Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

PROSES LAHIRNYA PBB


Di planet Bumi ini manusia hidup
dalam
tersebar
benua.

berbagai
di

aneka

bangsa
negara

Dalam

yang
dan

interaksi

antarbangsa tersebut, tentu ada


kalanya

kita

jumpai

hubungan

yang diwarnai oleh perang dan


damai.

Namun

demikian,

sesungguhnya setiap bangsa mempunyai persamaan. Karena itu mereka


pun punya cita-cita yang serupa, yaitu dapat hidup dengan aman, damai,
dan makmur.
Perserikatan Bangsa-Bangsa atau disingkat PBB (bahasa Inggris: United
Nations atau disingkat UN) adalah sebuah organisasi internasional yang
anggotanya hampir seluruh negara di dunia. Lembaga ini dibentuk untuk
memfasilitasi dalam hukum internasional, pengamanan internasional,
lembaga ekonomi, dan perlindungan sosial.
Perserikatan Bangsa-bangsa didirikan di San Francisco pada 24
Oktober 1945 setelah Konferensi Dumbarton Oaks di Washington, DC,
namun Sidang Umum yang pertama dihadiri wakil dari 51 negara baru
berlangsung pada 10 Januari 1946 (di Church House, London). Sebelumnya,
pada 26 Juni 1945, 50 negara menandatangani Piagam PBB di San
Fransisco pada Konferensi Organisasi Internasional PBB. Dari 1919 hingga

1946, terdapat sebuah organisasi yang mirip, bernama Liga Bangsa-Bangsa,


yang bisa dianggap sebagai pendahulu PBB. Perserikatan Bangsa bangsa.
Istilah Perserikatan Bangsa Bangsa dicetuskan oleh Franklin D.
Roosevelt sewaktu masih berlangsung Perang Dunia II yang merujuk
kepada Pihak yang Bersteru yang terdiri dari 26 negara. Franklin D.
Roosevelt selain sebagai Presiden Amerika Serikat, ia juga anggota penting
dari Organisasi Yahudi Freemasonry yang memiliki beberapa organisasi
underbow berkedok gerakan sosial dan amal seperti Lions Club dan Rotary
Club.
PBB awalnya didirikan untuk mencegah terjadinya perang di masa
depan serta menjaga perdamaian dan keamanan dunia. Nama Perserikatan
Bangsa-Bangsa sendiri digagas oleh Presiden AS Franklin D Roosevelt dan
mulai digunakan pada 1 Januari 1942 dalam Deklarasi PBB. Saat itu 26
negara sekutu sepakat untuk bersatu melawan negara-negara Poros Tengah.
PBB terdiri dari enam badan: Sidang Umum, Dewan Keamanan, Dewan
Sosial dan Ekonomi, Dewan perwalian, dan Mahkamah Internasional dan
Skretariat.
Sidang Umum pertama PBB berlangsung pada Januari 1946, dihadiri
51 negara. Saat ini PBB beranggotakan 192 negara. Hanya Vatikan dan
Taiwan yang sejauh ini belum terdaftar sebagai anggota PBB.
Asas Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah :
1. Persamaan kedaulatan bagi semua anggota
2. Semua anggota wajib memenuhi kewajiban dengan baik, sesuai dengan
Piagam PBB
3. Semua perselisihan dunia harus diselesaikan secara damai, dan tidak
dibenarkan memakai kekerasan atau ancaman terhadap kemerdekaan
suatu negara.

4. Semua anggota harus tunjuk dan membantu kepada PBB, jika PBB
terpaksa mengambil tindakan kekerasan terhadap suatu Negara.
5. PBB tidak mencampuri urusan dalam negeri suatu Negara.
Tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa :
1. Memelihara perdamaian dan keamanan dunia
2. Memelihara dan mempererat persahabatan antarbangsa
3. Menyelenggarakan kerja sama dalam memecahkan masalah dunia
tentang ekonomi, politik, sosial, kebudayaan dan kemanusiaan.
4. Menjunjung tinggi hak asasi manusia ( bangsa ) dengan tidak
membedakan jenis kelamin, agama dan kebangsaan
5. Menjadikan

PBB

sebagai

pusat

bangsa-bangsa

dalam

mencapai

kesejahteraan bersama.
Mereka yang termasuk anggota pemula PBB adalah :
1. Negara-negara yang telah ikut serta dalam Konferensi San Fransisco
tanggal 25 April 1945
2. Negara-negara

yang

terlebih

dahulu

menandatangani

Deklarasi

Washington tanggal 1 Januari 1942


3. Negara seperti yang disebutkan poin 1 dan 2 di atas yang telah
menandatangani piagam dan meratifikasinya sesuai dengan Pasal 110
Piagam.
TUGAS DAN FUNGSI PBB
Dalam hal mempertahankan perdamaian dan keamanan internasional
diserahkan kepada dewan keamanan, dengan syarat; semua tindakan
dewan keamanan tersebut harus selaras dengan tujuan dan azas-azas PBB,
tugas dan kewajiban dewan keamanan dapat dibagi atas beberapa golongan,
yaitu :

1. Menyelesaikan perselisihan dengan cara-cara damai, yaitu dengan cara


yang didasarkan atas; persetujuan sukarela atau paksaan hukum
dalam menjalankan persetujuan.
2. Mengambil tindakan-tindakan terhadap ancaman perdamaian dan
perbuatan yang berarti penyerangan.
Sedangkan fungsi Dewan Keamanan sebagai berikut:
1.

