Anda di halaman 1dari 23

3.1.

KETUBAN PECAH DINI (KPD)

3.1.1. Definisi KPD


Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of membrans
(PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai
kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya
efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda
awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada
primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida. Pecahnya selaput ketuban
dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm
sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau ketuban pecah dini
aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini
preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari
12 jam maka disebut prolonged PROM.2
3.1.2. Etiologi KPD
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas
yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar.
Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan
kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar
kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta,
fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas, dimana
sebagaian bear jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion
sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen
dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya
infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim
protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini
menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada
selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah
0

spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus berkontraksi sehingga membran
mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.4
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan
beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini, antara
lain:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup
untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen
di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan
meningkat 10 kali. Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan
oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat
pada membran melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya
membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metalloproteinase
merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.2
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen.
Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas
yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.2
3. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan atau
terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di samping juga
ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma EhlersDanlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa
dan struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi,
termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen. Dimana 72
% penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini akan mengalami persalinan preterm
setelah sebelumnya mengalami ketuban pecah dini preterm.2
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion
akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.2
1

5. Faktor tingkat sosio-ekonomi


Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan
insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak
kelahiran yang dekat.2
6. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya
selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari kavum uteri.
Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan risiko
terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok, secara tidak langsung dapat
menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan prematur. Kelainan letak
dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan KPD, namun mekanismenya
belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor lain, seperti : hidramnion, gamelli,
koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5, stres psikologis,
serta flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.2
Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini mempunyai
dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut :

Serviks inkompeten.
Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.
Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum
masuk pintu atas panggul, disproporsi sefalopelvik.
Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.5

3.1.3. Epidemiologi KPD


Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm, 810 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan
kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat
berulang pada kehamilan berikutnya, menurut Naeye pada tahun 1982 diperkirakan
2

21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru menduga rasio
berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko
morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti : korioamnionitis dapat terjadi
sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7%.
Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus
KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat
baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan,
3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada
ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden
sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam.2
Proporsi KPD di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005 sampai 31
Oktober 2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus KPD adalah sebanyak 12,92%.
Sedangkan proporsi kasus KPD preterm dari 328 kasus ketuban pecah dini baik yang
melakukan persalinan maupun dirawat secara konservatif sebanyak 16,77%
sedangkan sisanya adalah KPD dengan kehamilan aterm. Kontribusi KPD ini lebih
besar pada sosial ekonomi rendah dibandingkan sosial ekonomi menengah ke atas.2
3.1.4. Patofisiologi KPD
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya
selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang
ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks
ekstraseluler pada selaput ketuban.2

Gambar 3.1. Gambar skematik struktur selaput ketuban saat aterm.2


Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan
jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan
aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks
metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah
komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput
ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen
fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga
memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat
metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat
aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2.
TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1.2
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan
kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan

menyebabkan

terjadinya

degradasi

matriks

ektraseluler

selaput

ketuban.

Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis


pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease
yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.2
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan
pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien
lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam
askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat
tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini.
Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.2
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme.
Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan
Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap
infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan
prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis
faktor yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan
MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang
produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan
ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi
kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2
yang melepaskan prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon
imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel
korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga
terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam
arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara
produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun
5

prostaglandin terutama E2 dan F2 telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan


mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput
ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33. Indikasi terjadi
infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu temperatur rektal ibu
dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38C, peningkatan denyut
jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.2

Tabel 3.1. Frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra-amniotik.2


Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler
pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi
MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks
dari kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan
penurunan produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat
menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yang berfungsi
mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan
plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh
progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam
membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput
ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis
pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya
dijelaskan.2
Kematian Sel Terprogram
6

Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian
sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput
ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan
granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian
sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks
ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan
penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum
diketahui dengan jelas.2
Peregangan Selaput Ketuban
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput
ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga
merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel
amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas
kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses
sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya
selaput ketuban.2

Gambar. 3.2. Mekanisme multifaktorial menyebabkan ketuban pecah dini.2


3.1.5

Diagnosis KPD
Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena diagnosis

yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal
atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosis
yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi
yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu,
diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara :
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau mengeluarkan
cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau, atau kecoklatan sedikitsedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat
disertai dengan demam jika sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa
persalinan, tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus. Riwayat umur kehamilan pasien
lebih dari 20 minggu.4

Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak adanya
nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang
diharapkan menurut hari pertama haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan
perkiraan ukuran janin dan presentasi.4
2. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel cairan
ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan
pemeriksaan bakteriologis.5
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :
1. Pooling

: Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.

2. Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.


3. Ferning

: Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek glass dan

didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan gambaran seperti daun
pakis.8
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya
cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari
ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah.
Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah
adalah urin. Karena cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas
nitrazine menjadi biru bila terdapat cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti,
adanya lanugo atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering (ferning) dapat
membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan penentuan rasio lesitin-sfingomielin
dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi kematangan paru janin. Bila
kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur
serviks terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatis dan Neisseria
gonorea.4
3. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi
serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin dan
9

menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari kecuali
jika pasien jelas berada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan untuk
melahirkan.4
4. Pemeriksaan penunjang

Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus merah
menjadi biru.
Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm 3 kemungkinan ada

infeksi.
USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin, letak

plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.


Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini

atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau peningkatan
suhu, denyut jantung janin akan meningkat.
Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin - sfingomielin dan

fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru janin.4


3.1.6. Diagnosis Banding KPD
Fistula vesiko vaginal pada kehamilan.4
3.1.7. Penatalaksanaan KPD
Konservatif

Rawat di rumah sakit.


Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan
dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
Jika umur kehamilan < 32 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan

janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.


Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.

10

Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.7
Aktif

Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50g intravaginal tiap 6 jam

maksimal 4 kali.
Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri jika :
a.
Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian induksi.
b.

Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.


Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.9

Tabel. 3.2 Penatalaksanaan ketuban pecah dini.7

11

Gambar. 3.3 Alur penatalaksanaan ketuban pecah dini.8


3.1.8. Komplikasi KPD
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam

12

24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24
jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50%
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan
terjadi dalam 1 minggu.1
Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada
ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara
umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat
sebanding dengan lamanya periode laten.1
Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat.1
Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah dini yang

terjadi

terlalu

dini

menyebabkan

pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan


anggota badan janin, serta hipoplasia pulmonal.1
3.1.9. Prognosis KPD
Ditentukan

berdasarkan

umur

dari

kehamilan,

penatalaksanaan

dan

komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul.2


BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Ny. D usia 25 tahun datang ke IGD Rumah Sakit A.W.Sjahranie
Samarinda 13 Juli 2012 pukul 14.45 WITA dengan keluhan utama keluar air dari jalan
lahir. Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

13

maka didapatkan diagnosis G1P0A0 gravid 36 minggu+ Tunggal hidup + presentasi


kepala + inpartu kala I fase laten+ Ketuban Pecah Dini
Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Diagnosis KPD yang tepat sangat penting untuk
menentukan penanganan selanjutnya. Oleh karena itu, usaha untuk menegakkan
diagnosis KPD harus dilakukan dengan cepat dan tepat.
4.1.

Anamnesis
Pada kasus, berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan yang sesuai dengan

teori ,yaitu pasien mengeluhkan keluar air-air dari jalan lahir sejak 5 jam SMRS
hingga membasahi selembar sarung. Air-air tersebut jernih dan berbau amis. Selain
itu, pasien juga mengakui keluar lendir darah dari jalan lahir 3 jam SMRS. Perut
kencang-kencang dialamin pasien sejak 3 hari SMRS yang dirasakan semakin hari
semakin sering. Pasien rutin periksa kehamilan di bidan, namun belum pernah
melakukan pemeriksaan dengan USG di dokter Sp.OG
Berdasarkan teori, diagnosis KPD 90% dapat ditegakkan melalui anamnesis.
Dari anamnesis didapatkan pasien merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan
cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas dan perlu juga
diperhatikan warna keluarnya cairan tersebut. His belum teratur atau belum ada serta
belum ada pengeluaran lendir darah.
Teori
Kasus
Pasien merasa basah pada vagina.
Pasien datang dengan keluhan keluar
Mengeluarkan cairan banyak tiba
air-air dari jalan lahir
Riwayat keluar air ketuban dari jalan
-tiba dari jalan lahir.
Warna cairan diperhatikan.
lahir sejak 5 jam sebelum masuk rumah
Belum ada pengeluaran lendir
sakit.
darah dan berbau khas
Cairan yang keluar jernih dan berbau
His belum teratur atau belum ada.
amis
Perut kencang-kencang sejak 3 hari

