Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PENALARAN HUKUM

Dr.J.M. Atik Krustiyati, S.H.,M.S.


Sriwati, S.H., M.Hum.

Disusun oleh:

Jonathan Kristian Tjahja


2110009
Fakultas Hukum
Universitas Surabaya

Subjek Hukum:
- A adalah pekerja outsourcing.
- B adalah pengusaha tahu.
- C adalah perusahaan penjual Water Treatment
Kronologi Kasus:
B melakukan jual beli Water Treatment dengan C, kemudian C meminta jasa A untuk
memasang Water Treatment tersebut pada waktu yang bersamaan. Kemudian B mengatakan
bahwa pada hari itu adalah hari jumat legi, sehingga atas dasar kepercayaan B menolak untuk
pemasangan Water Treatment pada hari tersebut. Namun C memaksa B untuk melakukan
pemasangan hari itu juga. Dan B akhirnya menuruti apa yang dikatakan oleh C.
Kemudian C memerintah A untuk melakukan pemasangan Water Treatment itu. Dan
setelah pemasangan selesai, akhirnya Water Treatment itu ada kesalahan dalam pemasangan.
Sehingga water treatment tersebut tidak dapat bekerja.
Karena merasa menyesal dan tidak menuruti kepercayaan yang dianut, maka B rugi
dan menyesal, ia juga dikucilkan dari keluarga karena pasang pada hari jumat legi.
Rumusan masalah:
- Mana yang menjadi fakta hukum dalam kasus tersebut?
- Mana yang menjadi fakta non hukum dalam kasus tersebut?
- Mana yang menjadi isu hukum?
Metode Penelitian:
Untuk pendekatannya, penulis menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan statue
approach dan conceptual approach.
a. Pendekatan statue approach adalah pendekatan terhadap permasalahan dengan
mendasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hal ini adalah
buku III KUH Perdata mengenai perikatan dan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003.
b. Pendekatan conceptual approach adalah pendekatan terhadap permasalahan dengan
mendasarkan pada pendapat sarjana hukum yang diperoleh dari buku-buku literatur dan
berbagai karya ilmiah hukum.

Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian penelitian ini terdiri dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier (penunjang).
a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang sifatnya mengikat berupa peraturan
perundang-undangan yang berlaku seperti KUH Perdata, Undang-Undang nomor 13
tahun 2003 dan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang sedang dibahas.

b. Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang sifatnya menjelaskan bahan
hukum primer, di mana bahan hukum sekunder berupa buku-buku literatur, rancangan
undang-undang, jurnal-jurnal hukum, catatan kuliah, dan berbagai karya ilmiah hukum
yang ada kaitannya dengan permasalahan yang sedang dibahas.

c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus Bahasa
Indonesia, kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.

1. Prosedur Bahan Hukum


Tahap pengumpulan bahan-bahan yang sesuai dengan topik penelitian ini penelitian
ini, dilakukan dengan infentarisasi bahan hukum yang berkaitan dengan perjanjian jual beli
barang ( Water Treatment ) dan pekerja borongan ( outsourcing ).
Bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan sedangkan bahan hukum sekunder
terdiri dari buku-buku ilmiah (hukum) kamus, hasil penelitian, jurnal, pandangan/pendapat
para ahli hukum.
2. Analisa bahan hukum
Bahan hukum yang telah diperoleh, dikumpulkan kemudian dianalisa secara kualitatif
yaitu merupakan suatu penelitian secara deskriptif analisa dengan semua bahan hukum yang
terkumpul yang kemudian disusun, dipelajari dan dikaitkan dengan pokok masalah sehingga
dapat memberikan suatu gambaran yang jelas tentang penelitian ini.

Analisa
A. Fakta Hukum

Fakta Hukum adalah uraian yang mengenai hal yang menyebabkan timbulnya
sengketa. Sehingga dalam pengertian tersebut penulis dapat mengambil fakta hukum
yaitu :
-

Adanya perjanjian Jual beli Water Treatment antara B ( pengusaha tahu ) dengan
C ( pengusaha water tratment ).

Adanya perjanjian pemborongan pekerjaan antara C dengan A ( pekerja


outsourcing )

Karena C gagal dalam memenuhi prestasi (perjanjian kerja pemasangan Water


treatment), sehingga C melakukan wanprestasi maka timbul adanya ganti kerugian

B. Fakta non Hukum

Fakta non Hukum adalah uraian yang mengenai hal mendukung adanya sengketa.
Sehingga dalam pengertian tersebut penulis dapat mengambil fakta non hukum yaitu:

