PENDAHULUAN
Dapat memahami obat-obat yang memiliki efek samping ototoksik sesuai kasus
yang diberikan oleh pembimbing praktikum farmakologi.
BAB II
2
ISI
1. Seorang penderita berumur 28 tahun dirawat di Rumah Sakit Umum dengan sesak
nafas. Hasil diagnosis dokter adalah pneumonia. Terapi yang didapat adalah injeksi
pencilin prokain 2x2.4 juta unit IM, gentamicin 2x80 mg iv, asam salisilat 500 mg
sehari 3 kali. Setelah dirawat selama 5 hari penderita mengeluh pusing berputarputar dan tinnitus. Diagnose tambahan vertigo. Diberi obat flunarizin 1x10 mg dan
obat suntik diteruskan. Dua hari kemudian penderita mengeluh pendengaran
berkurang.
a. Sebutkan obat obat yang bersifat toksik pada telinga pada kasus diatas.
Gentamisin
Asam salisilat
Gentamisin
Tinitus
Early hearing loss
Ketidakseimbangan
Vertigo
Oscillopsia
Nystagmus
Asam salisilat
Tinitus
Hearing loss
Nausea
Vomiting
Headache
Confusion
Takikardia
takipnea
sekitarnya. Dengan meletakkan elektroda pada kulit kantus lateral mata kanan dan
kiri, maka kekuatan muatan kornea kanan dan kiri bisa direkam. Rekaman muatan
ini disambungkan pada galvanometer. Bila muatan kornea kanan sama dengan
kiri, galvanometer akan menunjukkan angka nol (di tengah). Jadi kesimpulannya
jarum galvanometer akan bergerak sesuai dengan gerak bola mata. Dengan
2.
a. Sebutkan obat obat yang bersifat toksik pada telinga pada kasus diatas.
Natrium diklovenak, furosemid, dan natrium diklovenak
b. Sebutkan obat-obat NSAID yang bersifat ototoksik.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Salisilat
Diclofenac
Etocolac
Fenprofen
Ibuprofen
Indomethacin
Naproxen
Piroxicam
Sulindac
1. Natrium diklofenak merupakan salah satu obat yang termasuk dalam golongan
obat anti inflamasi non streroid (NSAID). NSAID diketahui menghambat
metabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin. Namun, NSAID juga
menghambat derivat non-prostaglandin. NSAID merupakan molekul anion
lipofilik dan bila semakin rendah maka semakin besar kelarutannya. Asam asetil
salisilat secara umum menghambat translokasi anion melewati membran sel, yang
berkontribusi pada munculnya ototoksisitas obat ini. Salisilat menghambat protein
membran (prestin) dari sel rambut luar koklea memfasilitasi elektromotilitas
melalui translokasi transmembran dari anion monovalendeperti CL-, sehingga
mempengaruhi daya cochlear ampliifier. Penelitian pada tulang temporal pasien
yang sebelumnya telah diterapi dengan salisilat menunjukkan struktur koklea yang
normal. Hal ini menyatakan bahwa efek ototaksisitas obat in adalah reversibel
(Durrant, et.al, 2009)
2. Furosemid
Furosemid adalah salah satu obat yang termasuk dalam deuritic loop bersama
ethycynic acid dan bumetanid yang bekerja pada bagian asendens ansa henle
tebal. Diuretik digunakan untuk memodifikasi komposisi dan atau volume cairan
6
tubuh untuk menangani kondisi seperti hipertensi, gagal jantung kongestif, gagal
ginjal, sirosis, dan sindrom nefrotik. Deuritic loop bekerja pada bagian ascending
dari loop of henle ginjal. Target kerja obat ini adalah protein potassium-2 cloride
(NA+-K+2-Cl-) cotransporters. Protein ini ternyata banyak diitemukan pada sel
epitelial dan non-epitelial dan juga terlokalisasi pada stria vaskularis koklea.
