Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di negara yang sedang berkembang, abses hati sering ditemukan; sebagian besar
disebabkan oleh infeksi parasit, misalnya ameba, ekinokokus, serta (yang lebih jarang)
protozoa dan cacing lainnya. Di negara maju, abses hati akibat parasit jarang ditemukan dan
umumnya mengenai migran. Di dunia Barat, abses akibat bakteri atau jamur lebih sering
terjadi, mencerminkan komplikasi infeksi di tempat lain. Organisme mencapai hati melalui
satu dari jalur berikut: (1) infeksi asendens di saluran empedu (kolangitis asendens); (2)
penyebaran melalui pembuluh darah, baik porta atau arteri; (3) invasi langsung ke hati dari
sumber di sekitar; atau (4) luka tembus. Abses hati biasanya timbul pada keadaan defisiensi
imunmisalnya usia sangat lanjut, imunosupresi, atau kemoterapi kanker disertai kegagaian
sumsum tulang.
tengah berkisar dari milimeter hingga masif. Penyebaran bakteri melalui sistem
arteri atau porta cenderung menimbulkan abses kecil multipel, sedangkan perluasan
langsung dan trauma biasanya menyebabkan abses besar dan tunggal. Abses empedu, yang
biasanya multipel, mungkin mengandung bahan purulen di saluran empedu di sekitarnya.
Gambaran makro dan mikroskopik serupa dengan abses piogenik biasa. Kadang-kadang
dapat ditemukan jamur atau parasit dan bukan bakteri. Abses hati di daerah subdiafragma,
terutama abses amuba, kadang-kadang meluas ke dalam rongga toraks dan menyebabkan
empiema atau abses paru. Abses hati menyebabkan demam dan, pada banyak kasus, nyeri
kuadran atas kanan serta pembesaran dan nyeri hepar. Sering terjadi ikterus akibat obstruksi
empedu di luar hati. Meskipun terapi antibiotik dapat mengendalilkan lesi kecil, sering perlu
dilakukan drainase secara bedah. Karena diagnosis sering terlambat, terutama pada pasien
dengan penyakit lain yang serius, angka kematian pada abses hati yang besar dapatberkisar
dari 30% hingga 90%. Dengan pengenalan dan penanganan dini, hampir 80% pasien dapat
diselamatkan.

1.2 Tujuan
1 .Agar mahasiawa dapat mengetahui pengertian dari abses hepar
2. Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala abses hepar
1

3. Mahasiswa dapat mengetahui cara penanganan/ pengobatan dari abses hepar


4. Mahasiswa dapat mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan abses hepar
1.3 Manfaat
Makalah ini di buat oleh penulis agar mahasiswa, tenaga kesehatan atau
tenaga medis dapat memahami tentang penyakit abses hati.

BAB II
PEMBAHASAN
Skenario
LIVER ABSES
Seorang pria 40 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang hebat
seingga pasien datang dengan jalan terbungkik kedepan seraya memegangi perut kanan atas,
yang disertai demam tinggi, hal ini dialami os sejak kurang lebih 3 hari ini, mual (+),
mencret (+), 1 bulan yang lalu. Mata kuning (+), dialami os sejak 3 hari ini, mual (+),
muntah (-).
Pada vital sign didapati:
Sens

: CM
2

TD

: 130/80 mmHg

HR

: 100x/i

RR

: 24x/i

: 38,9o c

Pada pemeriksaan Fisik:


Mata

: Ikterus (+)

Abdomen

: Hepatomegali 3cm BAC, pinggir tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata,


nyeri tekan (+)

Lab

: Leukosit : 20.000/mm3

LFT

: Bil tot: 3mg/dl, Bil dir: 2mg/dl, Alk fosfatase: 120, SGOT IU/L, SGPT:
150/L

2.1 Learning Objectives


1. Apa yang dimaksud dengan liver abses?
2. Apa saja klasifikasi liver abses?
3. Apasaja faktor penyebab liver abses?
4. Bagaimana patofisiologi liver abses?
5. Apasaja tanda dan gejala pada penyakit liver abses?
6. Apa diagnosa banding liver abses?
7. Bagaimana prognosis liver abses?
8. Bagaimana pemeriksaan fisik dan penunjang pada liver abses?
9. Bagaimana penatalaksanaan pada liver abses?
10. Apa komplikasi liver abses?
11. Bagaimana pencegahan paga liver abses?
12. Berapa nilai normal pemerksaan laboratorium pada liver abses?

2.2 Definisi Liver Abses


Abses hati masih merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara di
Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya dengan
3

sanitasi yang jelek, status ekonomi yang renah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus
urbanisasi menyebabkan bertarnbahnya kasus abses hati di daerah perkotaan. Di negara
yang sedang berkembang abses hati amebik Iebih sering didapatkan secara endemik
dibandingkan dengan abses hati piogenik. Penyebab infeksi dapat disebabkan oleh infeksi
bakteri, parasit ataupun jamur.
Dalam beberapa dekade terakhir mi telah banyak perubahan mengenai aspek
epidemiologis, etiologi, bakteriologi, cara diagnostik mau- pun mengenal pengelolaan serta
prognosisnya.
2.3 Klasifikasi Liver Abses
Pada dasarnya penyakit liver abses terbagi menjadi dua yaitu abses hati amebic
(AHA) dan abses hati piogenic (AHP). Amebiasis hati masih merupakan masalah kesehatan
dan sosial di daenah seperti Asia Tenggara, Afnika dan Amenika Latin. Terutama di daerah
yang banyak didapatkan strain virulen Entamoeba histolytica yang tinggi dan di mana
keadaan sanitasi bunuk, status sosioekonomi rendah santa status gizi yang kurang baik.
Penyakit ini tidak hanya mengenai daerah tropik atau subtropik saja tetapi juga hampir
mengenai seluruh dunia.
Hampir 10% penduduk dunia terutama di negara berkembang terinfeksi E.histolytica, tetapi
hanya sepersepuluh (10%) yang memperlihatkan gejala. Insidensi amebiasis hati di AS
seperti di Thailand benkisar 0,17% sedang di berbagal AS di Indonesia benkisar antara
5-15 pasien pertahun.
Individu yang mudah teninfeksi adalah penduduk di daenah endemi, wisatawan ke
daerah endemis atau pana homoseksual. Penelitian epidemiologi di Indonesia menunjukkan
penbandingan pnia : wanita berkisar 3:1 sampai22:1, yang tersering pada dekade IV.
Penularan pada umumnya melalui jalur oral-fekal dan dapat juga orai-anal-fekal.
Kebanyakan amebiasis hati yang dikenai adalah pria, 3,4 sampai 8,5 kali lebih sering dan
wanita. Usia yang dikenai berkisar antara 20-50 tahun terutama dewasa muda dan lebih
jarang pada anak.
Abses hati piogenik dahulu lebih banyak terjadi melalui infeksi porta, terutama pada anak
muda, sekunder terhadap peradangan apendisitis, tetapi sekarang abses piogenik sering
terjacii sekunder terhadap obstruksi dan infeksi saluran empedu. Terutama pada kelompok
usia lanjut, keadaan ini meningkat dan peningkatan mi disebabkan imunosupresi, pemakaian
kemoterapi intensitas ehingga mempermudah infeksi oleh organisme oportunistik. AHP juga
dapat disebabkan oleh luka tusuk, bakteri yang sering menyebabkan abses hati piogenik
4