Memelihara perdamaian dan keamanan internasionaal selaras dengan


azas-azas dan tujuan PBB.

2.

Menyelidiki

tiap-tiap

persengketaan

atau

situasi

yang

dapat

menimbulkan pergeseran internasional


3.

Mengusulkan metode-metode untuk menyelesaikan sengketa-sengketa


yang demikian atau syarat penyelesaian.

4.

Merumuskan

rencana-rencana

untuk

menetapkan

suatu

sistem

mengatur persenjataan
5.

Menentukan adanya suatu ancaman terhadap perdamaian atau


tindakan agresi dan mengusulkan tindakan apa yang harus diambil

6.

Menyerukan untuk mengadakan sanksi-sanksi ekonomi dan tindakan


lain yang bukan perang untuk mencegah atau menghentikan agresor

7.

Mengadakan aksi militer terhadap seorang agresor

8.

Mengusulkan pemasukan anggota-anggota baru dan syarat-syarat


dengan negara-negara mana yang dapat menjadi pihak dalam setatus
mahkamah internasional

9.

Melaksanakan fungsi-fungsi perwakilan PBB di daerah strategis.

10. Mengusulkan kepada majelis umum pengangkatan seorang sekretaris


jendral, dan bersamasama dengan majelis umum, pengangkatan para
hakim dari mahkamah internasional
11. Menyampaikan laporan tahunan kepada majelis umum

BAB 2
PEMBAHASAN

PBB TIDAK BISA BEKERJA SENDIRI


PBB tidak dapat sendirian menjalankan tugas untuk memelihara
perdamaian

dan

pembangunan

di

dunia

kata

Kepala

Perwakilan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia, El-Mostafa Benlamlih pada


Senin (25/10).
"Misi PBB adalah mengenai perdamaian dan pembangunan bagi semua
orang, namun PBB tidak dapat mengerjakan hal itu sendirian, negaranegara, organisasi regional, sektor privat, dan bahkan media harus
menjalankan perannya masing-masing," kata Benlamlih dalam acara
perayaan Hari PBB di Jakarta.
Kritik yang sering mengemuka adalah PBB kerap disebut mandul dalam
mengatasi krisis di dunia seperti masalah keamanan dan kesejahteraan
atau pun munculnya sentimen bahwa PBB lebih memihak negara-negara
besar seperti lima negara yang duduk di kursi Dewan Keamanan PBB: AS,
Rusia, Inggris, Perancis, dan China.
Ketika menjawab hal itu, Benlamlih mengatakan bahwa PBB adalah
organisasi yang memiliki sistem sendiri.
"PBB adalah organisasi yang memiliki setruktur dan mekanisme sendiri
untuk mencapai misi perdamaian dan mewujudkan pembangunan. Pihak
lain seperti negara, organisasi regional, sektor swasta atau media juga
dapat mewujudkan cita-cita itu dengan cara mereka sendiri, namun jelas
itu adalah tanggung jawab bersama. Bila menginginkan perdamaian,

berusaha dengan keras dan ambil lah tanggung jawab yang lebih besar,"
jelas Benlamih.

TANTANGAN REFORMASI PBB


Sejak berdirinya 66 tahun yang lalu (24 Oktober 1945), Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) ibarat sekeping mata uang yang mempunyai dua sisi
yang berbeda. Di satu sisi, PBB menjadi kritikan masyarakat internasional
akibat perannya yang dianggap hanya menguntungkan negara-negara yang
mempunyai hak veto (great power), di sisi lain PBB sebagai salah satu
organisasi multilateral masih dianggap sebagai satu-satunya organisasi
yang masih kredibel dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi
para anggotanya. Sehingga, muncul idea reformasi di tubuh PBB terutama
di Dewan Keamanan (DK) agar lebih adil dan mencerminkan kepentingan
seluruh

anggotanya dengan

negara-negara

yang

tidak

memiliki

hanya

privilege

mementingkan
(hak

veto)

kepentingan

yang

mampu

mengintervensi setiap keputusan DK. Salah satu usulan terpenting


menyangkut aspek penghapusan atau pembatasan penggunaan hak veto
melalui komitmen dari anggota tetap, dimana hak veto tidak digunakan ke
arah tindakan yang merugikan kepentingan masyarakat internasional.
Sehingga,

DK mencerminkan keadaan dunia yang lebih baik, bersifat

keterwakilan, transparan dan efektif bagi semua anggotanya.