14

sebelum masuk rumah sakit, makin


lama makin sering

4.2 Pemeriksaan Fisik


Pada kasus, pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal, baik
pemeriksaan tanda vital, maupun status generalisata dari pasien. Pada pasien tidak
didapatkan adanya tanda-tanda infeksi. Suhu pasien normal yaitu 37,4o C. Denyut
nadinya juga dalam batas normal, yaitu 80 kali per menit.
Berdasarkan teori, pemeriksaan fisik pada kasus KPD ini penting untuk
menentukan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu. Hal ini terkait dengan
penatalaksanaan KPD selanjutnya dimana risiko infeksi ibu dan janin meningkat pada
KPD. Umumnya dapat terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Selain itu
juga didapatkan adanya nadi yang cepat.
Teori
Tanda-tanda infeksi:
Suhu ibu >38o C
Nadi cepat

Kasus
Tidak ada tanda-tanda infeksi:
Suhu ibu 37,4o C
Nadi 80 kali / menit

4.3 Pemeriksaan Inspekulo


Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan inspekulo. Pemeriksaan ini tidak
dilakukan karena sebelumnya pasien memiliki riwayat keluar air-air. Cairan yang
keluar berwarna jernih mengalir.
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama
terhadap kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak
keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE). Pada pasien KPD akan tampak
cairan keluar dari vagina. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, bau
dan pHnya. Air ketuban yang keruh dan berbau menunjukkan adanya proses infeksi.

15

Teori
Kasus
Pemeriksaan dengan spekulum tampak Tidak
keluar cairan dari OUE
Tampak cairan keluar dari vagina
Cairan yang keluar diperiksa warna,
bau dan pHnya
Air ketuban yang keruh dan berbau

dilakukan

pemeriksaan

dengan spekulum.
Riwayat keluar air ketuban.
Cairan jernih, pH diperiksa dengan
kertas Lakmus

menunjukkan adanya proses infeksi.


4.4 Pemeriksaan Dalam
Pada kasus, pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan dalam pada saat pertama
kali datang untuk menentukan ada tidaknya pembukaan. Pada saat di lakukan
pemeriksaan dalam pada pasien ini belum dapat mengevaluasi ketuban karena
pembukaan portio masih 1 cm, dengan konsistensi tebal lunak, ketuban (-).
Pemeriksaan dalam vagina dibatasi seminimal mungkin dan hanya dilakukan
kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan
pada pasien dengan KPD akan ditemukan selaput ketubannya negatif. Pemeriksaan
dalam pada saat pasien datang pertama kali adalah penting untuk menilai apakah
sudah ada pembukaan sehingga pasien berada dalam kondisi inpartu.
Teori
Kasus
Pemeriksaan dalam dilakukan :
Pemeriksaan dalam dilakukan :
Seminimal mungkin untuk mencegah Saat pertama kali datang.
Untuk
memantau
kemajuan
infeksi.
KPD sudah dalam persalinan.
KPD yang dilakukan induksi persalinan.
Selaput ketuban negatif.

persalinan.
Selaput ketuban

tidak

dapat

dievaluasi

4.5 Pemeriksaan Laboratorium

16

Berdasarkan pemeriksaan tersebut dan penunjang, yaitu : laboratorium bahwa


leukosit pasien dalam batas normal (10.200 / mm 3) dan kesimpulannya bahwa air
ketuban tidak menunjukkan adanya proses infeksi.
Pada pasien ini dilakukan tes lakmus. Sekret vagina ibu hamil pHnya adalah
4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning. Tes Lakmus (tes
nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air
ketuban (alkalis). pH air ketuban adalah 7 7,5.
Teori
Kasus
Pemeriksaan leukosit untuk mengetahui Leukosit: 10.200
Dilakukan
pemeriksaan
yanda-tanda infeksi
Kertas lakmus merah berubah menjadi

pH

dengan tes lakmus, hasilnya pH 8

biru
pH air ketuban adalah 7 7,5
4.6 Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien ini, selama kehamilan tidak pernah melakukan pemeriksaan USG
di dr. Sp.OG. Pada kasus ini, tidak dilakukan pemeriksaan NST.
Pemeriksaan USG pada kasus KPD dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan
ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang
sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada keadaan oligohidromnion. Pemeriksaan
NST dilakukan untuk menilai gambaran denyut jantung janin dalam hubungannya
dengan gerakan / aktivitas janin. Interprestasi NST dikatakan reaktif jika terdapat
paling sedikit 2 kali gerakan janin dalam waktu 20 menit pemeriksaan yang disertai
adanya akselerasi paling sedikit 10-15 dpm, frekuensi dasar (baseline) denyut jantung
janin diluar gerakan janin antara 120-160 x/menit dan variabilitasnya antara 6-25
dpm. Adapun indikasi dilakukan pemeriksaan kardiotokografi diantaranya hipertensi
dalam kehamilan, kehamilan dengan diabetes mellitus, kehamilan post-term, IUGR,
ketuban pecah dini, gerakan janin berkurang, kehamilan dengan anemia, kehamilan