antara lain E. Coli, Staphylococcus milleri, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae,


dan Enterobacteriae.
2.4 Etiologi dan Patogenesis Penyakit Liver Abses
2.4.1 Abses Hati Amebic
Didapatkan beberapa spesies ameba yang dapat hidup sebagai panasit non-patogen
dalam mulut dan usus, tetapi hanya E.histolytica yang dapat menyebabkan penyakit,
contohnya dapat menyebabkan penyakit abses pada hati. Hanya sebagian kecil individu
yang terinfeksi E. histolytica yang membeni gejala amebiasis invasif, sehingga diduga ada 2
jenis E.histolytica yaitu strain patogen dan non-patogen. Bervariasinya virulensi berbagai
strain E. Histolytica ini berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hati.
Siklus hidup E.histolytica dapat dibagi atas 2 bentuk yaitu tropozoit dan kista. Tropozoit
adalah bentuk motil yang biasanya hidup komensal di dalam usus. Dapat bermultiplikasi
dengan cara membelah diri menjadi dua atau menjadi kista. Tumbuh dalam keadaan anaerob
dan perlu hanya bakteri atau jaringan untuk kebutuhan zat gizinya. Ada beberapa
mekanisme yang telah ditemukan antara lain fator virulensi parasit yang menghasilkan
toksin, ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubahubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated.
Secara singkat dapat ditemukan dua mekanisme:
1. Strain E. Histolytica ada yang patogen dan non-patogen.
2. Secara genetik E. Histolyrica dapat menyebaban invasi tetapi tergantung pada
interaksi yang kompleks antara parasit dengan lingkungan cerna terutama kepada
flora bakteri.
Mekanisme terjadinya amebiasis hati:
1. Penempelan E. Histolytica pada mukus usus
2. Pengrusakan sawar intestinal
3. Lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons imun cellmediater yang menyebaban enzil atau toksin parasit, juga dapat karena penyakit
tuberkulosis, malnutrisi, dan keganasan.
4. Penyebaran ameba kehati
Penyebaran ameba dari usus kehati sebagian besar melalui vena porta. Terjadi fokus
akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi
membesar, bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini
dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau
tahun setelah terjadinya amebiasis intestinal dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi tanpa
didahului riwayat disentri amebiasis.
Besarnya abses amebiasis hati bervariasi dan yang kecil sampai besar (5 liter) yang
isinya berupa bahan nekrotik seperti keju berwarna merah kecoklatan, kehijauan,
5

kekuningan atau keabuan. Jumlah abses dapat tunggal atau multipel, tetapi pada umumnya
tunggal. Secara mikroskopik di bagian tengah didapatkan bahan nekrotik dan fibrinous,
sedangkan di penifer tampak bentuk ameboid dengan sitoplasma bengranul serta inti yang
kecil. Janingan sekitarnya edematus dengan infiltrasi limfosit dan proliferasi ningan sel
kupffer, tidak didapatkan sel polimorfonuklear. Lesi amebiasis hati tidak disertai
pernbentukan jaringan parut kanena tidak terbentuknya janingan fibrosis
2.4.2 Abses Hati Piogenik
Abses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari:
a. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, bisa menyebabkan pielflebitis
porta atau emboli septik.
b. Saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering. Kolangitis septik dapat
menyebabkan penyumbatan saluran empedu seperti juga batu empedu, kanker,
striktura saluran empedu atau pun anomali saluran empedu kongenital.
c. Infeksi langsung seperti luka penetrasi fokus septik berdekatan seperti abses
perinetrik, kecelakaan lalu lintas.
d. Septisemia atau bakteremia akibat infeksi ditempat lain.
e. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada orang lanjut usia.
Infeksi terutama disebabkan oleh kuman Gram negatif dan penyebab yang terbanyak
adalah E.coli. Di samping itu penyebabnya adalah juga S.faecalis, P.vulgaris dan
Salmonella typhi. Dapat pula bakteri anaerob seperti bakteroides, aerobakteria, aktinomises
dan strep. anaerob. Untuk penetapan kuman penyebab perlu dilakukan biakan darah, pus,
empedu dan swab secara aerob maupun anaerob.
Abses hati piogenik juga dapat disebabkan oleh virus, seperti Hepatitis. Pada umumnya
hepatitis yang sering terjadi adalah Hepatitis A, Hepatitis B dan hepatitis C.
lstilah hepatitis kronik mencakup sekelompok kelainan hati yang memperlihatkan proses
peradangan dan nekrosis yang aktif dan kronik, dengan etiologi, perjalanan penyakit dan
cara terapi yang berbeda. Diagnosis hepatitis kronik ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
histopatologis jaringan hati. Apapun etiologinya, akan ditemukan gambaran dasar kelainan
histologik yang sama. Selain itu, pemeriksaan histopatologis jaringan hati sangat diperlukan
untuk menentukan tingkat morfologi penyakit pada saat tersebut.
Hepatitis kronik ialah suatu sindrom klinis dan patologis yang disebabkan oleh bermacammacam etiologi, ditandai oleh berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati yang
berlangsung terus menerus tanpa penyembuhan dalam waktu paling sedikit 6 bulan. Sirosis
hati merupakan stadium akhir hepatitis kronik dan ireversibel yang ditandai oleh fibrosis
yang luas dan menyeluruh pada jaringan hati disertai dengan pembentukan nodulus
sehingga gambaran arsitektur jaringan hati yang normal menjadi sukar dikenal lagi.
6