Persoalan hak veto (question of veto), idealnya dihapus. Namun,
sepanjang penghapusan hak veto belum dapat dilakukan (direformasi)
seyogyanya penggunaannya harus diatur agar tidak merugikan para
anggotanya. Dimana, hak veto tidak boleh digunakan terhadap isu-isu yang
terkait

dengan

pelanggaran

internasional-seperti;

serius

genosida,

terhadap

kejahatan

hukum

terhadap

kemanusiaan
kemanusiaan,

pembasmian etnis, dan kejahatan perang. Disampaing itu. contentious

reformasi DK PBB mengenai perluasan keanggotaan tetap yang mampu


menjembatani perbedaan fundamental antara negara-negara anggota PBB.
Sehingga, fokus reformasi PBB tertuju pada upaya untuk menjadikan DK
lebih demokratis dan representatif karena kondisi sekarang ini anggota DK
PBB

tidak

mencerminkan

realitas

geopolitik

yang

mencerminkan

keterwakilan kawasan secara merata. Sehingga, dibutuhkan rebalancing


antara kawasan dan meningkatkan keterwakilan negara berkembang di DK
yang merupakan 2/3 dari seluruh negara anggotanya.
Namun demikian, kepentingan nasional (national interests) masih tetap
merupakan pertimbangan utama bagi setiap negara anggotanya dalam
menetapkan
menyikapi

kebijakan
isu

pada

reformasi

DK

tingkat
PBB.

internasional,
Perhitungan

termasuk

untung

rugi

dalam
tetap

dikedepankan dalam membuat kebijakan. Selain itu, prinsip real politik


juga berlaku. dimana posisi negara-negara yang memiliki hak veto memiliki
nilai yang signifikan dalam penentuan keberhasilan dan kegagalan sebuah
agenda reformasi. Sikap negara privilege dalam beberapa hal menjadi salah
satu referensi bagi negara lain untuk menetapkan kebijakan. Dengan
demikian, tidak mengherankan apabila usulan Amerika Serikat seputar
reformasi DK PBB segera menarik perhatian negara-negara anggota lainnya
dalam memperjuangkan reformasi DK PBB.
REFORMASI PBB
Dewasa

ini

yang

menjadi

masalah

mendasar

dari

PBB

adalah

demokratisasi, restrukturisasi, dan reformasi. Gagasan reformasi PBB yang


sudah bergulir lebih dari satu dekade, tetapi pada kenyataannya perubahan
yang diinginkan tersebut sampai saat ini masih jauh dari harapan.
Komposisi dalam tubuh DK PBB sudah tidak lagi mencerminkan
komposisi negara-negara di dunia. Dimana, reformasi keanggotaan perlu
ditinjau bukan lagi dari perspektif sonsiliasi pasca Perang Dingin. Dengan

demikian, selama struktur dan komposisi DK termasuk hak veto hanya


dimiliki oleh lima anggota tetap tidak diubah, maka tidak akan ada keadilan
dalam menangani barbagai masalah global yang di hadapi dunia saat ini.
Setidaknya, bila penghapusan hak veto sulit dilakukan kareana akan
merubah Piagam

PBB, maka setidaknya perlu adanya pembatasan

penggunaan hak veto melalui komitmen dari anggota tetap (great power),
dimana hak veto tidak digunakan ke arah tindakan yang dimaksudkan
untuk pelaksanaan resolusi yang sudah diadopsi DK PBB agar terjadi
prinsip keadilan bagi setiap anggotanya.
Selama ini problematika hak veto selalu membayangi legitimasi DK PBB.
Dengan hak veto anggota tetap setiap saat dapat mempengaruhi terjadinya
perubahan subtansi secara besar-besaran dari suatu resolusi. Bahkan, hak
veto

mampu

mengancam

menguntungkan

negara

terbitnya
pemilik

resolusi

hak

yang

veto

dianggap

maupun

tidak

sekutunya.

Sebagaimana ancaman AS yang akan melakukan veto atas keingginan


Palestina menjadi anggota penuh PBB. Di sisi lain, di antara anggota tetap
selalu mengancam untuk menggunakan hak vetonya dalam suatu forum
konsultasi
terpenuhi

tertutup
tanpa

agar

kepentingan

samasekali

mereka

memperdulikan

masing-masing

subtansi

dapat

permasalahan.

Peran DK sebagai pemegang otoritas penjaga perdamaian dan keamanan


internasional praktis tidak optimal akibat adanya pertentanagn kepetingan
masing-masing ke-5 anggota tetap sebagai pemegang veto power.
Ada dua tujuan utama yang hendak dicapai dalam reformasi DK PBB.
Pertama, untuk menciptakan struktur PBB yang mewakili konstelasi politik
dunia dewasa ini, termasuk keterwakilan negara-negara berkembang
karena struktur keanggotaan saat ini tidak mencerminkan peta politik
dunia kontemporer.
Kedua, meningkatkan peran dan kapasitas PBB dalam mengatasi
persoalan-persoalan soft politics yang dihadapi anggota-anggotanya pasca

Perang

Dingin-seperti;

kemiskinan,

energi,

pangan,

terorisme,

dan

lingkungan hidup. Sehingga, diperlukan kesadaran dan partisipasi seluruh


anggotanya dengan PBB sebagai sentralnya.

PENTINGNYA REFORMASI
Ada dua alasan utama mengapa reformasi DK PBB merupakan sebuah
keharusan. Pertama,

PBB masih mewakili realitas politik pasca-Perang

Dunia II, dimana secara de jure dan de facto dalam keorganisasiani masih
memberikan kewenangan lebih kepada negara-negara pemenang perang
dalam

mekanisme

pengambilan

keputusan

melalui

hak

veto

yang

dimiliki anggota tetap DK (Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia, dan


China). Dari kacamata teori hubungan internasional, konsep ini penjabaran
pandangan realis yang berpendapat bahwa negara besar (great powers)
merupakan salah satu instrumen penting dalam menjaga perdamaian dunia.
Oleh karena itu, diberi kewenangan dan tanggung jawab khusus. Ironisnya,
realitas ini sering bertolak belakang, negara-negara yang memiliki hak veto
menggunakan untuk kepentingan nasionalnya semata bukan untuk
masyarakat internasional. Sebagaimana terlihat pada kasus Palestina-Israel,
dimana Amerika Serikat menggunakan hak vetonya lebih dari anggota
lainnya sejak tahun 1972, khususnya resolusi yang dianggap merugikan
kepentingan Israel.
Disamping itu, great powers sering memiliki agenda tersendiri yang
tidak selamanya selaras dengan kewenangan dan tanggung jawab yang
diembannya. Akibatnya, beberapa persoalan yang mengancam perdamaian
dunia tidak terselesaikan, justru karena adanya kepentingan negara besar
tersebut.