Inhibisi dari kerja protein ko-transporter tersebuh menyebabkan ekskresi Na +dari
sel marginal keruang interstisial sehingga menimbulkan edema pada ruang
interstisial dan juga pada sel penyusun stria vaskularis. Kondisi ini mempengaruhi
potensial endokoklea, yang penting untuk mempertahankan potensial sel
rambutdalam batasan yang normal. (Durrant, et.al, 2009). Akan terjadi penurunan
potensial positif endolimfe. Furosemid dilaporkan memiliki efek langsung pada
motilitas sel rambut luar yang akan menimbulkan disfungsi sensori . gangguan
pendengaran yang ditimbulkan meliputi tinitus, gangguan pendengaran, ketulian,
vertigo, dan rasa penuh pada telinga. Gangguan pendengaran dan ketulian
biasanya bersifat reversibel, tetapi tidak selalu (Heidjen, et.al, 2007)
3. Ciprofloksasin
Ciprofloksasin merupakan obat golongan quinolon yang merupakan analog asam
nalidiksat yang difluorinasi. Obat ini bekerja dengan menghambat DNA girase
(topoisomerase II) yaitu enzim yang bertanggungjawab terhadap terbuka dan
tertutupnya lilitan DNA sehingga mencegah relaksasi DNA superkoil yang
dibutuhkan untuk transkripsi dan duplikasi normal. Penggunaan berkelanjutan
dalam dosis tinggi menyebabkan hilangnya sel-sel rambut luar, mengurangi
perfusi sekitar koklea dan meyebabkan perubahan biokimia. Onset ototoksisitas
dari ciprofloxacin biasanya 3 sampai 4 hari dimulainya penggunaan obat ini.
Pasien akan merasakan gejala tinitus yang disertai dengan kehilangan
pendengaran akibat ototoksisitasnya.
d. Sebutkan tanda dan gejala ototoksik atau vestibulotoksik pada penggunaan obat
pada kasus tersebut.
Natrium diklofenak
7
Siprofloksasin
Dilaporkan ototoksitas dengan orang yang memiliki kanker ovarium, non-
cara
mendiagnosis
suatu
kelainan
berdasarkan
anamnesis,
Anamnesis:
Anamnesis
yang
lengkap
diperlukan
untuk
mendiagnosis
gangguan
Pemeriksaan Fisik:
Pada pemeriksaan pendengaran, tes garpu tala: Rinne positif, Weber
lateralisasi ke telinga yang normal, Schwabach memendek, kesan tuli
sensorineural.
- Pemeriksaan Penunjang:
a. Audiometri khusus
Tes SISI (Short Increment Sensitivity Index) dengan skor : 100% atau
Pada anak-anak dapat dilakukan tes BERA dimana hasilnya menunjukkan tuli
sensorineural ringan sampai berat.
Klasifikasi
dalam Desibel
Pendengaran normal
0-15
>15-25
>25-40
>40-55
>55-70
>70-90
>90
11
satu telinga
Grade 2 : >25 90 dB, pada 2 frekuensi setidaknya pada salah satu telinga
Grade 3 : penurunan pendengaran memrlukan intervensi berupa obatobatan atau alat bantu dengar ( >20 dB bilateral pada frekuansi
12
Pemeriksaan ABR lebih memakan waktu dan stimulinya terbatas pada frekuensi 14kHz.
dengan menilai
tingkat pendengaran dasar dari pasien dan dilakukan juga uji keseimbangan
Memonitor efek samping secara dini, yaitu dengan memperhatikan gejalagejala ototoksisitas pada telinga dalam yang timbul seperti tinnitus, kurang
alternatif lain.
Pada penggunaan antibiotic aminoglikosid, pemeriksaan sebaiknya dilakukan
1-3 minggu sekali. Pada penggunaan obat kempterapi pemeriksaan sebaiknya
dilakukan 1 minggu sekali. Jarak waktu pemeriksaan dapat menjadi lebih
singkat apabila ditemukan gejala otoksisitas. Pemeriksaan harus dilanjutkan
sampai dengan 3-6 bulan setelah terapi ototoksik diberikan.
setelah pemberian dan mencapai masa stabil pada 30 menit sampai 3 jam, adanya
akumulasi aminoglikosida pada telinga dalam menjadi penyebab kerusakan
struktur pendengaran. Aminoglikosida tetap berada pada telinga dalam walaupun
aminoglikosida dalam serum sudah tidak ada. Walaupun half-life aminoglikosida
pada serum 3-5 jam, obat ini tetap berada pada cairan telinga dalam sampai
beberapabulansetelahterapi.