Pada klasifikasi klasik yaitu kiasifikasi secara histopatologis dikenal tiga golongan
besar hepatitis kronik yaitu hepatitis kronik persisten, hepatitis kronik lobular dan hepatitis
kronik aktif. Gambaran histopatologis penting untuk menentukan tingkat berat dan stadium
penyakit.
Hepatitis kronik persisten ditandai dengan sebukan sel-sel radang bulat di daerah
portal. Arsitektur lobular tetap normal, tidak ada atau hanya sedikit fibrosis. Limiting plate
pada hepatosit antara daerah portal dan kolom-kolom hepatosit tetap utuh. Tidak terjadi
piecemeal necrosis.
Hepatitis kronik lobular sering pula disebut hepatitis akut berkepanjangan karena per
jalanan penyakit lebih dari 3 bulan. Pada tipe ini ditemukan adanya tanda peradangan dan
daenah-daerah nekrosis di dalam lobulus hati.
Hepatitis kronik aktif ditandai dengan adanya sebukan sel-sel radang bulat terutama
limfosit dan sel plasma di daerah portal yang menyebar dan mengadakan infiltrasi ke dalam
lobulus hati sehingga menyebabkan erosi limiting plate dan menimbulkan piecemeal
necrosis. Dikenal duat tipe hepatitis kronik aktif yaitu:
a. tipe berat : ditemukan septa jaringan ikat menyebar kedalam kolom-kolom hepatosit
sehingga mengakibatkan kelompokan hepatosit yang terisolasi menimbulkan
gambaran seperti bentuk rosette. Tampak pula intra-hepatic bridging antara portal
dengan sentral atau portal dengan sentral atau portal dengan portal.
b. Tipe ringan : ditemukan erosi ringan pada limiting plate dan juga piecemean necrosis
yang ringan saja tanpa adanya bridging atau pembentukan rosette.

Etiologi dan Epidemiologi

Hepatitis A (HAV)
Virus hepatitis A merupakan virus RNA kecil berdia- meter 27 nm yang dapat

dideteksi di dalam feses pada akhir masa inkubasi dan fase praikterik. Sewaktu
timbul ikterik, antibodi terhadap HAV (anti-HAV) telah dapat diukur di dalam
serum. Awalnya kadar antibodi IgM anti-HAV meningkat tajam, sehingga
memudahkan untuk mendiagnosis secara tepat adanya suatu infeksi HAV. Setelah
masa akut, antrbodi IgG anti-HAV menjadi dominan dan bertahan seterusnya
sehingga keadaan ini menunjukkan bahwa penderita pernah mengalami infeksi HAV
di masa lampau dan memiliki imunitas. Keadaan karier tidak pemah ditemukan.
HAV lazim terjadi pada anak dan dewasa muda. Terdapat peningkatan insidensi pada
musim tertentu, yaitu pada musim gugur dan musim dingin. HAV terutama
ditularkan per oral dengan menelan makanan yang sudah terkontaminasi feses.
Penularan melalui transfusi darah pernah dilaporkan namun jarang terjadi. Penyakit
7

ini sering terjadi pada anak-anak atau terjadi akibat kontak dengan orang terinfeksi
melalui kontaminasi feses pada makanan atau air minum, atau dengan menelan
kerang mengandung virus yang tidak dimasak dengan baik. Kasus yang timbul dapat
bersifat sporadis, sedangkan epidemi dapat timbul pada daerah yang sangat padat
seperti pada pusat perawatan dan rumah sakit jiwa. Penularan ditunjang oleh sanitasi
yang buruk, kesehatan pribadi yang buruk, dan kontak yang intim (tinggal serumah
atau seksual). Masa inkubasi rata-rata 30 hari. Masa penularan tertinggi adalah pada
minggu kedua segera sebelum timbulnya ikterus.

Heptitis B (HBV)
Virus hepatitis B (HBV) merupakan virus DNA berselubung ganda

berukuran 42 nm yang memiliki lapisan permukaan dan bagian inti. Penanda


serologis pertama yang dipakai untuk identifikasi HBV adalah antigen permukaan
(HBsAg, dahulu disebut "Anti- gen Australia" [HAA]), yang positif kira-kira 2
minggu sebelum timbulnya gejala klinis, dan biasanya menghilang pada masa
konvalesen dini tetapi dapat pula bertahan selama 4 sampai 6 bulan. Pada sekitar 1%
sampai 5% penderita hepatitis kronis, HBsAg pe-netap selama lebih dari 6 bulan,
dan penderita ini disebut "karier" HBV (Dienstag, 1998). Adanya HBsAg
menandakan bahwa penderita dapat menularkan HBV ke'orang lain dan menginfeksi
mereka. Penanda yang muncul berikutnya biasanya adalah antibodi terhadap antigen
"inti" (anti-HBc). Antigen "inti" itu sendiri (HBcAg) tidak terdeteksi secara rutin
dalam serum penderita infeksi HBV karena terletak di dalam kulit luar HBsAg.
Antibodi anti-HBc dapat terdeteksi segera setelah timbul gambaran klinis hepaitis
dan menetap untuk seterusnya; antibodi ini merupakan penanda kekebalan yang
paling jelas didapat dari infeksi HBV (bukan dari vaksinasi). Antibodi anti-HBc
selanjutnya dapat dipilah lagi menjadi fragmen lgM dan IgG. IgM anti-HBc terlihat
pada awal infeksi dan bertahan lebih dari 6 bulan. Antibodi ini merupakan penanda
yang dapat dipercaya untuk mendeteksi infeksi baru atau infeksi yang telah lewat.
Adanya predominansi antibodi IgC anti-HBc menunjukkan kesembuhan dari HBV
di masa lampau (6 bulan) atau infeksi HBV kronis. Antibodi yang muncul
berikutnya adalah antibodi terhadap antigen permukaan (anti-HBs). Anti-HBs timbul
setelah infeksi membaik dan berguna untuk memberikan kekebalan jangka panjang.
Setelah vaksinasi (yang hanya memberikan kekebalan terhadap antigen permukaan),
kekebalan dinilai dengan mengukur kadar anti-HBs. Cara terbaik untuk menentukan