Faktanya,

kecenderungan

terjadinya

konflik

terbuka

terus

mengalami peningkatan. Beberapa negara melakukan kebijakan krusial


dalam politik internasional secara unilateral tanpa persetujuan PBB tanpa

10

mengindahkan norma-norma yang berlaku dalam tata hubungan antar


negara. Akibatnya, kewenangan dan tanggung jawab negara besar dalam
memelihara ketertiban dan perdamaian dunia kembali dipertanyakan.
Sebagaimana invasi Amerka Serikat terhadap Irak 2003, tidak melalui
mandat DK PBB.
Kedua, realitas tata dunia dewasa ini berbeda dengan periode Perang
Dingin. Pada periode tersebut, pertentangan ideologis antara blok kapitalis
dan

komunis

dengan

segala

implikasinya

menjadi

fokus

utama.

Berakhirnya Perang Dingin mengungkap kenyataan bahwa masalahmasalah yang selama ini dinomorduakan ternyata jauh lebih gawat dari
yang diperkirakan. Dunia terus dihadapkan pada berbagai tantangan rumit,
mulai

dari

ancaman

senjata

nuklir,

perompakan,

terorisme,

krisis

keuangan dan ekonomi hingga keadaan terburuk serta paling mendasar


yang ditemui di berbagai penjuru dunia, yaitu: kemiskinan dan kelaparan
sangat parah. Dunia juga menghadapi ancaman kerusakan lingkungan
hidup, bencana alam, masalah ketahanan pangan, energi, intoleransi, dan
diskriminasi serta penguasa otoriter yang menindas keinginan demokrasi
dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Mengingat permasalahanpermasalahan tersebut tidak dapat dipecahkan secara nasional, tantangan
tersebut seharusnya dapat memotivasi negara untuk mendorong kemitraan
dan kerjasama di antara mereka dengan memperkuat multilateralisme
untuk mengatasi tantangan global, melalui peran sentral PBB.
TANTANGAN
Pencapaian tatanan dunia damai (road to security) tidak hanya
diselesaikan melalui piranti hukum internasional, tetapi juga bisa ditempuh
melalui

pilar

PBB

sebagai pengejawantahan

ide

collective

security

(keamanan kolektif) bagi anggotanya, maka oraganisasi ini penjaminan


keamanan bersama, dimana ancaman terhadap satu negara akan menjadi
ancaman bagi semuanya. Artinya, dalam semangat berorganisasi ada

11

kesadaran bahwa dibutuhkan satu mikanisme satu sistem dan satu


organisasi yang bisa memberikan jaminan bagi semua anggotanya (one for
all), dimana beban operasionalnya ditanggung oleh semua (all for one).
Sehingga, reformasi diharapkan terciptanya struktur DK PBB yang mewakili
konstelasi politik dunia dewasa ini yang mencerminkan peta politik dunia
kontemporer dalam mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi negaranegara anggotanya.
Memang tidak mudah melakukan reformasi ini, karena Pasal 108
Piagam PBB mengsyaratkan bahwa amandemen terhadap piagam ini hanya
akan sah bila 2/3 anggota Majelis Umum menyetujuinya dan diratifikasi
oleh 2/3 negara anggota PBB termasuk oleh seluruh negara anggota tetap
DK pemegang hak veto. Reformasi merupakan satu-satunya cara membawa
dunia dari konfrontasi ke arah kooperasi. Dimana, tantangan kontenporer
tidak semata persoalan high politics yang terkait dengan persoalan
keamanan nasional. Akan tetapi, masalah-masalah menyangkut soft politics
justru semakin menantang dan membutuhkan penanganan yang lebih
serius. Tanpa political will dari anggota tetap DK PBB untuk melakukan
reformasi, maka masalah-masalah soft politics akan berpotensi menjadi high
politics yang akan membahayakan keberadaan kelembagan PBB sendiri.

