurna, sedangkan kesaksian manusia hanya bisa dikatakan benar
bila berasal dari orang yang dipercaya.
Keempat, ajaran Nyaya tentang kebenaran ini menggambarkan kepada
kita, betapa Nyaya ingin mengungkapkan kebenaran akan pengetahuan. Kita
dapat melihat keistimewaan dari ajaran Nyaya ini.
Pertama, mereka membuat penyimpulan dengan cara memberikan
contoh lain sebagai pembanding. Menurut penulis ini adalah suatu terobosan
yang dapat memperkuat posisi penyimpulan dalam pengetahuan.
Hal itu bisa dicontohkan sebagai berikut; Misal penyimpulan biasa,
maka yang terjadi adalah, bila semua yang berasap itu berapi (premis 1), dan
gunung mengeluarkan asap (premis 2), maka dapat disimpulkan bahwa
gunung itu berapi. Penyimpulan biasa seperti ini, mempunyai banyak
kelemahan yang salah satunya di kritik oleh Carwaka (lihat sub-bab tentang
kecerdasan filsafat Carwaka).
Nyaya
memberika
sebuah
penyimpulan
yang
lain,
dengan
16
dapur kita mengatahui bahwa yang berasap itu berapi (ilustrasi), Gunung itu
berasap, sedang asap senantiasa menyertai api (perbandingan), jadi dapat
disimpulkan bahwa gunung itu berapi.
Kedua, adalah pengetahuan dalam Nyaya mempunyai sebuah batu uji
yang dinamakan praktek. Sebuah pemikiran yang tidak ditemukan dalam
filsafat lain di India pada zamannya. Jadi apabila sebuah kesimpulan
mengatakan bahwa makan itu bisa membuat lapar, sedangkan dalam
prakteknya malah membuat kenyang, maka kesimpulan itu salah dengan
argumentasi apapun.
Itulah kecerdasan dari filsafat Nyaya, sebuah filsafat yang memberikan
sebuah pemikiran untuk memperkuat suatu penyimpulan dan dapat menguji
pengetahuan-pengetahuan mereka dengan batu uji sendiri yaitu praktek.
sebenarnya
tidak
Nyaya, karena mereka sama-sama dalam posisi astika atau pendukung kitab
Weda. Tetapi ada beberapa perbedaan yang membuat epistemologi Sankhya
lebih khas dan mengambarkan kecerdasan mereka.
Menurut Sankhya ada tiga alat untuk medapatkan pengetahuan yang
benar, yaitu : pengamatan, penyimpulan dan kesaksian. Karena penyimpulan
dan kesaksian Sankhya hampir sama dengan Nyaya, maka yang di bahas
hanya pengamatan saja, yang menjadi ciri khas filsafat Sankhya.
Seperti halnya dengan Nyaya-Waisesika, Sankhya mengakui adanya
dua tingkat pengamatan, yaitu pengamatan yang tidak menentukan dan
pengamatan
yang
menentukan.
17
pengamatan atas hal-hal yang berdiri sendiri, yang lalu dijadikan sintese pada
taraf pengamatan yang menentukan.Tetapi yang diamaksut ialah bahwa
pengamatan itu mula-mula hanya mewujudkan pengamatan yang kabur.
Dengan perantaraan analisa, sintesa dan interpretasi pengamatan ini lalu
menjadi jelas
dan
tertentu.
tanpa
menentukannya,
dan
menyampaikan
pengamatan-
suatu
sintesa
dan
meneruskannya
kepada
ahamkara,
yang
18
menjelaskan
secara
jelas
tentang
bagaimana
Upanisad
mengajarkan hal yang harus dilakukan manusia. Tujuan manusia ialah inigin
mendapatkan suatu pelepasan. yang dimaksudkan pelepasan di sini adalah
lepas dari kelahiran kembali karena kelahiran kembali itu berarti manusia
berada dalam keadaan samsara. Dan sebab orang itu dilahirkan kembali,
menurut Upanisad sebab orang dilahirkan kembali karena adanya karma, dan
karma diartikan suatu perbuatan atau akibat perbuatan itu sendiri.
Orang yang berbuat baik nantinya akan dilahirkan kembali dalam
keadaan atau tingkatan yang baik dan sebaliknya, tetapi yang perlu diketahui
selama manusia masih berbuat apakah itu perbuatan baik maupun perbuatan
yang jelek pada prinsipnya adalah masih harus dilahirakn kembali dan berarti
manusia dalam keadaan samsara.