kekebalan yang dihasilkan oleh infeksi spontan adalah dengan mengukur kadar antiHBc.
Infeksi HBV merupakan penyebab utama hepatitis akut hepatitis kronis,
sirosis, dan kanker hati di seluruh dunia. Cara utama penularan HBV adalah melalui
parenteral dan menembus membran mukosa, terutama melalui hubungan seksual.
Masa inkubasi rata-rata adalah sekitar 60 hingga 90 hari. HBsAg telah ditemukan
pada hampir semua cairan tubuh orang yang terinfeksi-darah, semen, saliva, air
mata, asites, air susu ibu, urine, dan bahkan feses. Setidaknya sebagian cairan tubuh
ini (terutama darah, semen, dan saliva) telah terbukti bersifat infeksius. Walaupun
infeksi HBV jarang terjadi pada populasi orang dewasa, kelompok tertentu dan
orang yang memiliki cara hidup tertentu berisiko tinggi, kelompok ini mencakup:
1. Imigran dari daerah endemis HBV.
2. Pengguna obat IV yang sering bertukar jarum dan alat suntik.
3. Pelaku hubungan seksual dengan banyak orang atau dengan orang terinfeksi
4. Pria homoseksual yang secara seksual aktif
5. Pasien rumah sakit jiwa
6. Narapidana pria
7. Pasien hemodialisis dan penderita hemofilia yang menerima produk tertentu dari
plasma
8. Kontak serumah dengan karier HBV
9. Pekerja sosial di bidang kesehatan, terutama yang banyak kontak dengan darah
10. Bayi baru lahir dari ibu terinfeksi, dapat terinfeksi pada saat atau segera setelah
lahir.

Hepatitis C ( Dulu, Hepatitis non-A, non-B)


Terdapat dua bentuk virus hepatitis non-A non-B, yang satu ditularkan

melalui darah dan yang lain ditularkan melalui enterik. Kedua virus yang berbeda ini
kini disebut sebagai virus hepatitis C (HCV) dan hepatitis E (HEV). HCV
merupakan virus RNA untai tunggal, linear berdiameter 50 sampai 60 nm. Telah
digunakan suatu pemeriksaan imun enzirn untuk mendeteksi antibodi terhadap HCV
(anti-HCV), namun pemeriksaan ini banyak menghasilkan negatif-palsu, sehingga
digunakan juga pemeriksaan rekombinan suplernental (recombinant assay, RIBA).
Pemeriksaan ini diperkenalkan pada bulan Mei 1990 sebagai suatu tes donor darah,
dan telah menurunkan secara bermakna angka HCV yang berkaitan dengan transfusi.
Setelah virus hepatitis C dapat diklon, maka selayaknya vaksin untuk hepatitis ini
menjadi tujuan praktis.
Seperti HBV, maka HCV diyakini terutama ditularkan melalui jalur
parenteral dan kemungkinan melalui pemakaian obat IV dan transfusi darah. Risiko
9

penularan melalui hubungan seksual masih menjadi perdebatan namun jumlahnya


rendah. Masa inkubasi berkisar dari 15 sampai 160 hari, dengan rata-rata sekitar 50
hari. Infeksi yang berkaitan dengan HCV (maupun HBV) melalui transfusi darah
tidak lagi menjadi masalah utama karena semua darah menjalani pemeriksaan
sebelum transfusi. Namun, HCV merupakan penyebab sebagian besar kasus hepatitis
yang berkaitan dengan transfusi. Hepatitis kronis terjadi pada sekitar 80% dari
semua orang yang terinfeksi HCV, dan sekitar 70% dari mereka yang penyakitnya
akhirnya berkembang menjadi sirosis hati. HCV kronis berkaitan erat dengan
perkembangan kanker hati primer. Penelitian telah memastikan adanya keadaan
karier HCV yang dapat terjadi pada sekitar 1 sampai 6% dari para sukarelawan
donor darah.

Hepatitis D
Virus Hepatitis D (HDV, virus delta) merupakan virus RNA berukuran 35

hingga 37 nm yang tidak biasa karena membutuhkan HBsAg untuk berperan sebagai
lapisan luar partikel yang infeksius. Sehingga hanya penderita positif HBsAg yang
dapat terinfeksi HDV. Penanda serologis untuk antigen (HDAg) (yang menandakan
infeksi akut dini) dan antibodi (anti- HDV) (yang menunjukkan adanya infeksi pada
saat ini atau infeksi di masa lalu) kini telah dapat dibeli.
Penularan terjadi terutama melalui serum, dan di Amerika Serikat penyakit
ini terutama menyerang pengguna obat melalui intravena. Sepertiga atau dua pertiga
dari individu yang memiliki HBV (positif HBV) juga memiliki anti-HDV (positif
anti-HDV). Masa inkubasinya diyakini menyerupai HBV yaitu sekitar t hingga 2
bulan. HDV dapat timbul sendiri sebagai infeksi akut, infeksi kronis, atau ko-infeksi
atau superinfeksi dengan HBV.

Hepatitis E
HEV adalah suatu virus RNA untai-tunggal yang kecil berdiameter kurang

lebih 32 sampai 34 nm dan tidak berkapsul. HEV adalah jenis hepatitis non-A, nonB yang ditularkan secara enterik melalui jalur fekal-oral. Sejauh ini, dapat dilakukan
pemeriksaan serologis untuk HEV menggunakan pemeriksaan imun enzim yang
dikodekan secara khusus. Metode ini telah berhasil membedakan aktivitas antibodi
10