Apa Itu Hak Veto dan Mengapa Hanya Dimiliki Oleh 5 (lima)
Negara Saja ?
Kita sering mendengar kata "Hak Veto". Apa
sebenarnya hak veto itu dan mengapa hanya
dimiliki oleh 5 (lima) negara saja ? Hak veto
adalah hak untuk membatalkan keputusan,
ketetapan, rancangan peraturan dan undangundang atau resolusi. Dalam sejarahnya, hak
veto dimiliki oleh lima negara anggota tetap

12

Dewan Keamanan PBB. Negara itu ialah Amerika Serikat, Rusia (dahulu
Uni Sovyet), Inggris, Perancis, Republik Rakyat China menggantikan
Republik China (Taiwan) pada tahun 1979. Anggota tetap Dewan Keamanan
PBB dipilih berdasarkan hasil Perang Dunia II. Kelima negara tersebut
adalah pemenang dari Perang Dunia II.
Tujuan dari pemberian hak veto pada awalnya ialah untuk melindungi
kepentingan para pendiri PBB, dimana hal tersebut hanya diperuntukkan
bagi negara-negara yang memenangkan Perang Dunia II. Hak veto melekat
pada kelima negara tersebut berdasarkan Pasal 27 Piagam PBB.
Selain anggota tetap, Dewan Keamanan PBB juga memiliki anggota
tidak tetap yang berjumlah lima belas negara. Anggota tetap dan tidak tetap
berbeda dalam pemilikan hak veto. Anggota tidak tetap tidak mempunyai
hak veto. Masa jabatan anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB adalah 2
(dua) tahun.
Berdasarkan statistik dari tahun 1946-2002, negara yang paling banyak
menggunakan hak veto adalah Uni Sovyet, yaitu sebanyak 122 kali.
Kemudian diikuti oleh Amerika Serikat sebanyak 81 kali, Inggris sebanyak
32 kali dan Prancis menggunakan hak veto sebanyak 18 kali. Sedangkan
China baru menggunakannya sebanyak 5 kali. Dari statistik di atas, terlihat
jelas bahwa hak veto didominasi oleh dua negara yang pernah bersiteru
dalam perang dingin, yaitu Uni Sovyet dan Amerika Serikat. Untuk Amerika
Serikat, 39 veto yang dikeluarkan ialah untuk memberikan dukungan
terhadap Israel. Menurut data, dalam konflik Arab-Israel, dari 175 resolusi
Dewan Keamanan PBB tentang Israel, 97 menentang Israel, 74 netral dan 4
mendukung Israel. Tentunya ini tidak termasuk resolusi yang diveto
Amerika Serikat.
Melihat realitas saat ini, penggunaan hak veto yang dimiliki oleh
anggota tetap Dewan Keamanan PBB sangat jauh atau bertentangan

13

dengan asas keadilan dan mengingkari realitas sosial. Adakala keputusan


yang ditetapkan dalam forum PBB dibatalkan oleh negara pemilik veto.
Sebagai contoh, tidak hanya sekali, dua kali hak veto digunakan oleh
Amerika Serikat untuk melapangkan jalan bagi Israel untuk melancarkan
perang, selain itu Amerika Serikat juga menggunakan hak vetonya untuk
menghentikan serangan Israel ke Libanon.
Sebenarnya, hak veto tidak menjadi sebuah masalah jika digunakan
sebagaimana mestinya. Namun, jika melihat kondisi saat ini hak veto
digunakan untuk menentang prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran atau
dengan kata lain merusak citra PBB sebagai penjaga perdamaian dunia.
Jika melihat lebih ke dalam lagi, serangan Israel ke Palestina jelas-jelas
sudah melanggar hukum humaniter internasional yang ditetapkan sendiri
oleh PBB, tapi adanya veto justru membiarkan hukum humaniter dilanggar
oleh Israel.
Di lain sisi, para perwakilan negara di PBB kadang mengungkapkan
kecenderungan

negara

pemegang

veto

untuk

saling

mengancam

menggunakan vetonya dalam forum tertutup agar kepentingan mereka


masing-masing dapat terpenuhi tanpa sama sekali peduli terhadap negara
anggota tidak tetap. Hal inilah yang terkenal dengan istilah closet veto.
Dari penjabaran di atas sudah seharusnya kita menyuarakan agar hak
veto dikaji ulang. Seperti kita ketahui, pemberian hak veto bagi Anggota
Tetap DK PBB tidak terlepas dari faktor Perang Dunia II dimana negaranegara pemenang perang memiliki hak veto dan dikuatkan melalui Pasal 27
Piagam PBB. Artinya, pemberian hak veto sedikit banyak merupakan ambisi
negara-negara

pemenang

perang

untuk

tetap

memiliki

kekuatan

mengendalikan jalannya dunia. PBB hanya milik dari lima negara


pemegang hak veto yang saling tumpang tindih dalam memperjuangkan
kepentingan nasional atau national interest dalam menggunakan hak veto.
PBB bukan lagi sebuah organisasi internasional seidela penjabaran dari