Aminoglikosida dapat ditemukan pada sel rambut koklea dan sedikit berada pada
sel pendukung membran basilar serta dinding lateral. Pada sel rambut,
aminoglikosida yang tampak akan dihantar ke dalam struktur lisosom pada
permukaanapikal,karenacocokdenganreseptorendositotik.
Alat transport aminoglikosida belum diketahui dengan pasti, megalin merupakan
alat transport aminogliosida di tubulus ginjal, ditemukan pada duktus koklea,
termasuk dinding lateral, namun tidak ditemukan pada sel rambut luar, yang
merupakan target organ dari aminoglikosida.
Ototoksisitas aminoglikosida dapat terjadi pada koklea atau vestibulum
dan bisa pada keduanya. Kerusakan sel- sel sensori pada koklea yang tidak dapat
regenerasi lagi, utamanya pada sel- sel rambut luar pada basal koklea lalu
menyebar ke apeks. Sel- sel rambut dalam mengalami degenerasi kemudian
secara perlahan- lahan, selanjutnya mempengaruhi bagian lain dari koklea
termasuk stria vaskularis dan sel- sel spiral ganglion, hal ini terjadi terutama
karena pengaruh ototoksik yang berat. Pada sistem vestibular, kelainan sel- sel
rambut dimulai dari apeks krista ampularis kemudian menyebar ke perifer
reseptorvestibular.
Kerusakan utama ototoksik aminoglikosida terjadi pada basal koklea, sehingga
gejala klinis yang pertama kali muncul adalah adanya gangguan pendengaran
pada frekwensi tinggi. Kesulitan untuk mendeteksi lebih awal keadaan ini karena
pemeriksaan audiometri yang tidak rutin dilakukan pada frekwensi tinggi dan
ganguan persepsi bicara akan terjadi pada toksisitas yang berat berupa gangguan
pendengaran pada frekwensi percakapan. Kerusakan vestibular kadang kala sulit
15
untuk
dideteksi
karena
adanya
kemampuan
kompensasi
visual.
Mekanisme Ototoksik
Aminoglikosida yang berada pada cairan endolimfe dan perilimfe akan masuk ke
organ corti melalui beberapa cara. Salah satu jalan utamanya melalui pintu
transduksi yang didasarkan pada fakta bahwa aminoglikosida akan lebih ototoksik
ketika distimulasi secara akustik, cara yang lain adalah melalui transport obat
yang besar melalui jalur endositosis yang akan menghantarkan obat ke lisosom.
Reactive oxygen species (ROS) atau radikal bebas, merupakan penyebab utama
terjadinya ototoksisitas aminoglikosida. ROS merupakan bagian dari sel normal
fisiologi yang berada pada semua sel, berupa sel pada lefel rendah yang akan
selalu diimbangi oleh antioksidan intrinsik dan enzim antioksidan. Namun, ketika
produksi ROS berlebih dapat terjadi kerusakan jaringan yang luas dan dapat
membuka jalan kearah kematian sel. ROS dipercaya menyebabkan terjadinya
apoptosis dan nekrosis sel rambut, tahapan terjadinya kematian sel, dimulai dari
masuknya aminoglikosida ke dalam sel rambut luar melewati transduser mekanoelektrikal selanjutnya terbentuk komplek aminoglikosida dan besi yang bereaksi
dengan donor elektron seperti asam arahidonat membentuk ROS, seperti
superoksida, radikal hidroksi, dan hidrogen peroksida kemudian mengaktifkan c
Jun N terminal kinase (JNK) yang akan mentranslokasi nukleus untuk
mengaktifkan gen pada sel yang mengalami kematian, gen ini kemudian
translokasi ke mitokondria menyebabkan lepasnya sitokrom yang akan memicu
terbentuknya apoptosis (gambar 5). Salah satu jalan yang diaktifasi oleh
aminoglikosida melalui ROS adalah JNK dan berkontribusi terhadap terbentuknya
apoptosis. Salah satu target JNK adalah membentuk faktor transkripsi, aktifasi
protein -1. Terapi dengan gentamisin meningkatkan aktifasi protein- 1 di koklea
pada sel rambut luar. Aminoglikosida dapat membentuk kompleks dengan besi
dan memperbesar formasi katalis besi yang berasal dari asam lemak tak jenuh.