terhadap HEV dalam serum. Injeksi HEV jarang terjadi di Amerika Serikat dan
prevalensinya lebih banyak di India dan daerah sekitar india. Pada saat ini, kasuskasus di negara-negara Barat dihubungkan dengan kunjungan ke daerah endemis.
Penyakit ini paling sering menyerang usia dewasa muda sampai pertengahan dengan
angka mortalitas sebesar hingga 2% dalam populasi umum dan memiliki angka
mortalitas yang sangat tinggi (20%) pada wanita hamil. Masa inkubasi sekitar 6
rninggu.
Patologi
Perubahan morfologi yang terjadi pada hati seringkali mirip untuk berbagai
virus yang berlainan. Pada kasus yang klasik, hati tampaknya berukuran dan
berwarna normal, namun kadang-kadang agak edema, membesar dan pada palpasi
"teraba nyeri di tepian"' Secara histologi, terjadi kekacauan susunan hepatoselular,
cedera dan nekrosis sel hati dalam berbagai derajat, dan peradangan periportal.
Perubahan ini bersifat reversibel sempurna, bila fase akut penyakit mereda pada
beberapa kasus, nekrosis submasif atau masif dapat mengakibatkan gagal hati
fulminan dan kematian.
Gambaran Klinis
Infeksi virus hepatitis dapat menirnbulkan berbagai efek yang berkisar dari
gagal hati fulminan sampai hepatitis anikterik subklinis. Hepatitis anikretik subklinik
lebih sering terjadi pada infeksi HAV, dan penderita seringkali mengira menderita flu
infeksi HBV cenderung lebih berat dibandingkan infeksi HAV, dan lebih sering
terjadi insidensi nekrosis masif dan gagalhati fulminan. Sebagian besar infeksi HAV
dan HBV bersifat ringan dengan penyembuhan sempurna dan memiliki gambaran
klinis yang serupa. Gejala prodromal timbul pada semua penderita dan dapat
berlangsung selama satu atau 2 minggu sebelum awitan ikterus (meskipun tidak
semua pasien mengalami ikterus). Gambaran utama pada saat ini adalah malaise,
tasa malas, anoreksia, sakit kepala, demam derajat rendah, dan (pada perokok)
hilangnya keinginan merokok. Manifestasi ekstrahepatik dari hepatitis virus ini dapat
menyerupai sindrom penyakit serum dan dapat disebabkan oleh kompleks imun
yangberedar dalam sirkulasi.
Di samping itu, di abdomen kuadran kanan atas dapat terasa tidak nyaman
yang biasanya dihubungkan dengan peregangan kapsula hati Fase prodromal diikuti
olehfase ikterik danawltan ikterus; Fase ini biasanya berlangsung selama 4 hingga 6
minggu namun dapai mulai mereda dalam beberapa hari. Beberapa hari sebelum
11

ikterus, biasanya penderita merasa lebih sehat. Nafsu makan penderita kembali
setelah beberapa minggu. Bersamaan dengan demam yang mereda, urine menjadi
lebih gelap dan feses memucat. Hati membesar sedang dan terasa nyeri, dan limpa
teraba membesar menjadi sekitar seperempat pasien. Seringkali dapat ditemukan
limfadenopati yang nyeri.
Kelainan biokimia yang paling dini adalah peningkatan kadar AST
(aspartate aminotransferase) dan ALT (alanine aminotransferase), yang mendahului
awitan ikterus l atau 2minggu. Pemeriksaan urine pada saat awitan akan
mengungkap adanya bilirubin dan kelebihan urobilinogen. Bilirubinuria menetap
selama penyakit berlangsung, namun urobilinogen urine akan menghilang untuk
sementara waktu bila terjadi fase obstruktif akibat kolestasis; dalam perjalanan
penyakit selanjutnya, dapat timbul peningkatan urobilinogen urine sekunder. Fase
ikterik dikaitkan dengan hiperbilirubinemia (baik fraksi terkonjugasi dan tak
terkonjugasi) yang biasanya kurang dari 10mgg/dl. Kadar fosfatase alkali serum
biasanya normal atau sedikit meningkat. Leukositosis ringan lazim ditemukan pada
hepatitis virus, dan waktu protrombin dapat memanjang HBsAg ditemukan dalam
serum selama fase prodromal dan memastikan adanya hepatitis HBV. Pada kasus
yang tidak berkomplikasi, penyembuhan dimulai 1 atau 2 minggu setelah awitan
ikterus, dan berlangsung 2 hingga 6 minggu. Keluhan yang lazim adalah mudah
lelah. Feses cepat kembali ke warna semula, ikterus berkurang, dan wama urine
menjadi lebih muda. Bila terdapat splenomegali, akan segera mengecil.
Hepatomegali baru kembali normal seielah beberapa minggu kemudian. Hasil
pemeriksaan laboratorium dan hasil uji fungsi hati yang abnormal dapat menetap
selama 3 hingga 6 bulan.
Pencegahan
Pengobatan lebih ditekankan pada pencegahan melalui imunisasi karena
keterbatasan pengobatan hepatitis virus. Kini tersedia imunisasi pasif dan aktif untuk
HAV maupun HBV. Vaksin diberikan dengan rekomendasi untuk jadwal pemberian
dua dosis bagi orang dewasa berumur 18 tahun dan yang lebih tua, dan dosis kedua
diberikan 6 hingga l2 bulan setelah dosis pertama. Anak berusia lebih dari 2 tahun
dan remaja diberi tiga dosis; dosis kedua diberikan satu bulan setelah dosis pertama
dan dosis ketiga diberikan 6 hingga 12 bulan berikutnya. Anak berusia kurang dari 2
tahun tidak divaksinasi. Cara pemberian adalah suntikan intramuskular (IM) dalam
12