14

Piagam PBB. PBB bukan lagi PBB yang sesuai pada hakikatnya, melainkan
sebuah lembaga yang melegitimasi kepentingan nasional lima negara
pemegang hak veto.
Berpikir bijak, keputusan PBB menyangkut urusan apapun tetap
berada di Majelis Umum (MU) sebagai representasi seluruh anggota tanpa
intervensi negara-negara di DK PBB. Ringkasnya, kita dituntut untuk
menyuarakan penghapusan hak veto itu secara konsisten termasuk
mendesak kelima negara pemilik hak veto agar bersedia melepaskan hak
vetonya.
APAKAH LAYAK HAK VETO DALAM PBB (UNITED NATION)??
Hak veto adalah hak untuk membatalkan keputusan, ketetapan,
rancangan peraturan dan undang-undang atau resolusi. Hak veto biasanya
melekat pada salah satu lembaga tinggi negara atau pada dewan keamanan
pada lembaga PBB. Itulah pengertian hak Veto yang kita dengar sehari hari
dalam perkuliahan, ataupun pada masa sekolah dahulu. didalam diri
dewan keamanan PBB, hak itu melekat erat di negara-negara pendiri PBB.
yaitu Amerika Serikat, Inggris, Prancis, China, dan Russia. seperti pakaian
yang digunakannya kemana-mana hak Veto itu tersebut selalu melekat erat.
Walaupun kadang-kadang ada pula yang telanjang atau tidak memekai
haknya. kecuali si paman yang adi kuasa. hak-hak itu mereka dapat karena
selain mereka yang pertama membuat persekutuan itu mereka pula negaranegara yang memenangkan perang dunia ke 2 , alasan yang sangat jelas
ketika hak veto melekat erat dinegara-negara tersebut yaitu untuk
melindungi diri dari ancaman, ketetapan, rancangan peraturan dan
undang-undang atau resolusi yang merugikan negara mereka. seolah - olah
menjadi penguasa dunia, seberapa besarpun negera-negara yang bukan
pemegang hak veto membuat sesuatu hal diatas tapi tidak disetujui salah
satu pemegang hak veto , maka gagalah suatu itu. suatu yang aneh tapi

15

itulah kenyataannya. kita ambil contoh konflik antara Palestina dan Israel,
Dengan adanya rencana Israel yang akan membangun pemukimannya di
jalur Gaza, banyak dari negara-negara menolak hal tersebut bahkan 4 dari
5 anggota PBB tidak menyutujuinya tapi tiba-tiba si paman sam, yang
gemar menggembor-gemborkan perdamaian, demokrasi, persamaan derajat,
kebebasan , Hak asasi manusia, tiba-tiba menolak keputusan negaranegara yang menolak rencana Israel tersebut.

Lucu memang kedengarannya negara yang menghianati cita-cita dunia


negara yang menghianati demokrasi karena selalu memaksakan kehendak
dengan hak veto nya, apa yang salah 4 pemilik hak veto sudah menolak tapi
1 yang setuju palah menang adakah konspirasi politik dibelakang
semuanya?? mengingat Amerika serikat negara yang adi kuasa menaungi
perekonomian dunia dan merupakan negeri dengan tingkan peradapan
yang tinggi. perdamaian dunia merupakan cita-cita seluruh bangsa yang
ada di dunia. dunia yang aman, tentram dan jauh dari segala peperangan.
namun hal itu tidak dengan Amerika yang gemar sekali berperang. bahkan
industri senjatanya tidak dapat diragukan lagi. begitu banyak teknologi

16

pembunuh manusia diciptakan disana, pesawat-pesawat tempur tak


terlihat radar dan sebaginya . apakah kita tidak menyadari bahwa itu
( senjata pemusnah masal) ada dinegri yang adi kuasa yang di panggil
paman sam.
perang merupakan pasar baginya karena karena ada perang maka
lakulah senjata mereka. kemudian pertanyaannya layakkah hak veto itu di
pakaikan

kepada

negara

tersebut?

negara

yang

selalu

mengambil

keuntungan dari saudara yang salng berperang, negara yang selalu


mengambil keuntungan dari bangsa yang lemah. hal tersebut sebenarnya
sudah sangat kita pahami. tapi konspirasi politik Dll, selalu membuat
Amerika di atas angin. seolah negara-negara lain tidak berarti dan tidak ada
apa-apanya, hal ini sudah sangat jelas bahwa tidak adanya persamaan
derajat di tubuh PBB. demokrasipun nihil dilaksanakan secara lurus.
untuk apa diciptakan hak veto kepada 5 anggota PBB jika 4 kalah melawan
1. ???? dunia telah berubah. kini layakkah hak veto itu mengingat
perdamaian dunia adalah cita-cita bersama dan bukan kepentingan pribadi
meraih keuntungan saja.

MEMPERTANYAKAN PERAN PBB


Dalam sistem internasional yang anarkis, dunia dipenuhi pertarungan
kepentingan negara yang melahirkan perasaan curiga terhadap lainnya.
Dalam sistem seperti itu, negara yang punya power kuat relatif berpeluang
lebih besar untuk memenangkan kompetisi. Konsekuensinya, tiap negara
akan mengutamakan pembangunan militer yang dianggap instrumen power
paling utama.
Negara-negara yang power-nya rendah harus menerima kenyataan,
akan selalu menjadi obyek negara-negara kuat. Untuk menghindarinya,

17

caranya menggabungkan diri kepada kekuatan tertentu baik secara


sukarela atau terpaksa.
Sejarah mencatat ada dua kekuatan yang pernah mewarnai kompetisi
global secara ketat yaitu Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet. Dua
kekuatan

itu

menjadi

penentu

akhir

stabil

atau

tidaknya

sistem

internasional pada masa lalu. Kini, runtuhnya Uni Soviet, AS berdiri


sebagai aktor tanpa tanding yang menjadikannya penentu akhir segala
keputusan politik global dan hadir di mana-mana.
Dialah negara atau aktor paling berperan dalam memerangi dan
menumpas aneka aksi terorisme internasional. Ia polisi sekaligus hakim
internasional yang dapat bertindak apapun demi kepentingannya, atau
sebaliknya, menolak segala yang dianggap akan merugikan kendati harus
berhadapan

dengan

(Mahkamah

Pidana

opini

publik

Internasional).

internasional
Amerika

seperti

yang

kasus

menentukan

ICC
siapa

pahlawan yang harus dibela dan siapa agresor yang harus diperangi
bersama.
Pertanyaannya, di mana peran PBB sebagai institusi internasional yang
paling bertanggung jawab atas perdamaian dan stabilitas percaturan politik
internasional? Mengapa PBB tidak pernah mampu mengambil alih kasus
internasional yang melibatkan negara-negara kuat di dalamnya?
SEBAGAI institusi internasional terbesar, PBB bertugas menjaga
stabilitas

internasional

perdamaian;

penciptaan

yang

terwujud

perdamaian;

dalam
dan

tiga

hal:

peningkatan

pemeliharaan

perdamaian.