Kerusakan sel- sel rambut pada koklea akan diganti oleh sel pendukung tanpa
adanya proses inflamasi dan ini menandakan adanya proses apoptosis, walaupun
16
pada beberapa peneliti menyebutkan bahwa proses nekrosis dapat terjadi juga
pada ototoksisitas aminoglikosida dalam jumlah yang sedikit sekali.
Patomekanisme Kina
Mekanisme dari tuli akibat ototoksik masih belum jelas. Patologinya
meliputi hilangnya sel rambut luar yang lebih apical, yang diikuti oleh sel rambut
dalam. Hal ini awalnya menyebabkan gangguan pendengaran frekuensi tinggi
yang dapat
- Kuinin
17
untuk
dewasa
kurang
Gejala
lebih
gram.
keracunan
sinkonism", bila ringan yang terkena dahulu ialah sistem pendengaran berupa tinitus
dan sistem penglihatan. Mula-mula penderita merasa mual, muntah, kabur dan telinga
berdenging. Pada yang berat dapat terjadi perangsangan susunan saraf ialah bingung,
gelisah
dan
delirium.
Reaksi idiosinkrasi pada penggunaan kina berupa kemerahan pada kulit, gatal-gatal dan
bercak merah, demam, gangguan pada lambung, sesak napas, ketulian dan gangguan
penglihatan.
Gejala-gejala ini akan hilang bila obat dihentikan.
f. Pemeriksaan apa yang diperlukan untuk mendiagnosis ototoksik disebabkan obat
dan bagaimana kita dapat mendiagnosis penyebab ototoksik disebabkan oleh
obat tersebut
Anamnesis:
Temuan
khas
audiogram
berupa
gangguan
dengar
Pemeriksaan
Pemeriksaan pendengaran awal yang dilakukan sebaiknya dilakukan
selengkap mungkin, minimal dengan audiometri nada murni dengan frekuensi
0,25 8kHz. Lengkapi juga dengan riwayat pasien, riwayat keluarga,
pemeriksaan otoskopi telinga dan audiometri tutur bila memungkinkan.
Pemeriksaan vestibuler standar seperti tes kalori, VEMP dan VNG berguna
19
Kuinin
Kuinin bisa digunakan bersamaan dengan obat kedua biasanya Doksisiklin untuk
memperpendek durasi pengobatan Kuinin biasanya sampai 3 hari dan membatasi
toksisitasnya.
Mefloquine, 15 mg/kg sekaligus atau 750 mg, kemudian 500 mg dalam 6-8 jam
atau Artesunate atau artemether dosis tunggal harian 4 mg/kg ke-0, 2 mg/kg pada
hari ke-2 san 3, 1 mg/kg pada hari ke-4 hingga 7 pengobatan atau Halofantrine,
500 mg setiap 6 jam untuk 3 dosis; diulang dalam 1 minggu.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Ototoksik merupakan salah satu efek samping pengobatan kedokteran,
dengan bertambahnya obat-obatan maka bertambah pula daftar obat-obat yang
ototoksik. Obat-obat antibiotik, NSAID, dan obat anti malaria terdapat beberapa
yang bersifat ototoksik. Namun, ada pengobatan alternatif untuk terapi penyakitpenyakit yang menggunakan obat bersifat ototoksik. Contoh antibiotik yang
ototoksik adalah antibiotik golongan aminoglikosida dan makrolida. Untuk obat
obat NSAID yang menyebabkan ototoksik adalah salisilat, diklofenak, etocolac,
efenprofren, ibuprofen, indometasin, naproxen, piroxicam, dan sulindac.
Sedangkan obat-obat antimalaria yang menyebabkan ototoksik adalah kuinin dan
klorokuin. Keluhan awal yang biasa muncul pada sistem pendengaran berupa
tinnitus.
Kehilangan pendengaran yang terjadi pada frekuensi yang tinggi. Namun,
kehilangan pendengaran oleh obat-obat ototoksik tidak dapat diobati. Bila terjadi
gangguan telinga dalam pada pemeriksaan audiometrik saat pemberian obat-obat
22
SARAN
1. Pertimbangkan pemberian obat-obatan yang bersifat ototoksik kepada pasien.
2. Pemberian obat-obatan ototoksik mesti dibarengi dengan monitoring untuk
memastikan ada tidaknya gejala ototoksik yang timbul.
23