otot deltoideus. Imunoglobulin (IG) dahulu disebut globulin serum imun, diberikan
sebagai perlindungan sebelum atau sesudah terpajan HAV. Semua sediaan IG
mengandung anti-HAV.
Profilaksis sebelum pajanan dianjurkan untuk wisatawan manca negara yang
akan berkunjung ke negara-negara endemis-HAV. Bila kunjungan berlangsung
kurang dari 3 bulan, maka diberikan dosis tunggal IG (0,2 ml/kgBB) secara IM; bila
kunjungan diperkirakan lebih lama, berikan 0,06 ml/kg setiap 4 hingga 6 bulan.
Pemberian IG pasca pajanan bersifat efektif dalam mencegah atau mengurangi
keparahan infeksi HAV.
Dosis 0,02 ml/kg diberikan sesegera mungkin atau dalam waktu 2 minggu
setelah pajanan. Inokulasi dengan IG diindikasikan bagi anggota keluarga yang
tinggal Serumah, staf pusat penitipan anak, pekerja di panti asuhan dan wisatawan ke
negara berkembang dan tropis. Kini tersedia imunoglobulin HBV titer tinggi dan
vaksin untuk mencegah dan mengobati HBV. Pemberian profilaksis sebelum pajanan
dianjurkan bagi individu yang berisiko menderita HBV, yang meliputi:
1. Pekerja layanan kesehatan
2. Klien dan staf lembaga cacat mental
3. Pasien hemodialisis
4. Pria homoseksual yang aktif secara seksual
5. Pemakai obat intravena
6. Penerima produk darah secara kronis
7. Kontak serumah atau berhubungan seksual dengan penderita karier HBsAg
8. Heteroseksual yang aktif secara seksual dengan bahyak pasangan
9. Wisatawan mancanegara ke daerah endemis HBV
10. Pengungsi dari daerah endemis HBV
Vaksin HBV asli di tahun 1982 yang berasal dari kdrier HBV, kini telah
digantikan dengan vaksin mutakhir hasil rekayasa genetika dari DNA rekombinan.
Vaksin ini mengandung partikel-partikel HBsAg yang tidak menular. Tiga suntikan
secara serial akan menghasilkan antibodi terhadap HBsAg pada 95% kasus yang
telah divaksinasi, namun tidak berefek pada individu karier.
HBIG merupakan obat terpilih untuk profilaksis pascapa janan jangka
pendek. Pemberian vaksin HBV dapat dilakukan bersamaan untuk mendapatkan
imunitas jangka panjang, bergantung pada situasi pajanan. CDC merekomendasikan
pemberian HBIG dan HBV dalam 12 jam setelah lahir pada bayi yang lahir dari ibu
dengan HbsAg positif. Lebih jauh, mereka menganjurkan uji rutin HBsAg pranatal
pada semua wanita hamil di masa yang akan datang, karena kehamilan akan
menyebabkan penyakit berat pada ibu dan infeksi kronis pada neonatus. Bayi yang
13

lahir dari ibu dengan HBsAg-positif dan HBeAg-positif berisiko sebesar 70 hingga
90% untuk terinfeksi HBV;80 hingga 90% bayi yang terinfeksi akan menjadi karier
HBV kronis, dan lebih dari 25% dari penderita karier ini akan meninggal akibat
karsinoma hepatoselular primer aiau sirosis hati. HBIG (0,06 ml/kg) adalah
pengobatan terpilih untuk mencegah infeksi HBV setelah suntikan perkutan (jarum
suntik) atau mukosa terpajan darah HBsAg positif. Vaksin HBV harus segera
diberikan dalam waktu 7 llrrngga 14 hari bila individu yang terpajan belum
divaksinasi. Individu terpajan yang telah divaksinasi harus menjalani pengukuran
kadar antibodi anti-HBs, kemudian tidak membutuhkan pengobatan. Bila kadar
antibodi anti-HBs tidak mencukupi, maka perlu diberikan dosis booster vaksin.
Petugas yang terlibat dalam kontak risiko-tinggi (misal, pada hemodialisis, transfusi
tukar, dan terapi parenteral) perlu sangat berhati-hati dalam menangani peralatan dan
menghindari tusukan jarum.
Tindakan dalam masyarakat yang penting untuk mencegah hepatitis
mencakup penyediaan makanan dan air bersih yang aman, serta sistem pembuangan
sampah yang efektif. Penting untuk memperhatikan higiene umum, mencuci tangan,
serta membuang urine dan feses pasien terinfeksi secara aman. Pemakaian kateter,
jarum suntik, dan spuit sekali pakai, akan menghilangkan sumber infeksi yang
penting. Semua donor darah perlu disaring terhadap HAV, HBV, dan HCV sebelum
diterima menjadi panel donor.
Pengobatan
Tidak terdapat terapi spesifik untuk hepatitis virus akut. Tirah baring selama
fase akut penting dilakukan, dan diet rendah lemak dan tinggi karbohidrat umum nya
merupakan makanan yang paling dapat dimakan oleh penderita. Pemberian makanan
secara intravena mungkin perlu diberikan selama fase akut bila pasien terus-menerus
muntah. Aktivitas fisik biasanya perlu dibatasi hingga gelala mereda dan tes fungsi
hati kembali normal. Pengobatan terpilih untuk hepatitis B kronis atau hepatitis C
kronis simtomatik adalah terapi antivirus dengan interferon alfa. Terapi antivirus
untuk hepatitis D kronis membutuhkan pasien uji eksperimental.
Jenis hepatitis kronis ini memiliki risiko tertinggi untuk berkembangnya
sirosis. Kecepatan respons yang terjadi bervariasi dan lebih besar kemungkinan
berhasil dengan durasi infeksi yang lebih pendek. Penderita imunosupresi dengan
hepatitis B kronis serta anak-anak yang terinfeksi saat lahir tampaknya tidak
berespons terhadap terapi interferon. Transplantasi hati merupakan terapi pilihan
14

bagi penyakit stadium akhir, meskipun terdapat kemungkinan yang tinggi untuk
terjadinya reinfeksi hati yang baru.

2.5 Gambaran Klinis Liver Abses


2.5.1 Abses Hati Piogenik
Gambaran klinis abses hati piogenik rnenunjukkan manitestasi sistemik yang lebih
berat dan abses hati amebik. Terutama demam yang dapat bersifat intermiten, remiten atau
kontinu yang disertai menggigil. Keluhan lain dapat berupa sakit perut, mual, muntah, lesu
dan berat badan yang menurun. Dapat juga disertai batuk, sesak nafas serta nyeri pleura.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan keadaan pasien yang septik disertai nyeni perut
kanan atas dan hepatomegali yang nyeni tekan. Kadang-kadang disertai ikterus karena
adanya penyakit bilier sepenti kolangitis.