Kenyataannya, tugas itu kerap menghadapi hambatan yang justru datang


dari anggotanya sendiri.
Dalam kasus yang berkait dengan negara yang memiliki power relatif
lemah, peran PBB terlihat amat menonjol dan kuat. Tetapi dalam

18

menghadapi aksi negara kuat, PBB justru sebaliknya, terlihat lemah tidak
berdaya.
Ini terjadi karena dalam hubungan internasional, pembangunan dan
pelaksanaan suatu hukum, kaidah, dan tata aturan berbagai kesepakatan
lembaga internasional, selalu mengalami aneka hambatan dan ketidakefektivan karena terhadang batasan kedaulatan setiap negara atau tidak
adanya

lembaga

internasional

otoritatif

yang

berkompeten

dalam

pengaturan sistem internasional. Segala norma dan institusi internasional


seolah mandul tidak berdampak serius terhadap para defector, terutama
negara-negara yang memiliki power relatif besar.
Hukum internasional dan berbagai norma organisasi internasional
banyak ditaati, tetapi negara-negara besar dapat melanggarnya jika mereka
mau tanpa ada sanksi berarti dari negara-negara lain atau PBB sekalipun.
Dengan nada mengejek, Stalin menganalogkan PBB seperti Paus, tidak
memiliki pasukan militer sendiri serta perindustrian untuk menghasilkan
berbagai komoditas yang dapat digunakan guna mengubah kebijakan
eksternal maupun internal suatu negara.
PBB tidak memiliki simpanan khromium untuk menyuap AS agar ikut
memberlakukan sanksi penuh di Rhodesia (kini Zimbabwe)! PBB tidak
memiliki sumber minyak yang dapat menjamin suplai tetap ke AS untuk
membuatnya tidak mengintervensi atau standar ganda dalam perpolitikan
di Timur Tengah. PBB sepenuhnya tergantung negara-negara anggota
dalam hal dana operasional sehingga sehebat apapun wewenang yang
dimilikinya, ia tidak akan leluasa menjalankannya.
Ini terjadi karena PBB bukan pemerintahan dunia yang memiliki
kedaulatan di atas kedaulatan tiap negara dan hak pelaksanaan koersif
atas anggota-anggotanya yang melanggar peraturan yang telah diterapkan.
PBB bukan sistem politik yang mampu bertindak sendiri atau menguasai

19

sistem internasional. Efektivitasnya ditentukan oleh kualitas politik dunia


dan rasa kebersamaan anggotanya.
Celakanya, benturan kepentingan antar-anggota PBB yang memiliki
power kuat kerap terjadi sehingga banyak kebijakan yang gagal karena
diveto salah satu anggota tetap Dewan Keamanan, atau tidak begitu efektif
karena

beberapa

negara

kuat

enggan

mendukung,

kendati

tidak

menolaknya. Tidak bisa dipungkiri, realitas politik internasional kerap


ditentukan oleh negara-negara besar.
Adalah

sebuah

internasional

kelemahan

menerapkan

utama
sanksi,

di

mana

sementara

sebuah

lembaga

pelaksanaannya

didesentralisasikan kepada negara-negara anggotanya karena notabene


lembaga itu sendiri tidak mampu menjalankan keputusannya sendiri.
Ketiadaan sistem yang dapat memaksa semua negara anggota untuk
secara kolektif patuh terhadap berbagai keputusan PBB menjadikan
negara-negara besar lebih suka bertindak individual atau sepihak demi
menjaga kepentingan ekonomi dan politiknya tanpa rintangan dari siapa
pun. Dan tindakan itu sah karena status dan hak prerogatif mereka dijamin
dalam PBB.
Dengan berbagai kelemahan itu, bisakah jaminan PBB diandalkan guna
menciptakan dan memelihara perdamaian internasional?
Tentu ada banyak kelemahan dan kegagalan PBB jika dibuat suatu draf
tersendiri. Sebaliknya, keberhasilan yang dilakukan untuk menciptakan
dunia yang lebih baik pun banyak. Potensi pemeliharaan perdamaian PBB
tidak hanya ditentukan oleh penggunaan negara-negara besar. Yang tidak
kalah penting, negara-negara mengizinkan pihak ketiga ikut berpartisipasi
dan diplomasi.