Lalu bagaimanakah yang baik itu? Upanisad menjelaskan bahwa yang
baik adalah mengorbankan karma dan cara mengorbankan karma adalah
dengan selangkah demi selangkah. Subari menjelaskan tingkatan itu antara
lain :
19
1. Tingkatan
belajar
kepada
seorang
guru,
khusunya
tentang
Weda
(Srawana).
2. Tingkatan menyakini terhadap apa yang diajarkan guru tentang Weda
(Manana).
3. Tingkatan menjadi satu dengan Weda (Dhyana).
Bila kita melihat tingkatan untuk menjadi yang baik dari Upanisad,
maka terlihat bahwa etika Upanisad berjalan melalui tingkatan menuju sebuah
tingkatan yang dikatakan sempurna. Di mana seseorang harus bersatu dengan
Weda. Tingkatan terakhir dalam Upanisad ini mengharapkan agar manusia
sudah bersih dari kepentingan dan sudah bersatu dangan Brahman dan
mengerti aliran Atman. Sebuah Filsafat yang menuju kesempurnaan.
kebebasan
yang
mereka
inginkan.
Yaitu
mencapai sebuah
20
Memang dari semua aliran filsafat di India hanya Carwaka yang tidak atau
kurang spiritualis.
D3. Jainis Sebuah Pelepasan
Mungkin
bila
menggambarkan
sosok
yang
spiritualis
dan
Objek-obejek yang
kebahagiaan,
kesenangan
dan
kesakitan dianggap sebagai sandiwara-sandiwara kehidupan manusia. Orangorang yang mengejar hal-hal itu di sebut sebagai orang yang tidak kuat dan
bodoh, karena orang yang kuat menurut prespektif Jainisme adalah orang
yang berhasil menolak segala godaan manusiawi. Keadaan akhir atau tujuan
itu dinamkan sebagai kaivalya, atau
pelepasan diri secara absolut, karena seriap partikel dalam materi karma
terbakar, yang berarti tidak ada aliran benih baru yang bisa masuk, maka tidak
ada lagi kemungkinan untuk mendapatkan pengalaman baru.
Dalam prakteknya untuk melakukan pembebasan jainisme melakukan
3 hal. Pertama, adalah keyakinan yang sempurna bahwa di dunia ini ada
hukum karma yang berlaku, bahwa setiap perbuatan pasti akan dibalas entah
perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Selain itu juga keyakinan sempurna
akan adanya pembebasan tertinggi yang di sebut moksa. Setiap orang yang
mencapai moksa harus melakukan pembebasan terhadap belnggu-belenggu
duniawi mereka. Dalam prakteknya jainisme monlak ajaran weda karena
janisme
tidak
cocok
dengan
berbagai peraturan
pengetahuan
benar
Pengetahuan
ebrarti juga
bersifat relativ,
21
Ketiga , perilaku benar yang terdiri atas praktek tidak menyakiti atau
melukai seluruh makhluk hidup, menghindari kesalahan, mencuri, sensualitas,
dan kemelakatan objek-objek indriya, mengkombinasikan ketiganya di atas,
perasaan akan dikendalikan dan karma yang membelenggu roh akan
disingkirkan
Ketiga hal inilah yang didapatkan untuk membebaskan jiwa dari
belenggu, dapat dikatakan juga tujuan hidup jainisme adalah untuk etika dan
spritual.
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat India mengalami pembabakan selama 5 periode antara lain :
-
banyak terobosan-terobosan berpikir dan pembahasan yang tajam tentang apa itu
pengetahuan yang benar. Upanisad menunjukkan kecerdasannya dengan menggali
Brahman dan Atman, Carwaka dengan persepsi langsungnya, Jainisme dengan
titik tolaknya, Sankhya dengan Pengamatannya dan Nyaya dengan pemahamn
akan obyek dan gagasan.
Sedangkan dikatakan Etika yang mnuju kesempurnaan , karena berbagai
aliran filsafat di India menghendaki agar pengikut kaummnya melewati sebuah
proses untuk mecapai sebuah kesempurnaan. Bila Upanisad dengan menyatu
dengan Brahman,
B. Saran
Penulis menyadari akan kekurangan dalam makalah tersebut, oleh karena itu
kami mengharapkan pembaca juga mengumpulkan referensi yang lain untuk
melengkapi pembahasan yang belum jelas.
23
DAFTAR PUSTAKA
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_filsafat/Bab_2.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/adwaita Vedanta
http//www.network54.com/forum/178267/message/Pengaruh+Sad+Dharsana+di+Bal
i
Maswinara, I Wayan. 2006. Sistem Filsafat Hindu (Sarva Darsana Samgraha).
Surabaya. Paramita
Praja, Juhaya S. 2003. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta. Kencana
24