Adanya keyakinan dari B bahwa kerugian yang dideritanya karena pemsangan


hari jumat legi

Adanya kesesatan dalam memberikan arahan pada pekerja outsourcing yang


terkait

B dikucilkan dari keluarganya karena tidak menuruti kepercayaan yang sudah


dianut dari dahulu

C. Analisis Isu Hukum

Dalam analisis isu hukum, penulis menggunakan interpretasi hukum yang sistematis
yaitu metode yang menafsirkan undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem
perundang-undangan, artinya tidak satu pun dari peraturan perundang-undangan tersebut
dapat ditafsir- kan seakan-akan berdiri sendiri, tetapi harus selalu dipahami dalam
kaitannya dengan jenis peraturan lainnya
Pada prinsipnya, menurut KUH Perdata, suatu perjanjian adalah bebas, tidak terikat
pada suatu bentuk tertentu. Dalam KUH Perdata ditentukan bahwa suatu persetujuan
adalah suatu perbuatan dengan mana suatu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih (Pasal 1313 KUH Perdata). Untuk sahnya suatu kontrak maka
harus dilihat kepada syarat-syarat yang diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang
menentukan bahwa syarat sahnya suatu perjanjian adalah sebagai berikut:
1. Kesepakatan para pihak.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
3. Suatu hal tertentu, dan
4. Suatu sebab yang halal.
Dalam hal tidak terpenuhinya unsur pertama (kesepakatan) dan unsur kedua
(kecakapan), maka kontrak tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan apabila tidak
terpenuhinya unsur ketiga (suatu hal tertentu) dan unsur keempat (suatu sebab yang
halal), maka kontrak tersebut adalah batal demi hukum. Pasal 1339 KUH Perdata
menentukan bahwa suatu persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas
ditentukan di dalamnya melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan
dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang. Kemudian Pasal 1347
KUH Perdata, syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap
telah termasuk dalam suatu persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan di
dalamnya.
Jadi dalam kasus ini Jual beli antara B ( pengusaha tahu ) dengan C ( perusahaan
penjual Water Treatment ) sudah memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian. Karena
adanya kesepakatan jual beli water treatment, kemudian penulis menganggap pengusaha

tahu dan pengusaha water treatment sudah cakap hukum dalam melakukan perbuatan
hukum, lalu untuk melakukan pemasangan water treatment, dan hal tersebut tidak
bertentangan dengan norma dan kepentingan umum.

Kemudian Antara C ( perusahaan Water Treatment ) dengan A (pekerja outsourcing ).


Hubungan ini tunduk pada pasal 64 Undang undang nomor 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan. Pasal 64 mengatakan perusahaan dapat menyerahkan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan
pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja / buruh yang dibuat secara tertulis. Di dalam kasus
yang ada tidak menyebutkan adanya perjanjian yang tertulis, jadi disinilah masalah itu
muncul.

Lalu dalam pasal 65 ayat (3) menyebutkan perusahaan lain sebagai mana dimaksud
dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum. Sedangkan dalam kasus yang ada tidak
jelas apakah pekerja outsourcing itu di bawah naungan perusahaan penyedia jasa yang
berbadan hukum atau tidak.

Namun penulis menafsirkan bahwa A ( pekerja outsourcing) itu sudah memenuhi


syarat yang ada dalam pasal 64 dan 65 undang undang nomor 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan. Sehingga pekerja tersebut merupakan perjanjian pemborongan
pekerjaan secara tertulis dan sudah diabawah instansi perusahaan yang berbadan hukum.
Sehingga hubungan kerja yang timbul dalam kerangka kerja outsourcing adalah antara
pekerja denga perusahaan penyedia jasa pekerja. Dengan demikian peraturan perusahaan
yang dipakai adalah peraturan perusahaan yang dikeluarkan oleh perusahaan penyedia
jasa pekerja dan bukan peraturan perusahaan dari C (pengusaha water treatment).

Jadi jika terjadi kesalahan dalam pemasangan water treatment yang dilakukan oleh A
yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan penjual tahu dan penjual water treatment,
maka perusahaan penyedia jasa pekerja yang dapat menjatuhkan sanksi terhadap pekerja
yang bersangkutan.

Hal ini tentu harus melihat secara jelas mengenai perjanjian pemborongan pekerjaan
antara perusahaan penyedia jasa dengan perusahaan pemberi kerja. Apabila dalam
perjanjian pemborongan tersebut diatur bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja
bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan oleh pekerja yang disediakannya,
maka pihaknya dapat digugat pembayran ganti kerugian oleh perusahaan pemberi kerja

Daftar Pustaka
-

Wirjono Projodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan


Tertentu, Sumur, Bandung, 1985.

Hadjon, Philipus M. & Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Cetakan


Keempat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2009.

Ardhiwisastara, Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Penafsiran dan Konstruksi


Hukum, Alumni, Bandung, 2008.

Azaz-Azaz Hukum Perikatan oleh R.M Suryoonignrat. S.H.

Bab-Bab Hukum Perikatan (pengertian-pengertian elementer) oleh H. Mashudi


S.H. M.H.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

Sumber lain melalui media Internet

Anda mungkin juga menyukai