20

Kedua, pragmatis. Bila tidak ada PBB, siapa lagi? Agar institusi
internasional mampu menciptakan tertib politik, diperlukan kerja sama
negara-negara donatur besar untuk menciptakan institusi yang mampu
mengkoordinasikan aksi dan harapan-harapan anggotanya.
Seperti pengendara mobil, demikian Jones menganalogikan, ia akan
mengemudikan mobilnya sesuai aturan lalu-lintas karena takut ditilang
polisi (sanksi koersif), alasan keselamatan (sanksi utilitarian) dan karena
ingin ikut membina kehidupan sosial bersama yang teratur sehingga
jalanan tidak macet (sanksi normatif).
Demikian juga negara dalam sistem internasional. Setiap bentuk
institusi internasional memiliki aneka aturan dan sanksi yang bersifat
normatif, utilitarian, maupun koersif. Negara-negara tunduk pada aturan
institusi lebih karena didasarkan pada sanksi yang bersifat normatif dan
utilitarian.
Pada

dasarnya

sistem

internasional

bersifat

resiprokal

saling

menguntungkan dan amat peka. Jika sebuah negara melakukan tindakan


tercela atau kesalahan, maka negara lain akan melakukan balasan serupa
atau mengeluarkan resolusi maupun deklarasi yang memalukan, kecuali
bila kepentingan dan kebutuhannya begitu tinggi melebihi kecaman
eksternal dan rasa malu.
Sanksi koersif merupakan jalan terakhir yang hanya diterapkan bila
negara menyimpang dari pola perilaku normatif dan utilitarian.
Kelemahan utama yang dimiliki PBB adalah strukturnya. Sejak
didirikan, lembaga ini telah dipolitisir negara-negara besar yang menjadi
pemenang dalam perang dunia.
Mereka memiliki kedudukan dan hak prerogatif khusus dengan tujuan
mencegah segala tindakan yang tidak sesuai kepentingannya melalui

21

prinsip kebulatan suara dan hak veto seperti tercantum dalam pasal 27 di
mana segala aktivitas PBB harus disetujui seluruh negara anggota tetap
Dewan Keamanan.
Struktur dan pengaruh anggota Dewan Keamanan yang terlalu kuat
inilah yang menjadi kunci utama apakah misi perdamaian akan dapat
dilakukan atau justru melahirkan peperangan.
Solusinya, struktur harus dirombak. Kesulitannya, perombakan harus
disetujui seluruh anggota tetap Dewan Keamanan yang ada kini.
Sayang,

kecuali

internasional,

terjadi

kemungkinan

perubahan
itu

amat

besar-besaran
kecil

karena

dalam

sistem

dianggap

akan

mengurangi hak dan kepentingan mereka.


Kelemahan lain, masalah biaya operasi pemeliharaan perdamaian
seperti kasus penolakan Soviet dan negara-negara lain terhadap beberapa
aktivitas

pemeliharaan

perdamaian

yang

mereka

tentang,

usulan

pembebanan pada negara yang tengah berkonflik, penarikan dana secara


sukarela, tagihan bagi yang sepakat tindakan operasional hingga pelelangan
atau pendelegasian operasi.
Aneka masalah itu sampai kini masih menjadi kendala PBB. Menjadi
kian sulit karena PBB, sebagai institusi internasional yang liberalis secara
kelembagaan, ternyata dijadikan kendaraan kaum atau praktisi realis
pragmatis untuk memperoleh kepentingan negaranya.
Namun, sekali lagi, dengan segala kelemahan dan kekurangan yang
ada,

kehadirannya

dirasakan

lebih

banyak

memberi

kebaikan

dan

sumbangan bagi perdamaian dan pembenahan sistem internasional untuk


lebih baik daripada, misalnya, harus dibubarkan atau ditiadakan.

22

BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) yang sering disorot tak berdaya
ketika menghadapi Negara-negara Adidaya adalah benar. PBB bersikap tidak adil
dan cenderung diskriminatif. PBB terlihat jelas tak berbuat apapun atas serangan
yang dilakukan oleh Israel yang merupakan Negara adidaya terhadap Palestina,
khususunya di Jalur Gaza.
SEBAGAI institusi internasional terbesar, PBB bertugas menjaga stabilitas
internasional yang terwujud dalam tiga hal: peningkatan perdamaian; penciptaan
perdamaian; dan pemeliharaan perdamaian. Kenyataannya, tugas itu kerap
menghadapi hambatan yang justru datang dari anggotanya sendiri.
Dalam kasus yang berkait dengan negara yang memiliki power relatif lemah,
peran PBB terlihat amat menonjol dan kuat. Tetapi dalam menghadapi aksi negara
kuat, PBB justru sebaliknya, terlihat lemah tidak berdaya.
Celakanya, benturan kepentingan antar-anggota PBB yang memiliki power
kuat kerap terjadi sehingga banyak kebijakan yang gagal karena diveto salah satu
anggota tetap Dewan Keamanan, atau tidak begitu efektif karena beberapa negara
kuat enggan mendukung, kendati tidak menolaknya. Tidak bisa dipungkiri,
realitas politik internasional kerap ditentukan oleh negara-negara besar.

SARAN
Setelah mengetahui apa yang terjadi pada PBB begitu pula dengan Hak Veto,
Alangkah

baiknya

apabila

semua

Negara

di

dunia

merundingkan

dan

mendiskusikan bersama mengenai masa depan PBB, Karena PBB tak akan
berjalan lancar apabila hak veto tetap digunakan dalam sistem PBB. Seharusnya
Hak veto dicabut dalam Organisasi tersebut, agar tidak ada kekuatan yang lebih
besar daripada kekuatan PBB

23

24

Anda mungkin juga menyukai