Pada pemeriksaan laboratorium mungkin didapatkan leukositosis dengan pergeseran


ke kiri, anemia, gangguan fungsi hati seperti peninggian bilirubin atau fosfatase alkali.
Pemeniksaan biakan pada permulaan penyakit sering tidak menimbulkan kuman. Kuman
yang sening ditemukan adalah kuman gram negatif seperti proteus vulgaris, Aerobacter
aerogenes atau Pseudomonas aerogenosa, sedangkan kuman anaerob micro erophilic
streptococci, bacteroides atau futsobacterium. Pada pemeriksaan foto polos abdomen
15

kadang-kadang didapatkan peninggian diafragma kanan, efusi pleura, atelektasis, basal paru,
empiema atau abses paru. Kadang-kadang bisa didapatkan atau cairan pada subdiafragma
kanan.
Pemeniksaan ultnasonognafi, radionuclide scanning, CT dan MRI mempunyai nilai
diagnostik yang tinggi. Sekarang dapat dikatakan bahwa pemeriksaan CT dan MRI
menupakan goldstandard. Pemeriksaan ini sangat penting dalam pengelolaan abses hati
terutama untuk diagnosis dini, dan dapat menetapkan lokasi abses lebih akurat terutama
untuk drainase perkutan atau tindakan bedah. Ultnasonognafi merupakan alat diagnostik
yang berharga kanena cepat, non-invasif, biaya nelatif lebih murah, tidak ada radiasi.
2.5.2 Abses Hati Amebik
Gejala klinis yang klasik pada amebiasis hati dapat benupa demam, nyeni perut
kanan atas, hepatomegali yang nyeni spontan atau nyeni tekan atau disemtai gejala
komplikasi, Kadang-kadang gejalanya tidak khas dan tim- bul pelan-pelan atau asimtomatis.
Gejala klinis yang sening didapatkan pada amebiasis hati dapat terlihat di tabel
berikut.

2.6 Pemeriksaan penunjang


1) Laboratorlum
Kelainan pemeriksaan hematologi pada amebiasis hati didapatkan hemoglobin antara
10,4-11,3g%, sedangkan leukosit berkisar antara 15.000-1 6.000/m13. Pada pemeriksaan
faal hati didapatkan albumin 2,76-3,05g%, globulin3,62-3,75g%, total bilirubin 0,9-2,44 mg
%, fosfatase alkali 270,4-382,0 u/l sedangkan SGOT 27,8-55,9 u/I dan SGPT 15,7-63,0 u/I.

16

Jadi kelainan laboratonium yang dapat ditemukan pada amebiasis hati adalah anemia
ningan sampai sedang, leukosistosis berkisar 15.000/m13. Sedangkan kelainan faal hati
didapatkan ningan sampai sedang.
2) Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Dada
Kelainan foto dada pada amebiasis hati dapat berupa peninggian kubah diafragma
kanan, berkurangnya gerak diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru.
b. Foto Polos Abdomen
Kelainan pada foto polos abdomen tidak begitu banyak, hanya mungkin dapat
berupa gambanan ileus, hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati jarang
didapatkan benupa air fluid level yang jelas.
3) Ultasonografi
Untuk mendeteksi amebiasis hati, USG sama efektifnya dengan CTatau
MRI(magnetic resonance imaging). Sensitivitasnya dalam diagnosis amebiasis hati 85-95%.
USG dapat mendeteksi kelainan sebesar 2 cm di samping sekaligus dapat melihat kelainan
traktus bilier dan diafnagma. Keter batasan USG tenutama jika kelainan pada daerah
tertentu, pasien gemuk atau kurang kooperatif.
Amebiasis stadium dini kelihatan seperti suatu masa dan jika tenjadi pencairan
bagian tengah, terlihat sebagai kista.
Gambaran ultrasonografi pada amebiasis hati adalah:
1. Bentuk bulat atau oval
2. Tidak ada gema dinding yang benarti
3. Ekogenesitas lebih nendah dan parenkim hati normal
4. Bersentuhan dengan kapsul hati
5. Peninggian sonik distal
4) Tomografi Komputer
Sensitivitas tomografi komputer berkisar 95-100% dan lebih baik untuk melihat
kelainan di daerah posterior dan superior. Tetapi tidak dapat melihat integritas diafragma,
sehingga tidak dapat menentukan efusi pleura sebagai efusi reaktif atau ruptur dan
diafragma.
5) Uji Serologi
Uji serologis bermanfaat pada kasus yang dicurigai sebagai amebiasis hati dan uji ini
umumnya negatif pada yang asimtomatik. Pespons antibodi bengantung kepada lamanya
sakit dan negatif pada minggu pertama. Titer anti bodi dapat bertahan berbulan-bulan
sampai tahunan pada pasien di daerah endemik. Jadi tidak begitu spesifik untuk daerah
endemik, tetapi sangat spesilik untuk daerah bukan endemik.
17

Ada beberapa uji yang banyak digunakan antara lain indirect haemaglutination
(IHA), counter immunoelectrophoresis (CIE). Yang banyak digunakan adalah test IHA. Tes
IHA menunjukan sensitivitas yang tinggi. Titer 1:128 bermakna untuk diagnosis amebiasis
invasif.
2.7 Penatalaksanaan

a.

Kemoterapi

Derivat nitroimidazole dapat memberantas tropozoit intestinal/ekstra intestinal atau


kista. Obat ini dapat diberikan secara oral atau intravena. Dosis yang dianjurkan 4 kali 750
mg atau 4 kali 500 mg selama 5-10 hari.
Emetine dan dehydnoemetine dapat digunakan pada amebiasis hati, tetapi sekarang
karena emetine mempunyai efek samping dan toksisitas yang besar jarang digunakan.
Pemberian emetine secara intramuskular, efektif terhadap tropozit jaringan atau pada
dinding usus. Efek sampingnya muntah, diare, kejang perut, lemah, nyeri otot, takikardia,
hipotensi, nyeri perikordial dan kelainan elektrokandiogram. Derivat sintetik emetine adalah
dehydroemetine, relatif kurang efek sampingnya karena ekskresinya Iebih cepat dan
kadannya pada otot jantung Iebih rendah. Sebaiknya tidak digunakan pada penyakit ginjal,
jantung, kehamilan atau pada anak.

b. Aspirasi Jarum
Pada abses yang kecil atau tidak toksis tidak perlu dilakukan aspirasi, kecuali untuk
diagnostik. Aspirasi hanya dilakukan pada ancaman ruptur atau gagal pengobatan
konservatif. Sebaiknya aspirasi ini dilakukan dengan tuntunan USG.
Indikasi Aspirasi Jarum Perkutan
1. Abses besar dengan ancaman ruptur atau diameter abses lebih dari 7cm atau
10 cm
2. Respons kemoterapi kurang
18

3.
4.
5.
6.