17

ganda, oligohidramnion, polihidramnion, riwayat obstetrik buruk, dan kehamilan


dengan penyakit ibu.6
Teori
Kasus
Pemeriksaan leukosit untuk mengetahui Pada
tanda-tanda infeksi

pasien

ini

tidak

pernah

melakukan pemeriksaan USG.

USG untuk melihat jumlah cairan

NST pada kasus ini tidak dilakukan

ketuban dalam kavum uteri

NST reaktif jika :


1. Terdapat

paling

sedikit

kali

gerakan janin dalam waktu 20 menit


pemeriksaan yang disertai adanya
akselerasi paling sedikit 10-15 dpm,
2. Frekuensi dasar (baseline) denyut
jantung janin diluar gerakan janin
antara 120-160 kali/menit dan
3. Variabilitasnya antara 6-25 dpm.
4.7 Penatalaksanaan
Pada kasus ini, keluar air ketuban dari jalan lahir atau dalam hal ini pecahnya
ketuban dicurigai terjadi 5 jam sebelum masuk rumah sakit, sementara belum ada
tanda-tanda inpartu pada pemeriksaan dalam, tidak dilakukan pemeriksaan NST
untuk menilai keadaan janin dan pasien diobservasi.
Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan
dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap pasien KPD, yaitu umur kehamilan
dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu. Pemberian antibiotik profilaksis dapat
menurunkan infeksi pada ibu. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan
segera setelah diagnosis KPD ditegakkan. Beberapa penulis menyarankan bersikap
aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan

18

alasan pasien akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Induksi dilakukan dengan
memperhatikan Bishop score, jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya jika < 5,
dilakukan pematangan serviks, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio
sesarea.
Teori
Kasus
Pemberian antibiotik profilaksis dapat Pasien diberikan injeksi antibiotik
menurunkan infeksi pada ibu
Bila skor pelvik < 5, lakukan
pematangan
induksi.
Bila skor

serviks,

kemudian

Cefotaxime 3 x 1gr
Dilakukan induksi dengan gastrul
tablet pervaginam yang dilanjutkan
dengan drip oxytocin

pelvik

>

5,

induksi

persalinan.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan, pasien pada kasus ini didiagnosis sebagai KPD. Kasus yang
ditemukan sudah sesuai dengan teori yang ada. Penatalaksanaan KPD pada pasien ini
pada umumnya tepat, walaupun ada beberapa perlakuan yang sebaiknya dilaksanakan
tidak dilakukan, seperti pemeriksaan USG dan NST.

19

BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus atas pasien Ny. D yang berusia 25 tahun datang
ke rumah sakit dengan keluhan utama perut kencang. Setelah melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka didapatkan G1P1A0 gravid 36
minggu+ Tunggal hidup + presentasi kepala + inpartu kala I fase laten + ketuban
pecah dini. Pada pasien ini dilakukan persalinan spontan pervaginam dengan induksi
gastrul.
Diagnosis akhir pada pasien ini adalah PIA0 partus aterm + ketuban pecah
dini. Secara umum penegakkan diagnosis maupun penatalaksanaan pada pasien ini
sudah tepat dan sesuai dengan teori.

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin


A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 677-680.
2. Ketuban
Pecah
Dini.
2011.
Diambil

dari

situs

http://www.scribd.com/doc/6174 2900/Lapsus-KPD-singaraja.html. diakses


pada tanggal 16 Juli 2012.
3. Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/
59744828/ketuban-pecah-dini-2.html. diakses pada tanggal 16 Juli 2012.
4. Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/
65772733/KPD.html. diakses pada tanggal 16 Juli 2012.
5. Gde Manuaba, I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2001. Hal: 229-232.

21

6. Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/


65476803/tinjauan-pustaka-KPD.html. diakses pada tanggal 16 Juli 2012.
7. Saifudin A.B. 2006. Ketuban Pecah Dini, Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal : 218-220.
8. Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/
50265897/BAB-I.html. diakses pada tanggal 16 Juli 2012.

22

Anda mungkin juga menyukai