Infeksi campuran
Letak abses dekat permukaan kulit
Tidak ada tanda perforasi
Abses pada lobus kiri hati

c. Drainase Secara Operasi


Tindakan ini sekarang jarang dilakukan kecuali pada kasus tertentu seperti abses
dengan ancaman rupturn atau secara teknis susah dicapai atau gagal dengan aspirasi biasa.
Jika terjadi piotorak, efusi pleura dengan fistula bronkopleura perlu dilakukan tindakan
WSD (watersealed drainage).

2.8 Prognosis
2.8.1 Abses Hati Amebic
Prognosis abses piogenik sangat ditentukan oleh diagnosis dini, lokasi yang akurat
yang dapat ditetapkan dengan ultnasonografi, perbaikan dalam mikrobiologi seperti kultur
anaerob, pemberian antibiotik perioperatif dan aspirasi perkutan atau drainase secara bedah.
Faktor utama yang menentukan mortalitas antara lain adalab umun, jumlah abses, adanya
komplikasi serta juga bakteremia polimikrobial dan gangguan fungsi hati seperti iktenus
atau hipoalbuminemia.
Komplikasi dengan mortalitas tinggi dapat terjadi pada keadaan sepsis abses
subhepatik atau subfrenik, ruptur abses ke ncngga penitoneum, kepleura atau
keparu,disamping komplikasi kegagalan hati, hemobilia, perdarahan ke dalam abses
hati.Penyakit

penyerta

yang

menyebabkan

mortalitas

tinggi

adalab,

diabetes

melitus,penyakit polikistik dan sirosis hati.


2.8.2 Abses Hati Piogenik
Sejak digunakan pemberian obat dehydroemetine/emetin, metronidazole, dan
kloroquin, mortalitas menurun secara tajam. Mortalitas di RS dengan fasilitas yang
memadai sekitar 2% dan pada fasilitas yang kurang sekitar 10%. Pada kasus yang
membutuhkan tindakan operasi mortalitas sekitar 12%, jika ada peritonitis amebik,
mortalitas dapat mencapai 40-50%. Kematian yang tinggi ini disebabkan keadaan umum
yang jelek, malnutrisi, ikterus atau renjatan. Sebab kematian biasanya kanena sepsis atau
sindrom hepatorenal.
2.9 Pencegahan

19

Untuk pencegahan pada penyakit liver abses kita diharuskan untuk mencuci buah
dan sayuran sebelum dimakan, menjaga lingkungan agar tetap bersih dan memasak
makanan sampai benar-benar matang.

2.10 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah berupa ruptur abses sebesar 5-15,6%. Ruptur
dapat terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus, intrapenitoneal atau kulit. Kadang-kadang
dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase. Hepatobronchial juga
merupakan komplikasi dari liver abses, fistula hepatobronchial bisa menyebabkan batuk
produktif yang mengantuk amebic.
2.11 Nilai Normal Pemerisaan Laboratorium pada Liver abses
Uji

Nilai Normal

Makna Klinis

AST (SGOT)

5-35 unit/ml

Aspartate
aminotransferase
atau

(AST)

serum

oxatoasetic

glutamic

transaminase

(SGOT)
ALT (SGPT)

5-35 unit/ml

Alanine

aminotransferase

(ALT) atau serum glutamic


pyruvic

transaminase

(SGPT)
LDH

200-450 unit/ml

Lactic

dehydrogenase

(LDH)

adalah

intrasel

yang

enzim
terutama

berada dijantung, hati dan


jaringan

skelet;

yang

dilepaskan dari jaringan


yang rusa dan meningkat
pada kerusakan sel hati
dan pada keadaan lain

20

terutama

infark

miokardium
Fosfatase Alkali

20-120

IU/L

atau

2-4 Dibentuk

unit/dl

dalam

tulang

hati, ginjal, usus halus dan


diekskreasikan

kedalam

empedu.

Kadarnya

meningkat pada obstruksi


billiaris, penyakit tulang
dan metastasis hati
Bilirubin

serum

direct 0,1-0,3 mg/dl

(terkonjugasi)

Mengukur

kemampuan

hati untuk mengonjugasi


dan mengekskresi pigmen
empedu

Bilirubin serum indirect 0,2-0,7 mg/dl

Meningkat

bila

terjadi

(tidak terkonjugasi)

gangguan eskresi bilirubin


terkonjugasi

Bilirubin serum total

Meningkat pada keadaan


hemolitik

dan

sindrom

Gillbert

BAB III
PENUTUP
21

A. Kesimpulan
Dari hasil pemaparan tersebut, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa abses
hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur
maupun nekbrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan
adanya proses supurasi pembentukan pus di dalam parenkim hati. Dan sering timbul sebagai
komplikasi dari peradangan saluran empedu . Pada umumnya abses hati dibagi dua yaitu
abses hati amebik (AHA) dan abses hati pyogenik (AHP). AHA merupakan komplikasi
amebiasis ekstraintestinal yang sering dijumpai di daerah tropik/ subtropik, termasuk
indonesia. Abses hepar pyogenik (AHP) dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver
abscess, bacterial abscess of the liver,bacterialhe paticabscess.Pada era pre-antibotik, AHP
terjadi akibat komplikasi appendisitis bersamaan dengan pylephlebitis. Bakteri phatogen
melalui arteri hepatika atau melalui sirkulasi vena portal masuk ke dalam hati, sehingga
terjadi bakteremia sistemik, ataupun menyebabkan komplikasi infeksi intra abnominal
seperti divertikulitis, peritonitis dan infeksi post operasi.

B. Saran
Saran yang dapat kami berikan bagi pembaca yang ingin membuat makalah tentang
Liver Abses ini, untuk dapat lebih baik dari makalah yang kami buat ini ialah dengan
mencari lebih banyak referensi dari berbagai sumber, baik dari buku maupun dari internet,
sehingga makalah anda akan dapat lebih baik dari makalah ini. Mungkin hanya ini saran
yang dapat kami sampaikan semoga dapat lebih baik dari makalah ini. Terima Kasih.

Daftar Pustaka

Aru W Sudoyo, dkk. 2006.Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi Empat.Jakarta.FKUI
Kasper dkk. 2005. Principles Of Internal Medicine. McGraw-Hill. Chicago

22

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi. Jakarta. EGC


Reddy, Rajender dkk.2006. The Clinicals Guide To Liver Disease. USA. SLACK.
Incorporated
Robbins and Kumar. 2007. Patologi II edisi 4. Jakarta. EGC

23

Anda mungkin juga menyukai